Anda di halaman 1dari 13

TUGAS FARMASI SOSIAL

KASUS HUBUNGAN ANTARA APOTEKER DENGAN PASIEN

FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN
MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2018

Kondisi Pasien Apotek KN Memprihatinkan

Diketahui Apotek KN beberapa bulan yang lalu kedapatan menjual obat-obatan


psikotropika secara bebas sehingga dilakukan penutupan paksa oleh dinas-dinas /
lembaga yang berwenang.Kasat Narkoba Polresta Kompol Dodo Hendro Kusumo
mengatakan pasien di Apotek KN,Yogyakarta yang diserahkan ke Satnarkoba Polresta
Yogyakarta kondisinya memprihatinkan.Itu dapat dilihat salama pemeriksaan terlihat
jelas para pasien masih ketergantungan psikotropika.
Berdasarkan pemilahannya,mereka adalah korban psikotropika yang harus
disembuhkan,penderita suatu penyakit yang disarankan dokter melalui resep untuk
mengonsumsi dua jenis psikotropika itu,misal karena insomnia dan depresi,dan juga
karena efek kecelakaan sehingga terkena sarafnya dan harus tergantung obat tersebut.
Dengan resep dokter,mereka datang ke apotek untuk menebusnya.Calmlet kerap
diberikan dokter sebagai obat penenang,sedangkan riklona untuk menambah stamina
fisik agar lebih giat.Mengingat adanya resep itu,maka tidak termasuk
penyalahgunaan.Dia mengacu pada UU No 5 tahun 1997tentang psikotropika,bahwa
ketentuan pidana adalah penyalahgunaan.Sementara,para pasien itu hanya sebagai
orang yang mau menebus obat berdasarkan resep dokter ( Tribunjogja.com,Agustus
2012 )
2.2.1 Permasalahan Kasus
1. Terkait standar pelayanan kefarmasian,sumpah dan kode etik Tenaga Teknis
Kefarmasian di sektor pelayanan,apa yang seharusnya dilakukan anda sebagai
TTK pada saat bekerja di Apotek KN tersebut dan ternyata dalam perjalannya
Apotek tersebut kedapatan menjual obat-obatan psikotropika secara bebas ?
2. Apabila anda sebagai PSA ( Pemilik Sarana Apotek) sekaligus TTK di apotek
tersebut langkah kongkrit apa yang harus di lakukan untuk menyelesaikan
masalah di atas ?

2.2.2 Dasar Hukum Pelanggaran


Dalam Studi kasus yang kedua perbuatan yang dilakukan oleh
apotekmerupakan pelanggaran karena bertentangan dengan peraturan perundangan
yang berlaku, yang dalam hal ini diatur dalam Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan Pasal 24, Undang-undang No. 51Tahun 2009, Undang-undang RI
No. 51 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-undang No. 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika.
UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 24
1. Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional.
2. Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
3. Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

1. UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.


Bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang
bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan
ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau
digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama;

Pasal 1
1. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan
atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada
Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
2. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan
untuk menggunakan Narkotika secara terusmenerus dengan takaran yang
meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila
penggunaannyadikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan
gejala fisik dan psikis yang khas.
3. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak
atau melawan hukum.
Pasal 14
1. Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi,pedagang besar
farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah
sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga
ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus.
2. Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat,
balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib
membuat,menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam
penguasaannya.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan secara khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jangka waktu, bentuk, isi, dan
tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
4. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan/atau ketentuan mengenai pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif oleh
Menteri atas rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan berupa:
A. teguran;
B. peringatan;
C. denda administratif;
D. penghentian sementara kegiatan; atau
E. pencabutan izin.
Pasal 38
Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen
yang sah.
Pasal 43
1. Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya
dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
2. Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:
A. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
B. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan
Narkotika melalui suntikan; atau
C. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
D. (5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan
olehdokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di
apotek.

PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian


Menurut PP 51 tahun 2009 pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan
dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
menigkatkan mutu kehidupan pasien.

Bentuk pekerjaan kefarmasian yang wajib dilaksanakan oleh seorang


Tenaga Teknis Kefarmasian (menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1332/MENKES/X/2002 adalah sebagai berikut:

1. Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standart profesinya.
2. Memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan/pemakaian obat.
3. menghormati hak pasien dan menjaga kerahasiaan idntitas serta data
kesehatan pasien
4. Melakukan pengelolaan apotek.
5. Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi.

Menurut PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Tknis


Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apotker dalam menjalani pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi,
dan Tenaga Mnengah Farmasi/Asisten Apoteker.

Pelayanan Kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan bentuk tanggung jawab


langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk menigkatkan kualitas
hidup pasien (Menkes RI,2004)

UU RI No. 51 Tahun 1997 tentang Psikotropika


Pasal 2
(1) Ruang lingkup pengaturan di bidang psikotropika dalam undang-undang ini adalah
segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Pasal 3
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
a. menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan;
b. mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
c. memberantas peredaran gelap psikotropika
Pasal 8
Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
Pasal 14
(1) Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
dan dokter.
(2) Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepa-da apotek lainnya,
rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien.
(3) Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien.
(4) Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
(5) Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan dalam hal :
a. menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat;
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(6) Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya
dapat diperoleh darin apotek.
Pasal 36
(1) Pengguna psikotropika hany
(2) a dapat memiliki, menyimpan, dan/ atau membawa psikotropika untuk digunakan
dalam rangka pengobatan dan/atau perawatan.
(2) Pengguna psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai bukti
bahwa psikotropika yang dimiliki, disim-pan, dan/atau dibawa untuk digunakan,
diperoleh secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5).

Pasal 37
(1) Pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan berkewajiban
untuk ikut serta dalam pengobatan dan/atau pera-watan.
(2) Pengobatan dan/atau perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada
fasilitas rehabilitasi.
Pasal 51
(1) Dalam rangka pengawasan, Menteri berwenang mengambil tindakan administratif
terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan, dan fasilitas rehabilitasi yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa :
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. denda administratif;
e. pencabutan izin praktik.

Pasal 60
(1) Barangsiapa :
A. memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5;
atau
B. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7; atau
C. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak
terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 12 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3) Barangsiapa menerima penyaluran psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal
12 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(4) Barangsiapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat
(1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3), dan Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).
(5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal
14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama (tiga) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Apabila
yang menerima penyerahan itu pengguna, maka dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) bulan.

2.2.3 Pembahasan Kasus 2


Obat-obat narkotika dan psikotropika tidak boleh diserahkan atau diberikan
tanpa adanya resep dari dokter, apapun keadaannya. Sesuai dengan standar pelayanan
kefarmasian di apotek yang slah satunya adalah penyerahan obat, yaitu penyerahan
obat bisa dilakukan oleh apoteker dan asisten apoteker disertai pemberian informasi
obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. beserta sumpah dan kode etik
yang mencakup bahwa kita tidak boleh merugikan, memperburuk keadaan serta hal
yang dapat menganggu kesehatan pasien dan masyarakat.
Sebagai TTK, tentu saja kita pasti sudah tau bahwa obat psikotropik dan
narkotika tidak bisa kita serahkan tanpa adanya resep dari dokter, dan jika terjadi
kesalahan dalam apotik tersebut yaitu memberikan obat psikotropik dengan cara bebas,
otomatis kita sebagai TTK sudah tahu kesalahan kita sendiri, maka yang perlu kita
lakukan adalah bertanggung jawab dengan cara melaporkan kepada Apoteker
penanggung jawab apotik atas kejadian tsb. Kemudian apotekerlah yang
menindaklanjuti permasalahan itu dan melaporkan ke dinas kesehatan.
Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan
sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang
diberikan menurut keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/ MENKES/ SK/ X/ 2002
dan Permenkes No. 922/ MENKES/ PER/ X/ 1993 adalah:

a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara tiga kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing – masing dua bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama – lamanya enam bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA
disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri Kesehatan RI di
Jakarta.
c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut
dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam keputusan
Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi.
Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat
pelanggaran terhadap :
a. Undang- Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541).
b. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
c. Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
d. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
Dalam pertanyaan yang kedua, ada dua kemungkinan yang terjadi, yang
pertama adalah jika sebagai PSA maka yang harus dilakukan adalah mengambil
tindakan sesuai dengan keputusan bersama apoteker, karna sebagian besar PSA hanya
sebagai pemilik usaha dengan modal yang besar, maka PSA mungkin saja tidak
mengetahui tentang prosedur farmasi yang ada di apotik tersebut. Yang kedua jika PSA
sekaligus sebagai TTK, jika PSA sekaligus menjadi TTK di apotik tersebut, maka dia
harus tahu hal yang bersangkutan dengan penyerahan obat, misalnya penyerahan
psikotropika yang tidak bisa diserahkan tanpa resep dokter, dan kesalahan yang terjadi
yaitu penyerahan obat psikotropik secara bebas, jika TTK sudah tahu akan undang
undang tentang penyerahan psikotropik ? maka hal itu tidak akan terjadi, sekarang yang
menjadi pertanyaan juga adalah apa alasan TTK memberikan obat psikotropik secara
bebas? Sedangkan dia tahu bahwa itu tidak boleh diberikan, apakah dengan sekaligus
menjadi PSA alasannya adalah meningkatkan penjualan apotik atau karna kesalahan
yg disengaja. Dan jika kesalahan itu sudah terjadi maka hal yang harus dilakukan
adalah menunda penjualan atau mengstopkan menjual obat tersebut dan
melaporkannya kepada apoteker agar ditindaklanjuti oleh apoteker.

2.2.4 Tenaga Teknis Kefarmasian

Tenaga kefarmasian (apoteker,analisis farmasi, asisten apoteker)


Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan /melakukan kegiatan kesehatan
sesuai dengan bidang keahlian/kewenangan tenaga kesehatan yang
bersangkutan. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi dan menghormati pasien. Seseorang Asisten apoteker harus
berbudi luhur dan memberikan contoh yang baik didalam lingkungan kerjanya,
bersedia menyumbangkan keahlian dan pengetahuannya. Asisten apoteker harus aktif
mengikuti perkembangan perundang-undangan, juga menjadi sumber informasi sesuai
dengan profesinya dan hendaknya menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan
dirinya yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. Setiap orang berhak atas
ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. Sedangkan
asisten apoteker membentuk ikatan profesi yang berwarna PRAFI ( Persatuan Ahli
Farmasi Indonesia) yang telah ada sebelum ISFI ( ikatan sarjana farmasi Indonesia)
didirikan.
Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu sediaan
farmasi yang beredar.Pengamanan terhadap sediaan farmasi yang berupa
narkotika,psikotropika,obat keras dan bahan berbahaya,dilaksanakan secara khusus
sesuai UU yang berlaku. Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif
diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan
perorangan,keluarga,masyarakat,dan lingkungannya.Bahan yang mengandung zat
adiktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya
atau masyarakat sekelilingnya.
Produksi,peredaran dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus
memenuhi standard an atau persyaratan yang ditentukan.Penetapan standar diarahkan
agar zat adiktif yang dikandung oleh bahan tersebut dapat ditekan untuk mencegah
beredarnya obat palsu.Penetapan persyaratan penggunaan bahan yang mengandung zat
adiktif ditujukan untuk menekan dan mencegah penggunaan yang mengganggu atau
merugikan kesehatan orang lain.
2.2.5 Kekeliruan Dalam Membaca Resep
Dahulu pedagang besar farmasi dilarang menyalurkan psikotropika tanpa izin
khusus dari Menteri Kesehatan , tetapi sejakdi sahkannya Undang-undang RI nomor 5
Tahun 1997 tentang psikotropika maka pedagang besar farmasi yang menyalurkan
psikotropika tidak memerlukan izin khusus lagi. Dalam melayani resep seorang
apoteker wajib :
Melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang
dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker wajib memberikan informasi:
A. Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien.
B. Penggunaan obat secara tepat , aman resional atas permintaan masyarakat.
Bila terjadi kekeliruan resep , hal ini diatur sebagai berikut :
1. Apabila apoteker mengganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep.
2. Apabila dalam hal dimaksud karena pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap dalam pendiriaannya, dokter wajib menyatakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan nya yang lazim atas resep

Anda mungkin juga menyukai