Anda di halaman 1dari 9

Studi Kasus “Perlindungan Konsumen Secara

Umum”
1. Kasus DNA Babi pada obat, 2 Undang –Undang Dilanggar Produsen

Keterbukaan informasi mengenai kandungan makanan dan obat-obatan merupakan hal


serius yang harus dipenuhi oleh produsen. Badan Pengawasan Obat dan Makanan
menyatakan suplemen makanan Viosin Ds produksi PT Pharos Indonesia dan Enzylex tablet
produksi PT Medifarma Laboratories terbukti positif mengandungg DNA babi. Dengan
nomor izin edar NIE POM SD.051523771 dengan nomor bets BN C6K994H untuk Viostin
DS dan NIE DBL 7214704016A1 nomor bets 16185101 untuk Enzyplex tablet. BPOM
menginstruksikan kedua produsen menghentikan produksi dengan nomor bets tersebut.
Upaya perlindungan untuk konusmen adalah selain mengaudit secara komprehensif terhadap
seluruh proses pembuatan dari semua merk obat yang diproduksi oleh kedua produsen
farmasi yanng dmaksud. Dikarenakan khusus konsumen muslim, berdasarkan UU no.33
tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, proses produksi dan koten oobat hars bersertifikat
halal. Bagi kedua produsen diberi sanksi karena telah banyak melanggar UU baik UU No.8
tahun 1999 tetang Perlindngan Konsumen, UU, Jaminan Produk Halal, dan regulasi lainya.

2. Kasus Obat Palsu di Indonesia Kembali Tumbuh

Obat palsu menurut BPOM termasuk dalam kategori yang sangat membahayakan bagi
kesehatan, karena kandungan zat yang berada didalamnya hanya ada dua kemungkinan, yaitu
jika bukan tanpa zat bermanfaat ataupun berada diluar ambang batas yang ditetapkan.
Dampak yang dirasakan apabila mengkonsumsi obat palsu dapat beragam, mulai dari
penyakit yang tak kunjung sembuh karena kekurangan dosis ataupun mikroba yang semakin
kebal hingga berujung kematian. Di Indonesia setidaknya ada tiga Undang-Undang yang
menyinggung terkait obat-obatan , yaitu UU kesehatan, UU Merek, dan UU Perlindungan
Kosumen. Dalam UU kesehatan, hanya tercantum dua kategori obat yaitu obat yang tidak
sesuai syarat kesehatan dan obat dengan tanpa izin edar. Kemudian dalam UU Merek, hanya
mencantumkan terkait dengan pelanggaran merk obat. Sedangkan UU perlindungan
konsumen hanya menyebutkan hukuman bagi produsen obat yang terbukti membahayakan
konsumen. Berharap pemerintah mampu membuat sebuah kebijakan khusus yang membahas
mengenai obat palsu dengan hukuman setimpal. Dan menghimbau pemerintah untuk bekerja
sama di tingkat regional dan international guna memberantas peredaran obat palsu yang
melibatkan mafia perobatan. Tapi yang paling penting kesadaran masyarakat untuk dapat
membedakan dan menyadari bahaya penggunaan obat palsu.

3. Penyaluran Obat Keras Daftar G oleh Badan POM di makasar

Dipersidangan di Pengadilan Negri Makasar yang menangani perkara tindak pidana


pengedaran sediaan farmasi atau alat kesehatan. Dari tangan pengedar polrestabes menyita
11.222 butir obat daftar G. Obat daftar G yang disita yakni tramadol 3075 butir, tramadol
capsul 83 butir , Somadril 4593 butir, THD (Y) 105 butir, THD (segitiga) 190 butir , THD
(LL) 545 butir, THD 631 butir , dan Dextro 2000 butir. Konsumen Indonesia secara khusus
konsumen obat-obatan juga mempunyai hak atas informasi tehadap obat-obatan yang mereka
beli dan konsumsi. Hak-hak tersebut termasuk hak mengenai informasi obat tersebut, mulai
dari komposisi, indikasi, kontraindikasi, nama generik, harga eceran tertinggi (HET), aturan
pakai, batas kadauarsa, dan deskripsi obat. Peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai hak ini telah banyaj diterbitkan oleh pemerintah, khususnya dalam mengatur
mengenai informasi obat-obatan didalam label obat. Pada kenyataanya aturan-aturan ini tidak
ditaati oleh banyak pelaku usaha farmasi/produsen obat. Kepmenkes No.68 dan 69 tahun
2006 tentang pencantuman Nama Generik dan Harga Eceran Tertinggi merupakan aturan
yang tidak ditaati oleh hampir sebagian besar produsen obat. Pemerintah merumuskan
sekurang-kurangnya ada empat alasan pokok mengenai perlindungan konsumen yaitu
melindungi konsumen sama artinya melindungi seluruh bangsa indonesia diamanatkan oleh
tujuan pembangunan nasiona menurut pembukaan UUD 1945, melindungi konsumen perlu
untuk menghindarkan konsumen dari dampak negatif penggunaan teknologi, melindungi
konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat jasmani dan rohani sebagai
pelaku-pelaku pembangunan, melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber daya
pembangunan yang berasal dari masyarakat konsumen.

4. Kasus Obat Bius Tertukar

Kasus meninggalnya dua pasien Rumah Sakit Siloam Lippo Karawaci usai diberi injeksi
obat bius Buvanest Spinal buatan PT. Kalbe Farma, yang diduga isinya tertukar dengan asam
traneksamat-obat pengental darah, kasus ini dijadikan sebagai momentum untuk melakukan
audit secara berkala terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit agar tidak mucul kasus
serupa ditempat lain. Hal ini merupakan pelanggaran serius ,PT kalbe Farma selaku industri
farmasi yang memproduksi obat anestesi itu harus bertanggung jawab, bukan sekedar
menarik peredaran obat tersebut dipasaran. Begitu juga dengan Rumah Sakit Siloam yang
menangani langsung dua pasien tersebut. Jika terbukti melanggar, Kalbe Farma bisa dijerat
UU perlindungan Konsumen No.8 tahun 1999, sedangkan RS Siloam bisa dijerat UU No. 44
tahun 2009 tentang rumah sakit. Tidak hanya fokus pada tertukarnya isi obat, pihak
berwenang yang melakukan investigasi juga harus melihat dari sisi jaminan keamanan
pelayanan kesehatan, kefarmasian dan penyelenggaraan rumah sakit. Sebagai pihak produsen
obat, PT Kalbe Farma wajib memberikan kompensasi dan ganti rugi kepada keluarga korban.

5. Kasus Peredaran Vaksin Palsu dalam persepektif Sistem Hukum Indonesia

Pada tahun 2016 kasusu vaksin palsu sempat beredar dibeberapa rumah sakit di
indonesia. Diperkirakan ada 14 rumah sakit diduga menjadi tempat diedarkan vaksin palsu,
bahaya peredaran vaksin palsu ini jika dibiarkan terus akan menjadi ancaman serius bagi
masyarakat. Pemberiaan vaksin dimaksudkan sebagai kekebalan anatu antibody terhadap
suatu penyakit, yang mana penggunaan vaksin dilakukan dengan cara menyuntikan vaksin
tersebut ke tubuh pasien, sehingga pasien tersebut kebal terhadap penyakit tertentu. Jadi ,
walaupun anak tersebut mendapat infeksi tidak menyebabkan kematian atau menderita cacat.
Dengan beredarnya vaksin palsu menyebabkan kegagalan dalam pembentukan antibody
sehingga tubuh tidak dapat dilindungi dari serangan penyakit yang dapat dicegah dengan
vaksin tersebut, karena vaksin palsu ini tidak menimbulkan respon imun dan imunitas atau
daya tahan tubuh terhadap penyakit yang seharusnya dapat dilakukan oleh vaksin asli,
sehingga dapat dikata dengan beredarnya vaksin palsu ini menyebabkan kerugian bagi pasien
atau konsumen. Bentuk tanggung jawab pemerintah terdapat pada UU No.36 tahun 2009
tentang kesehatan, Peraturan Metri Kesehatan No.42 tahun 2013 tentang penyelenggaraan
Imunisasi, dan UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen juga mengatur tentang
perbuatan yang dilarang pelaku usaha, peran Badan POM dalam melakukan pengawasan
Vaksin, standarisasi dan sertifikat terhadap vaksin sebelum beredar di masyarakat. Betuk
tanggung jawab pelaku usaha terhadap korban akan dikenakan sanksi administrasi dimana
peringatan secara tertulis, larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan perintah untuk
penarikan kemabali obat atau bahan obat dari peredaran yang tidak memenuhi standar
kemanan,khasiat atau mutu, perintah pemusnahan obat, penghetin sementara kegiatan.
Bentuk tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen dalam Undang-Undang
Konsumen No.8 tahun tentang Perlindungan Konsumen diatur khusus pada pasal 19.

