Preseptor:
OLEH:
KELOMPOK I
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
Anak mengenai “Demam Tifoid pada Anak” yang dilakukan di Rumah Sakit
2021. Laporan ini dibuat untuk melengkapi tugas-tugas bagi mahasiswa Profesi
Apoteker Universitas Perintis Indonesia dan ditulis berdasarkan teori serta hasil
serta masukan dari berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
laporan studi kasus ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik
dalam segi penyusunan maupun tata bahasanya sehingga penulis berharap saran,
kritikan dan masukannya demi kesempurnaan laporan studi kasus ini. Semoga
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid.Demam
berbagai Negara berkembang.Besarnya angka pasti demam tifoid didunia ini sagat
sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spectrum
Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus. Angka yang kurang
Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa
dengan ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik yang sampai
saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara berkembang. Secara
216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per
dan kemungkinan Afrika Selatan; yang tergolong sedang (10-100 kasus per
1
100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan
kasusper 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya (Hadidjaja P, 2011).
fakultatif anaerob, mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari polisakarida.
luar dari dinding sel dan dimanakan dengan endotoksin.Salmonella typii juga
berhari-hari di air tanah, air kolam, atau air laut dan selama berbulan-bulan dalam
telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan.Pada daerah endemik,
infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau permulaan musim
hujan.Dosis yang infeksius adalah 103 -106 organisme yang tertelan secara
oral.Infeksi dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh
feses. Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang
berusia 3-19 tahun. Selain itu, demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan
rumah tangga yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam
tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama
untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah.(Nelwan
RHH, 2012).
Pada kasus yang terjadi di Rumah Sakit tempat melaksanakan Praktek
Demam Tifoid.
1.2Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Demam Tifoid dan Ascariasis pada anak serta
penatalaksanaannya.
1.3 Manfaat
sendiri.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dengan Salmonella typhi (S. typhi).Penyakit ini masih sering dijumpai di negara
gejala klinik:
(konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada anak- anak), sakit kepala,
malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada fase awal
ketidaknyamanan abdomen.
3
3. Keadaan karier Keadaan karier tifoid terjadi pada 1- 5% pasien, tergantung
umur pasien. Karier tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmonella
secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas
sumber air yang tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi yang rendah
yang mana di Indonesia dijumpai dalam keadaan endemis. Insidens rate penyakit
demam tifoid di daerah endemis berkisar antara 45 per 100.000 penduduk per
tahun sampai 1.000 per 100.000 penduduk per tahun. Tahun 2003 insidens rate
demam tifoid di Bangladesh 2.000 per 100.000 penduduk per tahun. Insidens rate
demam tifoid di negara Eropa 3 per 100.000 penduduk, di Afrika yaitu 50 per
100.000 penduduk, dan di Asia 274 per 100.000 penduduk. Indisens rate di
Indonesia masih tinggi yaitu 358 per 100.000 penduduk pedesaan dan 810 per
100.000 penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per tahun 600.000
– 1.500.000 penderita.
berkembang sangat erat kaitannya dengan status ekonomi serta keadaan sanitasi
Parathypi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif
4
dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam
bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu.Bakteri ini dapat mati dengan
Salmonella enterica antara lain subsp. Enterica, subsp. Salamae, subsp. Arizonae,
1. Patogenesis
retikulo endothelial,
2. Patofisiologi
5
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, feces, lalat yang membawa
seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa yang selanjutnya
Pada proses fagosit ini, kuman yang dapat difagosit akan mati, sedangkan
yang tidak di fagosit akan tetap hidup dan menyebabkan bakteriema kedua.
Kuman yang masuk ke aliran darah akan menyebabkan roseola pada kulit dan
lidah hyperemia. Selajutnya kuman masuk ke dalam usus halus dan menyebabkan
masalah tersebut akan menyebabkan intake klien yang tidak adekuat dan
kebutuhan nutrisi yang kurang dari tubuh yang bisa menyebabkan diare sehingga
diperlukan bedrest untuk mencegah kondisi klien akan menjadi bertambah buruk.
endotoksin yang akan merusak hepar sehingga terjadi hepatomegaly dan juga
6
Ga
Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, dapat muncul keluhan
atau gejala yang bervariasi mulai dari yang ringan dengan demam yang
tidak tinggi, malaise, dan batuk kering sampai dengan gejala yang berat
dengan demam yang berangsur makin tinggi setiap harinya, rasa tidak
7
disertai dengan lidah kotor, nyeri tekan perut, dan pembengkakan pada
Pada anak, diare sering dijumpai pada awal gejala yang baru,
relatif saat demam tinggi dapat dijadikan indikator demam tifoid. Pada
sekitar 25% dari kasus, ruam makular atau makulopapular (rose spots)
mulai terlihat pada hari ke 7-10, terutama pada orang berkulit putih, dan
terlihat pada dada bagian bawah dan abdomen pada hari ke 10-15 serta
menetap selama 2-3 hari. Sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami
tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai
8
malaria dapat timbul secara bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala
8
meningitis, di sisi lain Salmonella typhi juga dapat menembus
yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma.Nyeri perut kadang tak dapat
Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
2. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak
sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih
kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.
terjadi diare.
tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor,
9
2.1.6. Diagnosis Demam Tifoid
pergeseran hitung jenis sel darah putih ke kiri, sedangkan pada stadium
lanjut terjadi pergeseran darah tepi ke kanan (limfositosis relatif ). Ciri lain
yang sering ditemukan pada gambaran darah tepi adalah aneosinofi lia
Isolasi bakteri
A. Anamnesis
Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari,
sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.Demam
merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua
10
penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari
10
Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi.Menggigil tidak biasa
demikian demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu
gejala meningitis, di sisi lain S. Typhi juga dapat menembus sawar darah otak
gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma.Nyeri perut kadang
B. Pemeriksaan fisik
tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali, nyeri
C. Pemeriksaan Penunjang
TUBEX, uji typhidot, uji IgM dipstick, dan kultur darah. Pemeriksaan ini
1) Pemeriksaan Hematologi
beberapa kasus tidak jarang pula akan ditemukan kadar leukosit normal
11
sekunder.Selain itu juga dapat ditemukan anemia ringan dan
(Djoko W,2009).
2) Kimia klinik
W,2009).
3) Uji Widal
pada uji Widal adalah suspensi bakteri Salmonella yang telah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk melihat
titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis.Uji
terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah sakit. Pada orang
12
yang telah sembuh, antibodi O masih tetap dapat dijumpai setelah 4-6
bulan dan antibodi H setelah 10-12 bulan. Karena itu, Widal bukanlah
W,2009).
4) Uji TUBEX
Hasil positif dari uji TUBEX akan didapatkan infeksi Salmonella serogrup
5) Uji Typhidot
IgG yang terdapat pada protein membran luar dari Salmonella typhi.
Hasil positif dari uji ini dapat didapatkan setelah 2-3 hari terjadinya
infeksi, oleh karena itu, tidak dapat untuk membedakan antara kasus akut
dan kasus dalam masa penyembuhan.Yang lebih baru lagi adalah Typhidot
12
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan
(Djoko W,2009)
dan cepat (dalam satu hari), serta dilakukan tanpa peralatan khusus
7) Kultur Darah
demam tifoid sampai saat ini. Kultur darah adalah uji laboratorium
beberapa faktor yang dapat menyebabkan uji ini menjadi tidak akurat,
volume darah yang kurang (< 5 cc) dan riwayat vaksinasi sebelumnya
(Djoko W,2009).
12
Untuk bakterimia, terapi yang menyelamatkan jiwa harus meliputi
12
dosis Terbagi
1. Ciprofloxacin
Ceftriaxone mempunyai mekanisme menghambat sintesis asam nukleat sel
mikroba (Sandika dan Suwandi, 2017). Fluroquinolones yaitu
Ciprofloxacin direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk anak –
anak dan orang dewasa yang terinfeksi dengan resistensi sensitif dan
multi-obat, Salmonella typhi dan paratyphi (Upadhyay, et al.,2015)
Sefalosporin generasi ketiga yaitu Ceftriaxone menjadi penggunaan
alternatif untuk kasus seperti halnya resistensi multi-obat (resistensi
12
terhadap kloramfenikol, amoksisilin dan co- trimoxazole). Pada penelitian
prospektif India utara ada perkembangan bertahap resistensi terhadap
Fluroquinolones 4,4 % resistensi diamati pada Sparfloxacin, resistensi 8,8
% pada ofloxacin dan resistensi yang tinggi 13 % pada Ciprofloxacin
(Naveed and Ahmed,2016). Golongan quinolon (ciprofloxacin) ini tidak
dianjurkan untuk anak-anak, karena dapat menimbulkan efek samping pada
tulang dan sendi, bila diberikan pada anak akan menggganggu pertumbuhan
tulang pada masa pertumbuhan anak(Tandi dan Joni,2017).
2. Cefixime mempunyai mekanisme menghambat sintesis dinding sel
mikroba (Sandika dan Suwandi, 2017). Sefalosporin generasi ketiga yaitu
Cefixime oral (15-20 mg/kg/hari, untuk orang dewasa, 100-200 mg dua
kali sehari) telah banyak digunakan pada anak-anak dalam berbagai
daerah geografis diamati penggunaan Cefixime oral memuaskan. Namun,
dalam beberapa percobaan Cefixime menunjukan tingkat kegagalan dan
kekambuhan yang lebih tinggi daripada fluoroquinolones (Paul, 2017).
3. Amoksisilin mempunyai mekanisme menghambat sintesis dinding sel
mikroba (Sandika dan Suwandi, 2017). Pada percobaan kombinasi
Kloramfenikol dan Amoksisilin mempunyai efek anti bakteri lebih lemah
dibandingkan dengan bentuk tunggal Kloramfenikol dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Salmonella typhi (Friambodo, et al., 2017)
4. Kloramfenikol mempunyai mekanisme menghambat sintesis protein sel
mikroba (Sandika dan Suwandi, 2017). Kloramfenikol masih merupakan
pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid karena efektif, murah,
mudah didapat, dan dapat diberikan secara oral (Rampengan, 2013).Efek
samping yang sangat berat yaitu anemia aplastik atau biasa dikenal
dengan depresi sumsum tulang dan jikadiberikan pada bayi < 2 minggu
dengan gangguan hepar dan ginjal, kloramfenikol akan terakumulasi
dengan darah pada bayi khususnya pada pemberian dosis tinggi akan
menyebabkan gray baby sindrom, serta dapat menghambat pembentukan
sel- sel darah (eritrosit,trombosit dan granulosit) yang timbul dalam waktu
5 hari sesudah dimulainya terapi, dari efek samping yang timbul sehingga
kloramfenikol memiliki persentase nomor dua dibandingkan penggunaan
12
golongan sefalosporin (Tandi dan Joni, 2017). Walaupun penggunaan
kloramfenikol memerlukan kehati-hatian, namun penggunaannya masih
lebih baik pada tifoid dibandingkan antibiotika lain yang dilaporkan sudah
resistensi, seperti ampisilin, amoksisilin, kotrimoksasol, nalidixic acid,
ciprofloxacin (Rampengen,2013).
5. Tiamfenikol mempunyai mekanisme menghambat sintesis protein sel
mikroba (Sandika dan Suwandi, 2017). Pilihan lain yang analog dengan
kloramfenikol, yang masih digunakan di Indonesia dan masih dianggap
efektif untuk menyembuhkan demam tifoid adalah tiamfenikol. Efek
samping hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada
kloramfenikol (Rampengan, 2013).
6. Azitromisin mempunyai mekanisme menghambat sintesis protein sel
mikroba (Sandika dan Suwandi, 2017). Golongan kuinolon dan
azitromisin hampir sama efikasinya dan aman untuk demam tifoid.
Namun azitromisin bisa digunakan sebagai alternatif, karena kuinolon
memiliki kontraindikasi seperti pada anak-anak, wanita hamil, dan
kejadian resisten kuinolon. Namun penggunaanya jika lebih dari 7 hari
tidak diperbolehkan karena penetrasi jaringan lebih kuat dan terakumulasi
di kantung empedu. Penggunaan azitromisin selama5 hari ekuivalen
dengan penggunaan antibiotik lain selama 10 hari, penggunaan7 hari sama
optimalnya dengan penggunaan antibiotik lain selama 14 hari (Upadhyay,
et al., 2015).
7. Ceftriaxone mempunyai mekanisme menghambat sintesis dinding sel
mikroba (Sandika dan Suwandi, 2017). Bila dibandingkan dengan
intravena ceftriaxone (75 mg / hari; maksimum 2,5 g / hari) setiap hari
selama 5 hari, azitromisin oral (20 mg / kg / hari; maksimum 1000 mg /
hari) tercapai tingkat efikasi yang hampir serupa (97% vs. 94%). Tidak
terdapat pasien yang menggunakan azitromisin mengalami kekambuhan,
sedangkan beberapa kekambuhan diamati pada pasien yangmenggunakan
ceftriaxone (Upadhyay, et al., 2015).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364 Tahun
2006 Tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid, penggunaan
12
Ceftriaxone untuk terapi demam tifoid disarankan digunakan selama 5
hari (Handayani, 2017). Sifat dari obat ini yang menguntungkan yaitu
dapat merusak spektrum kuman dan tidak mengganggu sel manusia,
bakteri spektrum luas, penetrasi jaringan cukup baik, dan resistensi kuman
masih terbatas. Sementara pengobatan dengan golongan sefalosporin
khususnya ceftriaxon hanya membutuhkan 10 hari rawat inap di rumah
sakit dibandingkan dengan kloramfenikol selama 21 hari, sehingga obat
antibiotik sefalosporin ini lebih banyak digunakan (Tandi dan Joni, 2017).
Tabel 2. Terapi kortikoteroid penyakit demam tifoid
12
mengalami kerusakan seperti halnya hepar dan ginjal. Jika jumlah
Dexametasone sudah melebihi jumlah maksimal, maka akan membuat hepar
bekerja lebih keras. Kerja hepar yang berlebihan akan merusak hepar dan
menurunkan kinerjanya serta menyebabkan nekrosis sel(Indayani, et al., 2015)
12
2.1.8.Komplikasi Demam Tifoid
1. KomplikasiIntestinal
a) Perforasi usus
nyeri perut hebat terutama di kuadran kanan bawah yang menyebar ke seluruh
perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan bising usus melemah (pada 50% penderita), nadi cepat, tekanan
b) Perdarahanintestinal
Bila terdapat luka yang terbentuk pada lumen yang sampai mengenai
pembuluh darah oleh karena terinfeksinya plak Peyeri usus maka dapat
untuk pembedahan.
2. KomplikasiEkstra-intestinal
a) Komplikasihematologi
kasus.Biasanya terjadi karena pasien dengan status malnutrisi dan sistem imun
yang kurang.
c) Pankreatitistifosa
Pankreatitis tifosa dapat terjadi karena mediator pro inflamasi dari bakteri
yang merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada demam tifoid.
d) Miokarditis
Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita dan gejalanya biasanya sakit dada,
(apatis, somnolen, delirium, sopor, atau koma) baik dengan atau tanpa disertai
kelainan neurologis.
2.2Ascariasis
lumbricoides , yang merupakan spesies cacing gelang. Cacing gelang adalah jenis
cacing parasit. Infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang cukup umum.
Ascariasis adalah infeksi cacing gelang yang paling umum. Tentang 10 persen.
Orang-orang mendapatkan parasit melalui makanan dan air yang tidak aman.
Infeksi biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi sejumlah besar cacing gelang
(infestasi yang lebih berat) dapat menyebabkan masalah pada paru-paru atau usus
(Jangkung,2022)
Telur yang infektif bila tertelan manusia menetas menjadi larva di usus
halus.Larva menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran
limpa kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung menuju paru-paru, larva di
paru-paru menembus dinding alveolus, masuk ke rongga alveolus dan naik ke
trakea. Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan iritasi.Penderita akan
batuk karena adanya rangsangan larva ini. Larva di faring tertelan dan terbawa ke
esofagus, terakhir sampai di usus halus dan menjadi dewasa. Mulai dari telur
matangyangtertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang
lebih 2 bulan (Jangkung,2022)
Telur yang sudah dibuahi berbentuk oval sampai bulat, dengan panjang
45-75 μm dan lebar 35-50 μm.Dinding uterina cacing menghasilkan lapisan luar
yang tebal dan bergumpal pada telur, sehingga saat telur dikeluarkan melalui
feses, lapisan ini terwarnai oleh cairan empedu sehingga menjadi berwarna
cokelat keemasan.Embrio biasanya belum membelah ketika masih berada di feses.
(john, 2006)
2.2.4 Diagnosis Askariasis
muntahan penderita, atau ditemukannya telur cacing pada tinja atau cairan
empedu penderita, Cacing pada saluran empedu dapat terlihat bila dilakukan
dapat didapatkan bila : - cacing di usus belum menghasilkan telur. -hanya ada
cacing jantan. - penyakit masih dalam waktu inkubasi, yaitu baru terdapat bentuk
larva. Telur pada tinja penderita dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, yaitu : -
90 μm, bentuknya lebih panjang dan lebih langsing daripada telur yang dibuahi,
tanpa lapisan yang berbenjol-benjol, dibuahi atau tidak dibuahi. Telur tanpa
korteks ini hanya terkadang ditemukan, dan sangat mungkin merupakan artefak.
(Hadidjaja P, 2011).
cacing dewasa atau bentuk berkembangnya yang menyerang organ dan jaringan
(Tracy dan Webster, 2008:1094). Sistem saraf pada cacing mempunyai perbedaan
yang penting dengan sistem saraf pada vertebrata dan ini membentuk dasar
toksisitas selektif pada sebagian besar obat yang digunakan untuk mengobati
secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa antelmintik perlu diberikan
bersama pencahar. Antelmintik baru umumnya lebih aman dan efektif dibandingkan
dengan antelmintik lama, efektif untuk beberapa macam cacing, rasanya tidak
secara oral sebagai dosis tunggal (Sukarban dan Santoso, 1995:523). Albendazol atau
pirantel pamoat atau mebendazol adalah obat pilihan untuk pengobatan yang disebabkan
(Katzung,2010:896).
2.2.5.1.1 Albendazol
dapat menyeluruh hingga beberapa hari setelah pengobatan. Obat ini juga
memiliki efek larvisid (membunuh larva) serta efek ovisid (membunuh telur)
Pengobatan untukorang dewasa dan anak-anak di atas usia dua tahun adalah dosis
tunggal 400 mg secara oral. Dengan mengulang dosis 400 mg/hari dalam 2-3 hari,
angka kesembuhan askariasis akan tinggi. Saat digunakan selama 1-3 hari, albendazol
hampir sepenuhnya bebas dari efek-efek yang tidak diinginkan. Obat ini tidak boleh
tersedia. Selain itu, obat ini juga tidak boleh diberikan pada pasien-pasien yang
albendazol pada anak-anak di bawah usia dua tahun masih belum ditetapkan. Obat ini
2.2.5.1.1.2 Pirantelpamoat
ataupun imatur dari cacing yang rentan dalam saluran intestinal, namun tidak
terhadap tahap perpindahan dalam jaringan ataupun terhadap telur. Obat ini
impuls akibat depolarisasi, cacing akan mati dalam keadaan spastik (Sukarban
standaradalah11mg(base)/kg(maksimum1g).Piranteldiberikansebagaidosistung
pirantel pamoat melalui usus tidak baik, sifat ini meningkatkan efek selektif pada
cacing. Pengunaan pada wanita hamil dan anak di bawah usia dua tahun tidak
maka tidak boleh digunakan secara bersamaan. Pengunaannya harus hati-hati pada
penderita dengan riwayat penyakit hati, karena obat ini dapat meningkatkan SGOT
pada beberapa penderita (Sukarban dan Santoso, 1995:530). Terdapat efek samping
yang timbulnya jarang, ringan, dan sementara. Efek tersebut meliputi rasa mual,
dengan angka kesembuhan di atas 90%, bila dikonsumsi selama dua hari
oleh peristaltik usus. Cacing biasanya keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan
tidak diperlukan pencahar untuk mengeluarkan cacing itu. Diduga cara kerja
Dosis yang digunakan adalah 75 mg/kg/hari secara oral (dosis maksimum 3,5
g) selama dua hari sebelum atau sesudah makan. Untuk infeksi berat, pengobatan
harus dilanjutkan untuk 3-4 hari atau diulangi setelah satu minggu. Terdapat efek
ringan yang terjadi sesekali, meliputi mual-mual, muntah-muntah, diare, nyeri perut,
pusing, dan sakit kepala. Piperazin tidak dapat diberikan pada pasien-pasien dengan
kerusakan fungsi ginjal atau hati, atau dengan latar belakang epilepsi atau penyakit
neurologis klinis. Kewaspadaan harus dijaga pada pasien penderita malnutrisi parah
atau anemia, dan boleh diberikan pada wanita hamil hanya bila diindikasikan dengan
Tekanan darah -
Pernafasan 27 x/menit
Suhu 40 ̊ C
b. Status Generalis
Tanggal Pemeriksaan Fisik Hasil Keterangan
06/11/2021 Kepala Normal
Mata Normal
Wajah Normal
THT Normal
Leher Normal
Dada Normal
Punggung Normal
Abdomen Tidak Normal Kolik abdomen
Urogenital Normal
Ekstermitas atas Normal
Ekstermitas bawah Normal
Pemeriksaan Nilai
Tanggal Hasil Keterangan
Kimia Klinik Normal
06 November Hb 11,2 g/dl 12,0-16,0 Normal
g/dl
(5.000-
Leukosit 6440/uL Normal
10.000)
Basofil 0 (0-1) % Normal
Eosinofil 0 (1-3) % Normal
2021 N batang 58% 2-6 Normal
( Pemeriksaa N segmen 50-70 Normal
n hematologi) Limfosit 33% 20-40% Normal
Monosit 9% 2-8% Normal
NLA 1,76 < 3,13 Normal
LA 2125 >1500 Normal
Hematokrit 31%
Trombosit 176.000/uL
Warna Kuning
Kekeruhan Jernih
1003 -
06 November Bj 1015 Normal
2021 1030
(Pemeriksaa PH 6 4,6 – 8,6 Normal
n urine) Leukosit <5 2 – 4 LPB Normal
Eritrosit <5
Urobilinogen +
Benda keton +
06 November
2021
Rapid test Negatif
(Pemeriksaa
n Imunologi)
07 Cek tubex 6 (Positif)
November Ty O : Negatif
2021
(Pemeriksaa Tes widal
Ty H : Negatif
n Imunologi)
3.5 Diagnosis
Diagnosa utama :
Demam thypoid
Diagnosa sekunder :
Ascariasis
3.6 Penatalaksanaan
3.6.1 Terapi di IGD
Nama Obat Jumlah Dosis Frekuensi Cara Pemberian
P S Sr M P S Sr M P S Sr M P S Sr M P S Sr M P S Sr M
1 IVFD KaEN 1B 15 tpm IV √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
2 Paracetamol 4 x 1 ½ cth PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
syrup
3 Ranitidine tablet 2 x 60 mg PO √ √
4 Ranitidine 2 x 15 mg IV √ √ √ √
injeksi
5 Injeksi ceftriaxon 2 x 1200 IV √ √ √ √ √ √ √ √
mg
3.7 Follow Up
Nama :An. M Diagnosa utama : Demam thypoid Dokter : dr. Fitriyana, Sp.A, M. Biomed
Diagnosis tambahan : Ascariasis
Umur : 5 Tahun 0 Bulan Ruangan : RPA Apoteker : apt. Wenna Syukri Yenni, S.Farm
b. Pemeriksaan Labor
Pemeriksaan Tanggal Nilai normal
06/11/21 07/11/21 08/11/21 09/11/21 10/11/21 11/11/21
Hematologi
11,0 g/dL 12,0 – 16,0
Hb 11,2 g/dl g/dL
3540/µL 5000-
Leukosit 6440/uL
10.000/µL
Basofil 0 (0-1) %
Eosinofil 0 (1-3) %
N batang 2-6
58%
N segmen 50-70
Limfosit 33% 20-40%
Monosit 9% 2-8%
NLA 1,76 < 3,13
LA 2125 >1500
Hematokrit 31% 30% 37-43%
Trombosit 176.000/uL 165.000/µL 150 – 400
103/µL
c. Pemeriksaan gejala
Tanggal
Pemeriksaan
06/11/21 07/11/21 08/11/21 09/11/21 10/11/21 11/11/21
Demam Ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Nyeri perut Ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Mual Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Muntah Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Nafsu makan Tidak ada Tidak Tidak ada Sudah ada Sudah ada Sudah ada
Tanggal S O A P
05 Demam tinggi Ku = Sedang Tidak ada DRP Monitoring suhu
Septemb terus menerus Kesadaran = CM Terapi untuk indikasi demam tubuh
er 2021 Nyeri perut BB = 15 Kg sudah tepat. Penambahan terapi
(IGD) hilang timbul HR = 27x/ mnt Belum ada terapi untuk mual untuk mual
sejak siang RR = 22X/mnt Terapi untuk keseimbangan Monitoring kadar
Mual Suhu = 40̊ C cairan sudah tepat. cairan tubuh.
Buang angin SPO2 = 97%
BAB tidak ada
sejak kemarin Terapi =
BAK biasa 1. IVFD KA EN
IV 15 tpm
2. PCT tab 250 mg
06 Nov Nyeri perut T : 36,8̊ C Tidak ada DRP Monitoring suhu tubuh
2021 Demam Hb : 11,2 g/dL Terapi untuk indikasi demam Monitoring gejala
(BANGS Mual Leukosit 6440/µL sudah tepat. gastrointestinal.
AL Bibir pecah Eosinofil 0% Terapi untuk mual sudah tepat Monitoring kadar cairan
ANAK) Monosit 9% Terapi untuk keseimbangai cairan tubuh.
NLA : 1,76 sudah tepat.
Hematokrit : 31%
Trombosit :
176000/µL
Leukosit urin : 2-4
Urobilinogen : (+)
Benda keton : (+)
Terapi :
1. IVFD KA EN 1B 15
tpm
2. Paracetamol syr 4x
1 ½ cth
3. Ranitidin 2x60 mg
07 Demam T : 37,9 C Tidak ada DRP Monitoring suhu tubuh.
Novemb Nyeri Perut Tubex : 6 (Positif Terapi untuk indikasi demam Monitoring gejala
er 2021 thypoid) sudah tepat. gastrointestinal
Widal test : (-) Terapi untuk keseimbangai cairan Monitoring kadar cairan
Leukosit : 3540/µL sudah tepat. tubuh.
Hb : 11,0 g/dL
Hematokrit : 30%
Trombosit :
165.000/µL
Terapi :
Sama dengan
sebelumnya
(+) Ceftriaxone 1200
mg dalam Nacl 0,9% 50
cc dalam 30 menit
08 T :36,3̊ C
Novemb Nafsu makan Cek feses : Terapi untuk ascariasis sudah tepat monitoring suhu tubuh
er 2021 sudah ada Ascariasis Terapi untuk keseimbangai cairan Monitoring gejala
Nafsu Minum sudah tepat. gastrointestinal
sudah ada Monitoring kadar
Terapi : cairan tubuh.
Sama dengan
sebelumnya
(+) Pirantel pamoat 150
mg
(-) Ranitidin tab 2x60
mg di stop
09 T : 35,8̊ C -
Novemb Nafsu makan Terapi :
er 2021 sudah ada Sama dengan
Nafsu minum sebelumnya
sudah ada (-) KA EN 1B di stop
10 -
Novemb Nafsu makan Terapi :
er 2021 sudah ada Sama dengan
sebelumnya
11 Nafsu makan T : 35,6̊ C
Novemb sudah ada Terapi :
er 2021 (+) terapi pulang
3.8 Drug Related Problem
dapat dicegah
2. Kesalahan obat
Muncul efek yang tidak - Tidak ada muncul efek yang tidak
diinginkan diinginkan jadi tidak ada
permasalahan.
Ketidaksesuaian
kepatuhan pasien
Pasien membutuhkan
terapi tambahan
Padang Panjang pada tanggal 05 November 2021 jam 23.26 WIB, dengan keluhan
demam tinggi sudah 5 hari secera terus menerus, nyeri perut hilang timbul sejak
siang, mual, muntah, buang angin ada, BAB tidak ada sejak kemarin, BAK seperti
dilakukan cek labor tubex sehingga terbukti bahwa pasien terdiagnosis Demam
thypoid. Kemudian pada tanggal 8 November 2021 dilakukan cek feses terhadap
x 15 mg, injeksi ceftriaxone 2 x 1200 mg, pirantel pamoat 1 x 150 mg, dan
diberikan terapi pulang tanggal 11 November 2021 yaitu curcuma 2 x 1 tab dan
vit c 2 x 50 mg.
cairan tubuh yang hilang cairan obat ini diberikan untuk penderita dehidrasi yang
dinding sel bakteri yang efektif terhadap bakteri gram negatif seperti Salmonela
menurunkan suhu dari demam hingga suhu normal, antipiretik yang biasa
digunakan pada demam tifoid adalah paracetamol syr 1 ½ cth yang dapat
berupa eritema atau urtikaria, kelainan darah, hipotensi dan kerusakan hati.Untuk
menjaga daya tahan tubuh dan merangsang nafsu makan anak maka pasien
diberikan curcuma 2 x1 tab dan vitamic c 2x50 mg secara oral. Dan pasien
diberikan ranitidine untuk mengatasi kejadian mual muntah yang dirasakan oleh
pasien. Kemudian pasien juga mendapatkan terpai pirantel pamoat sebagai terapi
ascariasis, pirantel pamoat dapat memberantas cacing dalam lumen usus atau
jaringan tubuh dengan cara menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan
Menurut IDAI (2013) dosis paracetamol untuk anak adalah Dosis menurut
rekomendasi IDAI (2013). Ranitidin tab menurut IDAI (2013) untuk anak adalah
2-4 mg/kgBB setiap 8-12 jam, Dosis yang diterima pasien adalah 2 x 60 mg = 120
mg/kgBB dosis tungal sedangkan yang diberikan adalah 150 mg sesuai dengan
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Dari kasus diatas disimpulkan bahwa:
1. Dari hasil diagnosa dokter pasien mengalami penyakit demam thypoid
dan ascariasis.
2. Untuk pemberian terapi obat sudah tepat dengan kondisi dan diagnosa
penyakit pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Cita, Yp. 2011. Studi Literatur Bakteri Salmonella Typhi dan Demam Tifoid.
Nusantara
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Companies, Inggris.
P1864.
Grouzard, V., Rigal J., and Sutton M. 2016. Clinical guidelines – Diagnosisand
PHI, 4(12).
John
DT,PetriWA,MarkellEK,VogeM.MarkellandVoge’smedicalparasitology.
Missouri:ElsevierHealthSciences;2006.p.262-7,270-5,
Katzung, G.B., Masters, B.S., dan TrevorJ.A. 2013. Farmakologi Dasar dan
Nelwan RHH, 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Jurnal Continuing
ISSN 2349-3925.
Rahmad W., Akune K., & Sabir M., 2019. Demam Tifoid dengan Komplikasi
Rampengan, N.H. 2013. Antibiotik Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi pada
6(1).
Tandi, Joni. 2017 Kajian Kerasionalan Penggunaan Obat pada Kasus Demam
10.000 tetes
waktu ( jam )=
15 tetes per menit X 60 menit
10.000 tetes
waktu ( jam)=
900 tetes
– 6 jam.
X
125 mL
dosis pct= = 1
5 mL 7,5 mg(1 sendok )
2
937,5 mg/mL
X=
5 mL
X =187,5 mg
Jadi, dosis pct untuk 1 kali minum = 187,5 mg (dosis sudah tepat)
3) Ranitidin tab
4) Ranitidin injeksi
5) Ceftriaxone injeksi
6) Pirantel pamoat
7) Vitamin c