Anda di halaman 1dari 10

KASUS MANAGERIAL APOTEK

APOTEK KELUARGA 5

AHMAD SHOBIRIN
MAI SYARAH ARDILLA
ALFREDY SARAGIH

Dosen Pengampu:
apt. Fina Aryani, M.Sc

Apoteker penanggung jawab:


apt. Rahma Delfiyanti, S. Farm
KASUS

Apoteker A menjadi penanggungjawab apotek di kota Pekanbaru yang sekaligus sebagai owner apotek
tersebut. Suatu saat ia mendapatkan tawaran untuk menjadi penanggungjawab PBF dan ia menerima
tawaran tersebut. Tanpa melepas status sebagai APA, ia menjadi penanggungjawab PBF. Untuk
mencapai target yang telah ditetapkan PBF, apoteker A melakukan kerjasama dengan apotek miliknya
untuk mendistribusikan obat ke klinik dan balai pengobatan atau rumah sakit. Apotek akan
mendapatkan fee dari kerjasama ini sebesar 1% faktur penjualan.
KEYWORDS/TERMINOLOGI FARMASI

• Apoteker adalah Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah apoteker (PP 51, 2009 ; Permenkes RI, 2014).
• APA (Apoteker Penanggungjawab Apotek)) adalah apoteker yang melaksanakan tugas
dalam mengelola apotek. Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan,
yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta pelayanan farmasi klinik (Permenkes)
PENYELESAIAN
KASUS
Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan di bidangkefarmasian baik di
apotek, rumah sakit, industri, pendidikan, dan bidang lain yang masihberkaitan dengan bidang
kefarmasian. Bagi apoteker yang ingin bekerja pada industri farmasimaka maka harus memiliki SIKA
(Surat Izin Kerja) sedangkan untuk apoteker yang inginbekerja di pelayanan kefarmasian harus
memiliki SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker) Yangdimaksud dengan fasilitas pelayanan kefarmasian
adalah apotek, instalasi farmasi rumah sakit dan pusat layanan kesehatan lainnya.
POKOK PERMASALAHAN KASUS

Apoteker melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah


1. Melanggar aturan permenkes pasal 5
Melanggar aturan pasal 5 dalam Permenkes RI No.922/MENKES/PER/X/1993 yang berbunyi Apoteker
Pengelola Apotik tidak bekerja di suatu Perusahaan Farmasi dan tidak boleh menjadi Apoteker Pengelola apotik
di Apotik lain. Kedua, melanggar aturan pasal 18 ayat 1 Permenkes RI No.889/MENKES/PER/V/2011 yang
berbunyi SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan
untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
Dalam kasus ini, Apoteker A tidak hanya sebagai apoteker Penanggung Jawab di Apotek tetapi juga sebagai
Apoteker penanggung jawab di PBF, sehingga tidak hanya memiliki SIPA tetapi juga memiliki SIKA. Perbuatan
tersebut bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Hal ini diatur dalam Permenkes
No.889 Tahun 2011 pasal 18, bahwa SIPA atau SIKA hanya boleh untuk satu fasilitas kefarmasian, artinya satu
apoteker hanya boleh memiliki SIPA atau SIKA untuk satu tempat saja.
LANJUTAN

2. Melanggar UU No.5 tahun 1999 pasal 14 bagian 8


• Melanggar UU No.5 tahun 1999 pasal 14 bagian 8 yang berbunyi Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi
sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang
mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam
satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat. Pasal tersebut melarang namanya
integrasi vertical, yaitu perbuatan usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain dengan
tujuan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang
dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau
proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat
LANJUTAN

Sebuah kasus yang melibatkan sebuah perjanjian, harus diteliti isi dari perjanjian tersebut.
Tapi disini ada perjanjian antara apotek dan pbf berupa fee bagi apoteker, dimana apotek
dan pbf merupakan bagian dari proses penyaluran / distribusi kefarmasian yang
berkelanjutan hingga ke klinik atau rumah sakit sebagai tujuan akhir perjanjian tersebut.
Sehingga dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, tergantung bagaimana fee
tersebut digunakan untuk menimbulkan kerugian terhadap masyarakat. Jadi disimpulkan
bahwa pelanggaran yang terjadi adalah tindak pidana berupa integrasi vertikal.
SOLUSI

Solusi yang dapat kami berikan :


1. Sebagai apoteker harus mengetahui daan mentaati regulasi-regulasi terkait pekerjaan kefarmasian.

2. Apoteker A harus melepas salah 1 jabatan sebagai apoteker penanggang jawab apotek atau apoteker
penanggung jawab PBF .

3. Jika apoteker A tetap ingin menjadi apoteker penanggung jawab di PBF, maka apoteker A harus mencari
pengganti untuk menjadi apoteker penanggung jawab di apotik
4. Berhenti bekerjasama dengan PBF dengan perjanjian fee, karena dapat menimbulkan persaingan tidak sehat
dan merugikan fasilitas kefarmasian yang lain.

5.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai