Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat (Permenkes RI No. 007 Tahun 2012), bahan-bahan yang
digunakan tidak mengandung bahan kimia sintetik. Obat tradisional
terbuat dari campuran berbagai tumbuhan yang dapat dibuat menjadi
bentuk sediaan yang bervariasi diantaranya adalah kapsul, tablet, pil, dan
lain-lain.
Menurut WHO, obat tradisional telah digunakan secara luas di
dunia sejak hampir 20 tahun. Pada negara-negara seperti Ghana, Mali,
Nigeria, dan Zambia, penggunaan obat tradisional mencapai 60% dan
sekitar 80% populasi di banyak negara menggunakan obat tradisional
sebagai perlindungan kesehatan mereka.
Penggunaan obat tradisional secara luas oleh masyarakat
disebabkan selain karena alami, mudah didapat, serta harganya yang
murah, penggunaan obat ramuan tumbuhan secara tradisional ini tidak
menghasilkan efek samping yang ditimbulkan seperti yang sering terjadi
pada pengobatan secara kimiawi, selain itu masih banyak orang yang
beranggapan bahwa penggunaan obat tradisional lebih aman dibandingkan
dengan obat sintesis .
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi
seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan

1
penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi
dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia. Penerapan
CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem
jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu
hendaklah dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang
ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan demikian
penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional
Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik
di pasar dalam negeri maupun internasional. Mengingat pentingnya
penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi
industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk dapat
menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang
terprogram. Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam
tidak hanya dalam bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam
bentuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, maka Pedoman Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula diberlakukan bagi
industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
Dengan adanya perkembangan, jenis produk obat bahan alam tidak
hanya dalam bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk
Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, maka Pedoman Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula diberlakukan bagi industri yang
memproduksi Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.

2
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pembuatan sediaan obat herbal semi padat yang baik?
2. Bagaimana cara pembuatan krim ekstrak daun jarak pagar yang baik ?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui cara pembuatan sediaan obat herbal semi padat yang baik
2. Mengetahui cara pembuatan krim ekstrak daun jarak pagar yang baik

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOTB)


Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 tentang
Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, CPOTB
adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat tradisional
dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan
spesifikasi produk. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011,
aspek-aspek CPOTB meliputi:
1. Manajemen Mutu
Industri Obat Tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa
agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang
tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan
risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah
atau tidak efektif. Manajemen puncak bertanggung jawab untuk
pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang
memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan sistem pemastian mutu yang didesain secara menyeluruh dan
diterapkan secara benar serta menerapkan Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB) termasuk pengawasan mutu dan
manajemen resiko mutu.
2. Personalia

4
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat
tradisional yang benar. Oleh sebab itu industri obat tradisional
bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam
jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tanggung jawab
tiap personil hendaklah dipahami masing-masing dan dicatat. Seluruh
personil hendaklah memahami prinsip CPOTB dan memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang
berkaitan dengan pekerjaannya.
3. Bangunan, Fasilitas dan Peralatan
Bangunan, fasilitas dan peralatan untuk pembuatan obat tradisional
hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta
disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasi yang benar.
Bangunan industri obat tradisional hendaklah memiliki ruangan-ruangan
pembuatan yang rancang bangun dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat dan
jumlah produk yang dibuat, jenis dan jumlah peralatan yang digunakan, jumlah
karyawan yang bekerja serta fungsi ruangan, seperti:
 Ruangan atau tempat administrasi
 Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia yang baru diterima dari pemasok
 Tempat sortasi
 Tempat pencucian
 Ruangan, tempat atau alat pengeringan
 Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia termasuk bahan baku lainnya
yang telah diluluskan
 Tempat penimbangan
 Ruangan pengolahan
 Ruangan atau tempat penyimpanan produk antara dan produk ruahan
 Ruangan atau tempat penyimpanan bahan pengemas
 Ruangan atau tempat pengemasan
 Ruangan atau tempat penyimpanan produk jadi termasuk karantina produk
jadi

