Anda di halaman 1dari 11

PRAKTIKUM IV

EMULSI

I. TUJUAN
Mengetahui dan menguasai pembuatan sediaan emulsi.

II. DASAR TEORI


2.1 Pengertian Emulsi

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok (Anief, 2004: 132).

Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya tedispersi dalam
cairan lain dalam bentuk tetesan kecil (Dirjen POM, 1995: 6).

Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur
biasanya mengandung air dan minyak, dimana cairan yang saat terdispersi
menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain

2.2 Jenis- Jenis Emulsi


Jenis-jenis emulsi dibagi dalam empat golongan, yaitu:
1. Emulsi jenis minyak dalam air (m/a)
Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase
kontinu air, sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak
dalam air (m/a)(Martin,et al., 1993).
2. Emulsi jenis air dalam minyak (a/m)
Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut
dikenal sebagai produk air dalam minyak (a/m) (Martin, et al.,
1993).
3. Emulsi jenis minyak dalam air dalam minyak (m/a/m)
Emulsi minyak dalam air dalam minyak (m/a/m), juga dikenal
sebagai emulsi ganda, dapat dibuat dengan mencampurkan suatu
pengemulsi m/a dengan suatu fase air dalam suatu mikser dan
perlahan-lahan menambahkan fase minyak untuk membentuk suatu
emulsi minyak dalam air (Martin, et al., 1993).
4. Emulsi jenis air dalam minyak dalam air(a/m/a)
Emulsi a/m/a juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat
dengan mencampurkan suatu pengemulsi a/m dengan suatu fase
minyak dalam suatu mikser dan perlahan-lahan menambahkan fase
air untuk membentuk suatu emulsi air dalam minyak. Emulsi a/m
tersebut kemudian didispersikan dalam suatu larutan air dari suatu
zat pengemulsi m/a, seperti polisorbat 80 (Tween 80), sehingga
membentuk emulsi air dalam minyak dalam air. Pembuatan emulsi
a/m/a ini untuk obat yang ditempatkan dalam tubuh serta untuk
memperpanjang kerja obat, untuk makanan-makanan serta untuk
kosmetik (Martin, et al., 1993).
2.3 Komponen Emulsi
Komponen emulsi menurut Syamsuni (2006: 119), yaitu:
1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di
dalam emulsi, terdiri atas:
a. Fase dispers/fase internal/fase diskontinu/fase terdispersi/fase dalam,
yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat
cair lain.
b. Fase eksternal/fase kontinu/fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair
dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung)
emulsi tersebut.
c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan
ke dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya
corrigen saporis, odoris, colouris, pengawet (preservative), dan anti
oksidan.
2.4 Penggunaan Emulsi
Penggunaan emulsi dibagi menjadi dua golongan, yaitu emulsi
pemakaian dalam dan emulsi pemakaian luar.
a. Emulsi untuk pemakaian dalam
Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi pemakaian per oral.
Emulsi untuk penggunaan oral biasanya mempunyai tipe m/a.
Emulgator merupakan film penutup dari minyak obat agar menutupi
rasa tidak enak. Flavor ditambahkan pada fase ekstern agar rasanya
lebih enak. Emulsi juga berguna untuk menaikkan absorpsi lemak
melalui dinding usus (Anief, 2010).
b. Emulsi untuk pemakaian luar
Emulsi untuk pemakaian luar meliputi pemakaian pada injeksi
intravena yang digunakan pada kulit atau membran mukosa yaitu
lotion, krim dan salep. Produk ini secara luas digunakan dalam
farmasi dan kosmetik untuk penggunaan luar.Emulsi parenteral
banyak digunakan pada makanan dan minyak obat untuk hewan dan
manusia (Anief, 2010) Misalnya, vitamin A diserap cepat melalui
jaringan, bila diinjeksikan dalam bentuk emulsi. Terutama untuk
lotion dermatologi dan lotion kosmetik serta krim karena
dikehendaki produk yang dapat menyebar dengan mudah dan dan
sempurna pada daerah dimana produk ini digunakan(Martin, et al.,
1993).
2.5 Cara Pmbuatan Emulsi
1. Metode Gom Kering (Metode Kontinental)
Pada Metode Gom kering atau yang biasa dikenal dengan nama metode
“4:2:1”, formula yang digunakan untuk membuat corpus emulsi adalah 4
bagian minyak, 4 bagian air, dan 4 bagian gom (atau emulgator). Sedangkan
pada metode Kontinental, formulanya adalah “4:3:2”. Setelah corpus
emulsi ini terbentuk, bahan – bahan formulatif cair lainnya yang larut dalam
fase luar, ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk. Ada pun
zat – zat formulatif lainnya yang berbentuk padat seperti pengawet,
stabilizer, pewarna, perasa, dll dilarutkan dalam fase luar terlebih dahulu
sebelum ditambahkan ke dalam corpus emulsi. Sedangkan zat – zat
formulatif yang dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas emulsi
ditambahkan paling akhir.
2. Metode Gom Basah
Zat pengemulsi ditambahkan kedalam air (zat pengemulsi umumnya
larut dalam air) agar membentuk suatu mucilago, kemudian minyak
perlahan-lahan ditambahkan untuk membentuk emulsi, kemudiaan
diencerkan denganm sisa air.
3. Metode Botol Forbes
Metode ini cocok untuk pembuatan emulsi yang berisi minyak – minyak
menguap dan mempunyai viskositas rendah. Serbuk gom dimasukkan ke
botol kering, tambah 2 bagian air dan dikocok kuat dalam keadaan botol
tertutup rapat. Tambahkan minyak dan air secara bergantian sedikit demi
sedikit sambil terus dikocok setiap kali dilakukan penambahan air dan
minyak. Metode ini kurang cocok untuk minyak kental karena
viskositasnya yang terlalu tinggi sehingga sulit untuk dikocok dan dicampur
dengan gom dalam botol. (Syamsuni, 2006).
2.6 Macam-Macam Emulgator

Menurut Syamsuni (2006: 127-131), macam-macam emulgator yaitu:


1. Emulgator Alam
Emulgator alam, yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses
yang rumit. Dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Emulgator dari tumbuh-tumbuhan (Gom arab, tragakan, agar-agar,
chondrus, emulgator lain).
b. Emulgator hewani (Kuning telur dan adeps lanae).
c. Emulgator dari mineral (Magnesium Aluminium Silikat (Veegum),
Bentanoit).
2. Emulgator Buatan atau Sintetis
a. Sabun
b. Tween 20, 40, 60, 80.
c. Span 20, 40, 80.
III. Alat Dan Bahan
 Alat
1. Cawan porselen
2. Blender
3. Sudip
4. Mortir dan Stamper
5. Gelas ukur
6. Beaker glass
7. Batang pengaduk

 Bahan
1. Minyak ikan
2. Air
3. Sirup simplex
4. Aquadest
IV. FORMULASI

R/ Minyak ikan 20 ml

Air 10 ml

PGA 5 ml

Sirup Simplex 20%

Aqua ad 100 ml

I. Pemerian Bahan
1 . Minyak ikan ( Oleum Iecoris Aselli )
Pemerian : Cairan, kuning pucat, bau khas, agak manis, tidak
tengik, rasa khas.
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam
kloroform, dalam eter, dan dalam eter minyak tanah.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh, terlindung
dari cahaya
Khasiat : Sumber Vitamin A dan vitamin D
(Farmakope Indonesia, Ed III Hal : 457)
2 . Air
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
mempunyai rasa.
Khasiat : Pelarut
Pnyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

(Farmakope Indonesia, Ed III Hal : 96)


3 . PGA
Pemerian : Hampir tidak berbau, rasa tawar seperti lendir
Kelarutan : Mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang
kental dan tembus cahaya. Praktis tidak larut dalam
etanol ( 95% )P
Khasiat : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
(Farmakope Indonesia, Ed III Hal : 279-280)
4 . Sirup simplex
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna
Khasiat : Sebagai pemanis
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, ditempat yang sejuk
(Farmakope Indonesia, Ed III Hal : 567)
5 . Aquadest
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air Suling
RM / BM : H 2 O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa
Kelarutan : Larut dalam etahol gliser
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Kegunaan : Sebagai
pelarut
(Farmakope Indonesia, Ed III Hal : 96)
V. CARA KERJA

Siapkan alat dan bahan yang digunakan

Timbang bahan sesuai kebutuhan dan kalibrasi botol 100 ml

Dimasukan PGA dan air untuk PGA ke dalam mortir lalu gerus
sampai terbentuk mucilago

Ditambahkan oleum iecoris acelli sedikit demi sedikit sampai


terbentuk corpus emulsi lalu tambahkan sirupus simplex kedalam
mortir ad homogen dan tambahkan sisa air lalu gerus ad homogen

Campuran kemudian dimasukan kedalam botol dan ditambahkan air


sampai batas kalibrasi, lalu tutup botol.
VI. UJI KUALITAS
1. Uji Kestabilan
Stabilitas sebuah emulsi adalah sifat emulsi untuk mempertahankan
distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka
waktu yang panjang. Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya
penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming, dam memberikan
penampilan bau, warna, dan sifat-sifat dari emulsi (anief, 2004).
2. Uji Organoleptis
Sifat organoleptis dari suatu emulsi dapat dievaluasi dari keseragaman
bau, warna, kontaminasi oleh benda asing (seperti rambut, tetesan
minyak, dan kotoran), serta penampilan dievaluasi secara visual.
3. Uji Viskositas
Evaluasi uji viskositias menggunakan Viskometer Brookfield. Prinsip
kerjanya yaitu sediaan emulsi akan diukur kekentalan menngunakan
spindel yang berputar serta ukuran spindel menyesuaikan dengan
kekentalan emulsi. Spindel akan berputar dan menunjukkan skala dari
viskositas emulsi dalam RPM. (Martin, et al., 1993)
4. Uji Ph
Sediaan emulsi ditentukan dengan alat menggunakan pH meter digital.
Kalibrasi, lalu elektroda dari pH meter digital dicelupkan ke dalam
emulsi, biarkan selama 30 detik, catat nilai pH yang muncul pada layar
alat. (Aremu & Oduyela,2015)
VII. PERHITUNGAN BAHAN
Formulasi

R/ Minyak ikan 20 ml

Air 10 ml

PGA 5 ml

Sirup simplex 20 %

Aqua Ad 100 ml

Oleum Iecoris = 20 ml
Air = 10 ml
PGA = 5 ml 5 gr
Air untuk PGA = 1,5 x 5 = 7,5 ml 8 ml
Sisa Air = 10 ml – 8 ml = 2 ml
Sirup Simpex = 20/100 x 100 = 20 ml
Aquadest ad 100 ml
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. A. 2004. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Press

Aremu, O.I., & Oduyela, O.O. (2015). Evaluation of Metronidazole suspensions.


African Journal of Pharmacy and Pharmacology. 9 (12), 439-450.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.


Jakarta: Depkes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.


Jakarta: Depkes RI

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Jakarta: Depkes RI.

Martin, A. et al. 1990. Farmasi Fisik. Jakarta: UI Press.

Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A. (1993). Farmasi fisik jilid II (Edisi 3).
Penerjemah: Joshita Djajadisastra. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai