Anda di halaman 1dari 9

DAGUSIBU ANTIBIOTIK

Dagusibu adalah akronim yang di buat oleh IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) dalam
rangka mensosialisasi penggunaan obat yang benar melalui Gerakan Keluarga Sadar Obat.
Yang dimaksud dengan dagusibu yaitu:

1. D= Dapatkan

Dapatkan obat di tempat yang benar, agar terjamin manfaatnya, keamanannya


dan kualitasnya. Benar di sini dalam arti legalitasnya ada, misal apotek, rumah sakit, toko
obat berijin, apotek klinik, dan sebagainya. Saat menerima obat, pastikan ada nomor
registrasi obat, masih tersegel rapat, dan pastikan obat tidak rusak serta tidak kadaluwarsa.
Sebaiknya tidak membeli sembarang obat di warung, karena penjaga warung bukanlah orang
yang mempunyai ilmu di bidang obat. Tidak disarankan mendapatkan obat dari tetangga
atau keluarga yang merasa penyakitnya atau keluhannya sama dengan anda, karena
bisa jadi, obat yang diperlukan oleh setiap individu itu berbeda, disesuaikan oleh
keadaan masing-masing orang.
Contohnya, seorang ibu yang mendapatkan puyer (racikan) untuk balitanya yang sakit
batuk dan flu. Suatu hari, tetangga ibu tersebut mengeluh anaknya sakit batuk dan flu juga.
Dengan percaya diri, ibu tersebut menawarkan puyer anaknya yang sudah sembuh kepada
tetangganya. Sepintas terlihat yang dilakukan oleh ibu tersebut benar dan dermawan, tapi
ternyata anak tetangga justru tidur terus tidak bangun-bangun. Setelah ditelusuri, ternyata
anak tetangga berat badannya jauh di bawah berat badan balita si ibu dermawan. Dan dalam
racikan ada CTM yang bisa membuat ngantuk. Tentu kita tidak mau kejadian di atas
menimpa kita apalagi anak-anak kita. Oleh karena itu, dapatkanlah obat di tempat yang
semestinya.
2. Gu= Gunakan
obat sesuai dengan indikasinya (diagnosa penyakit), sesuai dosisnya, sesuai aturan
pakainya, dan sesuai cara pemberiannya.
a. Sesuai indikasi
Indikasi atau diagnosa merupakan hal yang penting. mungkin saja dengan gejala yang
hampir mirip ternyata diagnosanya berbeda. Misalnya saja gejala demam, demam adalah
tanda/ alarm tubuh bila ada infeksi baik berupa virus, bakteri atau parasit. Penyakit yang
terkait dengan demam tidak sedikit. Sama halnya dengan gejala batuk. Oleh karena itu,
pentingnya dokter memeriksa pasien (bertatap muka langsung), agar diagnosa dapat
ditegakkan. Jadi kita tidak boleh menyamakan diagnosa meskipun gejalanya hampir sama,
karena kemungkinan diagnosanya.

b. Sesuai dosisnya
Contoh penggunaan dosis yang tepat telah paparkan di atas. Bagi pasien dengan
gangguan fungsi ginjal dan gangguan fungsi hati, biasanya juga memerlukan penyesuaian
dosis.

c. Sesuai aturan pakainya.


Misalkan untuk aturan pakai 3xsehari, dimaksudkan untuk diminum setiap 8 jam,
2xsehari artinya tiap 12 jam di jam yang sama. Hal ini bertujuan agar kadar obat yang berada
di dalam darah, senantiasa mencukupi untuk menimbulkan efek pengobatan. Apalagi jika
antibiotik, benar-benar harus tepat waktu.

d. Sesuai cara pemberian.


Cara pemberian dibagi menjadi beberapa, antara lain, oral (lewat mulut dan di
telan/dikunyah/dilarutkan air pada sediaan effervesent), parenteral (biasanya berupa
injeksi/suntikan dan infus), sublingual (tablet di bawah lidah), bukal (tablet diletakkan di pipi
bagian dalam mulut), inhalasi (dihirup, langsung masuk ke saluran pernafasan), lewat dubur
(bentuknya berupa suppositoria), lewat vagina (berupa vaginal tablet), langsung masuk ke
telinga (tetes telinga), langsung ke pembuluh darah di mata (tetes dan salep mata) dan
sebagainya.

Misalnya apabila obat sirup maka minum biasa sesuai takaran dosis. Apabila tablet
maka harus ditelan. Bila tidak bisa menelan tablet, sebaiknya dari awal mengatakan pada
dokter agar dipilihkan bentuk sediaan lain yang acceptable (dapat diterima), misal sirup atau
digerus agar menjadi puyer, tetapi tidak disarankan menggerus tablet sendiri, karena tidak
semua tablet dibuat untuk dapat digerus

Contohnya pada sediaan tablet extended released atau lepas lambat. Tablet ini
memang di desain sedemikian rupa agar kadarnya berada lama di dalam darah, sehingga
aturan pakainya biasanya hanya 1xsehari, bila tablet ini digerus maka akan kehilangan efek
bekerja extende, bahkan bisa meningkatkan risiko terjadinya efek samping atau efek toksik.
Tablet enteric-coated, didesain khusus, karena efek iritatif pada tenggorokan atau pada
lambungnya besar, atau tablet tersebut dapat dirusak oleh asam lambung, sehingga tablet baru
akan terlepas zat aktifnya ketika mencapai usus. Dan jika digerus obat akan dapat merusak
dilambung, atau bahkan terjadi iritasi tenggorokan dan lambung kita (Oleh karena itu, leih
baik konsultasi terlebih dahulu pada apoteker sebelum mengubah bentuk sediaan.
Untuk ibu hamil dan menyusui, gunakan obat yang sesuai. Tanyalah pada apoteker
mengenai obat kita apakah bisa diminum oleh ibu hamil, dan bagaimana strategi minum obat
pada ibu menyusui. Dan dipaastikan lagi dengan melihat pada kemasan/leaflet obat.

3. Si= Simpan
Simpan obat sesuai yang tertulis di kemasan, kecuali bila harus disimpan secara
khusus.Umumnya obat disimpan di tempat yang sejuk (15-25° C), tidak terkena sinar
matahari langsung, tidak di tempat yang lembab, dan jauhkan dari jangkauan anak-
anak. Fungsi hal di atas, jelas agar obat tidak mudah rusak, karena obat umumnya ada yang
teroksidasi oleh sinar matahari, dan dapat mengakibatkan obat berkurang stabilitasnya
sehingga jadi lengket dan rusak. Kelembaban juga akan membuat obat terurai. Anak-anak
harus dijauhkan dari obat, agar tidak sembarangan memasukkannya ke mulut/dibuat mainan.
Bila ada kotak obat, masukkan obat dalam kotak/lemari tersebut.
Penyimpanan khusus seperti di dalam kulkas, biasanya diperuntukkan untuk
sediaan suppositoria, karena pada suhu ruang, sediaan suppositoria ini akan meleleh/mencair.
Insulin dan vaksin yang belum dibuka, juga disimpan di kulkas dengan suhu tertentu.
Antibiotik yang dilarutkan air, juga disimpan dikulkas setelah dibuka, dan hanya bertahan
maksimal 7 hari masa kadaluwarsanya. Masih banyak jenis obat-obat lain yang
penyimpanannya di kulkas, baik di bagian bawah (suhu yang lebih rendah), maupun di
freezernya.
Penyimpanan harus benar karena terkait stabilitas obat. Bahkan ada obat yang
bila disimpan di suhu ruang maka proses terurainya akan meningkat sekian puluh persen, lalu
menjadi cepat rusak. Sebaliknya, obat yang seharusnya disimpan di suhu sejuk, bila
dimasukkan kulkas menjadi tidak berfungsi.
4. Bu= Buang
Membuang obat juga ada tata caranya. Obat dibuang, dikarenakan sudah
rusak atau kadaluwarsa, sehingga tidak dapat lagi digunakan. Bagi apoteker yang
bekerja di apotek/rumah sakit, pembuangan atau pemusnahan obat tertentu seperti narkotik
dan psikotropik, harus ada saksi dan dibuatkan berita acaranya.
Pembuangan obat bebas (logo bulatan hijaiu), obat bebas terbatas (logo bulatan biru),
dan obat keras (logo huruf K dengan bulatan merah) dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat.
Agar tidak disalahgunakan oleh pihak lain, obat sebaiknya dibuang dengan cara tertentu
sehingga benar-benar tidak berbentuk lagi.
Prinsip pertama, gunakan masker dan sarung tangan, agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan, seperti menghirup bau menyengat obat yang sudah kadaluwarsa. Prinsip
kedua, semua bentuk sediaan harus hancur terlebih dahulu sebelum dibuang.

a. Tablet dan kapsul


Terlebih dahulu dikeluarkan dari blisternya, gerus atau tumbuk hingga pecah dan tak
berbentuk. Bisa dilarutkan dengan air bila larut, atau dibuang di tempat sampah, atau
ditimbun langsung ke tanah. Cara lain, bisa dengan tablet/sediaan padat lainnya dihancurkan
lalu dicampur tanah/bahan kotor lainnya, kemudian diplastikin, buang ke tempat dibuang.
Kapsul di keluarkan isi obatnya dan cangkang dilarutkan air hingga larut, atau dirusak dengan
digunting-gunting. Untuk sediaan padat yang mengandung antibiotik, cukup hilangkan
identitas/label pada kemasan, lalu buang.

b. Suppositoria
Bisa dibiarkan dahulu di suhu ruang agar meleleh dan tak berbentuk. Buang di saluran
air.

c. Sirup atau suspensi


Keluarkan dari wadahnya, buang di saluran air (wastafel/kloset/tempat pembuangan
lainnya) dengan diikuti air mengalir. Wadah berupa botol sebaiknya dihancurkan, agar tidak
digunakan ulang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Lepaskan/corat-coret semua label
yang tertempel di wadah. Atau kalau memang mau di reuse misalnya, cuci bersih dahulu dan
pastikan tidak ada bekas obat yang tertinggal.

d. Topikal (salep, gel, krim dan sebagainya)


Keluarkan salep dari wadahnya, campur dengan tanah/bahan kotor lainnya, masukkan
plastik dan buang di tempat sampah. Rusaklah tube kemasan hingga tidak dapat digunakan
kembali.
e. Injeksi
Biasanya dilakukan di rumah sakit. Baik berupa ampul maupun vial, isi berupa larutan
steril dikeluarkan dengan spuit/jarum injeksi. Buang bersama air mengalir hingga tak
berbekas. Bila berbentuk serbuk, bisa dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut yang sesuai
atau langsung buang di saluran air, bersama air mengalir. Vial dan ampul dimasukkan ke box
khusus disposal obat yang berbahan kaca/ berupa pecahan yang tajam.

Untuk obat khusus misal obat kanker, tata caranya lebih ketat lagi, dan box khusus juga
diperlukan dengan label sitostatika, yang nantinya akan langsung dimusnahkan di incenerator
(alat khusus)

ANTIBIOTIK YANG BANYAK DIKENAL OLEH MASYARAKAT DAN BENTUK


SEDIAANNYA

Banyak macam-macam merk antibiotik yang kita temui dipasaran, mulai antibiotik
kelas lowend, hingga kelas highend semua tersedia dipasaran, (Misal: toko obat, apotek)
antibiotik-antibiotik tersebut dipergunakan bukan hanya untuk mengobati satu macam
penyakit saja, akan tetapi bermacam-macam penyakit dari mulai penyakit ringan hingga
yang terberat.
Berikut macam-macam antibiotik yang sering digunakan dan banyak dikenal
masyarakat.
1. Amoxicillin
Amoxicillin merupakan antibiotik golongan penicillin yang paling populer dan
akrab dimasyarakat, bahkan lebih populer, lebih spesifik lagi termasuk kelompok
aminopenicillin sama jenis antibiotik populer lainnnya yakni ampicilin. Penggunaannya
sangat luas, mulai dari untuk obati infeksi kulit, gigi, telinga, saluran napas dan saluran
kemih.
Amoxicillin ini mempunyai nama paten yang jumlahnya mencapai ratusan buah.
Penmox, Intermoxyl, Ospamox, Amoxan, Hufanoxyl, Yusimox merupakan beberapa
nama dagang nama paten dari antibiotika ini.
Bentuk sediaan antibiotik ini yaitu tablet, kaplet atau kapsul 250 mg, 500 mg,
1000 mg atua syrup dengan kadar 125mg/5ml sirup dan 250mg/5ml sirup fprte, serbuk,
dan injeksi.
2. Cefadroxil
Cefadroxil merupakan keluaran pertama antibiotik kelompok Cephalosphorin, yang
cara kerjanya hampir mirip dengan Amoxicillin dan antibiotik lain di golongan penicillin.
Penggunaannya juga memiliki spektrum luas, mulai untuk mengobati dari infeksi kulit
hingga saluran kemih.
Cefadroxil berfungsi mengobati infeksi akibat bakteri pada berbagai bagian tubuh.
Obat ini tidak bisa menyembuhkan pilek, flu, atau penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh
virus. Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dinding sel bakteri sehingga bakteri
tidak dapat bertahan hidup. Bentuk nsediaannya berupa kapsul dan sirup kering.

3. Erythromicyn
Erythromicin merupakan antibiotika kelompok makrolid yang sering menjadi
antibiotik alternatif pasien yang alergi penicillin. Penggunaannya lebih luas dari penicillin
maupun cephalosphorin, sehingga sering dipakai sebagai pilihan pertama untuk
pengobatan pneumonia atipik. Bentuk sediaan dari antibiotik jenis ini yaitu tablet 500 mg,
kapsul 250 mg, sirup 200 mg.

3. Ciprofloxacin

Ciprofloxacin merupakan antibiotik golongan floroquinolon, salah satu jenis


antibiotik paling mutakhir saat ini dan terbukti paling effektif. Penggunaannya antara lain
untuk mengobati infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas seperti flu,batuk dan juga
infeksi kulit. Benuk sediaan dari antibiotik ciprofloxacin ini yaitu bentuk tablet salut
selaput dan infus

4. Tetrasiklin

Di kalangan pekerja seks komersial, tetrasiklin cukup populer karena jenis antibiotika
ini paling sering jadi pilihan utama untuk mengobati infeksi kelamin seperti chlamydia
dan gonorrhea atau kencing nanah. Penggunaan serta peredaran antibiotik jenis ini mulai
dibatasi, karena memicu masalah resistensi yang membuat kuman gonorrhea menjadi
kebal antibiotik. Bentuk sediaan tetrasikilin yaitu kapsul 250 mg dan 500 mg.
PENYALAHGUNAAN ANTIBIOTIK

Pemilihan antibiotik merupakan suatu kunci penting dalam pengobatan kasus-


kasus infeksi. Masalah global yang saat ini dihadapi adalah tingginya angka penggunaan
antibiotik yang tidak tepat indikasinya. Beragam penyebab yang menyebabkan
penyalahgunaan antibiotik. Dampak pada pengobatan adalah terjadinya resistensi
antibiotik. Dengan penggunaan antibiotik secara rasional akan memberikan optimalisasi
terapi antibiotikini sehingga memberikan hasil optimasi saja.

Penyalahgunaan antibiotik secara luas mengandung berbagai risiko berikut:

1. Kebanyakan antibiotik menimbulkan efek samping dan reaksi toksik,


2. Hipersensitifitas dapat diinduksi, sehingga memungkinkan terjadi berbagai reaksi
ringan ataupun gawat pada pemakaian berulang antibiotik tersebut,
3. Flora normal usus sering dimodifikasi sehingga meningkatkan kemungkinan untuk
terjadi superinfeksi,
4. Mutan mikroba yang resisten terseleksi dari populasi bakteri dan merupakan ancaman
bahaya individual atau epidemiologik
5. Status fisiopatologi pasien sering kali menuntut perhatian khusus pada disain terapi
dengan antibiotik,
6. Faktor lingkungan, seperti diet, terapi lain yang dilaksanakan sejajar ataupun
bersama-sama dengan terapi antibiotik merupakan hal-hal yang perlu diperhitungkan
pengaruhnya terhadap terapi antibiotik (Wattimena, dkk., 1991).

Amoksisilin dan Ampisilin

Dua antibiotika ini termasuk antibiotika yang paling sering disalahgunakan,


sebenarnya ada juga tetrasiklin, tetapi sekarang semakin jarang. Kenapa dua golongan ini
saya golongkan pada drug abuse, karena memang selalu disalahgunakan. ketika pasien
datang ke tempat praktek dan di tanya apakah sudah minum obat, dan obat apa yang di
minum, kebanyakan jawabannya adalah Amosksisilin atau Ampoisilin, tidak peduli
apakah dia mengalami sakit kepala, sakit perut, sakit maag, luka, demam, dll. Parahnya
lagi biasanya Amoksisilin atau Ampisilin hanya diminum 1 atau 2 tablet dan berhenti.

Disini terletak beberapa kali kesalahan, Pertama kenapa amoksisilin dan ampisislin
atau antibiotika lain bisa ditemukan di warung, pasar, kios, dan beragam tempat jualan
lainnya. Harusnya obat-obatan dengan lebal lingkaran merah tepi hitam dan huruf K di
dalamnya harusnya hanya di jual di apotik dan hanya boleh di beli jika ada resep dokter.

Kedua Obat-obatan tersebut adalah golongan Antibiotika. Antibiotika (menurut


wikipedia, dan saya juga setuju) adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik,
yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Jadi penggunaan antibiotika
seharusnya hanyalah pada infeksi bakteri dan bukan pada semua jenis penyakit.
Antibiotika bukanlah obat simptomatik (yang menyembuhkan gejala) tetapi adalah obat
yang menyembuhkan penyebabnya yaitu bakteri. Penyakit infeksi yang disebabkan
karena virus, jamur atau organisme lain selain bakteri tidak bisa sembuh dengan
menggunakan antibiotika, apalagi sakit kepala yang disebabkan karena kebanyakan
online. Tetapi dalam masyarakat, amoksisilin telah terlanjur menjadi obat dewa yang bisa
menyembuhkan hampir segala jenis penyakit.

Kenapa Obat-obat ini harus dengan resep dokter, karena dokter yang akan menilai
(melalui gambaran laboratorium, atau evidence based, pengalaman, dan pengamatan yang
saksama) apakah penyakit yang di derita disebabkan oleh bakteri atau bukan, kalau
disebabkan oleh bakteri apakah cocok dengan amoksisilin/ampisilin ataukah lebih baik
golongan antibiotika lain (yang kemungkinan juga sebentar lagi akan disalahgunakan).

Ketiga Penggunaan antibiotika terutama golongan ini (untuk kebanyakan jenis


infeksi bakteri) seharusnya tidak boleh hanya dengan menegak 1-2 tablet saja meskipun
gejala penyakitnya sudah reda atau bahkan hilang sama sekali. Penggunaan antibiotika
biasanya 3 hari atau lebih, untuk memastikan bahwa bakteri penyebab telah benar-benar
di hilangkan (eradikasi). Selain itu pemberian 1 atau 2 atau 3 atau 4 kali sehari memiliki
nilai penting dalam pengobatan, hal ini berhubungan dengan waktu paruh obat dan dosis
terapi. Apabila dosis terapinya tepat tapi dipakai hanya 1 atau 2 kali, bakteri tidak akan
tereradikasi sempurna, jika penggunaannya juga tidak mencapai dosis terapi (tidak
diminum teratur selama waktu yang ditentukan) juga tidak akan mengeradikasi bakteri
dengan sempurna. Bahayanya ialah akan semakin banyak bakteri yang resisten atau kebal
terhadap antibiotika tersebut, karena bakteri yang masih tetap bertahan karena pengobatan
yang tidak adekuat (mencukupi) akan membentuk kekebalan terhadap obat tersebut, dan
saat bakteri tersebut berkembangbiak terbentuklah bakteri-bakteri yang kebal terhadap
antibiotika.
Penyalahgunaan Antibiotika seperti amoksisilin dan ampisilin memberikan dampak
yang luas terhadap system kesehatan, biaya kesehatan akan semakin mahal, karena untuk
influenza ringan saja kita butuh antibiotika-antibiotika terbaru yang harganya lebih
mahal, dan apabila pola ini tidak berubah maka kejadian tetrasiklin, yang sudah terjadi
saat ini pada amoksisilin dan ampisilin akan segera berlanjut ke antibiotika-antibiotika
lain yang beredar di pasar.

Anda mungkin juga menyukai