Anda di halaman 1dari 28

HUKUM KESEHATAN

Pembimbing : dr. H. Mistar Ritonga, Sp.F

Surya Gunawan (140611061) FK-UNIMAL


Dhea Mursyidah (140611006) FK-UNIMAL

Doni Damara (120611050) FK-UNIMAL


Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar
Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia
(PERHUKI), adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan/
pelayanan kesehatan dan penerapannya.

Pendahuluan
Di Indonesia perkembangan hukum kesehatan dimulai dari
terbentuknya Kelompok studi untuk Hukum Kedokteran FK-
UI/RS Ciptomangunkusumo di Jakarta tahun 1982.
Perhimpunan untuk Hukum Kedokteran Indonesia (PERHUKI),
terbentuk di Jakarta pada tahun 1983 dan berubah menjadi
Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI) pada
kongres I PERHUKI di Jakarta pada tahun 1987.
“ Hukum kesehatan pada saat ini dapat
dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu hukum
kesehatan public (public health law) dan
Hukum Kedokteran (medical law).”
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum
yang berhubungan langsung pada pemberian
layanan kesehatan dan penerapannya pada
hubungan perdata, hukum administrasi dan hukum
pidana.

Arti peraturan disini tidak hanya mencakup


pedoman internasional, hukum kebiasaan, hukum
yurisprudensi, namun ilmu pengetahuan & kepustakaan
dapat juga merupakan sumber hukum.

TINJAUAN PUSTAKA
• Terjadinya kasus Dr. Setianingrum (seorang
dokter Puskesmas Wedarijaksa, Kabupaten Pati)
dengan Ny. Rukmini Kartono sebagai pasiennya
sekitar tahun 1981, yakni meninggalnya Ny.
Rukmini karena kejutan anfilatik akibat reaksi
alergi dari suntikan streptomisin yang diberikan
kepada Ny. Rukmini.

SEJARAH HUKUM KESEHATAN


Hukum kesehatan Perkembangannya dimulai pada waktu World Congress on
Medical Law di Belgia tahun 1967. Perkembangan selanjutnya melalui World
Congress of the Association for Medical Law yang diadakan secara periodik
hingga saat ini. Di Indonesia perkembangan hukum kesehatan dimulai dari
terbentuknya Kelompok studi untuk Hukum Kedokteran FK-UI/RS
Ciptomangunkusumo di Jakarta tahun 1982. Perhimpunan untuk Hukum
Kedokteran Indonesia (PERHUKI), terbentuk di Jakarta pada tahun 1983 dan
berubah menjadi Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI) pada
kongres I PERHUKI di Jakarta pada tahun 1987.
Peraturan hukum untuk kegiatan pelayanan kesehatan
menurut ilmu kedokteran mencakup aspek-aspek di
bidang pidana, hukum perdata, hukum administrasi,
bahkan sudah memasuki aspek hukum tatanegara.

ASPEK HUKUM KESEHATAN


Pada pasal 1-6 Undang-Undang no. 9/1960 berarti
melibatkan tenaga kesehatan atau dokter turut
secara aktif dalam semua usaha kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah.
Hukum mempunyai fungsi penting sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai oleh hukum itu sendiri, yaitu
melindungi, menjaga ketertiban dan ketentraman
masyarakat. Sejalan dengan asas hukum, maka fungsi
hukum pun ada tiga, yaitu Fungsi Manfaat, Fungsi
Keadilan, dan Fungsi Kepastian Hukum.

FUNGSI HUKUM KESEHATAN


Dalam pelayanan kesehatan ( Health Care )
ada 2 kelompok yang menginginkan kepastian
hukum sebab dengan adanya kepastian maka
merasa terlindungi secara hukum yaitu :

1.Kelompok Penerima Layanan Kesehatan (Health Receiver),


antara lain adalah : pasien (orang sakit) dan orang-orang yang
ingin memelihara atau meningkatkan kesehatannya.
2.Kelompok Pemberi Layanan Kesehatan (Health Providers) antara
lain adalah para medical providers yaitu dokter dan dokter gigi,
serta paramedis atau tenaga kesehatan yaitu perawat, bidan,
apoteker, asisten apoteker, analis atau laboran, ahli gizi, dan lain-
lain.
Kesehatan di Indonesia dibangun melalui 2 pilar, yaitu :

Hukum di Indonesia bersumber dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945 serta berbagai peraturan perundang-undangan lainnya khususnya :

- Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,

- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,

Sumber hukum kesehatan


Etik bersumber dari :

- kebijaksanaan organisasi profesi,

- standar profesi, dan

- kode etik profesi.

Sumber hukum kesehatan tidak hanya bertumpu pada hukum


tertulis (undang undang), namun juga pada juri sprudensi, traktat,
konsensus, dan pendapat ahli hukum serta ahli kedokteran termasuk
doktrin.
Undang-undang mengenai hukum kesehatan diatur dalam:

1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (selanjutnya disebut UU No. 29

Tahun 2004).

2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UU No. 36 Tahun 2009).

3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (selanjutnya disebut UU No. 44 Tahun

2009).

4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (selanjutnya disebut UU No. 36 Tahun

2014)

5) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan (selanjutnya disebut UU No. 38 Tahun

2014)
• Hukum kesehatan meliputi :

- Hukum medis (medical law),

- Hukum keperawatan (nurse law),

- Hukum rumah sakit (hospital law),

- Hukum pencemaran lingkungan (environmental law) dan

berbagai macam peraturan lainnya yang berkaitan dengan

kesehatan manusia

RUANG LINGKUP HUKUM KESEHATAN


• Beberapa hal penting diatur dalam UU
Kesehatan adalah mengenai :
- Upaya kesehatan,
- Tenaga kesehatan,
- Sarana kesehatan, obat dan alat kesehatan.
Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 50 dan 51,
Hak dan Kewajiban Dokter :

Kewajiban
Hak 1. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi
1. Memperoleh perlindungan hukum dan standar operasional prosedur serta kebutuhan medis
sepanjang melaksanakan tugas sesuai 2.Apabila tidak tersedia alat kesehatan atau tidak
standar profesi dan standar operasional mampu melakukan suatu pemeriksaan/pengobatan, bisa
merujuk pasien ke dokter/sarana kesehatan lain yang
prosedur
mempunyai kemampuan lebih baik.
2. Memberikan pelayanan medis sesuai 3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
standar profesi dan standar operasional tentang pasien, bahkan setelah pasien itu meninggal
prosedur dunia
3. Memperoleh informasi yang lengkap dan 4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar
jujur dari pasien atau keluarganya perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
4. Menerima imbalan jasa yang mampu melakukannya
5. Mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Pasal 50 dan 51, Hak dan Kewajiban Pasien :

Hak
1. Mendapatkan penjelasan lengkap tentang Kewajiban
rencana tindakan medis yang akan 1. Memberikan informasi yang lengkap,
dilakukan dokter. jujur dan dipahami tentang masalah
2. Bisa meminta pendapat dokter lain kesehatannya.
(second opinion). 2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.
3. Mendapat pelayanan medis sesuai 3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di
dengan kebutuhan. sarana pelayanan kesehatan.
4. Bisa menolak tindakan medis yang akan 4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan
dilakukan dokter bila ada keraguan. yang prima.
5. Bisa mendapat informasi rekam medis.
Hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia pada saat ini adalah Undang-
Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang lazim
disebut KUHAP yang diundangkan pada tanggal 31 Desember tahun 1981.

Hukum acara pidana atau hukum formil adalah kumpulan peraturan-


peraturan yang mengatur tata cara atau prosedur penyelenggaraan atau
penegakan hukum pidana materil oleh alat-alat negara di muka pengadilan
pidana.

PERANAN KEDOKTERAN FORENSIK DALAM PERKARA


PIDANA
“ Peranan kedokteran forensik dalam perkara pidana
sudah diatur dalam Undang-Undang pasal 184
KUHAP, Pasal 183 KUHAP , 180 ayat (1) KUHAP,
Pasal 179 ayat (1) KUHAP. “
Masalah Forensik bedah mayat di Indonesia diatur dalam
Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang
Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 70,

Bedah Mayat Menurut Hukum Pidana


Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 82
ayat 1e dinyatakan bahwa “ barang siapa yang tanpa
keahlian dan kewenangan dengan sengaja melakukan
bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 2
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah). “
• Menurut Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 Bab II Pasal 2, bedah mayat klinis
hanya boleh dilakukan dalam keadaan:

1. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah
penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan
pasti.

2.Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila diduga


penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat
sekitarnya.

3. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka
waktu 2 x 24 jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia datang ke
rumah sakit.
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 Bab III Pasal 5 menyebutkan:
untuk bedah mayat anatomis diperlukan mayat yang diperoleh dari
rumah sakit dengan memperhatikan syarat-syarat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan c. Pasal 7 menyebutkan: bedah
mayat anatomis dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran dan
sarjana kedokteran di bawah pimpinan dan tanggung jawab langsung
seorang ahli urai.
Perbedaan Etik dan Hukum :
 Etik berlaku untuk lingkungan profesi, hukum berlaku
untuk umum.
 Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi,
Persamaan Etik dan Hukum : hukum disusun oleh badan pemerintah.
 Sama-sama merupakan alat untuk  Etik tidak seluruhnya tertulis, hukum tercantum secara
mengatur tertibnya hidup bermasyarakat. terinci dalam kitab undang-undang dan lembaran/berita
Negara.
 Sebagai objeknya adalah tingkah laku  Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntunan, sanksi
manusia. terhadap pelanggaran hukum berupa tuntutan.
 Mengandung hak dan kewajiban anggota  Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang dibentuk
masyarakat agar tidak saling merugikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan atau oleh
 Menggugah kesadaran untuk bersikap Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), yang
manusiawi dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), pelanggaran
 Sumbernya adalah hasil pemikiran para hukum diselesaikan oleh Pengadilan.
 Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti
pakar dan pengalaman para anggota senior. fisik, penyelesaian pelanggaran hukum memerlukan bukti
fisik.

Persamaan dan Perbedaan Etik dan Hukum


1. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan.
2. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran.

Undang-Undang Tentang Kesehatan dan Kedokteran


Hukum kesehatan meliputi semua ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan yang mengatur hak dan kewajiban individu,
kelompok atau masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan pada satu pihak, hak
dan kewajiban tenaga kesehatan dan sarana kesehatan sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan di pihak lain yang mengikat masing-masing pihak dalam sebuah
perjanjian terapeutik dan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan lainnya yang berlaku secara lokal, regional, nasional
dan internasional. Suatu perkara pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan.

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai