Anda di halaman 1dari 19

TUGAS

UNDANG-UNDANG DAN REGULASI FARMASI


DI APOTEK

NAMA KELOMPOK :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

LIA FAUZIAH
MARTHA ZELVIANA JUZTIA
MERRY MEGAWATI
MUHAMMAD AMRU S.
NADIA SAPTARINA
SAYUTI
TRIASIH HARDIYANTI

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS


PROGRAM STUDI PROFESIAPOTEKER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR. HAMKA
2015

BAB I
PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang


Tugas dan fungsi apotek dari waktu ke waktu mengalami pergeseran
seiring dengan perkembangan di segenap aspek yang lain. Pada masa lalu apotek
lebih terkonsentrasi pada fungsi penyediaan obat (product oriented). Yaitu
bagaimana menyediakan obat yang bermutu dan aman bagi masyarakat. Pada
masa itu aktivitas peracikan obat sangat mendominasi. Karena formula produk
yang dibuat industri farmasi masih terbatas, apotek menyediakan berbagai bahan
baku untuk keperluan peracikan yang diresepkan oleh dokter.
Kemajuan teknologi dan maraknya industri farmasi telah membuat
produk-produk obat baru bermunculan setiap tahunnya. Formula-formula resep
yang dahulu harus diracik, kini sudah banyak diproduksi oleh industri. Aktifitas
peracikan di apotekpun mulai berkurang. Ditambah dengan fenomena semakin
banyaknya lulusan apoteker, maka orientasi apotekpun berubah. Dari product
oriented, kini bergeser kepada patient oriented. Yaitu pelayanan kefarmasian yang
berorientasi kepada pasien.
Kini perhatian lebih tertuju pada bagaimana pasien mendapatkan manfaat
yang sebesar-besarnya dari obat, dan terhindar dari bahaya-bahaya penggunaaan
obat. Aspek-aspek yang dinilai penting dalam pelayanan kefarmasien berorientasi
pasien adalah ketepatan dalam pemilihan dan penyediaan obat, informasi obat,
kepatuhan pasien, monitoring efek samping obat, dan evaluasi penggunaan obat

pada pasien. Salah satu institusi penting dalam pelayanan kesehatan kepada
masyarakat adalah apotek. Gambaran umum masyarakat mengenai fungsi apotek
barangkali masih sebatas bahwa apotek bertugas menyiapkan resep dan menjual
obat-obatan. Lebih dari itu tampaknya hanya sebagian kecil masyarakat yang
mengetahuinya. Persepsi tersebut menjadikan pasien tidak banyak mengerti akan
hak-haknya terhadap pelayanan kefarmasian di apotek.
Ketidaktahuan pasien akan hak-haknya bisa membuat proses terapi menjadi
tidak optimal. Pelayanan kesehatan kepada pasien akan berjalan efektif bila terjadi
perimbangan kesadaran dan kepemahaman antara penyedia layanan dengan pihak
pasien atau konsumen. Penyedia layanan berkewajiban mematuhi standar
kerja/profesi, di sisi yang lain masyarakat perlu sadar akan hak-haknya.
Ketidakberdayaan salah satu pihak akan cenderung memunculkan dominasi pihak
lain.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah hak

dan

kewajiban

produsen/penyedia

sediaan

dan

pekerjaan/pelayanan kefarmasian di apotek?


2. Apakan Untuk mengetahui kewajiban konsumen terkait di apotek?
3. Apakah Untuk mengetahui bentuk pelnggaran dn sanksi pelanggaran di
apotek?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban produsen/penyedia sediaan dan
pekerjaan/pelyanan kefarmasian.
2. Untuk mengetahui kewajiban konsumen terkait di apotek.
3. Untuk mengetahui bentuk pelnggaran dn sanksi pelanggaran di apotek

BAB II
ISI

2.1 Pengertian Apotek

Apotek menurut PP No. 51 Tahun 2009 adalah sarana pelayanan


kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi
atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional.
Berbeda dengan usaha-usaha bisnis murni, apotek adalah tempat
pengabdian profesi apoteker atau sering juga disebut farmasis. Profesi ini
dibekali dengan keilmuan dibidang obat dan memiliki kode etik yang
harus dipatuhi. Hanya apoteker yang berhak memimpin pengelolaan
apotek, karena sebagaimana kita tahu bahwa obat adalah sebuah produk
yang fungsinya bagaikan pisau bedah, tidak hanya membawa berkah,
namun juga bisa membawa bencana bisa salah menggunakannya.
2.2 Hak

dan

Kewajiaban

Produsen/penyedia

sediaan

dan

pekerjaan/pelayanan Kefarmasian di Apotek.


Pengertian Apoteker adalah Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, Apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan
sumpah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
1. Ijazah apoteker telah terdaftar di Departemen Kesehatan
2. Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai apoteker
3. Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri Kesehatan (SIK)

4. Sehat fisik dan mental untuk melaksanakan tugas sebagai


apoteker
5. Tidak bekerja di perusahaan farmasi atau apotek lain
Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan
menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang
tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai
pimpinan, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu
sabar sepanjang karier, dan membantu member pendidikan dan memberi peluang
untuk meningkatkan pengetahuan.
Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya
tergantung kepada kita sendiri.Kewajiban adalah sesuatu yg dilakukan dengan
tanggung jawab.Hak dan kewajiban dapat timbul dari adanya suatu perjanjian
yang dibuat para pihak ataupun yang telah ditentukan oleh undang-undang. Suatu
perjanjian yang dibuat oleh para pihak, akan menimbulkan suatu perikatan, yang
mana perikatan merupakan isi dari suatu perjanjian. Jadi, perikatan yang telah
dilaksanakan para pihak dalan suatu perjanjian, memberikan tuntutan pemenuhan
hak dan kewajiban terhadap pelaksanakan isi dari perjanjian.
Adapun hak-hak apoteker sebagai pelaku

usaha

pelayanan

kefarmasian diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang


Perlindungan Konsumen, yaitu:
o Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beriktikad tidak baik;
o Melakukan pembelaan diri yang sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
o Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang
diperdagangkan;

o Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan


lainnya.
Kewajiban-kewajiban

apoteker

sebagai

pelaku

usaha

pelayanan

kefarmasian diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang


Perlindungan Konsumen, yaitu:
o Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
o Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa serta memberikan
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
o Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
o Menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi dan
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/
atau jasa yang berlaku;
o Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan
mencoba barang dan/ atau jasa tertentu serta memberikan jaminan
atas barang yang dibuat dan/ atau diperdagangkan;
o Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/ atau jasa yang diperdagangkan; Selain itu, sebagai pelayanan
kefarmasian kewajiban apoteker juga diatur dalam Pasal 15.
Dalam menjalankan profesinya, Apoteker atau farmasis di apotek
diwajibkan mematuhi standar kompetensinya. Standar kompetensi farmasis di
apotek yang erat kaitannya dengan pelayanan kepada pasien atau konsumen
adalah:
1. Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal. Dalam
melayani resep, farmasis memastikan ketepatan resep dari aspek

kelengkapan resep, kesesuaian dosis, karakteristik pasien, interaksi antar


obat, dan hal-hal lainnya yang berhubungan. Selanjutnya melakukan
penyiapan dan penyerahan obat yang disertai dengan pemberian informasi
yang memadai dan dibutuhkan pasien agar penggunaan obat benar-benar
tepat. Lebih dari itu farmasis perlu melakukan evaluasi penggunaan obat
yang diresepkan tersebut untuk memantau kemajuan terapi dan apakah
terdapat masalah baru.
2. Memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin
melakukan pengobatan sendiri. Farmasis memberikan pertimbangan dan
nasehat untuk menjamin keamanan dan efektivitas pengobatan mandiri yang
dilakukan oleh masyarakat. Biasanya dilakukan dengan menggunakan jenis
obat-obat bebas.
3. Memberikan pelayanan informasi obat, baik bagi pasien, tenaga kesehatan
lain, masyarakat, maupun pihak-pihak lain yang membutuhkan guna
peningkatan kesehatan. Informasi obat antara lain meliputi khasiat/indikasi,
kontraindikasi, efek samping, dosis dan aturan pakai, interaksi obat,
peringatan-peringatan penggunaan suatu obat, penyimpanan obat, serta
harga obat.
4. Memberikan konsultasi obat. Hal ini mengingat kompleksitas permasalahan
pasien dalam penggunaan obatnya yang perlu dikomunikasikan kepada
farmasis. Farmasis harus mudah ditemui untuk membantu pasien
menyelesaikan masalahnya tersebut.
5. Melakukan monitoring efek samping obat. Yaitu memantau baik secara
langsung maupun tidak langsung terjadinya efek samping obat. Pasien juga
berhak melaporkan terjadinya efek samping obat kepada farmasis di apotek

agar dilakukan upaya-upaya pencegahan, mengurangi atau menghilangkan


efek samping tersebut.
6. Melakukan evaluasi penggunaan obat untuk menjamin bahwa terapi obat
sesuai dengan standar terapi, juga untuk mengontrol biaya obat. Sering
terjadi kesalahan dalam penggunaan obat karena ketidakpatuhan pasien
yang disebabkan faktor kurangnya informasi, bosan menggunakan obat,
ataupun karena faktor lainnya. Akibatnya proses terapi menjadi tidak
optimal, boros, bahkan bisa gagal. Pasien berhak untuk melaporkan
perkembangan pengobatannya kepada farmasis agar lebih terkontrol.
Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, apoteker harus memenuhinya
dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Jika apoteker bersalah tidak
memenuhi kewajiban itu, menjadi alasan baginya untuk dituntut secara hukum
untuk mengganti segala kerugian yang timbul sehubungan dengan tidak
dipenuhinya kewajiban itu, artinya apoteker harus bertanggung jawab secara
hukum atas kesalahan atau kelalaiannya dalam menjalankan kewajibannya.
Kode etik Apoteker Indonesia merupakan suatu ikatan moral bagi Apoteker.
Dalam kode itu diatur perihal kewajiban-kewajiban Apoteker, baik terhadap
masyarakat, teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya. Secara ringkas pokokpokok kode etik itu adalah, sebagai berikut.
a. Kewajiban Apoteker terhadap masyarakat:
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan memberikan contoh yang baik
di dalam lingkungan kerjanya.
Seorang Apoteker dalam ragak pengabdian profesinya harus bersedia
untuk menyumbangkan keahlian dan pengetahuannya.
Seorang Apoteker hendaknya selalu melibatkan diri di dalam
pembangunan Nasional khususnya di bidang kesehatan.

Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan


profesinya bagi masyarakat dalam rangka pelayanan dan pendidikan
kesehatan.
b. Kewajiban Apoteker terhadap teman sejawatnya:
Seorang Apoteker harus selalu menganggap sejawatnya sebagai saudara
kandung yang selalu saling mengingatkan dan saling menasehatkan untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik.
Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari setiap tindakan yang dapat
merugikan teman sejawatnya, baik moril maupun materiil.
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerja sama yang baik dalam memelihara, keluhuran
martabat jabatan, kefarmasian, mempertebal rasa saling mempercayai di
dalam menunaikan tugasnya.

c. Kewajiban Apoteker terhadap sejawat petugas kesehatan lainnya:


o Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat yang berkecimpung di bidang kesehatan.
o Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakannya atau
perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurang

/ hilangnya

kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan.


o Melihat kemampuan Apoteker yang sesuai dengan pedidikannya,
menunjukkan

betapa

pentingnya

peranan

Apoteker

dalam

meningkatkan kesehatan masyarakat, yaitu dengan memberikan suatu


informasi yang jelas kepada pasien (masyarakat). Contoh :
Penggunaan obat aturan pakai, akibat yang ditimbulkan oleh obat dan
sebagainya. Karena mengingat sebagaian besar masyarakat tidak
mengetahui hal tersebut, sehingga pemberian informasi yang jelas dan
tepat sangat dibutuhkan demi keamanan dan keselamatan pemakai
obat.
3.3 Hak dan Kewajiban Konsumen terkait di Apotek

Hak-hak pasien telah diakui dan diatur dalam perundang-undangan kita,


meskipun

secara

riil

masih

banyak

masyarakat

yang

belum

menyadarinya. Selanjutnya peraturan tersebut wajib diimplementasikan


dalam setiap jenjang pelayanan kesehatan, tidak terkecuali apotek.
Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mengalami pergeseran.
Dengan adanya standar kompetensi farmasis yang harus dipatuhi,
pelayanan kefarmasian di apotek sebagai salahsatu bagiannya, haruslah

mendorong terpenuhinya hak-hak pasien dan keberhasilan terapi pada


umumnya.

Hak-hak Pasien menurut Undang-UndangMenurut UU kesehatan no


23/1992 dalam Bab Penjelasan dari Pasal 53 ayat 2, hak-hak pasien
meliputi:
Hak untuk memperoleh informasi
Hak untuk memberikan persetujuan
Hak atas rahasia kedokteran
Hak atas pendapat kedua (second opinion)
Informasi yang berhak diterima pasien antara lain informasi mengenai:
penyakit yang diderita, tindakan medik yang hendak dilakukan, informasi obat,
kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk
mengatasinya, prognosanya, serta perkiraan biaya pengobatan.
Hak-hak pasien yang lain tetap berlaku terhadap pelayanan di apotek.
Seperti hak mendapatkan persetujuan, misalnya apakah resep akan diambil semua
ataukah tidak, pasien minta obat generik, dan menerima atau menolak
rekomendasi dari farmasis. Hak pasien atas kerahasiaan kedokteran, mewajibkan
pihak apotek untuk merahasiakan penyakit dan sebagainya yang berkaitan dengan
privasi pasien. Sedangkan hak terhadap pendapat kedua (second opinion),
memberikan kebebasan kepada pasien untuk berkonsultasi dengan farmasis
lainnya.
Apabila pasien semakin menyadari akan hak-haknya, dan tenaga
kesehatan mematuhi standar profesinya, maka dapat diharapkan proses
pengobatan kepada pasien menjadi lebih optimal. Pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan perlu terus dilakukan untuk mendorong terciptanya pelayanan
kesehatan yang berorientasi kepada masyarakat.

Kewajiban konsumen

Sesuai dengan pasal 5 undang-undang perlindunagan konsumen, kewajiban


konsumen adalah:
1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan / atau jasa, dewi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan / atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hokum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.

3.4 Bentuk Pelanggaran di Apotek


Berdasarkan berat ringannya pelanggaran, maka pelanggaran di apotek dapat
dikategorikan dalam dua macam. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat di
apotek meliputi:
Melakukan kegiatan tanpa ada apoteker atau tenaga teknis farmasi.
Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap.
Pindah alamat apotek tanpa izin.
Menjual narkotika tanpa resep dokter .
Kerjasama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak
yang tidak berhak dalam jumlah besar.
Tidak menunjuk apoteker pendamping atau apoteker pengganti
pada waktu APA keluar daerah.

Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apotek meliputi:


Tidak menunjuk Apoteker pendamping pada waktu APA tidak bisa
hadir pada jam buka apotek (apotek yang buka 24 jam).
Mengubah denah apotek tanpa izin.
Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak.
Melayani resep yang tidak jelas dokternya.

Menyimpan obat rusak, tidak mepunyai penandaan atau belum

dimusnahkan.
Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada.
Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh apoteker.
Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain.
Lemari narkotika tidak memenuhi syarat.
Resep narkotika tidak dipisahkan.
Buku narkotika tidak diisi atau tidak dapat dilihat atau diperiksa.
Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat
diketahui dengan jelas asal usul obat tersebut.

3.5.

Sanksi Pelanggaran di Apotek


Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat
dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi
administratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.

1332/MENKES/SK/X/2002

dan

Permenkes

No.922/MENKES/PER/X/1993 adalah :
Peringatan secara tertulis kepada APA secara 3 kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan
pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan dan
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat. Pembekuan izin apotek
tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat
membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam
keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah
dipenuhi.

Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila


terdapat pelanggaran terhadap:
Undang-Undang Obat Keras (St.1937 No.541).
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Adapun hak-hak apoteker sebagai pelaku usaha pelayanan
kefarmasian diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, yaitu:
o Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beriktikad tidak baik;
o Melakukan pembelaan diri yang sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
o Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang
diperdagangkan;
o Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Kewajiban-kewajiban

apoteker

sebagai

pelaku

usaha

pelayanan

kefarmasian diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang


Perlindungan Konsumen, yaitu:
o Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
o Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/ atau jasa serta memberikan penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

o Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta


tidak diskriminatif;
o Menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi dan
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/ atau
jasa yang berlaku;
o Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan
mencoba barang dan/ atau jasa tertentu serta memberikan jaminan atas
barang yang dibuat dan/ atau diperdagangkan;
o Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/ atau jasa yang diperdagangkan; Selain itu, sebagai pelayanan
kefarmasian kewajiban apoteker juga diatur dalam Pasal 15.
Hak-hak Pasien menurut Undang-UndangMenurut UU kesehatan no 23/1992
dalam Bab Penjelasan dari Pasal 53 ayat 2, hak-hak pasien meliputi:
Hak untuk memperoleh informasi
Hak untuk memberikan persetujuan
Hak atas rahasia kedokteran
Hak atas pendapat kedua (second opinion
Kewajiban konsumen
Sesuai dengan pasal 5 undang-undang perlindunagan konsumen, kewajiban
konsumen adalah:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan / atau jasa, dewi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan / atau
jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hokum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.

Berdasarkan berat ringannya pelanggaran, maka pelanggaran di apotek dapat


dikategorikan dalam dua macam. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat di
apotek meliputi:
Melakukan kegiatan tanpa ada apoteker atau tenaga teknis farmasi.
Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap.
Pindah alamat apotek tanpa izin.
Menjual narkotika tanpa resep dokter .
Kerjasama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak
yang tidak berhak dalam jumlah besar.
Tidak menunjuk apoteker pendamping atau apoteker pengganti
pada waktu APA keluar daerah.

Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat


dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi
administratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.

1332/MENKES/SK/X/2002

dan

Permenkes

No.922/MENKES/PER/X/1993 adalah :
Peringatan secara tertulis kepada APA secara 3 kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan
pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan dan
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat. Pembekuan izin apotek
tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat
membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam
keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah
dipenuhi.

3.2 Saran
1. Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan,
silahkan sampaikan kepada kami.
2. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan
memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput
dari salah khilaf atau kesalahan.

Anda mungkin juga menyukai