5
 Laboratorium atau tempat pengujian mutu
 Jamban / toilet
 Ruangan atau tempat lain yang dianggap perlu.
Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk
memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan
lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif
untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran
dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat tradisional. Karena
berpotensi untuk terdegradasi dan terserang hama serta sensitivitasnya
terhadap kontaminasi mikroba maka produksi dan terutama penyimpanan
bahan yang berasal dari tanaman dan binatang memerlukan perhatian
khusus. Bangunan dan fasilitas serta semua peralatan kritis hendaklah
dikualifikasi untuk menjamin reproduksibiltas dari bets ke bets.
4. Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada
setiap aspek pembuatan obat tradisional. Ruang lingkup sanitasi dan
higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan
produksi serta wadahnya dan segala sesuatu yang dapat merupakan
sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah
dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh
dan terpadu. Untuk menghindarkan perubahan mutu dan mengurangi
kontaminasi, diperlukan penerapan sanitasi dan higiene berstandar tinggi.
Bangunan dan fasilitas serta peralatan hendaklah dibersihkan dan bila
perlu didesinfeksi menurut prosedur tertulis yang rinci dan tervalidasi.
5. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu. Dokumentasi yang jelas sangat fundamental untuk memastikan
bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan
rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

6
Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur,
metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan
tersedia secara tertulis.
6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur
tervalidasi yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOTB agar
produk yang dihasilkan terjamin serta memenuhi persyaratan mutu serta
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Untuk bahan mentah baik yang dibudidayakan maupun yang hidup
secara liar dan yang digunakan baik dalam bentuk bahan mentah maupun
sudah memenuhi teknik pengolahan sederhana (misal perajangan atau
penghalusan) merupakan tahap kritis pertama dalam proses produksi,
dimana persyaratan teknis ini mulai diterapkan harus ditentukan dengan
jelas dan didokumentasikan. Untuk proses seperti ekstraksi, fermentasi dan
pemurnian, penentuannya hendaklah ditetapkan berdasarkan kasus
perkasus .
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) untuk memberikan
kepastian bahawa produk seraca konsisten mempunyai mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak
yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk
mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada
distribusi produk jadi.
Ruang lingkup pengawasn mutu mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi dan pengujian serta organisasi, dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relavan
dilakukan, dan bahwa bahan-bahan yang tidak diluluskan untuk
digunakan atau produk jadi diluluskan untuk dijual atau didistribusikan
sampai kualitasnya dinilai memenuhi syarat.
Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium tapi

7
juga harus terlibat pada semua keputusan yang terkait dengan mutu
produk. Independensi pengawasan mutu dari produksi adalah fundamental
sehingga pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan benar.
8. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara
benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman
yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak
memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas
prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi
tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).
9. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Tradisional yang Baik
Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting
dalam kegiatan dan manajemen rantai pemasokan produk yang
terintegrasi. Dokumen ini menetapkan langkah yang tepat untuk
membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam
kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan
pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari pabrik ke
distributor.
1. Penyimpanan
Obat tradisonal hendaklah ditangani dan disimpan dengan cara yang
sesuai untuk mencegakontaminasi, kecampurbauran dan kontaminasi
silang. Area penyimpanan hendaklah diberikan pencahayaan yang
memadai sehingga semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan
aman.
2. Pengiriman
Pengiriman dan pengangkutan produk hendaklah dimulai hanya
setelah penerima pesanan resmi atau rencana penggantian produk
yang resmi dan didokumentasikan. Hendaklah dibuat catatan
pengiriman produk dan minimal meliputi informasi berikut:

