Anda di halaman 1dari 2

Nama : Sischa Mutiara R.

NIM : 0432950717080

Prodi : S1 Farmasi Sore

Tugas Studi Kasus-Teori Pelayanan Kefarmasiaan

STUDI KASUS PELAYANAN DI APOTEK

Kasus 1

Saat pandemic seperti ini beberapa Apotek mengambil keuntungan dengan memberikan layanan
pemeriksaan Rapid Test, sebut saja Apotek X yang di bawah tanggung jawab Apoteker Yz.
Pemeriksaan rapid test dilakukan oleh apoteker serta mengeluarkan surat hasil pemeriksaan
mengatastamakan Apoteker. Tidak lama setelah itu, Apoteker X masuk media karena melanggar
aturan. Bagaimana tanggapan saudara mengenai hal tersebut?

Kasus 2

Ada salah satu apotek di suatu daerah yang di dirikan oleh seorang apoteker dengan surat ijin
praktek yang mengatasnamakan namanya, sebut saja apotek X dengan APA apoteker Y. Selama ini
Apoteker Y bekerja di salah satu perusahaan besar farmasi di Jakarta. Selain bekerja di perusahaan
tersebut, nama apoteker Y tersebut masih tercatat sebagai APA apotek X. Di apoteknya tersebut
juga hanya terdapat 1 tenaga kerja yang notabene bukan seorang apoteker yang secara penuh
mengerti tentang obat, bahkan tak jarang ketika penjaga apotek tersebut tidak datang, penyerahan
obat kepada pasien diserahkan langsung oleh keluarga dari apoteker tersebut yang sama sekali tidak
memiliki kewenangan untuk menyerahkan obat kepada pasien. Tak jarang karena kurang mengerti
tentang obat, apotek tersebut menjual secara bebas obat-obat keras yang diminta pasien tanpa
resep dokter, seperti misalnya pembelian antibiotik yang permintaannya di masyarakat masih sangat
tinggi.
Bagaimana tanggapan saudara atas kasus ini?

PENJELASAN

Kasus 1

MENURUT PASAL 35 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004


TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN
Mengeluarkan Surat Keterangan adalah kompetensi Seorang dokter bukan kompetensi Seorang
apoteker. Salah satu tanggung jawab dokter tersebut adalah dalam hal Mengeluarkan Surat
Keterangan jadi Apoteker tidak dibenarkan menerbitkan surat keterangan hasil pemeriksaan
mengatasnamakan apoteker karena menerbitkan surat keterngan sehat atau tidak ada penyakit
adalah kompetensi seorang dokter, dan apoteker dapat dikenakan pidana malpraktek (praktik tidak
sesuai kompetensi).
Apoteker yang MENERBITKAN SURAT KETERANGAN dapat dikenakan ancaman sesuai pasal 78 UU
No 29 Tahun 2004; “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau
surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).” tulis seorang dokter yang aktif di bagian
advokasi hukum.

Kasus 2

Pengaturan mengenai asisten apoteker dapat kita jumpai juga dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 Tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktik,
Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (“Permenkes 889/2011”). Dalam Pasal 1 angka 2 Permenkes
889/2011, dikatakan bahwa tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011


TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;

BAB III IZIN PRAKTIK DAN IZIN KERJA

Pasal 17

(1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki
surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.

MENURUT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA
KEFARMASIAN

Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan perundang-undangan dan tidak
boleh merangkap sebagai direksi/pengurus PBF pusat atau PBF cabang. SIPA bagi Apoteker
penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu)
tempat fasilitas kefarmasian.

Apoteker harus siap bersedia untuk selalu berada di apotek karena kewenangan untuk menyerahkan
obat adalah seorang apoteker terlebih jika obat dalam daftar G, psikotropik dan narkotik. Karena
tidak boleh sebarangan dalam pemberian obat tersebut dan memang harus sesuai dengan resep
dokter. Menurut PMK NO 35 Th 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek Pelayanan
Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi
mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala
aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai
Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.

Anda mungkin juga menyukai