Preseptor:
OLEH:
KELOMPOK IV
RIMA AN NISA (2030122057)
SEPTA GUNA EFI (2030122061)
SHERLY ASHWITA ALIEF F (2030122062)
study report ini dalam rangka Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Case study report ini
report ini tidak terlepas dari dukungan, doa, dan semangat dari berbagai
dan motivasi.
2. Ibuk Dr. apt. Eka Fitrianda, M.Farm dan Ibuk apt. Ria Afrianti,
2
4. Ibu dr. Susiyanti, Sp.PJ selaku Preseptor 1 yang telah
5. Ibu apt. Mutia Permata Sari, S.Farm selaku Preseptor 2 yang telah
7. Ibu apt. Okta Fera, M.Farm selaku Ketua Program Studi Profesi
3
Dalam penulisan tugas khusus ini, penulis menyadari masih banyak
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar tugas khusus ini
menjadi lebih baik lagi. Semoga tugas khusus ini dapat bermanfaat.
Penulis
4
BAB I
PENDAHULUAN
menyebabkan lebih dari 17 juta kematian di dunia setiap tahun (30% dari
seluruh penyakit tidak menular dan bertanggung jawab atas 17,5 juta
kematian atau 46% dari seluruh kematian penyakit tidak menular. Dari
akibat penyakit jantung koroner (PJK) dan 6,7 juta adalah stroke (Mendis,
2014)
meningkat.4 SKA terdiri dari angina pektoris tidak stabil (APTS), infark
5
Menurut American Heart Association tahun 2019, ST Elevation
disebabkan oleh suplai darah yang terhambat secara terus menerus yang
dan anemia berat) atau keduanya (Fauci et al, 2008). Infark miokard
segmen PR, T inversi, left bundle branch block (LBBB) atau right bundle
tinggi AV block (24%) karena ada keterlibatan bukan hanya dari arteri
nodus AV, tetapi juga suplai arteri superior menurun, yang berasal dari
6
interval PR (Sudoyo, 2010). Jika aliran ini terhambat, maka interval PR
derajat I, AV Block derajat II (terdiri dari Mobitz I dan II), dan AV Block
yang umum terjadi pada kasus STEMI, terjadi pada 2,7% - 14% pasien
(Sudoyo,2010)
Block (TAVB). Sebagai tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
pada pasien yang dirawat di HCU Jantung di Rumah Sakit Umum Daerah
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui Interaksi Obat Pasien STEMI Inferior dengan
Total Atrioventrikuler Block (TAVB) serta bagaimana cara
penanganannya.
2. Untuk mengetahui tanda-tanda gejala dan penyebab terjadinya
STEMI Inferior dan Total AV Block
1.3 Manfaat
1. Sebagai media meningkatkan kemampuan dan pengetahuan
penyusun sendiri.
2. Sebagai bahan bacaan dan penambah wawasan bagi masyarakat,
khususnya bagi sesama tenaga kesehatan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
sehingga tidak bisa secara efektif memperfusi dirinya sendiri atau organ
memompa darah karena otot jantung yang mengalami iskemia tidak dapat
jantung tidak berarturan dan curah jantung menurun secara drastic (Yudha,
2011).
8
Beberapa faktor penyebab terjadinya syok kardiogenik adalah :
2.1.3 Patofisiologi
9
meningkatkan aliran darah secara memadai sebagai respons terhadap
ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan
curah jantung dengan baik. Maka dimulailah siklus yang terus berulang.
yang berat. Akibat menurunnya perfusi coroner yang lebih lanjut akan
dan kerusakan miokardium ulang. Dari siklus ini dapat di telusuri bahwa
10
Menurut buku Aspiani 2015 timbulnya syok kardiogenik dengan
infark miokard akut dapat dikategorikan dalam beberapa tanda dan gejala
berikut:
kiri
infark berulang
substernal, rasa seperti ditekan, diperas, diikat, rasa dicekik, dan disertai
rasa takut. Rasa nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan dan punggung.
11
meningkatkan konsumsi oksigen yang menyebabkan hipoksia
miokardium
kehangatan) ke kulit
preload
2.1.5 Klasifikasi
Menurut Muttaqin 2009 Syok dapat dibagi menjadi tiga tahap yang
12
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel
yang hebat tidak pdapat lagi dihindari, yang pad akhirnya menuju
ke kematian
2016):
miokard
kardiogenik
13
Terdapat beberapa tambahan pemeriksaan penunjang pada syok
menahun (POM)
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
2. Intervensi farmakologi :
14
obat vasokontriksi, misalnya dopamine, epinefrin, dan
norepinefrin
15
meningkatkan kontraktilitas miokard dan laju jantung, yang
16
dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas dengan sedikit
17
2.2 AV Block
2.2.1 Definisi
salah satu jenis gangguan irama jantung, yaitu ketika aliran listrik dari
atau fungsi pada sistem konduksi jantung sehingga jantung berdetak lebih
lambat.
2.2.2 Etiologi
a. Obat-obatan
disopyramide.
propafenone.
dofetilide, ibutilide
18
b. Penyakit degeneratif, contohnya Lenegre disease yaitu suatu
myocarditis, varicella-zoster.
scleroderma.
Purkinje block.
2.2.3 Klasifikasi
1. AV block derajat I
19
digitalis, peradangan, atau penyakit degenerative sehingga terjadi
(Sudoyo, 2010)
- Gelombang P : normal
2. AV block derajat II
1) jika bloknya terjadi pada nodus AV, dan disebut blok AV derajat 2 tipe
20
diikuti kompleks QRS. Biasanya kelainan ini tidak menimbulkan gejala.
Kekurangan ini dapat teratur atau tidak. Penyebabnya ialah infark miokard
21
sementara dan bisa kembali normal, menetap atau berkembang jadi total
block.
- Interval PR : konstan
pada infark miokard akut dapat menetap dan dapat juga kembali normal
22
Karakteristik AV block derajat 3 adalah:
ventrikel
-Durasi QRS : Normal jika irama dari junctional dan melebar jika
fokus ventrikular
2.2.4 Patofisiologi
sistem konduksi jantung ventrikel. Aliran inilah yang akan memicu otot
seluruh tubuh. Apabila jalur aliran listrik ini terhambat sehingga listrik
23
Gambar 5. Gambar Jantung Kondisi Normal dan AV Block
2.2.5 Gejala
blok AV, pompa jantung akan terhambat sehingga jantung tidak mampu
darah yang cukup. Namun jika terjadi berkepanjangan atau sering, akan
menimbulkan gejala.
sehingga dapat muncul beberapa gejala seperti lemas atau mudah lelah,
24
2.2.6 Diagnosa
1. Anamnesis
beragam. Pasien bisa dengan tanpa gejala atau dengan tanda dan gejala
yang minimal yang berkaitan dengan hipoperfusi. Gejala yang bisa timbul
nyeri dada. Pasien dengan adanya gejala, khususnya pasien yang memiliki
2. Pemeriksaan fisik.
ujung kepala sampai ujung kaki. Pada pemeriksaan tanda vital terutama
3. Pemeriksaan penunjang.
sebelumnya.
2.2.7 Penatalaksanaan
25
seperti beta bloker, calcium channel blocker, dan digoksin. Pemberian
agents yang dapat diberikan adalah sulfas atropin, contoh dari golongan
kerja obat yang telah diberikan, untuk menilai apakah ada perbaikan
a. AV block derajat I
26
c. AV block derajat II Mobitz II
sementara.
system vena.
27
terapi dapat mengalami gagal jantung akibat curah jantung yang
atau aritmia
- Disfungsi SA Node
2.3.1 Definisi
(serangan jantung) terjadi ketika sebuah arteri koroner terblok parsial oleh
28
bekuan darah, yang menyebabkan beberapa otot jantung yang disuplai
dari kelompok kelainan pada jantung yang disebut sebagai acute coronary
syndromes yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi
2.3.2 Etiologi
arteri koroner yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan
2.3.3 Klasifikasi
Penyumbatan, yaitu :
29
Arteri koroner kiri kemudian bercabang menjadi
apeks jantung.
(Oemar, 1996)
2.3.4 Patofisiologi
30
mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi
terjadi jika arteri koroner tersumbat dengan cepat (Reeves D dkk, 2001).
3 kriteria berikut :
31
nyeri ini dapat digambarkan oleh pasen sebagai rasa tertekan benda
diikuti keringat dingin, rasa mual dan muntah, rasa lemas, pusing,
tidak stabil yang dapat memburuk menjadi IMA. Pada pasen DM,
sesak napas, nyeri ulu hati, mual, muntah dan nyeri dada atipikal.
segmen ST (baik elevasi ataupun depresi) dengan cut off point >
0,2 mV pada infark dinding anterior, septal dan lateral, atau > 0,1
pada dua lead dari lead II, III dan aVF. Sedangkan infark RV
32
ditunjukkan oleh adanya elevasi segmen ST pada V3R dan/atau
2.3.6 Diagnosa
pada riwayat nyeri dada selama 20 menit atau lebih di daerah substernal,
Ciri khas lain adalah nyeri yang menjalar ke leher, rahang bawah, atau
tangan kiri. Nyerinya tidak berat. Beberapa pasien datang dengan gejala
keringat malam. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%) IMA tidak
menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien
dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut
dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat
33
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
2.3.7 Penatalaksanaan
terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi ada tiga kelas
pembentukan trombus.
34
jaringan (t-PA = tissue plasminogen activator), dan anistreplase.
Pemberian oksigen dimulai saat awitan nyeri, oksigen yang dihirup akan
pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati
kurang dari 70%, maka aliran darah melalui arteri tersebut masih cukup
35
Akibatnya akan terjadi bekuan pada CABG, sehingga hasil operasi
tatalaksana infark akut dengan elevasi ST. Khusus untuk infark inferior
1. Reperfusi
36
2. Sinkronisasi kontraksi atrium dan ventrikel dan mengatasi bradikardi
37
5. Pemberian inotropik
1. Inj. Lovenox
mengatasi deep vein thrombosis. Selain itu, obat ini juga bisa digunakan
untuk mencegah komplikasi akibat angina tidak stabil. Obat ini hanya
tersedia dalam bentuk suntik dan hanya dapat diberikan oleh dokter atau
operasi perut, operasi lutut, operasi panggul, atau tirah baring dalam
jangka waktu yang lama. Untuk mencegah komplikasi dari angina tidak
38
akan digunakan bersama aspirin.
per hari.
Efek samping
b. Demam
c. Sakit perut
39
Interaksi Enoxaparin dengan Obat Lain
atau naproxen
2. Aspirin
40
Mekanisme kerja Aspirin merupakan NSAID non selektif
et al., 2012).
untuk anak di bawah enam belas tahun dan ibu menyusui, tukak emoph
41
Aspirin dapat berinteraksi dengan beberapa obat lain, beberapa obat yang
3. Clopidogrel
platelet, dalam hal ini menghambat jalur dari adenosin difosfat (ADP).
42
Metabolit aktif akan secara selektif menghambat pengikatan ADP ke
Pemberian clopidogrel ini bertujuan agar tidak terjadi aktivasi platelet dan
4. Injeksi Ranitidine
Mekanisme Kerja
43
perangsangan obat muskarinik atau gastrin. Ranitidin akan menghambat
media, sinusitis.
Dosis
Dewasa : Injeksi i.m. atau i.v. intermiten: 50 mg setiap 6-8 jam. Jika
diperlukan, obat dapat diberikan lebih sering, dosis tidak boleh melebihi
400 mg sehari.
Efek Samping
Efek samping : Sakit kepala, insomnia, mual muntah dan sakit perut
5. Inj. Metilprednisolon
Mekanisme kerja
onset 1-2 jam sudah mencapai puncak, dan bertahan selama 30-36 jam.
44
Pemberian secara intramuskular mencapai puncak dalam 4-8 hari dan
Dewasa
keperluan.
kesepuluh, 15 mg sekali sehari pada hari ke sebelas sampai dua puluh satu.
Efek samping
45
Insufisiensi adrenokortikal:
Efek muskuloskeletal:
Nyeri atau lemah otot, penyembuhan luka yang tertunda, dan atropi
glaukoma, eksoftalmus.
Efek endokrin:
peningkatan selera makan yang berakibat naiknya berat badan, diare atau
46
konstipasi, distensi abdominal, pankreatitis, iritasi lambung,ulceratif
esofagitis.
Efek dermatologi:
efek mual, muntah, kehilangan nafsu makan, letargi, sakit kepala, demam,
hipotensi.
Interaksi obat:
47
Obat seperti barbiturat, fenitoin dan rifampin yang menginduksi enzim
bersamaan.
Bahan antikolinesterase.
glukokortikoid.
48
Vaksin dan toksoid.
hidup.
6. Drip vascon
Mekanisme kerja
darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan kadar gula didalam
darah.
Farmakokinetik
secara oral dan subkutan tidak baik. Pada pemberian oral, norepinephrine
49
Dosis awalnya: 0,4-0,8 mg / jam diberikan melalui infus. Kemudian titrasi
Efek samping
Sakit kepala
Kecemasan
Kontraindikasi
Interaksi Obat
nonselektif
7. Drip Dopamine
50
Mekanisme kerja
output dan tekanan darah. Memiliki efek renal, pemberian dopamin dalam
Farmakokinetik
8. Inj. Ceftriaxone
Mekanisme kerja
51
Farmakologi ceftriaxone adalah sebagai antibiotik dengan mekanisme aksi
dinding sel bakteri dengan mengikat penicillin binding protein (PBP) yang
dinding sel yang diikuti dengan lisis sel sehingga dapat membunuh bakteri
Farmakokinetik:
52
relatif tinggi, tapi tidak mencapai vitreus. Kadar dalam empedu umumnya
Dosis:
1 g/hari dalam dosis tunggal. Pada infeksi berat: 2-4 g/hari dosis tunggal.
Dosis lebih dari 1 g diberikan pada dua tempat atau lebih. ANAK di atas 6
minggu: 20-50 mg/kg bb/ hari, dapat naik sampai 80 mg/kg bb/hari.
Diberikan dalam dosis tunggal. Bila lebih dari 50 mg/kg bb, hanya
2g.
Efek samping: Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering
terjadi. Reaksi silang biasanya terjadi pada pasien dengan alergi penisilin
53
mudah terjadinya nefrotoksisitas. Depresi sumsum tulang terutama
9. Injeksi Dobutamine
pompa jantung. Cara kerja ini akan meningkatkan tekanan darah, denyut
mempunyai efek stimulasi yang kuat pada reseptor-β1 dan efek yang
Farmakokinetik:
timbul dalam waktu 2 menit. Konsentrasi plasma puncak dan efek obat
54
Distribusi:Tidak diketahui apakah dobutamine dapat melewati plasenta
dalam urin, dan dalam jumlah yang lebih kecil diekskresi di dalam feses.
formula.
darah dan diuresis. Toleransi parsial mungkin terjadi jika waktu pemberian
infus melebihi 72 jam, dan pada kasus seperti itu dapat dilakukan
peningkatan dosis
tergantung pada dosis dan oleh karena itu dapat dikontrol dengan
55
mengurangi kecepatan infus. Karena dobutamine hampir sempurna
dieliminasi dalam waktu 10 menit, efek samping yang timbul akan segera
hilang dengan cara pengurangan dosis atau penghentian infus. Mual, sakit
kepala, palpitasi, sesak nafas, dan nyeri dada pernah dilaporkan sebagai
jika hanya diberikan salah satu dari kedua obat ini. Dobutamine dapat
menjadi tidak efektif pada pasien yang baru diterapi dengan obat
dapat meningkat.
56
BAB III
TINJAUAN KASUS
Data Umum
Nama Pasien Ny. R
Jenis Kelamin Perempuan
Umur 84 Tahun 3 Bulan
Berat Badan 35 Kg
Agama Islam
Alamat Ganting
Pekerjaan IRT
Ruangan HCU Jantung
Mulai Perawatan 30Oktober 2021
Keluar RS (Meninggal Dunia) 30 Oktober 2021
a. Keluhan utama
57
b. Riwayat penyakit sekarang
- Nafas sesak
- Pusing
- Berkeringat dingin
Tidak ada
e. Riwayat alergi
Tidak ada
a. Tanda vital
Pemeriksaan di IGD
58
Pernafasan 24x/menit
Suhu 36OC
b. Status Generalis
. l Norma
l
1 Kepala √
2 Mata √
3 Wajah √
4 THT √
5 Leher √
6 Dada - √ Sesak nafas
7 Punggung √
8 Abdomen √
9 Urogenital √
10 Ekstermitas atas √
11 Ekstermitas bawah √
12 Status neurologi √
13 Kulit √
Kimia Klinik
30 Oktober Hb 10,6 12,0-16,0 g/dL Tidak
2021 Normal
Leukosit 8910 5.000-10.000 u/L Normal
Basofil 0 0-1% Normal
Eosinofil 1 1-3% Normal
N Batang 44 50-70% Tidak
N segmen Normal
Limfosit 43 20-40% Tidak
Normal
Monosit 10 2-8 % Tidak
59
Normal
NLR 1,00 ≤ 3,13 Normal
LA 3.707 >1.500 Normal
Hematokrit 30 40-48% Tidak
Normal
3
Trombosit 199.000 150-400x10 Normal
Gula Darah 179 < 200 Normal
Sewaktu
Ureum 70 13-43 Tidak
Normal
Kreatinin 1,8 0,8-1,3 Tidak
Normal
Natrium 133 135-148 Normal
Kalium 4,4 3,5-5,5 Normal
Klorida 104 98-107 Normal
3.5 Diagnosis
60
3.6 Penatalaksanaan
No Nama Obat Signa Jenis Sediaan Mulai Terapi Stop Terapi Terapi Pulang
1 IVFD NaCl 0,9% 6 jam/kolf Cairan 30 Okt 2021 - Pasien Meninggal Dunia
2 Drip Vascon5 cc/ Setiap 15 Injeksi 30 Okt2021 -
jam menit +
1,7 cc
3 Aspilet 80 mg Loading 2 Tablet 30 Okt2021
-
tablet
4 Clopidogrel 75mg Loading 4 Tablet 30 Okt2021
-
tablet
5 Drip Dobutamine 1 x 0,21 Injeksi 30 Okt 2021 30 Okt 2021
menit +
0,6 cc
7 Inj. Ceftriaxone 2 g 1x 2 gr Injeksi 30 Okt2021 -
8 Inj. Metilprednisolon 2 x 62,5 Injeksi 30 Okt2021 -
61
62,5 mg mg
9 Inj. Ranitidin 50 mg 2 x 50 mg Injeksi 30 Okt2021 -
10 Atropine Sulfat 0,25 Setiap 5 Injeksi 30 Okt2021
mg/ml menit + 2
ampul -
(max 12
ampul)
11 Inj. Lovenox 0,6 mg 2x 0,6mg Injeksi - -
62
3.7 Follow up
Tanggal S O A P
30 Okt 21 - Nyeri dada (+) - TD : 60/35mmHg - monitoring Tekanan
- Clopidogrel + Aspilet dapat
- Sesak Nafas - HR : 42 x/menit Darah
meningkatkan efek samping
(+) - RR : 24 x/menit - Monitoring Nadi
pendaharan jika digunakan
- Suhu : 36OC - Monitoring INR
bersamaan.
- KU : Berat
- Kesadaran :
Soporous/Koma
- Terapi :
63
habis dalam 30
menit
6 jam
- Drip Vascon
5cc/Jam
- Loading CPG 4
tab
- Lanjut SA 2 ampul
ampul
- Inj. Ranitidin 2 x
64
50mg
30 Okt 21 - Nafas seperti - Nafas seperti tidak ada - Monitoring Tekanan
- Terapi :
1. Drip Vascon up
2. Drip Dopamine up
65
- Inj. - Monitoring Nadi
Metilprednisolone
2 x 62,5 mg
30 Okt 21
Pasien Meninggal Dunia
19.30
66
Analisa Drug Related Problem (DRP)
Check
No Drug Therapy Problem Rekomendasi
List
1. Terapi obat yang tidak diperlukan
Terdapat terapi tanpa indikasi medis Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan indikasi, dimana
-
pasien mendapatkan terapi:
Pasien mendapatkan terapi tambahan Pasien tidak memerlukan terapi tambahan, pasien telah mendapatkan
-
yang tidak diperlukan terapi sesuai dengan kondisi medis.
Pasien masih memungkinkan Menjaga pola makan dan penatalaksanaan diet jantung
-
menjalani terapi non farmakologi
Terdapat duplikasi terapi Tidak terdapat duplikasi terapi karena obat dengan mekanisme kerja
-
yang berbeda-beda.
Pasien mendapat penanganan
Pasien mendapatkan penangana dari efek samping
terhadap efek samping yang -
67
Bentuk sediaan tidak tepat - Bentuk sediaan yang diberikan pada saat rawatan telah sesuai.
Terdapat kontra indikasi Ditemukan adanya kontra indikasi pada terapi pengobatan. Yaitu
-
kombinasi fenitoin dan ergotamin
Kondisi pasien tidak dapat Kondisi pasien dapat disembuhkan oleh obat
-
disembuhkan oleh obat
Obat tidak diindikasikan untuk Setiap obat yang diberikan sudah sesuai dengan indikasi suatu
-
kondisi pasien penyakit yang diderita pasien
Terdapat obat lain yang lebih efektif Terapi obat yang diberikan telah efektif dalam proses penyembuhan
- dimana terapi obat yang diberikan telah sesuai dengan literatur pada
68
4. Reaksi yang tidak diinginkan
Obat tidak aman untuk pasien Obat yang diberikan telah aman digunakan pada pasien. Pemberian
- terapi pada pasien telah disesuaikan dengan dosis yang tepat untuk
pasien
Terjadi reaksi alergi Pasien tidak mengalami alergi.
-
5. Ketidak sesuaian kepatuhan pasien
Obat tidak tersedia Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien. Semua obat yang
-
dibutuhkan pasien telah tersedia di apotek rumah sakit
Pasien tidak mampu menyediakan Pasien mampu menyediakan obat. Karena dibantu dengan apoteker
-
Obat dan perawat.
Pasien tidak bisa menelan atau
- Pasien bisa menelan obat.
menggunakan obat
Pasien tidak mengerti intruksi
- Pasien mengerti intruksi penggunaan obat.
penggunaan obat
Pasein tidak patuh atau memilih
- Pasien patuh menggunakan obat.
untuk tidak menggunakan obat
69
6. Pasien membutuhkan terapi tambahan
Terdapat kondisi yang tidak diterapi Pasien telah mendapatkan terapi sesuai indikasi, karena obat yang
-
digunakan telah tepat untuk terapi penyakit
70
BAB IV
PEMBAHASAN
Rumah Sakit, nafas terasa sesak, pusing, dan berkeringat dingin. Pasien
degenerative dan penyakit infark. Pada pasien ini diikuti dengan riwayat
pembuluh darah yang lama kelamaan dapat terlepas dan menyumbat arteri
kesadaran.
71
Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu berdasarkan gejala klinis
yang telah diberikan, untuk menilai apakah ada perbaikan kondisi pasien
sadarkan diri saat sampai di IGD. Pasien diberikan loading NaCl 0,9%
Drip Vascon dan Drip Dopamin yang up titrasi sesuai protap, loading
CPG 4 tablet, Aspilet 2 tablet, Injeksi atropine sulfat 2 ampul per 5 menit
pukul 14.30 WIB drip dobutamin dihentikan dan diganti dengan drip
keluarga pasien mengenai indikasi dan resiko jika tidak dirujuk karena
72
RSUD Padang Panjang dengan segala keterbatasan yang ada. Dan untuk
pasien yang jadi digunakan hanya Drip Vascon dan Drip Dopamine.
Kemudian pasien juga telah dilakukan EKG. Sementara itu untuk terapi
73
BAB V
KESIMPULAN
2. Untuk pemberian terapi obat sudah tepat dengan kondisi dan diagnose penyakit
pasien.
74
LAMPIRAN 1: Hasil Pemeriksaan EKG Awal
75
LAMPIRAN 2 : Hasil Pemeriksaan Hasil EKG Terakhir
76
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association (AHA). (2013). 2013 ACCF/AHA guideline for the
management of heart failure: Areport of the American College of Cardiology
Foundation/American Heart Association task force on practice guidelines. J Am
Coll Cardio, 62(16), e240-e327.
Anthony Fauci, Eugene Braunwald, Dennis Kasper, Stephen Hauser, Dan Longo,
J.Jameson, Joseph LoscalzoHarrison's Principles of Internal Medicine, 17th
Edition, 17th edn., : Mcgraw-hill, 2008.
Antman EM, Braunwald E. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In: Kasper
DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s
Principles of Internal Medicine 16th Ed. USA: McGraw-Hill; 2005. p. 1449-50.
Arif, Muttaqin., 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan hematologi. Salemba Medika, Jakarta.
Bassand JP, Hamm CW, Ardissino D. Guidelines for the diagnosis and treatment of
non-ST-segment elevation acute coronary syndromes. EHJ. 2007; 28(3):141147
Dharma S. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta:EGC.2009
Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (20 ed.). Jakarta: EGC
Jennings, Simon. 1998. The Complete Guide to Advance Illustration and Design.
America.
77
PERKI, 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Reeves, Charlene J., 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa Yasmin Asih,
Edisi Pertama, Salemba Medika, Jakarta.
Sudoyo A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI Jilid 2. 5th ed. Jakarta, 2010.
78