Anda di halaman 1dari 37

Konseling dan informasi obat

“Batuk Swamedikasi”
Klp 2
Anggota klp :
1. Siddik Hutagalung (2017.01.00.02.007)
2. Hilda Maulina (2018.01.00.02.012)
3. Nuzul safitri (2018.01.00.02.020)
4. Fadhila dwi utari (2018.01.00.02.044)
Definisi
 Batuk merupakan mekanisme pertahanan diri
paling efisien dalam membersihkan saluran nafas
yang bertujuan untuk menghilangkan mukus, zat
beracun dan infeksi dari laring, trakhea, serta
bronkus. Batuk juga bisa menjadi pertanda utama
terhadap penyakit perafasan sehingga dapat
menjadi petunjuk bagi tenaga kesehatan yang
berwenang untuk membantu penegakan
diagnosisnya (Chung, 2003).
Etiologi Batuk

Menurut McGowan (2006) batuk bisa terjadi


secara volunter tetapi selalu terjadi akibat
respons involunter akibat dari iritasi terhadap
infeksi seperti infeksi saluran pernafasan atas
maupun bawah, asap rokok, abu dan bulu
hewan terutama kucing.
Patofisiologi
 Batuk adalah bentuk refleks pertahanan tubuh yang
penting untuk meningkatkan pengeluaran sekresi mukus
dan partikel lain dari jalan pernafasan serta melindungi
terjadinya aspirasi terhadap masuknya benda asing.
Setiap batuk terjadi melalui stimulasi refleks arkus yang
kompleks. Hal ini diprakarsai oleh reseptor batuk yang
berada pada trakea, carina, titik percabangan saluran
udara besar, dan saluran udara yang lebih kecil di bagian
distal, serta dalam faring. Laring dan reseptor
tracheobronchial memiliki respon yang baik terhadap
rangsangan mekanis dan kimia. Reseptor kimia yang
peka terhadap panas, asam dan senyawa capsaicin akan
memicu refleks batuk melalui aktivasi reseptor tipe 1
vanilloid (capsaicin).
 Impuls dari reseptor batuk yang telah dirangsang akan melintasi
jalur aferen melalui saraf vagus ke „pusat batuk‟ di medula. Pusat
batuk akan menghasilkan sinyal eferen yang bergerak menuruni
vugus, saraf frenikus dan saraf motorik tulang belakang untuk
mengaktifkan otot-otot ekspirasi yang berguna membantu batuk.

 Mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

1. Fase inspirasi: fase inhalasi yang menghasilkan volume yang


diperlukan untuk batuk efektif
2. Fase kompresi: penutupan laring dikombinasikan dengan
kontraksi otot-otot dinding dada, diagframa sehingga
menghasilkan dinding perut menegang akibat tekanan intratoraks.
3. Fase ekspirasi: glotis akan terbuka, mengakibatkan aliran udara
ekspirasi yang tinggi dan mengeluarkan suara batuk (Yahya, 2007).
Klasifikasi
 Berdasarkan durasinya, batuk dibedakan menjadi batuk
akut, subakut, dan batuk kronis. Batuk akut yaitu batuk
yang terjadi kurang dari 3 minggu. Batuk subakut yaitu
batuk yang terjadi selama 3-8 minggu, sedangkan batuk
kronis yaitu batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu. Dari
durasi batuk maka dapat diprediksi penyakitnya.
Misalnya batuk akut yang biasanya disebabkan oleh
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) atau bisa juga
karena pnemonia dan gagal jantung kongestif. Batuk
subakut bisa disebabkan oleh batuk pasca infeksi,
bakteri sinusitis maupun batuk karena asma. Sedangkan
batuk kronis bila terjadi pada perokok biasanya
merupakan penyakit chronic obstructive pulmonary
disease (COPD) dan pada non perokok kemungkinan
adalah post-nasal drip, asma dan gastroesophageal
 Bila berdasarkan tanda klinisnya, batuk dibedakan
menjadi batuk kering dan batuk berdahak. Batuk kering
merupakan batuk yang tidak dimaksudkan untuk
membersihkan saluran nafas, biasanya karena
rangsangan dari luar. Sedangkan batuk berdahak
merupakan batuk yang timbul karena mekanisme
pengeluaran mukus atau benda asing di saluran nafas
(Ikawati, 2009).
 Menurut Digpinigaitis (2009) batuk secara definisinya
bisa diklasifikasikan mengikut waktu yaitu batuk akut
yang berlangsung selama kurang dari tiga minggu, batuk
sub-akut yang berlangsung selama tiga hingga delapan
minggu dan batuk kronis berlangsung selama lebih dari
delapan minggu.
Batuk Akut
 Batuk akut berlangsung selama kurang dari tiga minggu
dan merupakan simptom respiratori yang sering
dilaporkan ke praktik dokter. Kebanyakan kasus batuk
akut disebabkan oleh infeksi virus respiratori yang
merupakan self-limiting dan bisa sembuh selama
seminggu (Haque, 2005).
Batuk Kronis
 Batuk kronis berlangsung lebih dari delapan minggu.
Batuk yang berlangsung secara berterusan akan
menyebabkan kualitas hidup menurun yang akan
membawa kepada pengasingan sosial dan depresi klinikal
(Haque, 2005). Penyebab sering dari batuk kronis adalah
penyakit refluks gastro-esofagus, rinosinusitis dan asma.
Mekanisme Batuk
 Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk.
Reseptor ini berupa serabut saraf non myelin halus yang
terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang
terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat pada laring,
trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin
berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan
sejumlah besar 6 reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan
daerah percabangan bronkus. Serabut aferen terpenting
terdapat pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang
dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga
rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus
vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus
paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari
faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari
perikardium dan diafragma.
 Rangsangan ini oleh serabut afferen dibawa ke
pusat batuk yang terletak di medula, di dekat pusat
pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini
oleh serabut-serabut aferen nervus vagus, nervus
frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus
trigeminus, nervus fasialis, nervus hipoglosus, dan
lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari
otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma, otot-
otot interkostal, dan lain-lain.
 Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian
terjadi. Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi
menjadi empat fase yaitu :
 Fase iritasi
 Iritasi dari salah satu saraf sensorik nervus vagus di
laring, trakea, bronkus besar, atau serat aferen cabang
faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan
batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan
faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga
luar dirangsang.
 Fase inspirasi
 Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar
akibat kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea.
Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara
dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke
dalam paru.
 Fase kompresi
 Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat
kontraksi otot adductor kartilago aritenoidea, glotis
tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan
intratoraks meningkat hingga 300 cm H2O agar terjadi
batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi
selama 0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat
terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot
ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks
walaupun glotis tetap terbuka.
 Fase ekspirasi
 Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat
kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga terjadilah
pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan
kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran
benda-benda asing dan bahan-bahan lain.
Penatalaksanaan Terapi
 A. Farmakologi
 Menurut Beers (2003) batuk memiliki peran utama
dalam mengeluarkan dahak dan membersihkan saluran
pernafasan, maka batuk yang menghasilkan dahak
umumnya tidak disupresikan. Yang diutamakan adalah
pengobatan kausa seperti infeksi, cairan di dalam paru,
atau asma. Misalnya, antibiotik akan diberikan untuk
infeksi atau inhaler bisa diberi kepada penderita asma.
Bergantung pada tingkat keparahan batuk dan
penyebabnya, berbagai variasi jenis obat mungkin
diperlukan untuk pengobatan.
 Menurut KKM (2007) sangat penting untuk mengobati
batuk dengan jenis obat batuk yang benar. Menurut
Beers (2003) pengobatan batuk secara umumnya dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis batuknya berdahak
atau tidak. Jenis-jenis obat batuk yang terkait dengan
batuk yang berdahak dan tidak berdahak yang
dibahaskan di sini adalah mukolitik, ekspektoran dan
antitusif.
 Mukolitik
 Mukolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara
mengencerkan secret saluran pernafasan dengan jalan
memecah benang-benang mukoprotein dan
mukopolisakarida dari sputum (Estuningtyas, 2008). Agen
mukolitik berfungsi dengan cara mengubah viskositas
sputum melalui aksi kimia langsung pada ikatan komponen
mukoprotein.
 Bromheksin HCl
 Bromheksin merupakan derivat sintetik dari vasicine.
Vasicine merupakan suatu zat aktif dari Adhatoda vasica.
Obat ini diberikan kepada penderita bronchitis atau
kelainan saluran pernafasan yang lain. Obat ini juga
digunakan di unit gawat darurat secara lokal di bronkus
untuk memudahkan pengeluaran dahak pasien.
Ambroxol
Ambroksol merupakan suatu metabolit
bromheksin yang memiliki mekanisme
kerja yang sama dengan bromheksin.
Ambroksol sedang diteliti tentang
kemungkinan manfaatnya pada
keratokonjungtivitis sika dan sebagai
perangsang produksi surfaktan pada anak
lahir prematur dengan sindrom
pernafasan (Estuningtyas, 2008).
 Asetilsistein
 Asetilsistein (acetylcycteine) diberikan kepada
penderita penyakit bronkopulmonari kronis,
pneumonia, fibrosis kistik, obstruksi mukus, penyakit
bronkopulmonari akut, penjagaan saluran pernafasan
dan kondisi lain yang terkait dengan mukus yang pekat
sebagai faktor penyulit (Estuningtyas, 2008).
 Ekspektoran
 Ekspektoran merupakan obat yang dapat merangsang
pengeluaran dahak dari saluran pernafasan
(ekspektorasi). Penggunaan ekspektoran ini didasarkan
pengalaman empiris. Tidak ada data yang membuktikan
efektivitas ekspektoran dengan dosis yang umum
digunakan. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan
stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara
refleks merangsang sekresi kelenjar saluran pernafasan
lewat nervus vagus, sehingga menurunkan viskositas
dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang
termasuk golongan ini ialah ammonium klorida dan
gliseril guaiakoiat (Estuningtyas, 2008).
 Ammonium klorida
 Menurut Estuningtyas (2008) ammonium klorida jarang
digunakan sebagai terapi obat tunggal yang berperan
sebagai ekspektoran tetapi lebih sering dalam bentuk
campuran dengan ekspektoran lain atau antitusif.
Apabila digunakan dengan dosis besar dapat
menimbulkan asidosis metabolik, dan harus digunakan
dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati,
ginjal, dan paru-paru. Dosisnya, sebagai ekspektoran
untuk orang dewasa ialah 300mg (5mL) tiap 2 hingga 4
jam.
 Gliseril Guaiakolat
 Penggunaan gliseril guaiakolat didasarkan pada tradisi dan
kesan subyektif pasien dan dokter. Tidak ada bukti bahwa
obat bermanfaat pada dosis yang diberikan. Efek samping
yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk,
mual, dan muntah. Ia tersedia dalam bentuk sirup
100mg/5mL. Dosis dewasa yang dianjurkan 2 hingga 4 kali,
200-400 mg sehari.
 Antitusif
 Menurut Martin (2007) antitusif atau cough suppressant
merupakan obat batuk yang menekan batuk, dengan
menurunkan aktivitas pusat batuk di otak dan menekan
respirasi. Misalnya dekstrometorfan dan folkodin yang
merupakan opioid lemah. Terdapat juga analgesik opioid
seperti kodein, diamorfin dan metadon yang mempunyai
aktivitas antitusif.
SWAMEDIKASI

Dalam melakukan swamedikasi, ada


beberapa obat-obat yang dapat digunakan
seperti golongan obat bebas, obat bebas
terbatas, obat wajib apotek dan obat
herbal.
 Obat Sintesis
 Bromheksin HCl (Bisolvon® Tablet)
 Pabrik : Boehringer Ingelheim
 Indikasi : Untuk batuk berdahak, batuk yang disebabkan flu, batuk karena
asma dan bronkhitis akut atau kronis
 Efek samping : Adakalanya terjadi efek samping pada saluran pencernaan.
Sangat jarang : kemerahan pada kulit karena alergi.
 Perhatian : Hindari penggunaan BROMHEXINE pada tiga bulan pertama
kehamilan dan pada masa menyusui. Hati-hati penggunaan pada penderita
tukak lambung
 Kegunaan : Bekerja dengan mengencerkan sekret pada saluran  pernafasan
dengan jalan menghilangkan serat-serat mukoprotein dan
mukopolisakaridayangterdapat pada sputum/dahaksehingga lebih mudah
dikeluarkan
 Bentuk sediaan :
 Tiap tablet mengandung Bromhexine HCI 8 mg x 10 x 4 biji.
 5 ml eliksir mengandung Bromhexine HCI (mengandung etil alkohol 3,72% v/v)
 5 ml sirup mengandung Bromhexine HC
 Aturan Pakai :
 Tablet
 Dewasa dan anak > 10 tahun 1x 3 tablet
 Anak 5 – 10 tahun 3×1/2 tablet
 Anak 2 – 5 tahun 2×1/2
 Atau menurut petunjuk dokter.
 Sirup
 Dewasa dan anak >10 tahun: 3 x 10 ml per hari
 Anak 5- 10 tahun: 3 x 5 ml per hari
 Anak 2-5 tahun: 2 x 5 ml per hari
 Atau menurut petunjuk dokter.
 Dekstromethorphan HBr (Konidin®)
 Pabrik : Konimex Pharmaceutical Laboratories
 Indikasi : Untuk meringankan batuk
 Kegunaan : Bekerja sebagai antitusif, espektoran dan
antihistamin
 Kontra indikasi: Penderita yang hipersensitif terhadap
komponen obat ini
 Aturan pemakaian :
 Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun : 3 x sehari 1-2
tablet
 Anak-anak 6-12 tahun : 3 x sehari ½-1 tablet
 Atau menurut petunjuk dokter
 Interaksi Obat : Dapat terjadi rangsangan SSP dan
depresi pernafasan yang berat pada pemberian
bersamaan dengan penghambat MAO.
 Cara penyimpanan : Simpan pada suhu dibawah 30
ºC
 Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas
 Obat Herbal Moderen
 Woods®
 Indikasi :
 Membantu meredakan batuk berdahak
 Komposisi:
Tiap 5 ml sirup mengandung :
- 35 mg Ekstrak Daun Ivy (Hedera helix folii extract)
- 25 mg Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus urinaria folii
extract)
- 25 mg Ekstrak aun Mint (Menthae piperitae folii
extract)
- 3 gram Madu
Aturan pakai
 2 - 5 tahun : 2,5 ml, 3 kali sehari
 6 – 12 tahun : 5 ml, 3 kali sehari
 Anak >12 tahun & dewasa : 10 ml, 3 kali sehari
 Silex®
 Indikasi :
 Dapat membantu meredakan batuk berdahak,
membantu melegakan tenggorokan dan pilek
 Komposisi
Tiap 5 ml sirup mengandung :
 41,67 mg Ekstrak Thymi herba Siccum
 10 mg Extract Primulae Radix Siccum
 58,33 mg Extract Althaeae folium siccum
 25 mg Extract Droserae herba siccum
 35 mg Extract Serphylli herba siccum
 Aturan pakai
 Dewasa : 1 sendok makan (15 ml) 3-4 kali sehari
 Anak-anak : 1 sendok the (5 ml) 3-4 kali sehari
 Obat Tradisional
 Bawang putih
 Nama tanaman : Bawang putih
 Spesies : Allium sativum L.
 Khasiat : mengobati batuk, pilek, dan influenza.
 Kandungan : minyak atsiri, allicin, aliin, kalsium,
saltivine, diallysulfide, belerang, sulfur, protein, lemak,
fosfor, besi, vitamin A, B1 dan C.
 Jahe
 Nama tanaman : Jahe
 Spesies : Zingiber officinale
 Kandungan : Pati, damar, oleo resin, gingerin,
minyak atsiri yang mengandung zingeron, zingiberol,
zingiberin, borneol, kamfer, sineol dan felandren
 Khasiat : Jahe mengandung zat anti-bakteri yang baik
bagi tubuh. Selain bisa menghangatkan tubuh jahe juga
bisa mengobati batuk berdahak. Bagi yang sedang
menderita batuk berdahak sangat dianjurkan untuk
mengkonsumsi sari jahe atau lebih dikenal dengan
wedang jahe setidaknya satu kali sehari
PEMBAHASAN

 Batuk adalah suatu prose salami dan reflex proteksi


yang dimiiki oleh semua individu yang sehat. Refleks ini
penting untuk menjaga agar tenggorokan dan saluran
napas senantiasa bersih. Namun demikian, batuk yang
berlebihan mungkin menandakan adanya suatu
penyakit atau gangguan kesehatan yang memerlukan
perhatian dan penanganan medis ( (MIMS, 2016).
 Batuk dapat bersifat kering atau produktif. Batuk kering
atau batuk non produktif, tidak disertai sputum (dahak)
dan seringkali menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan. Batuk jenis ini dapat menyebabkan suara
menjadi serak atau hilang. Batuk kering biasanya dipicu
oleh partikel-partikel makanan yang kecil atau asap
iritan yang terhirup oleh saluran pernapasan, asap
rokok, perubahan suhu udara, kelembaban udara yang
rendah (kering) atau udara yang tercemar. Juga dapat
disebabkan karena infeksi virus, flu, atau selesma yang
belum lama terjadi sehingga terkadang disebut juga
batuk pasca infeksi virus. Adakalanya batuk kering juga
merupakan salah satu tanda dari penyakit lainnya
seperti: asma, penyakit refluks gastro esophagus
(PRGE), atau gagal jantung kongestif dan juga dapat
dipicu oleh obat-obat tertentu (ACE inhibitor, beta-
blockers, aspirin) ( (MIMS, 2016).
 Menurut Martin (2007) antitusif atau cough
suppressant merupakan obat batuk yang menekan
batuk, dengan menurunkan aktivitas pusat batuk di otak
dan menekan respirasi. Misalnya dekstrometorfan dan
folkodin yang merupakan opioid lemah. Terdapat juga
analgesik opioid seperti kodein, diamorfin dan metadon
yang mempunyai aktivitas antitusif.
 Ekspektoran merupakan obat yang dapat merangsang
pengeluaran dahak dari saluran pernafasan
(ekspektorasi).
 Adapun terapi farmakologi dengan tujuan penjagaan
sendiri untuk pencegahan batuk yang dianjurkan dalam
situs resmi KKM adalah :
◦ Tidak merokok.
◦ Minum air yang banyak, untuk membantu
mengencerkan dahak, mengurangi iritasi atau rasa
gatal.
◦ Cough drops.
◦ Menjauhi dari penyebab batuk seperti etiologi abu
dan asap rokok.
◦ Meninggikan kepala dengan menggunakan bantal
tambahan pada waktu malam untuk mengurangkan
batuk kering.
◦ Hindari paparan debu yang merangsang tenggorokan,
dan udara malam yang dingin.
 WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional
termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan
masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit,
terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif
dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam
peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional
(WHO, 2003).
 Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih
aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini
disebabkan karena obat tradisional memiliki efek
samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat
modern.
Daftar pustaka
Sartono, 2000. Obat Wajib Apotek, Edisi ketiga, Gramedia Pustaka
Utama; Jakarta.
Djunarko, I., & Hendrawati, D., 2011. Swamedikasi yang Baik dan Benar.
Citra Aji Parama,Yogyakarta.
Nugroho, A., & Kristianti, E., 2011. Stikes RS. Baptis Kediri. Batuk Efektif
Dalam Pengeluaran Dahak Pada Pasien Dengan Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Nafas Di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri, 4(2).
Merianti, N. W. E., Goenawi, L. R., & Wiyono. W., 2013. Dampak
penyuluhan pada pengetahuan masyarakat terhadap pemilihan dan
penggunaan obat batuk swamedikasi di kecamatan malalayang, Jurnal
Ilmiah Farmasi, 2(03), pp.100–103.
Merianti, N. W. E., Goenawi, L. R., & Wiyono. W., 2013. Dampak
penyuluhan pada pengetahuan masyarakat terhadap pemilihan dan
penggunaan obat batuk swamedikasi di kecamatan malalayang, Jurnal
Ilmiah Farmasi, 2(03), pp.100–103.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai