terkait uu kefarmasian
Oleh
Hilda maulina
Nim : 2018.01.00.02.012
prodi S1 farmasi
Universitas Mohamad natsir
Pendahuluan
Kasus 1
Kasus 2
Kasus 3
Defenisi studi kasus, menurut ahli
YIN
Pengertian pertama mengenai studi kasus datang dari
Yin (1996), yang menggambarkan studi kasus sebagai
proses pencarian pengetahuan yang empiris guna
menyelidiki dan meneliti berbagai fenomena dalam
konteks kehidupan nyata. Yin kemudian menambahkan
bahwa pendekatan studi kasus dapaat diterapkan jika
batas antara fenomena dan konteks kehidupan nyata
terlihat samar atau tidak terlihat dengan jelas serta ada
berbagai sumber yang dapat dijadikan acuan bukti dan
penggalian informasi.
BACK
KASUS 1
Kasus :
Apoteker berada di apotek, pelayanan
resep obat keras dilayani oleh tenaga teknis
kefarmasian.
1.
Kata kunci dan peluang pelanggaran :
Kata kunci:
Tenaga Teknis Kefarmasian, Apoteker, Resep
Obat Keras, Apotek
BACK
KASUS 2
Kasus :
Apoteker melayani pembelian diazepam
injeksi oleh bidan praktik mandiri
Kata Kunci dan Peluang Pelanggaran:
Diazepam merupakan obat golongan Psikotropika
Menyerahkan psikotropika kepada yang tidak
memiliki wewenang (bidan praktik mandiri)
Judul dan Pasal UU/ Butir pedoman disiplin /
Kode etik yang dilanggar + identifikasi :
UU no. 5 tahun 1997 Pasal 14 Ayat 2
: Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran
hanya dapat dilakukan oleh
Apotek
rumah sakit
puskesmas
balai pengobatan,
dokter.
Ayat 3:
Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan
kepada
apotek lainnya
rumah sakit
puskesmas
balai pengobatan
dokter
pengguna/pasien
PMK no. 3 tahun 2015 Pasal 19 Ayat 1 :
Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika hanya dapat
dilakukan oleh:
Apotek
Puskesmas
Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Klinik
Dokter.
Ayat 2:
Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika dan/atau
Psikotropika kepada:
Apotek lainnya
Puskesmas
Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Klinik
Dokter
Pasien.
Pasal 20 Ayat 1 :
Penyerahan Narkotika dan Psikotropika oleh Apotek kepada
Dokter hanya dapat dilakukan dalam hal:
a.dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan
Narkotika dan
Psikotropika melalui suntikan dan/atau
b. dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil
yang tidak ada Apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Sanksi :
UU no. 5 tahun 1997 Pasal 60 Ayat 4
Barangsiapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3), dan
Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).
Ayat 5
Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang
ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Apabila yang menerima penyerahan itu pengguna, maka dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan.
PMK no. 3 tahun 2015 Pasal 47
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini
dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan.
Pencegahan pelanggaran :
BPOM memperketat penjualan dan
pendistribusian obat psikotropika.
Apoteker memahami dan mengetahui
sanksi-sanksi yang akan diterima dari
pelanggaran Calon Apoteker diberi bekal
mengenai hukum profesi kefarmasian
BACK
KASUS 3
Kasus :
Apoteker menyarankan dan menjual tablet
Levonorgestrel-etinil estradiol kepada
seorang pasien yang telah dikenalnya dan
mengalami oedem / pembengkakan pada
pergelangan kaki karena gangguan ginjal.
Kata kunci dan Peluang Pelanggaran :
Kata Kunci:
Apoteker, Levonogestrel-etinil estradion,
gangguan ginjal
Peluang terjadi pelanggaran:
Apoteker menjual tablet Levonorgestrel-
etinil estradiol pada pasien dengan
gangguan ginjal.
Judul dan Pasal UU/ Butir pedoman disiplin / Kode etik
yang dilanggar + identifikasi :
BUTIR PEDOMAN DISIPLIN
yang dilanggar: Butir 1 Melakukan praktik kefarmasian
dengan tidak kompeten.
Butir 12
Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan
yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang
seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga
dapat membahayakan pasien.
Butir 13
Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan
praktik swa-medikasi( self medication) yang tidak sesuai
dengan kaidah pelayanan kefarmasian.
BUTIR KODE ETIK yang dilanggar:
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian
harus mengutamakan kepentingan masyarakat,menghormati
hak azazi pasien dan melindungi makhluk hidup insani.
Sanksi :
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI
berdasarkan PerUU yang berlaku:
Pemberian peringatan tertulis
Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat
Tanda Registrasi Apoteker, atau Surat Izin Praktek, atau
Surat Izin Kerja Apoteker
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan apoteker
SANKSI KODE ETIK
Pembinaan dan peringatan tertulis dari organisasi
profesi
Pencegahan pelanggaran :
1.Apoteker menggali lebih dalam kondisi
pasien terlebih dahulu sebelum
menyarankan terapi pada pasien.
2.Apoteker meng-update pengetahuan terkait
obat agar dapat mengoptimalkan pengobatan
pasien.
3.Apoteker bertanggung jawab secara
professional untuk memberikan nasehat dan
informasi yang benar, cukup, dan objektif
tentang swamedikasidan semua produk yang
tersedia untuk swamedikasi.
THANK YOU