Anda di halaman 1dari 16

SERI ENTERPRENEURSHIP

Modalitas terbesar yang ada pada diri


seorang Apoteker adalah pengetahuannya
tentang obat, akan tetapi modalitas ini tidak
disadari oleh kebanyakan Apoteker,
sehingga mereka harus terpenjara di Apotek
atau pada fasilitas layanan kefarmasian yang
lain tidak lebih
hanya sebagai seorang
pelayan

Pharma Care Consulting

KATA PENGANTAR
Kita sudah menghabiskan uang rakyat milyaran rupiah untuk
mengatur pekerjaan kefarmasian. Uang rakyat yang digunakan
oleh pemerintah dalam menyusun / membuat peraturan
perundangan termasuk di dalamnya untuk melakukan
legalisasi peraturan perundangan tersebut di Dewan
Perwakilan Rakyat, tetapi hingga saat ini masalah pekerjaan
kefarmasian tidak juga beres dan malah semakin rancu.
Kita mulai dari PP 25 Tahu 1980 yang sangat fenomenal.,
saya sebut fenomenal karena lahirnya tepat di tapal batas
antara masa lalu dan masa depan farmasi. Bab, Pasal dan
ayatnya begitu membesarkan hati Apoteker kala itu, tetapi
kemudian layu dan mati.

Pharma Care Consulting

Page

Sejawat, marilah kita kaji PP 51 ini secara mendalam, agar


tidak ada lagi suara iri hati dari para Apoteker yang
menginginkan disamakan derajadnya dengan profesi dokter.
PP 51 sudah memberi kemungkinan yang terbuka lebar bagi
para Apoteker untuk sejajar dengan profesi lainnya, termasuk
dengan profesi dokter.

Generasi berikutnya adalah PP 51 Tahun 2009 tentang


Pekerjaan Kefarmasian. Inilah Peraturan Pemerintah yang
saya sebut sebagai Sang Penakluk, karena didalamnya berisi
harta karun yang tidak ternilai harganya, merupakan kekayaan
bagi Profesi Apoteker yang tidak terukur nilainya. Menurut
persepsi saya, inilah saatnya Apoteker Indonesia bangkit.

Untuk itu diperlukan perubahan paradigma bahwa aspek


terpenting dari obat bukanlah ujudnya sebagai komoditas
barang dagangan, tetapi adalah informasi yang benar tentang
obat tersebut. Dengan paradigma ini maka Apoteker bisa lepas
dari predikat si penjaga obat, karena memang sebenarnyalah
apoteker itu adalah akhli tentang obat, akhli dalam membuat
obat dan memberikan informasi yang benar tentang obat.
Sementara ujud obat sebagai komoditas dagang adalah tugas
pemerintah yang melakukan pengawasan.

Page

Selama ini, Apoteker terpenjara di Apotek, menjadi pelayan


untuk menyiapkakn resep dan menjaga obat sehingga tanpa
Apotek, Apoteker tidak dapat berpraktik. Maka tinggalkanlah
masa lalu itu, dengan PP 51, Apoteker dapat melakukan
Praktik Mandiri melalui hubungan fugsional dengan Apotek.
Ingatlah : Aspek penting dari obat bukanlah ujudnya sebagai
komoditas dagang, tetapi adalah informasi tentang obat
tersebut, soft skill ini tidak bisa dirampas oleh profesi lain,
karena Apoteker adalah Akhlinya dan diberi wewenang oleh
peraturan perundangan.

Pharma Care Consulting

PRAKTIK APOTEKER MANDIRI, MUNGKINKAH?

Ini adalah ruang bagi Apoteker pejuang, yaitu para Apoteker


yang berani memperjuangkan dan mempertahankan hak dan
martabatnya yang telah diamanatkan di dalam PP 51. Selama
ini banyak di antara sejawat yang beranggapan bahwa
Pelayanan Informasi Obat merupakan sebagian kecil saja dari
Pekerjaan Kefarmasian. Itulah sebabnya Apoteker tidak
pernah terlepas dari penjara yang bernama Apotek, karena
terikat dengan ujud obat sebagai komoditas dagang bukan
substansinya.
Pelayanan Informasi Obat inilah yang merupakan Soft Skill
Apoteker yang tidak bisa dirampas oleh profesi lain., dan inilah
ruang yang teramat besar yang bisa menampung berapapun
jumlah Apoteker yang ada, yang selama ini luput dari perhatian
kita.

Pharma Care Consulting

Page

Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk


pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional

Pelayanan Informasi Obat merupakan salah satu Pekerjaan


Kefarmasian, tertuang dalam PP 51 BAB I, Pasal 1, Ayat 1:

Di dalam ayat ini, Pekerjaan Kefarmasian- Pelayanan


Informasi Obat tidak harus di Apotek atau di suatu tempat
sebagaimana yang telah disebutkan di dalam PP 51. Karena
Pelayanan Informasi Obat itu merupakan Soft Skill yang
melekat pada diri seorang Apoteker, karena soft skill tersebut
merupakan keakhlian yang melekat dan memberi informasi itu
tidak harus berada di Apotek atau di suatu institusi seperti
Rumah Sakit, hal ini sesuai dengan yang tercantum pada BAB
1, Pasal 1, Ayat 4 :

Page

Pada Ayat 4 di atas tidak dikatakan kalau Pelayanan


Kefarmasian dalam hal ini Pelayanan Informasi Obat yang
dilakukan oleh seorang Apoteker harus di Apotek atau Rumah
Sakit, dan harus menunggu seorang Apoteker mengelola
apotek terlebih dahulu, baru boleh memberi informasi kepada
pihak lain. Di dalam ayat tersebut di atas hanya disebutkan
kalau Pelayanan Kefarmasian ( Pelayanan Informasi Obat),
merupakan pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi. Kata
berkaitan dalam ayat 4 tersebut dapat berarti berkorelasi
atau berhubungan, jadi hanya berhubungan dengan Sediaan
Farmasi bukan berikatan!.

Pelayanan Kefarmasian adalah pelayanan langsung dan


bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien

Pharma Care Consulting

Page

Substansi Ayat 4 tersebut, dalam hal seorang Apoteker


melakukakn Pekerjaan kefarmasian berupa Pelayanan
Informasi Obat yang merupakan pelayanan langsung secara
praktik bisa terpenuhi. Sementara aspek pelayanan yang
bertanggung jawab harus didukung dengan dasar hukum
yang pasti. Dengan demikian, PP 51 BAB 1,Pasal 1, Ayat 1
dan 4 telah membuka peluang bahwa Praktik Apoteker Mandiri
adalah mungkin.

Pharma Care Consulting

PELAYANAN KEFARMASIAN YANG


BERSIFAT LANGSUNG
Pelayanan langsung adalah suatu pelayanan yang
memerlukan kehadiran, ini adalah syarat mutlak bagi suatu
profesi. Seorang Apoteker yang akan melakukan akad
perjanjian kerjasama dalam pengelolaan Apotek di hadapan
notaris, tentu harus hadir dan berhadapan langsung dengan
notaris yang bersangkutan bersama dengan para pihak yang
akan melakukan akad/perikatan perjanjian. Pelayanan oleh
notaris kepada klien tersebut adalah pelayanan langsung.
Seseorang pengacara yang melakukan pembelaan terhadap
klien di dalam sidang pengadilan, wajib hadir dan tidak boleh di
remote dari jauh atau via telefon, dan ini juga termasuk
pelayanan langsung.

Page

Oleh sebab itulah, bagi setiap pekerja profesi,kehadiran


merupakan syarat mutlak yang tidak bisa ditawar. Karena
dengan kehadiran, seorang pekerja profesi akan dapat
mengenali dan mendalami seseorang yang akan menjadi klien
atau pasien dan memastikan bahwa memang benar seseorang

Demikian pula dengan seorang dokter dalam menjalankan


praktik, diperlukan kehadiran antara dokter dan pasien saling
bertatap muka, hal ini penting agar rekomendasi yang
diberikan oleh dokter tersebut tidak disalah gunakan.

Pharma Care Consulting

yang datang dan berhadapan dengannya adalah orang yang


membutuhkan keakhliannya.
Dimensi kehadiran langsung dalam melakukan Pekerjaan
Kefarmasian inilah yang sekian lama dilupakan dan
ditinggalkan oleh banyak Apoteker. Padahal dimensi kehadiran
ini merupakan syarat mutlak untuk pekerjaan profesi. Tanpa
kehadiran maka syarat Pelayanan Kefarmasian yang bersifat
langsung tidak akan terpenuhi.

PELAYANAN LANGSUNG YANG BERTANGGUNG JAWAB


Dimensi pelayanan langsung yang bertanggung jawab
memang merupakan hal penting untuk pertanggung jawaban
farmasetik dan hukum. Kita coba menelaah kembali pada PP
51 Tahun 2009:
Pasal 1, Ayat 8 :

Pharma Care Consulting

Page

Di dalam ayat tersebut di atas jelas bahwa dalam melakukan


Pekerjaan Kefarmasian diperlukan sarana. Tetapi tidak ada
satu klausulpun di dalam PP 51 yang menjelaskan bahwa
sarana yang dimaksud hanya terbatas pada sarana
Pengadaan Sediaan Farmasi,
produksi, distribusi dan
Pelayanan Sedian Farmasi saja. Memang pada BAB II, Bagian
Kesatu ,Pasal 5, PP 51 Tahun 2009 disebutkan :

Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk


melakukan Pekerjaan Kefarmasian.

Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:


a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan
Farmasi
b. Pekerjaan kefarmasian dalam Produksi Sedian
Farmasi
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau
penyaluran Sediaan Farmasi; dan
d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan
Farmasi.
Akan tetapi ruang lingkup pasal 5 tersebut di atas tidak secara
definit-legal membatasi bahwa hanya 4 kriteria itulah yang
menjadi ruang lingkup Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian.
Demikian juga dengan Pasal 1, Ayat 11, yang menyatakan
bahwa Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian,
yaitu Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik,
toko obat atau praktik bersama.
Kata yaitu pada pasal 1, ayat 11 tidak berarti hanya itu saja,
klausul tersebut merupakan bentuk statemen yang belum final
dan tidak membatasi secara legal formal.

Pharma Care Consulting

Page

Dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas


Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/atau Tenaga Tekhnis Kefarmasian

Selanjutnya, Pasal 20, PP 51 :

Pasal 21, Ayat 1:


Dalam menjalankan praktik Kefarmasian pada fasilitas
Pelayanan kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar
pelayanan kefarmasian.
Pasal 23, Ayat 1:
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 harus menetapkan
Standar Prosedur Operasioanal.
Pasal 23, Ayat 2:

Page

Sekarang menjadi jelas bahwa PP 51 tidak secara definitelegal membatasi bahwa Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian
hanya meliputi 4 ruang lingkup saja, karena pasal 5 tersebut
tidak menjelaskan demikian. Sehingga ada kemungkin bahwa
Pelayanan Informasi Obat menjadi bentuk pelayanan yang
berdiri sendiri, yang memungkinkan seorang Apoteker dapat
melakukan praktik mandiri. Demikian juga, tidak ada satu
klausulpun yang menyatakan bahwa permodelan praktik
Apoteker secara mandiri tanpa Apotek adalah termasuk
perbuatan melawan hukum.

Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan


diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pharma Care Consulting

SARANA PRAKTIK APOTEKER MANDIRI


Untuk memahami kosep pemikiran Apoteker Praktik Mandiri
ini, marilah kita susun pasal-pasal PP 51 secara kronologis
menjadi sebuah artikel atau cerita:
Pekerjaan Kefarmasian adalah Pelayanan Informasi Obat
yang bersifat langsung dan bertanggungjawab kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Pekerjaan Kefarmasian dilakukan pada
Fasilitas Kefarmasian, dan di dalam melakukan Pekerjaan
Kefarmasian, Apoteker harus menetapkan Standar Prosedur
Operasional yang dibuat secara tertulis. (Rangkuman PP 51,
Pasal 1, Ayat 1, Ayat 4, Ayat 8, Ayat 11/Pasal 5/ Pasal 19 dan
Pasal 20 ).

Pharma Care Consulting

Page

Pasal 2
1. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan
pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda
registrasi.
2. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa:

10

A. SARANA
Seorang Apoteker yang akan menjalalankan
Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki STRA, yang di
atur
di
dalam
Permenkes
RI
Nomor
889/MENKES/PER/V/2011.

a. STRA bagi Apoteker; dan


b. STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian
Pasal 3
1. STRA dan STRTTK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dikeluarkan oleh Menteri
2. Menteri memndelegasikan pemeberian:

a. STRA kepada KFN; dan


b. STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
Sampai pada tahapan ini, seorang Apoteker yang akan
melakukan Praktik Mandiri tidak menghadapi kendala, semua
berjalan sesuai dan memenuhi aspek legal formal.
Pasal 17
1. Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan
pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin
sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.

Pharma Care Consulting

Page

a. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di


fasilitas pelayanan kefarmasian

11

2. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berupa:

b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas


pelayanan kefarmasian
c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan
pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi
atau fasilitas distribusi/penyaluran;atau
d. SIKTTK bagi Tenaga Tekhnis Kefarmasian
yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada
fasilitas kefarmasian.

Pharma Care Consulting

Page

Sarana Praktik Apoteker Mandiri, bukanlah tempat atau


fasilitas penyimpanan perbekalan farmasi. Praktik mandiri
dapat di lakukan di Apotek atau ditempat lain terpisah dari
apotek, karena tugas apoteker praktik mandiri adalah
melakukan verifikasi dan penilaian terhadap resep sebagai
permintaan tertulis dari dokter kepada apoteker dan kemudian
memberikan persetujuan apakah resep dapat dilayani atau
tidak.

12

Pada tahapan ini, seorang Apoteker wajib memiliki surat izin


berupa SIPA. Di sinilah diperlukan peran IAI dalam
memfasilitasi hubungan dengan Dinas Kesehahtan setempat.
Berdasarkan uraian di atas bahwa tempat melakukan
pekerjaan kefarmasian tidak dibatasi hanya pada Apotek,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat,
dan Praktik bersama. Tidak ada klausul yang berbunyi bahwa
hanya tempat-tempat itu yang diperbolehkan melakukan
pekerjaan kefarmasian. Sehingga diasumsikan, Pelayanan
Informasi Obat merupakan pelayanan kefarmasian yang dapat
berdiri sendiri.

Jadi ada 2 konsep Apoteker Praktik Mandiri:


1. Apoteker Praktik Mandiri tanpa Apotek
2. Apoteker Praktik Mandiri di Apotek, baik sebagai APA
atau sebagai APING

Pharma Care Consulting

Page

B. ASPEK LEGAL PRAKTIK APOTEKER MANDIRI


Permenkes 988 Tahun 2011 Tentang Registrasi, Izin
Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian telah
mengatur pemberian SIPA bagi apoteker yang ingin
melakukan praktik di Apotek sebagai Apoteker
Pendamping.
Mengapa Apoteker Pendamping dikatakan Apoteker
Praktik Mandiri? Apoteker pendamping merupakan
entry-point untuk realisasi praktik mandiri. Hal itu
dikarenakan sifat mutlak tentang kehadirannya di
apotek sebagai personel yang berwenang dalam
memberi persetujuan tentang pelayanan resep
sebagai permintaan tertulis dari dokter kepada
apoteker.
Marilah kita perhatikan dan resapi dengan benar
mengenai definisi resep berikut Resep adalah
permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi,dokter
hewan kepada apoteker. Definisi ini sangat jelas

13

Saat ini yang paling mungkin untuk melaksanakan praktik


mandiri adalah di Apotek walaupun dalam konsep pemikiran
bisa saja di tempat lain yang memenuhi syarat, tetapi untuk
saat ini praktik seperti itu belum lazim.

mengatakan bahwa resep bukan permintaan tertulis


dokter kepada Apotek, tetapi permintaan tertulis
kepada Apoteker. Oleh sebab itu wajib hukumnya
bagi Apoteker melakukan verifikasi dan penilaian
kemudian menyetujui atau tidak menyetujui untuk
resep tersebut dilayani oleh apotek. Dari defininisi
resep itu pula menjadi jelas bahwa setiap pelayanan
terhadap resep bukan atas rekomendasi/persetujuan
Apoteker adalah perbuatan melawan hukum.
C. PERAN BADAN PENGAWAS

Pharma Care Consulting

Page

BPOM adalah pihak yang paling bertanggung jawab


dalam melakukan pengawasan distribusi obat sampai
kepada pengguna akhir (End User). Fakta di lapangan
menunjukan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh
BPOM terhadap distribusi obat/pelayanan obat di
Apotek tidak sesuai dengan amanat peraturan
perundangan. BPOM biasanya hanya mencocokan
antara keluar-masuk obat pada kartu stock dengan
dokumen resep, tetapi tidak pernah mempertanyakan
apakah resep tersebut telah disetujui oleh Apoteker
untuk dilayani atau tidak. Bukankah definisi resep

14

Agar Apoteker Praktik Mandiri bisa berjalan efektif,


diperlukan peran DINKES dan Badan Pegawas-dalam
hal ini adalah BPOM agar dapat menjalankan
fungsunya dengan benar sesuai amanat peraturan
perundangan.

mengatakan bahwa resep adalah permintaan tertulis


dari dokter kepada Apoteker? Maka dari itu wajib
hukumnya bahwa pada lembar resep harus ada bukti
persetujuan oleh Apoteker sebelum dilayani oleh
apotek dan adanya Medication Record sebagai bukti
pertanggung jawaban praktik profesional seorang
apoteker. Tanpa peran penting BPOM terhadap
penegakan aturan ini, mustahil Apoteker Praktik
Mandiri bisa dijalankan.
Apoteker Praktik Mandiri bukanlah Apoteker dengan
kepemilikan Apotek sendiri, tetapi praktik yang dilakukan
dengan modalitas keakhlian yang dimiliki oleh apoteker tanpa
terikat hubungan struktural dengan Apotek.
Hubungan Apoteker Praktik Mandiri dengan Apotek adalah
hubungan fungsional, sebagaimana praktik profesional yang
dilakukan dokter.

Page

15

Bagi sejawat yang berminat untuk melakukan Praktik


Mandiri silahkan berkonsultasi melalui email :
pharmacareconsulting@gmail.com atau dapat melalui YM
dan inbox fb

Pharma Care Consulting

Anda mungkin juga menyukai