Anda di halaman 1dari 5

- Lapangan Pekerjaan Apoteker (PP No.

51 tahun 2009 Pasal 5)


1. Pengadaan sediaan Farmasi (Industri)
2. Produksi sediaan farmasi (Industri)
3. Distribusi atau penyaluran sedian farmasi (PBF)
4. Pelayanan sediaan farmasi (Apotek, RS, Klinik, Puskesmas, Toko Obat)
- Prinsip penjualan berdasarkan PP No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan
Kefarmasian: pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional. Maka dilakukan penjualan obat dengan persyaratan sebagai
berikut
1. dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian (Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian yang
mempunyai kompetensi dan kewenangan (Pasal 108 UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan)
2. dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berizin (Apotek, Pedagang Eceran Obat /
Toko Obat Berizin, RS, Klinik) (Pasal 19 PP No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian)
3. produk yang dijual harus memiliki izin edar dari Badan POM yang terjamin mutu, khasiat,
dan keamanannya (Pasal 106 UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan)
- Penyerahan dan penjualan Obat NARKOTIKA dan Obat Keras Harus dengan RESEP DOKTER
diatur dalam
1. PMK Nomer 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
2. PerBPOM nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat,
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
- Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika Dan Prekursor Farmasi (Pasal 3 -9)
1. Persyaratan Produk (memiliki NIE & memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu)
2. Ruang lingkup Pengelolaan (Pengadaan, Penerimaan, Penyimpanan, Penyerahan,
Pengembalian, Pemusnahan dan Pelaporan)
3. Seluruh kegiatan pengelolaan di Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi
Klinik, dan Puskesmas wajib berada di bawah tanggung jawab seorang Apoteker
penanggung jawab
4. Seluruh kegiatan pengelolaan di Toko Obat wajib berada di bawah tanggung jawab seorang
Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab.
- PP No 51 tahnu 2009
1. Pasal 9 :
(1) Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab
masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap
produksi Sediaan Farmasi,
(2) Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang-kurangnya 1
(satu) orang Apoteker sebagai penanggung jawab,
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 diatur dengan Peraturan Menteri.
2. Pasal 14
(1) Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki
seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
(2) Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu
oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas
Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Menteri.
3. Pasal 19
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa : Apotek; Instalasi farmasi rumah sakit; Puskesmas;
Klinik; Toko Obat; atau Praktek bersama.
- Pelanggaran yang Umum terjadi
1. Di sarana produksi
Produksi Obat
1. Produksi obat ilegal
2. Sarana produksi ilegal (tidak berizin)
Produksi Obat Tradisonal
1. Poduksi OT ilegal
2. Produksi OT mengandung bahan kimia obat (BKO)
3. Sarana produksi tanpa penanggung jawab teknis
4. Penyimpanan tidak menjamin mutu produk, bercampur dengan yang lain
5. Sarana produksi ilegal (tidak berizin)
Produksi Kosmetik
1. Produksi kosmetik ilegal
2. Produksi kosmetik mengandung bahan yang dilarang (mercury, hidroquinon, dll)
3. Sarana produksi tanpa penanggung jawab teknis
4. Sarana produksi ilegal (tidak berizin)
2. Di sarana distribusi
Pengadaan : Pembelian dari sumber tidak resmi
Penyimpanan
1. Penyimpanan obat tidak sesuai dengan ketentuan pada label kemasan
2. Penyimpanan obat kedaluwarsa bergabung dan/ atau tidak diberi label
3. Pengelolaan Cold Chain Product (CCP) termasuk Vaksin belum sesuai ketentuan
4. Penyimpanan tidak menjamin mutu produk, bercampur dengan yang lain
Pencatatan Mutasi
1. Pencatatan mutasi tidak tertib, sehingga jumlah dalam kartu stok tidak sesuai dengan
jumlah fisik
2. Pengisian kartu stok tidak mencantumkan nomor bets dan tgl ED
Penyerahan:
1. Terdapat penyerahan obat keras (di luar DOWA) tidak berdasarkan resep yang sah
(apotek)
2. Toko Obat mengelola obat keras
3. Penyaluran ke sarana tidak resmi/tidak berizin
Personalia: Selama jam operasional tidak terdapat tenaga kefarmasian
3. Di sarana Klinik Kecantikan
1. Meracik dan menyerahkan kosmetika yang mengandung obat/bahan obat
2. Mengganti penandaan /label produk yang sudah terdaftar
3. Melakukan pengemasan kembali produk terdaftar dalam ukuran /volume yang lebh kecil
4. Melakukan pekerjaan tenaga kesehatan seperti suntik vitamin C
5. Apotek di klinik kecantikan :
 Menjual/mengedarkan kosmetika yang mengandung obat/bahan obat tanpa resep
dokter
 Membuat dan meracik kosmetika dalam jumlah banyak
 Mengedarkan kosmetika tanpa izin edar (TIE)
 Menjual kosmetika yang mengadung bahan dilarang/bahan berbahaya
- Sanksi/Tindak Lanjut
1. Pembinaan
2. Sanksi Administratif ; peringatan; pemberhentiaan sementara kegiatan; pencabutan izin;
pemusnahan produk
3. Sanksi pidana/projusticia
- Peran apoteker untuk mencegah pelanggaran
Produksi:
• Memastikan bahwa obat yang diproduksi telah mendapat izin edar
Distribusi :
• Memastikan bahwa pengadaan dan pendistribusian obat dilakukan sesuai dengan standar
dan peratuan perunang-undangan yang berlaku, diantaranya bahwa obat yang disalurkan
memiliki izin edar dan diproduksi oleh industri farmasi yang memiliki izin sesuai ketentuan
yang berlaku
Pelayanan
• Menjaga etika Profesi
• Melaksanakan standar pelayanan kefarmasian
• Mengikuti peraturan terkait perizinan
• Memberikan edukasi pada masyarakat terkait penggunaan obat yang benar
• Memastikan obat yang dilayani adalah obat yang memiliki izin edar
• Memastikan pemberian informasi kepada pasien dan keluarga pasien
- PP No. 5 Tahun 2021 tentang perizinan berusaha berbasis Resiko (Undang-Undang Cipta Kerja)
- Pelanggaran yang UMUM terjadi
1. PERIZINAN
Tidak memiliki izin:
 Masa berlaku SIA dan atau SIPA sudah habis dan belum diperpanjang
 Pindah lokasi
 Pergantian APJ
2. PENGADAAN
 Dok. pengadaan tidak diarsipkan dan/atau tidak dapat ditunjukkan pada saat
pemeriksaan
 Surat pesanan tidak diarsipkan
 Surat penolakan dari pemasok tidak ada, atau tidak disatukan dengan dokumen
pengadaan
 Surat Pesanan (SP):
 tidak sesuai format, foto kopi/fax/email
 tidak ada tanggal/no. urut/tanda tangan/no. SIPA/cap outlet pemesan
 Blanko SP sudah ditandatangani APA sebelum diisi nama dan jumlah obat
 Pengadaan obat bukan dari sarana resmi (freelance)  Resiko obat palsu !!!
3. PENERIMAAN
 Obat tidak diterima, namun APJ menandatangani faktur penjualan/bukti penerimaan
(Apotek Panel)
 Obat tidak diterima oleh APJ atau Aping/TTK yg diberi penugasan
 Pengecekan obat yang diterima hanya berdasarkan nama dan jumlah obat
4. PENYIMPANAN
 Tempat penyimpanan tidak menjamin keamanan
 Alat pengatur suhu/ alat pencatat suhu tidak ada atau tidak dikalibrasi
 Suhu penyimpanan tidak sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada kemasan/label
 Obat rusak, kembalian atau ED tidak disimpan terpisah dan tidak diberi penandaan
 Penyimpanan narkotika dan psikotropika bercampur dengan obat / barang lain
 Kondisi penyimpanan berpotensi menimbulkan penurunan mutu obat
5. PENYERAHAN
 Menyalurkan kepada pihak yg tidak punya kewenangan/dokumen palsu
 Menyerahkan obat (terutama psikotropika/narkotika/OOT) berdasarkan resep yang
diduga palsu
 Tidak memperhatikan kewajaran jumlah dan frekuensi penyerahan (terutama
psikotropika/narkotika/OOT)
 Menyerahkan obat yang sudah kadaluwarsa
 Tidak dilakukan skrining terhadap resep yang diterima :
 Tidak tersedia informasi tanggal/tanda tangan dokter/no. SIP
 Nama dan umur pasien tidak tercantum
 Resep tidak rasional (misal poli farmasi)
 Menyerahkan narkotika, psikotropika, precursor, OOT tanpa resep dokter/jual bebas
 Melayani resep UP dari dokter (jumlah besar)
 Dokumen resep narkotika atau psikotropika tidak diarsipkan tersendiri
 Resep tidak dapat ditunjukkan pada saat pemeriksaan
6. PELAPORAN
 Tidak menyampaikan: laporan bulanan (paling lambat tgl 10 bulan berikutnya) Dan
laporan kehilangan (jika terjadi kehilangan misal akibat pencurian)
 Penyampaian laporan tidak dilakukan secara rutin
7. DOKUMENTASI
 Tidak dapat ditunjukkan pada saat pemeriksaan
 Dokumentasi tidak tertib
 Tidak dilakukan pencatatan (tidak ada kartu stok manual/elektronik)
 Pencatatan pemasukan dan pengeluaran/penyaluran tidak tertib dan tidak akurat
sehingga terjadi selisih stok yang tidak dapat dijelaskan
 Tujuan penyerahan tidak dicatat dalam kartu stok
 Tanggal pemasukan dan/atau penyaluran/penyerahan tidak dicatat
 No. bets dan ED, sumber pengadaan serta paraf petugas tidak dicatat
- Penindakan
Penindakan terhadap praktek kefarmasian dilakukan berdasarkan UU No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan yaitu :
1. Pelanggaran terhadap Pasal 196 yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat Kesehatan yang tidak memenuhi standar.
2. Pelanggaran terhadap Pasal 197 yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat Kesehatan yang tidak memiliki izin edar.
3. Pelanggaran terhadap Pasal 198 yaitu tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukan praktek kefarmasian.

Anda mungkin juga menyukai