8
1) Tanggal pengiriman.
2) Nama dan alamat perusahaan pengangkutan.
3) Nama, alamat dan status penerima.
4) Deskripsi produk, meliputi nama dan bentuk sediaan.
5) Jumlah produk, misal jumlah wadah dan jumlah produk per wadah.
6) Nomor bets dan tanggal kadaluwarsa.
7) Kondisi pengangkutan dan penyimpanan yang ditetapkan.
8) Nomor untuk order pengiriman.
Seluruh produk hendaklah disimpan dan dikrimkan dalam wadah
pengiriman yang tidak mengakibatkan efek merugikan terhadap mutu
produk dan memberikan perlindungan yang memadai terhadap pengaruh
eksternal termasuk kontaminasi.
10. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk
dan Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan
kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai
dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak,
hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali
produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan
efektif.
11. Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua
aspek produksi dan pengawasan mutu industri obat tradisional memenuhi
ketentuan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan
dalam pelaksanaan CPOTB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan
yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan
rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya bila
juga menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara rutin dan di samping itu, pada situasi khusus, misalnya
dalam hal terjadi penarikan kembali produk jadi atau terjadi penolakan

9
yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Hal-hal yang mengenai personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, dokumentasi, produksi, pengawasan mutu, distribusi produk
jadi, penanganan keluhan dan penarikan produk jadi dan inspeksi diri
hendaklah diinspeksi secara berkala mengikuti program yang telah disusun
sebelumnya untuk memverifikasi pemenuhan terhadap prinsip pemastian
mutu. Semua inspeksi diri hendaklah dicatat, laporan hendaklah
mencantumkan semua obsevasi selama inspeksi dan usul untuk tindakan
korektif yang diperlukan, laporan tindak lanjut hendaklah dicatat juga.
2.2. Manfaat CPOTB
 Menyiapkan industri obat tradisional agar dapat bersaing di pasar global.
 Menjamin Keamanan dan Konsistensi Mutu produk obat tradisional yang
dihasilkan (terhindar dari kontaminasi silang, pencampurbauran bahan
dan produk dan kemampuan telusur).
 Untuk melindungi produk OT/Jamu lokal dari gempuran produk Luar
Negeri terutama yang ilegal.
 Menjaga nilai ekonomis produk dengan mengurangi adanya rework,
produk TMS, dan adanya kejelasan sumber bahan baku
.
2.3. Kriteria Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka
Untuk dapat memiliki izin edar obat tradisional, obat herbal terstandar
dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat.
b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku.
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan

10
fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi
dalam rangka pendaftaran.

2.4. Cream
Menurut Farmakope Indonesia edisi III cream adalah sediaan setengah
padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar. Sedangkan menurut farmakope edisi IV cream adalah
bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Menurut Formularium
Nasional cream adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental
mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian
luar . formula krim sebagai zat pengemulsi dapat digunakan emulgit, lemak
bulu domba, setaseum, setil alkohol, steril alkohol, trietanolamin, stearat, dan
golongan sorbitan, polietilenglikol. Basis krim adalah salep dengan
basisemulsi. Emulsi sendiri ada 2 tipe, tipe minyak dalam air (m/a atau o/w)
dan air dalam minyak (a/m atau w/a) yaitu mengandung banyak minyak dan
butir-butir air terbagi di dalam minyak.
Tipe M/A biasanya digunakan pada kulit, mudah dicuci, sebagai
pembawa dipakai pengemulsi campuran surfaktan. Sistem surfaktan ini juga
bisa mengatur konsistensi. Sifat emulsi M/A dapat diencerkan dengan air,
mudah dicuci dan tidak berbekas. Untuk mencegah terjadinya pengendapan
zat maka ditambahkan zat yang mudah bercampur dengan air tetapi tidak
menguap misalnya propilen glikol. Formulasi yang baik adalah cream yang
dapat mendeposit lemak dan senyawa pelembab lain sehingga membantu
hidrasi kulit contohnya sabun polivilin, span, adeps lanae dan cera.
Tipe A/M menganung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti
adeps lanae, wool alkohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam
lemak dengan logam bervalensi dua. Sifat emulsi A/M, emulsi ini
mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan fase
luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang kurang dari
25% dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat

11
diencerkan atau bercampur dengan minyak,akan tetapi sangat sulit bercampur
atau dicuci dengan air contoh sabun monovalen (TEA, Natrium stearat, K
stearat, amonium stearat), tween, Na laurisulfat, kuning telur, gelatin,
caseinum, CMC.
Pembuatan cream dapat dilakukan dengan 2 metode. Metode pertama
yaitu bahan-bahan yang larut dalam minyak (fase minyak) dilebur bersama
diatas penangas air pada suhu 700C sampai semua bahan lebur, dan bahan-
bahan yang larut dalam air (fase air) dilarutkan terlebih dahulu dengan air
panas, juga pada suhu 700C sampai semua bahan larut, kemudian baru
dicampurkan, digerus kuat sampai terbentuk masa cream. Sedangkan dengan
metode kedua, semua bahan baik fase minyak maupun fase air di campurkan
untuk dilebur diatas penangas air sampai lebur, bar kemudian langsung
digerus sampai terbentuk masa cream. Baik metode pertama maupun metode
kedua, sama-sama menghasilkan sediaan creamyang stabil, bila proses
penggerusan dilakukan dengan cepat dan kuat dalam mortir yang panas
sampai terbentuk massa cream. Tetapi metode yang kedua, kita dapat
menggunakan peralatan yang lebih sedikit daripada metode pertama.
2.5. Metode Pengujian
a. Metode Pengujian
1. Pengamatan Organoleptis
Tujuannya untuk mengetahui homogeny dari sediaan krim yang
dihasilkan. Pengamatan organoleptis dilakukan dengan mengamati
bentuk, rasa, bau, warna, pada hari ke-1, 3, 7, 14, 21, 28, 35, 42,
49, dan 56.
2. Pengukuran pH
Tujuannya untuk melihat stabilitas zat aktif dan efektivitas
pengawet. Pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan
elektroda dari pH-meter digital ke dalam sampel, yang sebelumnya
telah dikalibrasi pada larutan buffer, kemudian pH-meter
dinyalakan dan ditunggu sampai layar pada pH-meter
menunjukkan angka yang stabil. Pengukuran dilakukan terhadap

12
masing-masing sediaan pada hari ke-1, 3, 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49,
dan 56.
3. Uji Tipe Emulsi
Tujuanya untuk mengetahui tipe emulsi yang diperoleh. Uji
tipe emulsi dilakukan dengan menggunakan salah satu metode
yaitu metode pengenceran, caranya dengan menambahkan
sejumlah air dan minyak pada sediaan dan diamati apakah sediaan
dapat tercampur dengan air atau dengan minyak, sehingga dapat
diketahui apakah terjadi perubahan tipe emulsi dari m/a menjadi
a/m selama penyimpanan. Pengujian dilakukan pada hari ke-1 dan
56.
4. Penentuan Sifat Aliran
Tujuanya untuk mengetahui sifat aliran dari sediaan.
Penentuan sifat aliran dilakukan dengan menggunakan viscometer
Brookfield Model RV dengan variasi kecepatan geser dan spindel
tertentu yang sesuai, kemudian dibuat kurva/grafik viskositas
terhadap kecepatan geser, atau kecepatan geser terhadap tekanan
geser, sehingga dapat diketahui apakah terjadi perubahan sifat
aliran pada sediaan emulsi selama penyimpanan. Pengamatan
dilakukan pada hari ke-1 dan 56.
5. Pemeriksaan Daya Sebar
Tujuanya untuk mengetahui daya sebar dari sediaan.
Sebanyak 0, 5gram krim diletakan dengan hati-hati diatas kaca
transparan yang dilapisi dengan kertas grafik dibiarkan sesaat dan
dihitung luas daerah yang diberikan oleh basis. Lalu ditutup
dengan plastic transparan kemudian diberi dengan beban tertentu
diatasnya dibiarkan selama 60 detik lalu dihitung tambahan luas
yang diberikan oleh basis.

13
6. Pemeriksaan Viskositas
Pemeriksaan viskositas bertujuan untuk untuk memastikan
tingkat kekentalan sediaan krim yang sesuai untuk penggunaan
topikal. Secara fisik krim yang dihasilkan mempunyai kekentalan
yang cukup untuk pemakaian topical sehingga memudahkan
penyebaran dipermukaan kulit.
7. Dispersi Zat Warna
Bertujuan utuk mengetahui tipe emulsi yang dihasilkan.
Emulsi yang dibuat dimasukkan ke dalam vial, kemudian ditetesi
dengan beberapa tetes larutan biru metilen. Jika warna biru segera
terdispersi ke seluruh emulsi maka tipe emulsinya adalah tipe m/a.
8. Pengukuran Tetes Terdispersi
Bertujuan untuk mengetahui ukurann tetes terdispersi dari
sediaan. Sediaan dimasukkan ke dalam vial, kemudian dilakukan
pengukuran tetes terdispersi sebelum dan setelah diberi kondisi
penyimpanan dipercepat. Pengamatan ukuran tetes terdispersi di-
lakukan dengan mikroskop.
9. Konsistensi
Tujuannya agar mudah dikeluarkan dari tube atau wadah
dan mudah dioleskan. Diambil cream secukupnya dan diolekan di
atas permukaan kulit atau kaca dan diamkan beberapa menit.
10. Inversi Fase
Bertujuan untuk menguji sediaan yang telah jadi diberi
kondisi penyimpanan dipercepat diuji kembali tipe emulsinya
dengan metode pengenceran dan metode dispersi zat warna metilen
biru.5o C dan 35o C.
(PDF.Formulasi Sediaan Emulsi Buah Merah Pandanus
Conoideus Lam. Sebagai Produk Antioksidan Alami : 32-34.
Lachman L., Herbet.Teori dan Praktik Farmasi Industri Edisi 2.
Formulasi Dan Evaluasi Kestabilan Fisik Krim Antioksidan
Ekstrak Biji Kakao.

14
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Rancangan Formula Krim Ekstrak Dan Jarak Pagar (Jatropha curcas
L.)
Komponen Bahan %
Ekstrak Daun Jarak Pagar Zat Aktif 2%
Setil Alkohol Emolien 2%
Asam Stearat Emulgator 8%
TEA Emulgator 4%
Lanolin Emolien 5%
Gliserin Enhancer 5%
Propilenglikol Humektan 5%
Metil Paraben Pengawet air 0,2 %
Propil Paraben Pengawet minyak 0,002 %
BHT Antioksidan 0,001 %
Aquadest Pelarut 100 %

Pengamatan organoleptis
Pengukuran Ph
Uji tipeemulsi
Penentuan sifat alir
Pemeriksaan daya sebar
Evaluasi
Pemeriksaan viskositas
Dispersi zat warna
Pengukuran tetes terdispersi
Konsistensi
Inversi fase
Metode pembuatan Fusion (pelelehan)

15
Mortir dan stemper, homogenizer,
Peralatan
agitator mixer

a. Uraian Farmakologi Zat Aktif


Daun jarak pagar banyak mengandung senyawa metabolit sekunder
yang merupakan senyawa aktif. Hal ini terbukti dari kebiasaan
masyarakat sering menggunakan daun jarak pagar untuk mengobati
bengkak, terkilir, luka berdarah, gatal-gatal, eksim, dan kutu air. Ini
dibuktikan melalui penelitian, daun jarak pagar mengandung zat-zat
alkaloid, saponin, tanin, trepenoid,steroid, glikosida, senyawa fenol dan
flavonoid melalui ekstrak etanol.
Manfaat senyawa-senyawa yang terkandung dalam jarak pagar
yaitu alkaloid sebagai antiseptik yang didapatkan dari senyawa propil-
piperidin, saponin sebagai obat luar yang bersifat membersihkan,
senyawa fenol untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sedangkan
manfaat flavonoid ialah untuk mengusir radikal bebas.
Menurut Syamsuhidayat daun jarak pagar dapat berkhasiat sebagai
obat gatal-gatal dan jamur disela kaki.
b. Dasar Pemilihan Bentuk Sediaan
 Dibuat tipe air dalam minyak dengan mendispersikan komponen air
ke dalam komponen minyak sifatnya sukar dicuci dengan air tetapi
penyebaranya lebih baik dan memiliki waktu kontak yang lama pada
kulit.
 Formulasi“Krim Pemutih Kulit Wajah”
Bentuk sediaan krim lebih mudah digunakan dan penyebaran dikulit
juga lebih baik.

16
3.2. Alur Produksi dan Aspek CPOTB
Pada proses produksi sediaan Fitofarmaka alur proses produksi
diawali dengan menentukan formula yang tepat dalam proses produksi
sediaan Fitofarmaka. Hal ini meliputi dalam penentuan bahan sediaan
yang digunakan dalam pembuatan Fitofarmaka, sehingga sediaan
Fitofarmaka yang diproduksi dapat digunakan secara aman dan efektif.
Kemudian untuk bahan baku pada proses pembuatannya yang dibeli dari
supplier, setiap bahan baku diperiksa terlebih dahulu oleh tim QC
(dipimpin oleh apoteker) dengan mengambil bahan di gudang
penyimpanan, pemeriksaan yang dilakukan oleh tim QC meliputi
pemeriksaan mutu dan pemerikasaan dilakukan secara laboratories dari
sediaan tersebut yang sesuai dengan kriteria dari bahan tersebut sesuai
dengan CPOTB, serta terbebas nya dari bahan-bahan yang berbahaya dan
tidak layak pakai.
Dari hasil uji tersebut tim QC dapat memutuskan apakah bahan
baku tersebut memenuhi kriteria yang berstandarkan Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik atau tidak. Setiap bahan yang akan digunakan
harus dipilih bahan yang aman dan tidak berbahaya. Proses produksi harus
melakukan pengecekan kondisi ruangan, peralatan, prosedur pengolahan,
bahan dan hal lain yang diperlukan dalam proses produksi.
Proses formulator di bagian RnD dilakukan atau dikerjakan oleh
apoteker. Proses pertama penimbangan bahan dilakukan untuk produksi
sediaan. Setelah bahan baku ini dinyatakan lulus uji kriteria, bahan baku
tersebut dapat dicampur dan diolah menjadi produk antara. Kemudian
proses produksi dilanjutkan di ruang pencampuran. Pada ruang ini, semua
bahan yang telah di sortasi dan dikeringkan dicampur untuk dilakukan
pengolahan lebih lanjut.
Langkah selanjutnya tambahkan zat aktif kedalam tangki
pencampuran, Kemudian setelah selesai masukan kedalam wadah yang
cocok. Setelah semua proses selesai barulah dilakukan proses pengemasan
dan penyortiran produk yang gagal. Proses produksi dilakukan di gedung

17
dan ruangan yang bersih, terpelihara dengan baik dan memenuhi standar
CPOTB, dengan menggunakan peralatan yang digunakan yang tidak
bereaksi dengan bahan yang diolah atau menyerap bahan dan mudah
dibersihkan. Secara garis besar peralatan yang digunakan memenuhi
persyaratan CPOTB.
Ketika produk tersebut layak atau telah memenuhi persyaratan cara
pembuatan sediaan Fitofarmaka yang baik, dilakukan tahapan proses
labeling yakni penampilan kelengkapan penandaan hal ini dilakukan untuk
memastikan diketahuinya riwayat suatu bets atau lot secara lengkap.
Dengan diketahuinya asal usul produk jadi tersebut akan mempermudah
tindak lanjut pengawasannya yang dilakukan oleh QC (apoteker).
Kemudian hasil dari proses tersebut di dokumentasi, fungsi dari
dokumentasi ini adalah untuk sistem informasi manajemen yang meliputi
spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi, catatan dan
laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan produk. Produk sediaan Fitofarmaka siap untuk diedarkan.

