Anda di halaman 1dari 5

RANGKUMAN UNDANG-UNDANG

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Apotek

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud
meliputi:

a. perencanaan;

b. pengadaan;

c. penerimaan;

d. penyimpanan;

e. pemusnahan;

f. pengendalian; dan

g. pencatatan dan pelaporan.

2. Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud meliputi:

a. pengkajian Resep;

b. dispensing;

c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

d. konseling;

e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);

f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan

g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang NARKOTIKA

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan.
Narkotika sebagaimana dimaksud digolongkan ke dalam:

a. Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan

b. Narkotika Golongan II” adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan

c. Narkotika Golongan III” adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang PSIKOTROPIKA

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.

Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan


sebagaimana dimaksud digolongkan menjadi :

a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan.

b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan.

c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan.

d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 28/MENKES/PER/I/1978
Tentang Penyimpanan Narkotika

1. Apotek dan rumah sakit harus menyimpan narkotika dalam tempat khusus dan harus dikunci
dengan baik.
2. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika
kecuali ditentukan lain oleh Menteri.
3. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang
dikuasakan.
4. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2016 Tentang


Penyelenggaraan Pekerjaan Asisten Tenaga Kesehatan

Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan bidang
kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga.

Setiap Asisten Tenaga Kesehatan yang telah lulus pendidikan wajib mengikuti uji
kompetensi. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Asisten Tenaga Kesehatan tidak memerlukan
registrasi dan surat izin. Jenis Asisten Tenaga Kesehatan terdiri atas:

a. Asisten Perawat;

b. Asisten Tenaga Kefarmasian;

c. Asisten Dental;

d. Asisten Teknisi Laboratorium Medik; dan

e. Asisten Teknisi Pelayanan Darah.

Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, Asisten Tenaga Kefarmasian disupervisi oleh


tenaga teknis kefarmasian dan apoteker. Asisten Tenaga Kesehatan hanya dapat melakukan
pekerjaannya di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud bagi Asisten Tenaga Kefarmasian dapat juga menjalankan pekerjaannya pada fasilitas
produksi dan/atau distribusi sediaan farmasi, perbekalan kesehatan dan alat kesehatan.

Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, Asisten Tenaga Kefarmasian disupervisi oleh


tenaga teknis kefarmasian dan apoteker. Dalam hal di Pusat Kesehatan Masyarakat, tenaga teknis
kefarmasian dan apoteker sebagaimana dimaksud tidak ada, Supervisi dapat dilaksanakan oleh
Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat. Ketiadaan tenaga teknis kefarmasian dan apoteker
sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
Lingkup pekerjaan Asisten Tenaga Kefarmasian meliputi pelaksanaan tugas yang diberikan
oleh tenaga teknis kefarmasian dan apoteker dalam pekerjaan administrasi (clerkship) dan peran
pelayanan pelanggan, mengikuti pelaksanaan standar prosedur operasional, dalam hal:

a. melakukan pencatatan tentang pembelian dan penyimpanan obat serta melakukan


pendataan persediaan obat;
b. menerima pembayaran resep, stok harga, penandaan item untuk penjualan, pencatatan
dan klaim asuransi;
c. melakukan pelayanan perbekalan kesehatan rumah tangga;
d. melakukan pengarsipan resep sesuai data dan ketentuan berlaku;
e. melakukan pemeriksaan kesesuaian pesanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan;
dan
f. melakukan pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan untuk keperluan
floor stock.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016

Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki
surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud berupa:

a. SIPA bagi Apoteker


b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.

SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat
fasilitas kefarmasian. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud. SIPA bagi Apoteker
di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
pelayanan kefarmasian. Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek, maka Apoteker
yang bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain.
SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian.

SIPA atau SIPTTK sebagaimana dimaksud diberikan oleh pemerintah daerah


kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat
Tenaga Kefarmasian menjalankan praktiknya.

Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 10 Tahun 2019 Tentang
Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering Disalahgunakan

Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:

1. Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan yang selanjutnya disebut dengan


Obat-Obat Tertentu adalah obat yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain
narkotika dan psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis terapi dapat
menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
2. Bahan Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan yang selanjutnya disebut dengan
Bahan Obat adalah bahan yang berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat
dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi pembuatan Obat-Obat Tertentu
termasuk baku pembanding.

Kriteria Obat-Obat Tertentu dalam Peraturan Badan ini terdiri atas obat atau Bahan Obat
yang mengandung:
a. tramadol;
b. triheksifenidil;
c. klorpromazin;
d. amitriptilin;
e. haloperidol; dan/atau
f. dekstrometorfan.

Obat-Obat Tertentu sebagaimana dimaksud hanya dapat digunakan untuk kepentingan


pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan. Obat-Obat Tertentu sebagaimana dimaksud
merupakan obat keras. Obat keras dilarang dikelola oleh Toko Obat.
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib mengarsipkan secara terpisah seluruh dokumen
yang berhubungan dengan pengelolaan Obat-Obat Tertentu. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
dalam menyerahkan Obat-Obat Tertentu sebagaimana dimaksud wajib berdasarkan resep atau
salinan resep.
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dalam melakukan kegiatan penyerahan Obat-Obat
Tertentu wajib sesuai dengan: kewajaran jumlah obat yang akan diserahkan dan frekuensi
penyerahan obat kepada pasien yang sama.

Anda mungkin juga menyukai