Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

MATERI UTS UU IPEP

Disusun Oleh :
Feby Anggraini 1352010003
Kristanti Dwi 1352010005
Alycia Eka 1352010006
Bella Oktaviana 1352010007
Veronica Dias 1352010011
Sausan Salsabila 1352010015
Nadia Dewi 1352010027
Anizar Rima 1352010031
Samitha Hardiyanti 1352010032
Nony Ari A 1352010038

KELAS B1-20
AKADEMI FARMASI SURABAYA
2022
KELOMPOK I
Undang-undang Tenaga Kesehatan
1. Kasus atau Masalah
Pabrik Obat Tradisional di Jalan Raya Lapan memproduksi obat Tradisional
mengandung Bahan Kimia Obat.
2. Identifikasi Masalah
 Resiko obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat bisa mengalamai
kerusakan ginjal, kerusakan hati dan tukak lambung.
 Tenaga Kesehatan atau kefarmasian yang berkerja dalam pabrik tersebut
seharusnya mengetahui dan sadar dengan apa yang diproduksi di pabrik tersebut.
3. Pembahasan
Dasar Hukum Pasal yang dilanggar oleh Pabrik Obat Tradisonal tersebut yaitu
pasal 196, pasal 197 dan pasal 198 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.
Memberi sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku yaitu bisa pidana penjara
maksimal 15 tahun dan denda paling banyak 1.5 Milyar Rupiah.

Undang-Undang Pekerjaan Kefarmasian


1. Kasus atau Masalah
Seorang Pasien mendapat resep obat paracetamol generic, tetapi karena obat
paracetamol merek dagang Y jumlahnya digudang masih banyak dan kecenderungan
mendekati tahun ED, maka obat paracetamol generic di dalam resep diganti dengan
obat Y yang kandungannya sama. Harga obat Y lebih mahal dibandingkan obat
generic, tetapi dengan informasi ke pasien bahwa efek obat Y lebih cepat maka pasien
menerimanya.
2. Identifikasi Masalah
 Apoteker RS mengganti resep dengan obat Y yang harganya lebih mahal
 Apoteker RS melakukan kebohongan pada pasien
 Apoteker RS hanya mempertimbangkan keseimbangan stok obat tanpa
memperdulikan kondisi pasien
 Apoteker RS ada kemungkinan melakukan kesalahan pembelian obat Y sehingga
stok berlebih bahkan mendekati ED atau kemungkinan mempunyai kerja sama
dengan produsennya.
3. Pembahasan
Dasar Hukum yang digunakan Apoteker tersebut (peraturan perundangan 51
tahun 2009) pasal 24 pada pekerjaan kefarmasian fasilitas pelayanan, apoteker dapat
mengganti obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan pasien juga karena
berdasarkan pasal tersebut maka apoteker tersebut tidak salah, tetapi menjadi salah
karena landasan dasar yang digunakan dalam mengganti obat bukan karena stok
kosong tapi karena jumlah obat Y berlebih digudang dan mendekati waktu ED serta
ada kemungkinan kerja sama antara apoteker dengan produsen obat tersebut.

Apoteker tidak seharusnya melakukan kebohongan kepada pasien dengan


mengganti obat dalam resep dengan alasan efek obat lebih cepat, padahal hanya
karena stok obat pengganti berlebih dan mendekati ED. Masalah tersebut harusnya
dilakukan investigasi terkait penyebab jumlah obat yang masih banyak digudang dan
melaporkannya dalam rapat Komite Farmasi dan Terapi (KFT).
KELOMPOK 2
Pengamanan Sediaan Farmasi, Obat Emergency dan High Allert
1. Kasus atau Masalah
Perawat S sedang menangani pasien “resusitasi” henti jantung dan
membutuhkan obat Epinephrine, lalu perawat S meminta TTK warehouse untuk
mengambilkan obat Ephinephrine. Namun, TTK menyampaikan bahwa stok obat
kosong, belum dikirim dari gudang.
2. Identifikasi Masalah
 Tim farmasi atau TTK lalai akan tanggungjawab stok ketersediaan obat-obat
emergency
3. Pembahasan
Dalam pengelolaan obat emergensi, rumah sakit seharusnya memiliki
kebijakan maupun prosedur  agar  lebih mudah dan tertata dalam pelaksanaannya.
Beberapa  hal  yang  perlu  diperhatikan  terkait  dengan  pengelolaan obat emergensi
di antaranya  adalah penentuan jenis serta jumlah sediaan emergensi, penyimpanan,
penggunaan, dan penggantian sediaan emergensi.
Rumah sakit harus menyediakan lokasi penyimpanan obat emergensi untuk
kondisi kegawatdaruratan. Obat emergensi harus tersedia pada unit-unit dan dapat
terakses segera saat diperlukan di rumah sakit. Idealnya obat-obat emergensi harus
ada pada setiap unit perawatan atau pelayanan. Jika terkendala dengan jumlahnya,
maka obat-obat tersebut bisa ditempatkan pada titik-titik lokasi yang sering atau
rawan terjadi kondisi emergensi. Apabila terjadi keadaan emergensi yang jauh dari
lokasi perawatan atau tempat sediaan emergensi, maka untuk pertolongannya dapat
dilakukan dengan cara pemanggilan tim code blue rumah sakit.
Sudah diatur dalam Permenkes Nomor 72 Tahun 2016
Kebijakan Obat (Obat Generik, OWA, Obat Keras, Obat Essensial)
1. Kasus atau Masalah
Pasien A datang ke Apotek mengeluhkan nyeri di lutut karena luka habis
jatuh, lalu ingin membeli Antibiotik Cefixime atas saran tetangga rumahnya. Namun,
pasien A tidak membawa resep dokter dan ingin membeli dengan bebas. TTK yang
sedang bertugas tidak menolak melayani pasien A.

2. Identifikasi Masalah
 Obat golongan Keras hanya boleh dilayani dengan resep dokter
 Penyerahan obat Keras dilakukan oleh Apoteker
 TTK Apotek yang melayani pasien A melakukan 2 pelanggaran tersebut.
3. Pembahasan
Antibiotik Cefixime termasuk obat keras dan harus ditebus dengan resep
dokter, sesuai dengan peraturan UU Obat Keras ( St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949 )
‘Penyerahan dari bahan-bahan G, yang menyimpang dari resep Dokter, Dokter Gigi,
Dokter Hewan dilarang’. Jadi, penyelesaian untuk kasus tersebut adalah menyarankan
pasien untuk ke dokter agar diberi penanganan dan obat sesuai indikasi medis.
KELOMPOK III
Obat Golongan Narkotika, Psikotropika, Prekursor
1. Kasus atau Masalah
Berdasarkan informasi Polres A bahwa banyak ditemukan (Tablet Carnophen beredar
di kalangan remaja) telah dilakukan pemeriksaan terhadap apotek-apotek di kota
tersebut dan pada salah satu apotek ditemukan penjualan bebas rata-rata per bulan
sebanyak 12 box dan Trihexyphenidyl sebanyak 7 box, penjualan tanpa resep
Ephedrine tablet rata-rata 3 kaleng @ 1000 tablet serta penjualan tanpa resep
diazepam 5 mg tablet sebanyak 30 tablet.
2. Identifikasi Masalah
Pelanggaran yang telah dilakukan apotek tersebut adalah :
 Menjual obat-obat ilegal yang mengandung narkotika (Cannabis sativa) dan
psikotropika (diazepam) secara bebas.
 Trihexyphenidyl digunakan untuk pengobatan parkinsonisme, gangguan
ekstrapiramidal karena obat. Obat-obat dengan bahan aktif Trihexyphenidyl
yang beredar di Indonesia yaitu Arkine, Artane, Hexymer , Parkinal.
 Carnophen mengandung bahan aktif Karisoprodol 200 mg, Asetaminofen 160
mg dan kafeina 32 mg yang diindikasikan untuk nyeri otot, lumbago,
rheumatoid arthiritis, spondilitis. Obat lain sejenis Carnophen yang beredar di
Indonesia yaitu Somadril Compositum.
 Obat-obatan tersebut termasuk golongan obat keras di mana penjualannya
harus berdasarkan resep dokter. Setelah dilakukan pemeriksaan, apotek
melakukan pelanggaran karena menjual Trihexyphenidyl dan Carnophen
secara bebas.
 Dari pemeriksaan terhadap obat-obat Cina yang beredar di apotekapotek kota
A ditemukan bahwa obat-obat tersebut tidak memiliki ijin edar dan
mengandung bahan aktif Diazepam yang dijual secara bebas. Diazepam
termasuk psikotropika golongan IV yang meskipun dapat digunakan untuk
terapi tetapi dapat menyebabkan ketergantungan (ringan).
3. Pembahasan
Dasar hukum yang dilanggar yaitu Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang
obat Psikotropika, Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Bagian
Kelima Belas “Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan”,
Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Mendapatkan sanksi hukum dan atau denda sesuai dengan perundangan-


undangan yang berlaku, serta mendapat sanksi administratif yaitu: Diberikan
teguran/peringatan secara lisan, Diberikan Surat Peringatan secara tertulis, maksimal
3 kali, Penutupan apotek sementara, Pencabutan ijin apotek.
Pelayanan Farmasi di RS, Apotek, Klinik, PBF, Toko Obat
1. Kasus atau Masalah
Dari hasil pemeriksaan Apotek Kasih Jaya Jl. Agung 2 Surabaya ditemukan faktur
dan obat sebagai berikut :

2. Identifikasi Masalah
1. Apotek Kasih Jaya tidak membeli obat pada PBF melainkan melalui PBAK
(Pedagang Besar Alat Kesehatan).
2. Apotek memesan dan menerima obat yang tidak teregistrasi (Fluocinonide
Cream) tidak memiliki ijin edar di Indonesia.
3. Apotek tidak memeriksa obat yang diterima apakah mempunyai no batch, exp.
date, dan no registrasi
3. Pembahasan
Apoteker dapat menjadi tersangka, apabila pengadaan dan penerimaan serta
pengedaran dilakukan dengan sepengetahuan APA maka yang mendapat sanksi
adalah Apoteker tersebut. Landasan hukum yang dilanggar dalam kasus ini adalah
sebagai berikut :

PP 51 tahun 2009 Pekerjaan Kefarmasian


PP 72 tahun 1998 Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

UU RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Anda mungkin juga menyukai