6. NAPZA

Berdasarkan informasi Polres A bahwa banyak ditemukan (Tablet Carnophen


beredar di kalangan remaja) telah dilakukan pemeriksaan terhadap apotek-apotek di
Kabupaten tersebut dan pada salah satu apotek ditemukan penjualan bebas rata-rata
perbulan sebanyak 12 box dan Trihexyphenidyl sebanyak 7 box, penjualan tanpa resep.
Ephedrine tablet rata-rata 3 kaleng @ 1000 tablet serta penjualan tanpa resep diazepam 5 mg
tablet sebanyak 30 tablet. Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 8 ayat 1c Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 8
ayat 4 Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan info secara lengkap dan benar.

7. Pangan

Berdasarkan hasil pengawasan Balai Besar POM Makassar di temukan produk Pangan
mengandung bahan kimia obat dengan Hasil Uji Laboratorium BBPOM Makasar sebagai
berikut:

Nama Sarana : UD. Green Nirmala

Alamat : Dsn Semawut RT.11 RW 4 Sidoarjo

Nama Pemilik : Moch. Ali

Jenis Produk : Kopi Instant “JOMOON”

Perizinan : PIRT

Hasil Uji : Sildenafil

UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Bagian Pertama, hak dan kewajiban konsumen Pasal 4

Hak konsumen adalah:


o Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa.
o Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
o Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa.

8. Pangan

Mi Berformalin dari Bekasi Dijual di Jakarta dan Bogor. Belasan ton mi berformalin
setiap hari dijual di beberapa pasar di Jakarta dan Bogor. Di Jakarta, mi dijual di sejumlah
pasar di Jakarta Timur, antara lain Pasar Bulak Klender dan Pasar Gapok. "Pelaku produsen
mi berformalin tidak hanya satu orang," kata Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil,
Menengah, dan Perdagangan (KUMKMP) DKI Jakarta Irwandi, Jumat, 5 Agustus 2016.
Dinas Koperasi menangkap Gunawan, warga yang membuat mi berformalin, di rumahnya di
RT 03 RW 03 Kandang Monyet, Desa Taman Rahayu, Kecamatan Setu, Bekasi. Di tempat
itu, Gunawan membuat minimal 3 ton mi berformalin setiap hari. 
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan sendiri, keluarga, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

9. Kosmetika

Tentang penjualan kosmetik palsu yang terjadi di Indonesia yaitu, pada tahun 2018 lalu
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bareskrim Polri menggerebek ruko yang
berfungsi sebagai pabrik kosmetik ilegal di Jalan Jelambar Utama Raya Nomor 19A, Grogol
Petamburan, Jakarta Barat. Dari hasil penangkapan, polisi mengamankan satu tersangka
berinisial H sebagai pemilik dan produsen. BPOM menjelaskan H memfasilitasi tempat
pembuatan sekaligus memasarkan produk-produk ilegal itu. H mengaku, telah memproduksi
kosmetik palsu selama satu tahun dan mendapatkan keuntungan besar. BPOM menyebut
omzet pabrik kosmetik palsu itu bisa mencapai Rp 100 juta sepekan dan barang bukti yang
disita bernilai Rp 2,5 miliar. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan
lainnya (pasal 4 UU No 8 Tahun 1999) tentang Perlindungan Konsumen adalah kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam
perlindungan konsumen. Sebaliknya, pelakuusaha bertanggung jawab memenuhi
kewajibannya dengan memberikan informasiyang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
jaminan barang dan0atau jasa tersebut

10. Makanan

Di awal 2015 kita dikejutkan pabrik saus palsu yang terbongkar di daerah Bandung.
Pabrik ini ternyata telah beroperasi selama 14 tahun. Saus palsu ini tentunya membahayakan
konsumen karna memakai standar pembuatan yang tidak sesuai. Apalagi dengan bahan-bahan
yang dipakai ternyata memakai zat kimia. Saus ini 100% tidak memakai cabai atau tomat
sama sekali. Mereka menggunakan essens rasa tomat dan cairan kimia ekstrak cabai. Terlebih
kemasan yang digunakan tidak mencantumkan komposisi yang dipakai, jelas ini adalah
penipuan terhadap konsumen.

11. Kasus tokopedia

Pada tanggal 15 Agustus 2018 Tokopedia menggelar program promosi flash sale. Flash
sale merupakan program promosi barang-barang yang dijual dengan potongan harga dalam
rangka ulangtahun ke-9 tokopedia tersebut. Namun dikabarkan ada beberapa karyawan
tokopedia yang melakukan tindakan kecurangan atau fraud. Karyawan tersebut menahan
dengan cara membeli untuk kepentingan pribadi sebanyak 49 produk promo yang seharusnya
ditawarkan kepada konsumen secara bebas pada saat masa flash sale. Sesuai dengan UU No.
8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pihak tokopedia melakukan pemecatan
beberapa karyawan yang curang. Pemecatan karyawan tersebut dikarenakan untuk
melindungin kepentingan konsumen tokopedia. Dan agar dapat dipercaya oleh konsumennya
kembali.

12. Kasus pelanggaran oleh produk HIT

Produk HIT dikenal dengan anti nyamuk yang efektif dan murah. Tetapi, ternyata
murahnya harga membawa dampak negatif bagi konsumen HIT. Karena telah ditemukannya
bahan berbahaya bagi kesehatan konsumen HIT. Kandungan bahan yang berbahaya dalam
produk HIT, yaitu Propoxur dan Diklorvos. Zat ini sangat beresiko bagi kesehatan konsumen,
antara lain keracunan terhadap darah, gangguan saraf, gangguan pernafasan, gangguan
terhadap sel pada tubuh, kanker hati, dan kanker lambung. Jenis produk HIT yang dinyatakan
berbahay ialah HIT 2,1 A (Jenis semprot) dan HIT 17L (Cair isi ulang).

Sejak awal 2004 Departemen Pertanian telah mengeluarkan larangan penggunaan


diklorvos untuk pestisida dalam rumah tangga. Dalam kasus tersebut dengan jelas pemerintah
tidak sungguh – sungguh berusaha melindungin masyarakat umum sebagai konsumen. Maka
dari kasus ini pemerintah dapat memberitahu kepada produsen HIT dapat menciptakan
produk baru yang mengandung bahan kimia yang lebih aman lagi bagi kesehatan
konsumennya. Dan himbauan bagi masyarakat sebagai konsumen dapat memilih jenis produk
anti nyamuk yang lebih aman dan berhati-hati dalam menggunakan anti nyamuk tersebut.

13. Kasus penggrebekan pusat kosmetik home industry

Pada bulan Mei 2013 BPOM Semarang menyita bahan kosmetik yang diperkirakan
mengandung bahan obat yang terlarang di daerah Purwokerto tepatnya di komplek Permata
hijau. Kepala BPOM Semarang Yaitu Dra. Zulaimah Msi Apt, menyebutkan bahan baku
yang digunakan adalah berupa bahan kimia Obat (BKO) seperti, obat-obatan jenis antibiotik,
deksamethason, hingga hidroquinon untuk dijadikan sebuah krim kecantikan. Penggrebekan
rumah produksi krim kecantikan ini, dilakukan karena belum memiliki izin produksi dari
BPOM dan tidak memiliki Apoteker penanggung jawab. Sementara penggunaan bahan baku
kosmetik harus mendapat pengawasan ketat, karena penggunaan bahan baku yang tidak
semestinya dapat membahayakan konsumen.

Pada UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen adalah hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/produk dan jasa.
Produsen dengan jelas melanggar hak konsumen sebagaimana yang tercantum pada pasal 4a
dimana pabrik ini memproduksi kosmetik bercampur bahan kimia obat yang dapat
membahayakan keselamatan konsumen. Dengan kasus ini pemilik rumah produksi krim
kecantikan ini dikenai hukum pelanggaran dalam bidang POM sesuai UU No. 35 tahun 2009
yang bisa dikenai sanksi pidana maksimal 15 tahun penjara atau 1,5 miliyar. Dan dengan cara
penutupan usaha serta penarikan produk. Dan konsumen berhak mendapatkan ganti rugi
berupa material/immaterial yang telah dideritanya, pemulihannya pada keadaan semula.

Meskipun BPOM sudah mengeluarkan aturan dan pasal yang menjerat bagi
pelanggarannya namun tim penyidik dari BPOM harus segera menangani kasus kosmetik
yang tidak sesuai dengan protab agar tidak semakin banyak dan meresahkan masyarakat. Dan
bagi masyarakat harus menjadi konsumen yang cerdas, tidak mudah percaya iklan, lebih teliti
dalam memilih produk kecantikan, selektif dalam iklan, dan mencari tahu informasi sumber
kosmetik yang aman dengan nomor izin edar yang berlaku.

14. Kasus kemenangan konsumen melawan pengelola parkir atas kehilangan mobilnya.

Kasus ini terjadi pada Desember 2008. Awal mula pemilik mobil yang bernama Afifah
yang usai berbelanja, Afifah langsung menuju parkiran. Ternyata di tempat yang ia parkirkan
mobilnya tersebut malah tidak ada mobilnya disitu. Afifah langsung melaporkan kejadian itu
ke petugas, dan bersama-sama mencari mobilnya tersebut. Meskipun hasilnya nihil dan
mobilnya tidak ketemu (hilang). Afifah pun mengajukan gugatan ke PN Jakarta selatan pada
tahun 2010 lalu.

Kepada tergugat yaitu PT Carrefour Indonesia dan PT Jasa Prima Suksesindo


(Mandiri Security Service) Afifah Dewi meminta ganti rugi sebesar Rp. 68,5 juta yang sesuai
dengan harga mobilnya. Serta ganti rugi imateril. Dalam gugatan, dijelaskan bahwa mobil
Afifah digondol orang dengan karcis parkir lainnya. Dengan hal tersebut adalah bukti
kelalaian petugas parkir yang tidak memeriksakan STNK mobil yang keluar dari kawasan
parkiran.

Dalam kasus ini sudah jelas pihak yang terkait sudah melanggar hak konsumen yang
menyebabkan kerugian bagi konsumen. Maka dari itu pihak yang terkait harus mengganti
rugi sesuai dengan permintaan konsumen tersebut. Dan dari kasus tersebut pihak terkait dapat
lebih berhati-hati lagi serta lebih teliti lagi dalam mengawasi kendaraan yang terpakir.

15. Kasus Kecurangan Ritel yang Merugikan Konsumen

Ditengah komperatifnya persaingan ritel sekarang ini, masyakarat dituntut untuk menjadi
konsumen yang cerdas,yaitu mereka harus perduli dengan hak-haknya yang sering dilanggar
oleh pelaku usaha. Pasalnya usaha ritel kerap kali melakukan perbuatan curang dalam bentuk
apapun, antara lain dengan cara kembalian dalam bentuk permen, menipu harga di bandrol
dengan harga asli, dan masih menjual makanan telah lewat tanggal kadaluwarsanya. Banyak
masyarakat yang tidak mempermasalahkan hal ini dengan alasan kerugian yang ditimbulkan
tidak terlalu besar. Oleh karena itu, masyarakat harus menjadi konsumen yang cerdas dan
dapat menggalang kekuatan untuk menangani kasus kecurangan yang terjadi.
Menanggapi banyaknya pelaku usaha ritel yang mencurangi konsumen, Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menghimbau para pelaku usaha terutama swalayan
atau sejenisnya agar memberikan pelayanan yang baik dan jujur terhadap konsumen terutama
dalam perhitungan belanjaan konsumen yang artinya harus sesuai dengan tarif yang tertera
pada barang-barang di swalayan. Oleh karena itu, YLKI mendesak Dinas Perdagangan
setempat sebagai instansi berwenang agar melakukan pengawasan sekaligus mengingatkan
terhadap pelaku usaha perdagangan agar selalu berlaku jujur terhadap konsumen. Sebab,
konsumen adalah raja.

Begitu pula dengan praktek kecurangan yang dilakukan ritel kepada konsumennya,
hendaknya pemerintah maupun pihak yang terkait lainnya dapat mengambil langkah tegas
dalam menindaklanjutan terhadap kecurangan tersebut yang merugikan konsumennya.
Jangan biarkan konsumen nakal terus berkembang dan merajalela mencari keuntungan lebih
dengan mencurangi konsumen karena pembiaran pemerinta itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai