Kelompok 3
Anggota:
1. Winda Astri Gazali (1604089)
2. Yesi Permata Sari (1604029)
3. Yeliza Putri (1604103)
4. Septa Guna Efi (1604121)
5. Giya Fadhila (1704086)
6. Adila Ghina Rizkia (1704113)
Dosen Pemimbing : H. Zulkarni R, S.Si, M.Kes, Apt
• Pelanggaran kehadiran
• Realita disiplin apoteker saat ini masih sangat rendah kehadiran apoteker untuk
berpraktek memberikan pelayanan juga sangat rendah meskipun sloganslogan yang
dikeluarkan organisasi profesi dengan program “TATAP” Tanpa Ada Apoteker Tanpa
Ada Pelayanan ataupun slogan “ No & No” No Pharmachist No Service masih belum
efektif dalam implemtasinya tingkat kehadiran apoteker di farmasi komunitas seperti
apotek masih sangat rendah
• kendalakendala lain yang menjadi pedukungnya adalah sebagai berikut: 1) beban
kerja yang banyak, 2) kurangnya tenaga farmasi yang melayani, 3) tidak ada petunjuk
pasti tentang bagaimana melakukan kegiatan ini, 4) komunikasi dengan dokter /
tenaga kesehatan lainnya yang kurang, 5) persediaan obat yang tidak memadai, 6)
akibat pasien yang selalu bergonta-ganti apotek, 7) pasien yang tidak datang sendiri
sehingga sulit melakukan konseling (Darmasaputra, 2014)
• Apoteker yang tidak berada di apotek pada saat jam kerja atau jam buka
apotek terkesan seperti hanya menbari keuntungan dalam profesinya tanpa mengedepankan
kepentingan umum seperti yang telah disebutkan pada pasal 5 Kode etik Apoteker Indonesia yang
berbunyi ;Di dalam menjalankan tugasnya setiapApoteker dan farmasis harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri sematayang bertentangan dengan martabat dan tradisiluhur jabatan
kefarmasian.
• Informasi yang tidak tepat juga muncul dalam transaksi konsumen obat di apotek. Diduga hampir 99
persen apotek di Indonesia tetap buka dan menerima pelanggan walaupun apotekernya tidak di
tempat. Kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi pasien sebagai pihak yang lemah. Konsumen tidak
mendapat informasi lengkap tentang khasiat obat yang dibeli dari apotek terkecuali penjelasan
singkat tentang aturan pakai dari pelayan apotek tersebut, meski untuk menebus obat itu pasien
harus mengeluarkan biaya mahal. Praktisi kesehatan Ernawati Sinaga mengungkapkan penilaiannya
bahwa peran apoteker atau farmasis komunitas di Indonesia belum optimal. Apoteker di Indonesia
sudah sangat terbiasa untuk membiarkan apoteknya buka tanpa kehadirannya
• Pelanggaran pelayanan informasi
Obat berbalik akan berfungsi menjadi racun dengan segala bentuk akibatnya sampai dengan
kematian, apabila digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan cara penggunannya. Pada dasarnya
konsumen pengguna tidak akan mengetahui semua jenis produk barang dan jasa sehingga mereka
sangat memerlukan informasi produk barang dan jasa apa saja yang ada di pasaran.
Berdasarkan Kepmenkes 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek maka Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti,
akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya
meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Tahap selanjutnya Apoteker harus
memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya,
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC,asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan
konseling secara berkelanjutan.
• Informasi terkait obat penting bagi konsumen. Dengan
mengetahui secara mendetail informasi, maka konsumen
dapat mengetahui dengan pasti tujuan penggunaan dan hal-
hal lain yang terkait dengan obat yang dikonsumsi. Obat akan
berfungsi sebagaimana mestinya apabila digunakan sesuai
dengan tujuan dan cara penggunaan. Hal yang demikian ini
hanya dapat dicapai apabila dalam penggunaannya berada
dibawah pengawasan dokter beserta informasi-informasi yang
diberikan baik dari dokter maupun apoteker secara jelas, jujur,
dan benar.
Kasus
Seorang ibu bernama Mrs. M menjadi korban obat kedaluwarsa. Warga
Kelurahan Sudiang ini menuturkan, dia membeli obat kedaluwarsa itu
di salah satu apotek Daya. Dia mencari obat diare. Saat itu, kata Mrs.
M, dirinya hendak membeli Lacto B, suplemen makanan. Namun, oleh
penjaga apotek menyatakan jenis obat tersebut habis. Penjaga apotek
tersebut kemudian menawarkan Dialac yang tersimpan di lemari
pendingin. Menurut penjaga apotek tersebut, Dialac memiliki
komposisi dan kegunaan yang sama dengan Lacto B. Mrs. M
mengatakan, setelah obat tersebut diminumkan ke anaknya dengan
mencampurkan ke susu, anaknya muntah hingga lima kali. Mrs. M
kemudian membaca kemasan Dialac tersebut dan melihat bahwa obat
Pada kasus yang terjadi di apotek tersebut, dimana seorang
pasien diberikan obat yang sudah kedaluwarsa oleh pihak
apotek, kasus ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran
kode etik apoteker. Kode etik apoteker Indonesia merupakan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak dan nilai-nilai
yang dianut dan menjadi pegangan dalam praktik
kefarmasian.
Analisis pasal terkait :
Terima Kasih