Pada dasarnya dalam kondisi normal perawat tidak dapat melakukan dispencing obat
dikarenakan yang berhak memberikan obat adalah tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan. Hal ini sesuai
dengan Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
dinyatakan bahwa: “Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”. Lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 108 ayat (1) dinyatakan
bahwa: “Yang dimaksud dengan “tenaga kesehatan” dalam ketentuan ini adalah
tenaga kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.
Praktik kefarmasian yang dimaksud Pasal 108 dalam ayat (1) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 33 ayat (1) Tenaga
Kefarmasian terdiri atas: a. Apoteker dan b. Tenaga Teknis Kefarmasian.
Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat
melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, misalnya antara lain dokter dan/atau
dokter gigi, bidan dan perawat yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”. Hal ini sesuai dengan Putusan MK No. 12/PUU-VIII/2010
yang menyatakana bahwa Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) sepanjang kalimat,
“... harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan” adalah tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa tenaga kesehatan tersebut adalah
tenaga kefarmasian dan dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan
tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, antara lain, dokter
dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat yang melakukan tugasnya dalam keadaan
darurat yang mengancam keselamatan jiwa dan diperlukan tindakan medis segera
untuk menyelamatkan pasien.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perawat
dapat melaksanakan dispensing obat terhadap pasien secara terbatas, dengan artian
hanya dapat melakukan pekerjaan tersebut selama dalam keadaan darurat yang
mengancam keselamatan jiwa dan diperlukan tindakan medis segera untuk
menyelamatkan pasien.
Teori hukum yang diunakan adalah Teori Atribusi yaitu pemberian
wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.
Dalam hal ini pemberian kewenangan dari putusan mahkamah konstitusi yang
merupakan hasil uji materu undang-undang nomor 36 tahun 2009 kepada perawat
yang merupakan bagian dari tenaga kesehatan.
2. Apabila apotek terbukti menjual obat keras tanpa resep dokter, siapa yang
bertanggung jawab secara hukum? Jelaskan berdasarkan teori hukum dan dasar
hukumnya!
3. Jelaskan persamaan dan perbedaan jalur distribusi obat yang melalui Apotek dan
Toko Obat, mulai dari industri farmasi sampai konsumen/pasien!