3.3 Alur Produksi Pembuatan Sediaan Cream Anti Jamur


Metode Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan sesuai kebutuhan. Masing-masing bahan
ditimbang sesuai dengan perhitungan yang tertera pada rancangan
formula.
2. Fase minyak dibuat dengan melebur berturut-turut propilparaben,
asamstearat, setilalkohol, lanolin, BHT dioil pot, suhu dipertahankan
pada 70o C.
3. Fase air dibuat dengan melarutkan metilparaben kedalam air yang
telah dipanaskan pada suhu 700C, kemudian tambahkan TEA,
propilenglikol dan Gliserin

18
4. Dimasukkan fase minyak kedalam Vakum Emulsifier Mixer dan
ditambahkan fase air sampai terbentuk krim yang homogen dan
ditambahkan sedikit demi sedikit ekstrak Jatropha curcas L.
5. Dikemas

19
BAB IV

PENUTUP

4. 1 Kesimpulan
Dibuat sediaan obat herbal terstandar semi padat cream Jatropha
curcas L. untuk anti jamur dengan formula sebagai berikut: Ekstrak Daun
Jarak Pagar sebagai zat aktif, Asam Stearat dan TEA sebagai elmugator,
Setil Alkohol sebagai emolien, Lanolin sebagai basis, Gliserin sebagai
enhancer, Propilenglikol sebagai humektan, Metil Parabean dan Propil
Parabean sebagai pengawet, BHT sebagai antioksidan,Aquadest sebagai
pelarut.
Rancangan formula dibuat oleh departemen R&D yang dipimpin
oleh Apoteker. Formula yang telah disetujui dilakukan proses produksi.
Perencanaaan pembelian dan penyiapan bahan baku dilakukan oleh
departemen PPIC. Pembelian bahan baku dilakukan oleh Purchasing. Bahan
baku yang sudah disiapkan oleh PPIC dilakukan pengujian dan diluluskan
oleh QC. Kemudian dilakukan oleh produksi. Pada tahap proses produksi
dilakukan IPC (In Proses Control). Setelah diproduksi, produk diluluskan
oleh depatemen QA dengan menerima Batch Record dari Departemen
Produksi dan hasil pengujian dari QC dengan mengeluarkan sertifikat CoA.
Cara pembuatan yaitu : Alat dan bahan disiapkan sesuai kebutuhan.
Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan perhitungan yang tertera
pada rancangan formula. Fase minyak dibuat dengan melebur berturut-turut
propil paraben, asam stearat, setil alkohol, lanolin, BHT, dan di atas tangas
air, suhu dipertahankan pada 70o C. Fase air dibuat dengan melarutkan metil
paraben ke dalam air yang telah dipanaskan pada suhu 700C, kemudian
tambahkan TEA, propilenglikol dan Gliserin . Basis krim dibuat dengan
cara menambahkan fase air ke dalam fase minyak kemudian diaduk dengan

20
homogenizer sampai terbentuk krim yang homogen dan ditambahkan sedikit
demi sedikit ekstrak Daun Jarak Pagar, kemudian dikemas.
Metode Pengujiannya meliputi pengamatan organoleptis,
Pengukuran pH, Uji Tipe Emulsi, Penentuan Sifat Aliran, Pemeriksaan
Daya Sebar, Pemeriksaan Viskositas, Dispersi Zat Warna, Pengukuran Tetes
Terdispersi, konsistensi dan Inversi Fase.

21

Anda mungkin juga menyukai