DOSEN PENGAMPU :
Apt. Dra. Pudiastuti R.S.P, M.M
Disusun oleh:
Kelas C / Kelompok 4
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2020
KASUS
Diketahui Apotek KN beberapa bulan yang lalu kedapatan menjual obat-obatan
psikotropika secara bebas sehingga dilakukan penutupan paksa oleh dinas-dinas/lembaga yang
berwenang. Kasat Narkoba Polresta Kompol RJT mengatakan pelaku penyalahgunaan obat
psikotropika di Apotek KN kondisinya memprihatinkan. Hal itu dapat dilihat salama
pemeriksaan terlihat jelas para pasien masih ketergantungan psikotropika.
Obat yang sering dibeli oleh pasien untuk disalahgunakan adalah Calmlet kerap diberikan
dokter sebagai obat penenang, sedangkan riklona untuk menambah stamina fisik agar lebih giat.
Mengingat tidak adanya resep dalam setiap pembelian obat, maka hal ini termasuk
penyalahgunaan. Dia mengacu pada UU No 5 tahun 1997 tentang psikotropika, bahwa ketentuan
pidana adalah penyalahgunaan.
PEMBAHASAN
1. Kajian Normatif
TTK pada Apotek KN melakukan kesalahan, karena telah memberikan obat golongan
psikotropika secara bebas kepada pasien tanpa resep dokter yang akhirnya
disalahgunakan oleh pasien.
Apoteker melakukan kesalahan karena dalam pemilihan TTK tidak tepat dan kurangnya
sosialisasi, pengarahan, serta penjelasan mengenai peredaran dan pelayanan terkait obat-
obat yang harus dengan resep dokter dan tidak menggunakan resep dokter.
Kasat Narkoba Polresta Kompol RJT benar karena sebagai seorang penegak hukum telah
melakukan tugasnya dengan baik dalam memantau peredaran obat-obat terlarang
diapotek yang disalahgunakan terutama psikotropika, narkotika, dan OOT. “Dia mengacu
pada UU No 5 tahun 1997 tentang psikotropika, bahwa ketentuan pidana adalah
penyalahgunaan”.
Dinas-dinas/lembaga yang berwenang benar, karena sudah melakukan tugasnya dengan
baik dan tepat untuk melakukan penutupan secara paksa Apotek KN agar kasus yang
ditemukan dapat ditindaklanjuti dan diselesaikan dengan baik oleh pihak Apotek.
2. Kajian Deskriptif
Dalam Studi kasus di atas diketahui bahwa perbuatan yang dilakukan oleh apotek merupakan
pelanggaran karena bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, yang dalam
hal ini diatur dalam Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 24,
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Undang-Undang
RI No. 51 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika.
Bentuk pekerjaan kefarmasian yang wajib dilaksanakan oleh seorang Tenaga Teknis
Kefarmasian (menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/X/2002
adalah sebagai berikut:
(1) Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standart profesinya.
(2) Memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan/pemakaian obat.
(3) Menghormati hak pasien dan menjaga kerahasiaan identitas serta data kesehatan
pasien.
(4) Melakukan pengelolaan apotek.
(5) Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi.
Pasal 3
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
(1) Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan;
(2) Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
(3) Memberantas peredaran gelap psikotropika
Pasal 8
Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
Pasal 14
(1) Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan
dokter.
(2) Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya,
rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien.
(3) Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien.
(4) Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
(5) Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan dalam hal :
a) Menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan;
b) Menolong orang sakit dalam keadaan darurat;
c) Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(6) Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya
dapat diperoleh dari apotek.
Pasal 36
(1) Pengguna psikotropika hanya dapat memiliki, menyimpan, dan/ atau membawa
psikotropika untuk digunakan dalam rangka pengobatan dan/atau perawatan.
(2) Pengguna psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai bukti
bahwa psikotropika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan,
diperoleh secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5).
Pasal 37
(1) Pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan berkewajiban untuk
ikut serta dalam pengobatan dan/atau perawatan.
(2) Pengobatan dan/atau perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada
fasilitas rehabilitasi.
Pasal 51
(1) Dalam rangka pengawasan, Menteri berwenang mengambil tindakan administratif
terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan, dan fasilitas rehabilitasi yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa :
a) Teguran lisan;
b) Teguran tertulis;
c) Penghentian sementara kegiatan;
d) Denda administratif;
e) Pencabutan izin praktik.
Pasal 60
(1) Barangsiapa :
a) Memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5; atau
b) Memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
atau
c) Memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak
terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 12 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa menerima penyaluran psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 12
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(4) Barangsiapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat
(1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3), dan Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal
14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama (tiga)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Apabila yang menerima penyerahan itu pengguna, maka dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) bulan.
3. Kajian Konseptual
e. Apoteker penanggung jawab, pendamping, atau pengelola apotek dan seluruh staf yang
lain perlu dilakukan sosialisasi, penjelasan, dan evaluasi terkait peredaran dan pelayanan
obat-obat golongan psikotropika, narkotika, keras, dan OOT di Apotek sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, karena disini
kemungkinan TTK tersebut lupa/kurang begitu paham terkait pemberian obat
psikotropika kepada pasien, sehingga tidak terjadi kesalahan yang sama dilain hari.
Apotek ditutup maka imbasnya kepada seluruh karyawan mulai dari Apoteker
penanggung jawab dan staf yang lain berhenti bekerja untuk sementara dan sehingga
mengakibatkan muncul pengangguran.
Apotek ditutup maka pemilik apotek juga mengalami kerugian besar karena apoteknya
ditutup secara paksa.
Apotek ditutup maka masyarakat sekitar apotek juga mengalami kerugian karena apotek
yang ada disekitarnya tutup dan harus memerlukan biaya lebih jika ingin membeli obat
ke Apotek dengan jarak lebih jauh.
4. Kesimpulan
Apotek tetap ditutup tetapi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama agar para
pekerja bisa bekerja kembali dan tidak terjadi pengangguran.
Tidak dilakukan tindak pidana terhadap TTK yang melakukan kesalahan karena
kejadian dilakukan bukan karena unsur kesengajaan melainkan kurangnya ilmu
pengetahuan dalam pelayanan kefarmasian di Apotek.