Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH FITOTERAPI

“INTERAKSI OBAT TRADISIONAL “

DOSEN PENGAMPU :
Dr. apt. Eka Fitrianda, M.Farm

Disusun oleh: Kelompok 7

1. Yoga Ramadhana (2030122076)


2. Yosi yendriana (2030122077)
3. Yuliana (2030122078)
4. Yulianis ali permatasari (2030122079)
5. Yustika trisna (2030122080)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan khadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayahnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya, yang merupakan
salah satu tugas dari mata kuliah FITOTERAPI maka penyusun mempersembahkan
satu makalah yang berjudul “INTERAKSI OBAT TRADISIONAL”
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih atas kerja sama
dan bantuan selama proses pembuatan makalah ini. Penyusun juga mengucapkan
terimakasih kepada dosen mata FITOTERAPI kuliah yang telah memberikan
petunjuknya dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagai mana yang kita harapkan. Oleh karena itu penyusun mohon
maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kesalahan, kekurangan dan kekeliruan
baik dalam penyusunan maupun penyampaian materi.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangatalah penyusun harapkan
untuk menunjang perbaikan dimasa mendatang. Dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan bagi pembaca pada umunya.
Terimakasih.

Padang, 13 Maret 2021

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................. 3
1.4 Manfaat........................................................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN............................................................................ 4
2.1 Pengetian......................................................................................... 4
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Obat Dengan
Herbal............................................................................................. 5
2.3 Mekanisme Interaksi Obat.............................................................. 7
2.4 Mekanisme Interaksi Obat Dengan Herbal..................................... 9
2.5 Potensi Interaksi Obat Dengan Obat-Obat Herbal.......................... 11
2.6 Strategi Pelaksanaan Interakasi Obat.............................................. 13
2.7 Macam-Macam Interaksi Obat....................................................... 14
2.8 Jurnal Yang Berkaitan Dengan Interaksi Obat............................... 21
BAB III. PENUTUP.................................................................................... 37
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 38

ii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan tanaman herbal sebagai obat meningkat secara dramatis dibanyak

bagian dunia, termasuk di Indonesia.Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan

menggunakan tanaman herbal berdasar pada pengalaman dan ketrampilan yang

secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Penggunaan tanaman herbal sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan

oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah

lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), serat racikan Boreh wulang

dalem dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat

(jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya.

Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia,

termasuk di eropa, amerika serikat, australia, afrika, dan asia, menggunakan obat

herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Faktor pendorong

terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan

hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya

kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta

semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia.

WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam

pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit, terutama

untuk penyakit kronis, penyakit degenerative dan kanker. WHO juga mendukung

upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional. Namun,

1
penggunaan obat herbal dan obat-obat kimia sebagai obat-obatan konvensional yang

signifikan, perlu diperhatikan interaksi yang mungkin dapat terjadi, sehingga

penggunaannya dapat dilakukan seaman mungkin.

Interaksi antara obat herbal dan obat kimia terjadi ketika efek dari satu obat

diubah oleh kehadiran zat dalam obat herbal. Hasilnya dapat berbahaya jika interaksi

dapat menyebabkan peningkatan toksisitas obat. Misalnya peningkatan toksisitas

terlihat ketika amikasin diberikan dengan ginkgo. Selain itu, pengurangan dalam

keberhasilan terapi karena interaksi kadang-kadang bisa sama berbahaya seperti pada

peningkatan toksisitas. Hasilnya, pengurangan kadar siklosporin disebabkan oleh St

Johns Wort telah menyebabkan penolakan transplantasi dalam beberapa kasus.

Melihat kenyataan di atas, maka perlu dipahami tentang interaksi yang dapat

terjadi antara obat kimia dengan obat herbal. Berikut akan dibahas tentang interaksi

potensiasi antara obat kimia dengan obat herbal.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari interaksi obat?

2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi obat dengan herbal?

3. Bagaimana mekanisme interaksi obat?

4. Bagaimana mekanisme interaksi obat dengan herbal?

5. Bagaimana potensi interaksi obat dengan obat-obat herbal?

6. Bagaimana strategi pelaksanaan interakasi obat?

7. Apa saja macam-macam interaksi obat?

8. Apa saja jurnal yang berkaitan dengan interaksi obat?

2
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari interaksi obat.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi obat dengan

herbal.

3. Untuk mengetahui mekanisme interaksi obat.

4. Untuk mengetahui mekanisme interaksi obat dengan herbal.

5. Untuk mengetahui potensi interaksi obat dengan obat-obat herbal.

6. Untuk mengetahui strategi pelaksanaan interakasi obat.

7. Untuk mengetahui macam-macam interaksi obat.

8. Untuk mengetahui jurnal yang berkaitan dengan interaksi obat.

1.4 Manfaat

1. Mendapatkan informasi data mengenai interaksi obat tradisional.

2. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang interaksi obat

tradisional dengan obat lainnya.

3
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Menurut Kamus kesehatan Indonesia Interaksi obat adalah situasi dimana

suatu zat mempengaruhi aktivitas obat yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya,

atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau direncanakan. Interaksi dapat

terjadi antara obat atau antara obat dengan makanan serta obat-obatan herbal.

Obat herbal didefinisikan sebagai bahan baku atau sediaan yang berasal dari

tumbuhan yang memiliki efek terapi atau efek lain yang bermanfaat bagi kesehatan

manusia; komposisinya dapat berupa bahan mentah atau bahan yang telah mengalami

proses lebih lanjut yang berasal dari satu jenis tumbuhan atau lebih. Sediaan herbal

diproduksi melalui proses ekstraksi, fraksinasi, purifikasi, pemekatan atau proses

fisika lainnya; atau diproduksi melalui proses biologi. Sediaan herbal dapat

dikonsumsi secara langsung atau digunakan sebagai bahan baku produk herbal.

Produk herbal dapat berisi eksipien atau bahan inert sebagai tambahan bahan aktif.

Obat herbal dapat berinteraksi dengan obat sintetik melalui interaksi

farmakokinetik dan atau farmakodinamik.Interaksi farmakokinetik mengakibatkan

perubahan absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi dari obat sintetik atau obat

herbal sehingga dapat mempengaruhi kerja obat secara kuantitatif.Interaksi

farmakodinamik mempengaruhi aksi obat secara kualitatif, baik melalui efek

meningkatkan (aksi sinergis atau aditif) atau efek antagonis.Suatu herbal dapat

memiliki efek yang menyerupai, memperkuat atau melawan efek yang ditimbulkan

obat.Interaksi obat dengan herbal dapat menyebabkan perubahan ketersediaan hayati

4
(bioavailability) dan efikasi obat.Penggunaan obat herbal secara sering dapat menjadi

penyebab terjadinya efek toksik yang tidak diketahui penyebabnya atau berkurangnya

efikasi obat.

Banyaknya senyawa aktif farmakologi dalam obat herbal, berkemungkinan

meningkatkan interaksi yang terjadi. Secara teoritis interaksi obat herbal dengan obat

sintetik lebih tinggi daripada interaksi dua obat sintetik karena obat sintetik biasanya

hanya berisi kandungan kimia tunggal. Penggunaan obat herbal bersamaan dengan

obat sintetik umumnya tidak terawasi oleh dokter atau praktisi pengobatan herbal, hal

tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi pasien, jika obat herbal yang mereka

gunakan dan obat sintetiknya memiliki interaksi potensial.Interaksi ini menentukan

bioavailabilitas.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Interaksi obat dengan herbal

 Bersifat merugikan

1. Penghambatan absorbsi Penggunaan bahan penyusun ramuan yang

mengandung tanin misalnya teh, buah jati belanda, dan kayu rapat. Tanin

akan bereaksi dengan protein dan membentuk senyawa yang melapisi

dinding usus. Keadaan tersebut akan menghambat absorbsi kandungan zat

aktif yang lain, misalnya protein, vitamin, dan mineral. Bahkan pada dosis

besar bisa menimbulkan konstipasi atau malnutrisi.

2. Pengurangan waktu transit di usus Penggunaan bahan penyusun

Antrakinon atau serat larut air akan mengurangi waktu transit obat lain

dalam usus. Antrakinon bersifat laksansia yaitu mempermudah

5
pengeluaran feses. Contoh tanaman yang mengandung antrakinon adalah

senna dan lidah buaya. Sedangkan serat larut air bersifat bulk leaxative,

yaitu juga mempercepat keluarnya feses. Tanaman yang memiliki serat

larut air adalah biji daun sendok. Jika bahan obat lain dicampur dengan

tanaman diatas maka waktu transit diusus berkurang, feses cepat

dikeluarkan, kesempatan absorbsi zat aktif berkurang dan efek

farmakologinya akan berkurang.

 Bersifat Menguntungkan

1. Peningkatan absorbsi

Penggunaan bahan penyusun ramuan yang mengandung seskuiterpen (dari

minyak atsiri), resin (temu-temuan) dan bromelin (nanas) akan

mensuspensi zat aktif (obat lain) hingga membuat bulk yang lebih

lipofilik, akibatnya adalah meningkatkan absorbsi kandungan aktif lain

dan kadar dalam darah meningkat.

2. Peningkatan Biovailabiliatas melalui penghambatan stitokrom P-450

Contohnya adalah Piperin terhadap kurkumin. Piperin mampu

menghambat aktivitas enzim CYP. Akibatnya adalah metabolisme

kukurmin di hepa berkurang, ketersediaan hayati kukurmin meningkat,

kadar dalam darahmeningkat sepuluh kali lipat dan efek farmakologi

(meningkat). Hal serupa terjadi pada interaksi antara lada hitam dan cabe

jawa.

3. Peningkatan Bioavailabilitas melalui penghambatan Glutation

STransferase (GST)

6
GST adalah enzim pemetabolisme fase II yang berperan penting dalam

pengeluaran obat. Sehingga metabolit obat yang beracun bisa di keluarkan

dari tubuh. Namun jika ada obat yang aktif lalu bertemu dengan GST

maka akan merugikan karena obat/ cepat dikeluarkan, sehingga

bioavailabiltasnya jadi rendah dan belum sempat berefek pada tubuh.Ada

banyak bahan alam seperti kukurmin (pada kunyit), temulawak, kunyit,

bengle, temu giring yang bersifat menghambat aktivitas GST. Dengan

GST dihambat, maka metabolisme obat lain akan berkurang sehingga

meningkatkan ketersediaan hayatinya. Akibatnya konsentrasi dalam darah

meningkat, dan efek farmakologi (meningkat), efek ini dinamakan

potensiasi.

2.3 Mekanisme Interaksi Obat

1. Interaksi farmakokinetik

adalah yang proses dapat mempengaruhi suatu absorpsi, distribusikan,

metabolisme dan ekskresik obat atau disebut juga dengan interaksi ADME

2. Interaksi Farmakodimaik

Interaksi farmakodinamik adalah di mana efek dari satu obat yang

diubah oleh kehadiran obat lain di situs kerjanya. Kadang-kadang obat

langsung bersaing untuk reseptor tertentu, misalnya agonis beta, seperti

salbutamol, dan beta blokers, seperti propranolol, tetapi sering kali terjadi

reaksi langsung dan melibatkan gangguan mekanisme fisiologis. Interaksi ini

7
jauh lebih mudah untuk mengklasifikasikannya daripada interaksi pada jenis

farmakokinetik.

Efek yang terjadi pada pada interaksi farmakodinamik yaitu:

- Sinergisme

Interkasi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah sinergisme

antara dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel atau enzim yang sama

dengan efek farmakologi yang sama

- Antagonisme

Interkasi terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek

farmakologis yang berlawanan sehingga mengakibatkan pengurangan

hasil yang diinginkan dari satu obat atau lebih.

- Efek reseptor tidak langsung

Kombinasi ini dapat bekerja melalui mekanisme saling mempengaruhi

efek reseptor yang meliputi sirkulasi kendali fisiologi atau biokimia.

3. Interaksi farmasetik

Interaksi ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat

yang tidak bias dicampur. Pencampuran obat yang demikian menyebabkan

terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimiawi, yang hasilnya

mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna, dan lain-

lain, interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat.

8
2.4 Mekanisme Interaksi Obat – Herbal

Mekanisme interaksi obat-herbal umumnya secara farmakokinetik dan

mengakibatkan perubahan dalam penyerapan dan metabolisme agen terapeutik.Selain

sifat kimia fisika dari obat yang efek penyerapan setelah pemberian oral (misalnya,

kelarutan lipidair, ukuran molekul, derajat ionisasi, dan lain-lain, penghambatan atau

induksi transporter obat dapat memiliki efek besar pada jumlah obat yang

diserap.Mungkin dicirikan transporter obat P-glikoprotein (P-gp) yang telah

ditemukan di membran apikal sel di berbagai organ termasuk saluran pencernaan,

hati, paru-paru, dan ginjal. Senyawa aktif dalam produk herbal telah terbukti

berfungsi sebagai substrat transporter sehingga baik penghambatan atau induksi P-gp

menyebabkan konsentrasi obat meningkat atau berkurang. Perubahan ini pada

konsentrasi obat tertentu dapat mengakibatkan kerentanan baik di tingkat sub-terapi

atau berpotensi menghasilkan efek samping toksik.

Produk herbal juga memiliki komponen-komponen yang berfungsi sebagai

substrat sitokrom P450 (CYP450) yang juga dapat mengakibatkan penghambatan

atau induksi enzim metabolism untuk menghambat enzim CYP450, produk herbal

melakukannya secara kompetitif atau nonkompetitif tergantung pada isozim tertentu

dan senyawa aktif dalam produk tersebut.Inhibisi kompetitif adalah reversibel dan

persaingan biasanya sederhana antara obat dan komponen aktif herbal untuk situs

reaktif pada enzim.Inhibisi nonkompetitif biasanya ditandai dengan reversibel

pengikatan inhibitor pada situs alosterik pada enzim yang mengakibatkan perubahan

konformasi di mana substrat obat masih dapat mengikat tetapi enzim tidak dapat

mengkatalisis biotransformasi obat.Selain itu, komponen aktif dari herbal dapat

9
mengikat ireversibel melalui interaksi kovalen dengan enzim sehingga mengurangi

konsentrasi enzimatau, metabolit dari herbal juga dapat mengikat ireversibel pada

enzim (mekanisme inhibisi dasar) mengurangi genangan enzim yang tersedia untuk

mengkatalisis biotransformations obat.dalam hal ini, pemulihan selanjutnya dari

aktivitas enzim P450 adalah benar-benar bergantung pada sintesis de novo protein

baru dan dengan demikian menghasilkan penundaan yang signifikan antara penarikan

produk herbal dan pemulihan aktivitas metabolik. Penghambatan reversibel

dibandingkan dengan penghambatan mekanisme berbasis ditandai tergantung dengan

waktu, konsentrasi dan NADPH.

Induksi enzim CYP450 oleh produk herbal juga dapat memiliki eFek serius

terhadap farmakokinetika obat yang dapat mengakibatkan peningkatan klirens obat,

bioaktivasi dari prodrugs dan konsentrasi metabolit toksik. Peningkatan clearance

obat akibat aktivitas metabolisme yang lebih tinggi yang berasal dari induksi enzim

CYP450 dari produk herbal akan mengurangi efek terapi obat. Bioactivation dari

prodrugs oral secara signifikan dapat meningkatkan tingkat sistemik dari obat

aktif sehingga meningkatkan kemungkinan efek samping dan toksisitas akibat

peningkatan konsentrasi bentuk aktif dari obat. Efek toksik juga bisa terjadi karena

peningkatan kadar metabolit beracun yang dihasilkan sebagai akibat dari induksi

enzim secara langsung.

10
2.5 Potensi Interaksi Obat dengan Obat-obat Herbal

Faktor-faktor penghambat yang terkait dengan obat, herbal, danatau pasien.

a. Obat-obatan herbal sering mengandung lebih dari 100 komponen, dengan

jumlah yang tidak diketahui dan berpotensi menghambat atau menginduksi

untuk CYPs dan P-gp.

b. Inhibitor2induksi dari CYPs dan P-gp dengan obat-obatan herbal dapat

dengan temporal dibedakan, tergantung pada dosis, rute dan  jaringan

administrasi herbal dan berbagai faktor lainnya,

c. Banyak obat herbal yang digunakan kronis.

d. Variabilitas yang cukup besar dalam kandungan bahan aktif dari komponen

herbal adalah masalah kontrol kualitas.e

e. Faktor yang berhubungan dengan obat seperti adanya metabolisme ekstra-hati,

dan transpor aktif dalam hati,

f. Faktor pasien yang terkait termasuk usia, penyakit, Fungsi ginjal dan hati dan

polimorfisme genetik dari CYP3A43 dan lainnya yang relevan CYPs dan

MDR1 yang mengkode P-gp. Semua faktor ini akan berpengaruh ke hasil

akhir dari interaksi obat dengan obat-obatan herbal.

Sebuah prediksi kualitatif sederhana dari potensi interaksi obat dengan obat-

obatan herbal dapat dibuat berdasarkan sifat farmakologi dari obat. Jika obat adalah

substrat untuk CYP3A4 dan P-gp, potensi untuk interaksi dengan obat-obatan herbal

akan tinggi, khususnya ketika dikombinasikan obat-obatan herbal mengandung

komponen penghambat ampuh dan atau untuk merangsang CYPs dan P-gp. Secara

umum, dapat diantisipasi bahwa obat herbal seperti St John Wort mengandung

11
CYP3A4 induser kuat dan P-gp akan meningkatkan clearance dan mengurangi

bioaVailabilitas obat dipakai bersamaan yang terutama dimetabolisme oleh CYP3A4

dan diangkut oleh P-gp.

Efek penghambatan/induksi metabolisme farmakokinetik obat pada in vivo

sangat bervariasi dan tergantung pada sejumlah faktor yang terkait dengan kombinasi

obat-herbal dan pasien. Faktor-faktor berikutmenentukan tingkat perubahan

konsentrasi plasma pada steady-state yang disebabkan oleh interaksi obat-herbal

secara in vivo:

 Rute administrasi (intravena atau oral, yaitu, apakah obat dan herbal obat

mengalami metabolisme pertama-pass yang signifikan)

 Fraksi klirens hepatik dan klirens total.

 Fraksi dari proses metabolisme mengalami penghambatan/ induksi total di

hati.

 Konsentrasi intrahepatik komponen penghambatan atau merangsang yang ada

dalam obat-obatan herbal yang dikombinasikan.

 Konsentrasi obat (yaitu bahwa konsentrasi obat yang tersedia untuk

hepatosit).

 Kinetika metabolisme obat oleh hepatosit (misalnya Km dan Vmax).

 Tingkat transpor aktif obat oleh P-gp dan pengangkut lainnya.

12
2.6 Strategi Pelaksanaan Interakasi Obat

1. Menghindari kombinasi obat yang berinterkasi

Jika resiko interaksi pemakaian obat lebih besar daripada manfaatnya

maka harus dipertimbangkan untuk memakai obat pengganti. Pemilihan obat

pengganti tergantung pada apakah interaksi obat tersebut merupakan interaksi

yang berkaitan dengan kelas obat tersebut atau merupakan efek obat yang

spesifik.

2. Penyesuaian dosis obat

Jika interaksi obat mebingkatkan atau menurunkan efek obat maka

perlu dilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk

mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat tersebut. Penyesuaian dosis

diperlukan pada saat mulai atau menghentikan penggunaan obat yang

berinteraksi.

3. Pemantauan pasien

Jika kombinasi yang saling berinteraksi diberikan, maka diperlukan

pemantauan pasien. Keputusan untuk memantau atau tidak tergantung pada

berbagai faktor, seperti karakteristik pasien, penyakit lain yang diderita, waktu

mulai menggunakan obat yang menyebabkan interaksi dan waktu timbulnya

reaksi interaksi obat.

4. Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya

Jika interaksi obat tidak bermakna klinis atau jika kombinasi obat yang

berinteraksi tersebut merupakan pengobatan optimal, pengobatan pasien dapat

diteruskan.

13
2.7 Macam-Macam Interaksi Obat

a. Interaksi Obat Herbal

1) St.John Wort – Bupropion

Sinonim : Hypericium Perforatum

Kegunaan dan Indikasi:

St. John Wortsecara luas digunakan untuk mengobati depresi ringan sampai

sedang, gangguan, kecemasan dan insomnia, terutama jika dikaitkan dengan

menopause. Tanaman ini juga telah digunakan secara topikal sebagai adstringen.

Interkasi:

John Wortambat ambilan kembali 5-hydroAytryptamine (5-HT, serotonin)

dan ini telah menghasilkan suatu interaksi farmakodinamik, yaitu pengembangan

sindrom serotonin dengan obat konvensional yang juga memiliki sifat serotonergik,

termasuk bupropion.

2) Valerian - Benzodiazepin

14
Kegunaan dan Indikasi :

Valerian telah digunakan untuk meredakan insomnia, rasa gelisah Tanaman

ini juga telah digunakan untuk mengobati kram perut. Bagian yang digunakan adalah

akar atau rizomanya.

Interaksi valerian dengan obat penenang/Sedatif:

Valerian dapat menyebabkan kantuk. Menggunakan valerian bersama dengan

obat penenang mungkin menyebabkan kantuk terlalu berlebihan. Menggunakan

valerian bersama dengan obat penenang dalam operasi dapat menyebabkan sedasi

yang berkepanjangan. Beberapa contoh obat penenang termasuk pentobarbital

(Nembutal), Fenobarbital (luminal), secobarbital, thiopental dan lain-lain.

Mekanisme :

Valerian telah ditemukan dalam beberapa penelitian in vitro menjadi

penghambat sitokrom P450 isoenzim CYP3A4.Alprazolam dan midazolam

dimetabolisme oleh isoenzim ini.

3) Elder- Anti Diabetik

Sinonim: Black Elder, European Elder

Indikasi:

15
Ekstrak elder digunakan terutama untuk mengobati pilek dan flu. Beberapa

studi in vitro telah menunjukkan bahwa kandungan biji tua memiliki efek

antidiabetes, antivirus dan kekebalan, meningkatkan produksi sitokin dan

mengaktifkan fagosit.

Mekanisme:

Elder dan sulfonilurea (antidiabetik) meningkatkan sekresi insulin dengan

mekanisme yang sama, yaitu menstimulasi sel-sel beta dari pulau langerhans,

sehingga sekresi insulin ditingkatkan.

4) Bawang Putih – Anti Platlet

Indikasi:

Bawang putih telah digunakan untuk mengobati ineksi saluran pernapasan

(seperti pilek, flu, bronkitis kronis, dan hidung dan tenggorokan radang selaput lendir

hidung) dan gangguan kardiovaskular. Hal ini diyakini memiliki antihipertensi,

antitrombotik, fibrinolitik, antimikroba, antikanker, ekspektoran, antidiabetes dan

penurun lipid.

Interkasi bawang putih dengan anti Platelet:

16
Bawang putih mungkin memiliki siFat antiplatelet. Oleh karena itu, mungkin

diharapkan dapat meningkatkan risiko perdarahan dengan obat konvensional

antiplatelet dan obat lain yang memiliki efek antiplatelet.

Mekanisme:

Para peneliti eksperimental menunjukkan bahwa bawang putih menghambat

pengikatan fibrinogen ke reseptor fibrinogen, yang terjadi pada tahap akhir dari

agregasi jalur platelet.

5) Aloes- Diuretik

Sinonim: Aloe vera

Indikasi:

  Aloes terutama telah digunakan secara internal sebagai pencahar.

Interaksi Aloes + Diuretik:

  Penggunaan diuretik hemat kalium (loop diuretic dan tiazide dan yang

berhubungan dengan diuretic) dapat menyebabkan penipisan kalium. Diare kronis

yang disebabkan oleh penggunaan jangka panjang atau penyalahgunaan stimulan

pencahar seperti aloes juga dapat menyebabkan kekurangan air dan kalium yang

berlebihan. Secara teoritis dapat meningkat dengan penggunaan diuretic secara

bersamaan.

Contoh Interaksi obat dengan herbal

17
 Bersifat merugikan

1) Ginkgo biloba Interaksi antara ginkgo biloba (yang berfungsi untuk

menghambat faktor pengaktifan platelet) dengan obat yang memiliki

efek sebagai antikoagulan atau antiplatelet, seperti aspirin dapat

memperhebat terjadinya pendarahan.

2) Echinaceae Echinaceae biasanya diindikasikan untuk meningkatkan

imunitas. Penggunaan echinaceae bersama dengan ketoconazole (anti

jamur), isoniazid (untuk mengobati penyakit TBC), dapat

menyebabkan lifer toxicity.

3) Caffeine Penggunaan obat kimia yang mengandung caffeine dengan

obat tradisional yang mengandung gingseng dapat menyebabkan

gangguan gastrointestinal, serta menyababkan insomnia.

4) Ginseng Berdasarkan penelitian penggunaan ginseng bersama

coumadin dapat menyebabkan pendarahan. Ginseng yang digunakan

bersamaan dengan warfin dapat menurunkan efek anti koagulan dari

warfin akibatnya proses pendarahan dapat tetap terjadi

 Bersifat menguntungkan

1) Rhubarb-akar kelembak Yang mengandung tanin menunjukkan efek

yang sinergis dengan obatobatan ACE inhibitor seperti Captropil

untuk mengurangi kadar kreatinin dalam serum

2) Buah Pare (Momordica charantia) Dengan obat diabetes oral maupun

dengan tanaman brotowali (Tinospora cordifolia) untuk menurunkan

kadar gula darah pada penderita diabetes.

18
3) Kunyit – Asam Dimana kurkuminoid yaitu zat aktif dalam kunyit

yang bersifat labil distabilkan oleh asam

4) Kunyit- Bawang Putih Dapat menurunkan kolesterol total, penurunan

LDL, Trigliserida, Glukosa darah dan peningkatan kadar HDL.

Contoh interaksi obat-herbal yang dapat berakibat fatal misalnya interaksi

antara warfarin dengan ginkgo, bawang putih (Allium sativum) dan dong quai

(Angelica sinensis). Interaksi tersebut berpotensi menimbulkan perdarahan. Dokter

dan Apoteker harus memastikan bahwa pasien yang akan mendapatkan tindakan

operatif tidak mengkonsumsi obat herbal yang mengandung tanaman-tanaman

tersebut; atau menunda tindakan operatif setidaknya 2 minggu terhitung dari

konsumsi terakhir obat herbal tersebut. Contoh lain misalnya interaksi antara obat

antidepresan trisiklik dengan yohimbin (Pausinystalia yohimbe). Interaksi tersebut

meningkatkan resiko hipertensi penggunaan yohimbin.Yohimbin merupakan senyawa

alkaloid yang memiliki efek afrodisiak, yang terdapat dalam Irex®, Irex Max®,

Neohormoviton®, dan lain sebagainya. Bagi calon apoteker, pengetahuan interaksi

obat-herbal sangat penting dalam tim farmakoterapi bersama dengan dokter di rumah

sakit ataupun pelayanan informasi obat di apotek. Apoteker harus memberikan

informasi tentang berbagai efek samping yang mungkin timbul dan adanya interaksi

obat-herbal terhadap berbagai produk herbal.

Contoh lain misalnya interaksi antara obat antidepresan trisiklik dengan

yohimbin (Pausinystalia yohimbe). Interaksi tersebut meningkatkan resiko hipertensi

penggunaan yohimbin.Yohimbin merupakan senyawa alkaloid yang memiliki efek

afrodisiak, yang terdapat dalam Irex®, Irex Max®, Neohormoviton®, dan lain

19
sebagainya.Contoh interaksi obat OTC-herbal adalah interaksi antara ginkgo dengan

asetosal (Aspirin®), parasetamol dan ergotamin.Interaksi ginkgo- asetosal

menyebabkan hifema secara spontan.Interaksi ginkgo-parasetamol, ergotamin, kafein

menyebabkan hematoma subdural bilateral.

b. Interaksi obat-makanan

Makanan juga dapat menyebabkan perubahan klinis yang penting dalam

penyerapan obat melalui efek motilitas gastrointestinal atau dari pengikatan obat.

Selain itu, diketahui bahwa tyramine yang ada dalam beberapa bahan makanan

dapat mencapai konsentrasi toksik pada pasien yang menggunakan MAOIs.

Dengan berkembangnya pemahaman tentang mekanisme metabolisme obat, maka

telah diakui bahwa beberapa makanan dapat mengubah metabolisme obat. Seperti

jus buah anggur yang dapat menyebabkan interaksi klinis yang paling relevan.

Contoh: Sayuran dan daging panggang

Sayuran, seperti kubis Brussel, kol, dan brokoli, mengandung zat yang

menginduksi sitokrom P450 isoenzim CYP1A2. Bahan kimia yang dibentuk

dari daging yang dibakar juga dapat menambah zat yang dapat menginduksi

sitokrom P450 isoenzim CYPIA2 tersebut.

c. Interaksi obat-rokok

d. Interaksi obat-suplemen

e. Interaksi obat- alcohol

Alkohol (bir, minuman keras, anggur, dll) adalah depresan susunan saraf   

pusat, menekan atau mengganggu fungsi seperti koordinasi dan kewaspadaan.

penekanan atau fungsi yang terganggu secara berlebihan dapat terjadi apabila

20
alkohol digunakan bersama dengan depresan susunan saraf pusat lainya.

akibatnya mengantuk, pusing, hilang koordinasi otot dan kewaspadaan mental

pada khasus berat terjadi gangguan peredaran darah dan fungsi pernapasan yang

menyebabkan koma dan kematian.

Kelompok depresan yang berinteraksi:

1. Antikolinergik

Digunakan untuk mengendalikan tremor karena penyakit parkinson atau karena

pengobatan dengan antipsikotropika: Akineton, artane, cogentin dll.

2. Antikovulsan

Digunakan untuk mengendalikan kejang. Contoh obatnya: depakene, dilantin,

mesantoin, dll

3. Antidepresan

Contoh obatnya: adapin, aventyl, elavil, etrafon, dll.

2.8 Jurnal yang Berkaitan dengan Interaksi Obat

1. Acetosal, buah mengkudu (morinda citrifolia l.) dan waktu perdarahan

Pendahuluan

Coumarin dan heparin yang merupakan obat antipembekuan darah

(antikoagulan) dapat digunakan untuk mencegah terjadinya trombosis. Penggunaan

obat antiagregasi platelet seperti acetosal juga digunakan untuk mencegah terjadinya

agregasi platelet, sehingga dapat mencegah sumbatan terbentuk dalam pembuluh

darah. Kandungan kimiawi buah mengkudu melalui penelitian yang diduga sebagai

anti koagulan adalah coumarin, sedangkan vitamin yang terkandung di dalamnya

21
adalah: vitamin C dan vitamin A, coumarin adalah warfarin yang digunakan sebagai

antikoagulan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kembali apakah di buah

mengkudu terdapat coumarin dan mengetahui pengaruh kombinasi pemberian

acetosal dengan sari buah mengkudu terhadap lama waktu perdarahan di mencit.

Metode Penelitian

Hewan uji yang digunakan adalah mencit sebanyak 24 ekor mencit putih

jantan galur berumur 8−12 minggu dengan bobot badan 20−22 g yang terbagi

menjadi tiga kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 8 ekor mencit. Dalam

penelitian ini dipilih dosis acetosal untuk mencit yaitu 40 mg/kg bb dan dosis dosis

sari buah mengkudu yaitu 100 mg/kg bb.

1. Kelompok 1 diberi acetosal dengan dosis 40 mg/kg bb satu kali sehari selama

7 hari. Pemberian dilakukan lewat rongga mulut sebanyak 0,5 mL larutan

persediaan acetosal,

2. Kelompok 2 diberi sari etanol buah mengkudu dengan dosis 100 mg/kg bb

satu kali sehari selama tujuh (7) hari. Pemberian dilakukan lewat rongga

mulut sebanyak 0,5 mL larutan persediaan sari buah mengkudu.

3. Kelompok 3 diberi gabungan acetosal dengan dosis 40 mg/kg bb dan sari

etanol buah mengkudu sebanyak 100 mg/kg bb satu kali sehari selama tujuh

(7) hari. Pemberian dilakukan lewat rongga mulut sebanyak 0,25 mL larutan

persediaan acetosal dan 0,25 mL larutan persediaan sari buah mengkudu

Untuk menentukan waktu perdarahan, mencit dimasukkan ke dalam

pemegang (holder). Ujung ekor mencit dibersihkan dengan alkohol 70% lalu ekor

22
mencit dilukai dengan jarak 2 cm dari ujung ekor sepanjang 2 mm, sedalam 1 mm,

dengan pisau pemotong, yang diberi pembatas. Darah yang menetes diserap setiap 15

detik dengan menempelkan kertas saring. Waktu dari darah pertama kali terlihat

sampai tidak tampak bercak darah pada kertas saring diukur dengan stopwatch.

Selang waktu yang diperoleh disebut waktu perdaraha.

Hasil dan Pembahasan

Sari buah mengkudu memberikan warna fluoresensi yang sama dengan

bakuan coumarin, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel sari buah mengkudu

mengandung zat tersebut.

23
Pemberian gabungan acetosal dan sari buah mengkudu dapat memperpanjang

lama waktu perdarahan di mencit. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kerja

antiplatelet acetosal dan antikoagulan asal coumarin yang berada dalam sari buah

mengkudu. Acetosal yang merupakan golongan anti peradangan nonsteroid dapat

memperpanjang lama waktu perdarahan melalui mekanisme penghambat buatan

tromboksan-A2 (TXA2). Tromboksan A2 adalah pengimbas kuat agregasi platelet.

Apabila tromboksan A2 dihambat maka agregasi platelet akan terhambat, sehingga

menyebabkan peningkatan lama waktu perdarahan.

Kesimpulan

Didasari hasil telitian ini diperoleh simpulan sebagai berikut: Dapat

dibuktikan bahwa buah mengkudu mengandung coumarin dan gabungan acetosal 40

mg/kg bb dan sari buah mengkudu 100 mg/kg bb dapat memperpanjang lama waktu

perdarahan di mencit.

24
2. Minuman - interaksi obat: e ffff pengaruh konsumsi minuman teh hijau

terhadap metabolisme atorvastatin dan pengangkut membran di usus

kecil dan hati tikus

Pendahuluan

Teh hijau (GT) merupakan minuman populer di negara-negara Asia.

Fitonutrien bioaktif yang bertanggung jawab atas aktivitas farmakologis GT diyakini

termasuk polifenol teh, yang dikenal sebagai katekin. Katekin utama di GT termasuk

epicatechin (EC), epigallocatechin (EGC), epicatechin gallate (ECG), dan

epigallocatechin gallate (EGCG). Konsumsi GT secara teratur dapat mengurangi

risiko penyakit kardiovaskular dan kanker, mungkin karena polifenol tehnya.

Konsumsi minuman GT telah dilaporkan meningkatkan aktivitas CYP1A1

dan 1A2 hati dan menginduksi UDP-glukuronosiltransferase (UGT). Namun, e ffff

Dampak polifenol GT atau GT pada aktivitas CYP3A hati masih kontroversial.

Aktivitas CYP3A terbukti menurun, tidak berubah, atau diatur lebih tinggi oleh

polifenol GT atau GT. EGCG kemungkinan menjadi salah satu katekin utama dalam

GT yang menghambat CYP3A dan P-gp di usus dan hati, menghasilkan konsentrasi

obat plasma yang lebih tinggi. Namun, relatif sedikit informasi yang tersedia tentang

e ffff dll. konsumsi GT pada fungsi OATP. Tidak seperti dosis tinggi ekstrak GT atau

polifenol teh yang dapat menghambat enzim metabolisme obat dan transporter

membran dalam studi eksperimental, konsumsi GT yang tepat atau suplementasi

dengan kadar ekstrak GT yang sederhana mungkin tidak menyebabkan signifikan

secara klinis. ffff efek pada disposisi atau eliminasi obat yang dimetabolisme oleh

25
enzim CYP / UGT atau P-gp. Namun demikian, disposisi obat yang merupakan

substrat transporter membran OATP dapat dipengaruhi oleh konsumsi ekstrak GT.

Sampai saat ini, minuman teh yang mengandung gula yang tersedia secara

komersial menjadi lebih populer di seluruh dunia. Gula yang ditambahkan dalam GT

dapat mengurangi rasa pahit dan meningkatkan ketersediaan hayati beberapa katekin

dengan meningkatkan penyerapan usus. Sampai saat ini, bagaimanapun, interaksi

obat-minuman GT yang mungkin tidak jelas. Oleh karena itu, dalam studi ini, kami

menyelidiki e ffff Efek konsumsi minuman GT pada tingkat ATV dan metabolit aktif

utamanya, ATV 2-OH, dalam plasma dan hati tikus. Aktivitas CYP3A dan ekspresi

transporter membran, P-gp, OATP2, dan / atau OATP2B1 di hati dan usus juga

dievaluasi.

Metode Penelitian

Konsumsi minuman GT menyebabkan interaksi obat, e ffff Efek konsumsi

minuman GT pada metabolisme atorvastatin dan transporter membran dievaluasi.

Tikus jantan diberi pakan chow diet dengan air ledeng atau minuman GT selama 3

minggu. Kemudian, tikus diberi atorvastatin (ATV) dosis tunggal oral (10 mg / kg

berat badan), dan darah diambil pada berbagai titik waktu dalam 6 jam.

Hasil dan Pembahasan

Hasil menunjukkan bahwa konsumsi GT meningkatkan konsentrasi plasma

(AUC 0–6j) dari ATV (+ 85%) dan ATV 2-OH (+ 93,3%). GT juga meningkatkan

ATV 2-OH (+ 40,9%) dan ATV 4-OH (+ 131,6%) isi di hati. Penurunan aktivitas

enzim sitokrom P450 (CYP) 3A, tanpa perubahan ekspresi P-glikoprotein di usus,

diamati pada tikus yang diobati dengan GT. Selain itu, GT meningkatkan

26
metabolisme ATV yang dimediasi CYP3A hati dan menurunkan ekspresi protein

membran polipeptida pengangkut anion organik (OATP) 2. Tidak ada perbedaan

yang signifikan ffff erence dalam ekspresi protein membran OATP2B1 dan P-

glikoprotein di usus dan hati setelah pengobatan GT. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa konsumsi GT dapat menurunkan OATP2 hati dan, dengan demikian,

membatasi serapan obat hati dan meningkatkan paparan plasma terhadap ATV dan

ATV 2-OH.

Kesimpulan

Konsumsi minuman GT yang konsisten dapat meningkatkan konsentrasi

plasma ATV dan ATV 2-OH dan meningkatkan tingkat hati 2-OH dan 4-OH ATV.

GT pada dasarnya mempengaruhi aktivitas CYP3A di usus kecil dan hati. Volume

minum harian Minuman GT dalam penelitian ini adalah sekitar 1328 mL dalam

istilah manusia (60 kg BW), yang dapat dicapai dengan mengonsumsi 5,5 cangkir

GT. Karena CYP3A4 pada manusia bertanggung jawab atas metabolisme lebih dari

50% obat klinis, interaksi GT minuman-atorvastatin mungkin dianggap relevan

secara klinis dalam populasi ini. Khususnya, konsumsi minuman GT tidak

berpengaruh pada ekspresi protein transporter membran, P-gp, dan OATP2B1 di usus

kecil dan hati. Namun, GT dapat menurunkan ekspresi protein OATP2 hati

membatasi pengambilan obat hati, dan, dengan demikian, dapat meningkatkan

paparan obat plasma dari ATV dan 2-OH ATV. Karena minuman GT mengandung

gula dan GT, efek konstituen individu dalam minuman GT — seperti gula atau GT —

pada metabolisme ATV, farmakokinetik, dan transporter membran akan diteliti lebih

lanjut dalam penelitian selanjutnya.

27
3. Review jurnal: interaksi warfarin dan herbal untuk meminimalkan

kejadian adverse drug reaction (adr)

Pendahuluan

Warfarin merupakan antikoagulan oral yang paling sering digunakan untuk

menangani penyakit terkait tromboembolisme. Warfarin memiliki karakteristik

indeks terapeutik sempit (narrow therapeutic index), sehingga perbedaan dosis yang

sedikitpun akan memberikan perbedaan respon yang signifikan. Dosis yang tidak

sesuai akan meningkatkan efek samping, dosis yang berlebih akan mengakibatkan

resiko pendarahan mayor ataupun minor pada pasien. Obat herbal dan makanan

paling banyak disebut sebagai penyebab utama kejadian Adverse drug reaction

(ADR) pada terapi dengan warfarin. Pada sebuah literature disebutkan bahwa inteaksi

herbal dan warfarin terjadi pada 34 pada 133 kasus interaksi herbal dengan obat,

menjadikan warfarin sebagai obat yang paling sering berinteraksi dengan herbal.

Review ini dilakukan untuk mengidentifikasi interaksi antara warfarin dengan

beberapa herbal yang umum digunakan oleh masyarakat sebagai upaya untuk

meminimalkan kejadian ADR pada terapi warfarin.

Metode Penelitian

Herbal yang secara klinis berinteraksi dengan warfarin diidentifikasi

berdasarkan tiga kategori berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Holbrook et.al

pata tahun 2005 yang pertama apakah interaksi obat meningkatkan atau menghambat

efek farmakologi warfarin. Kedua, berdasarkan tingkat kejadian (level of causation)

yang dikategorikan dari level I (Highly Probable), level II (Probable), level III

(Possible) hingga IV (Doubtful) dimana semakin tinggi level menandakan bahwa

28
tingkat kejadian atau kemungkinan herbal akan berinteraksi dengan warfarin akan

semakin rendah.

Hasil dan Pembahasan

Hasilnya, terdapat tujuh herbal yang diidentifikasi mengenai interaksinya

dengan warfarin pada artikel ini. Terdapat satu herbal yang dikategorikan Level I

(highly probable) yaitu St John’s Worth, dua herbal dalam kategori Level II

(probable) yaitu Danshen dan Soya, dua herbal dalam kategori Level III (Possible)

yaitu Ginseng dan Bawang putih dan dua herbal lain dalam kategori Level IV

(Doubtful) yaitu Jahe dan Teh hijau.

Kesimpulan

Herbal yang diidentifikasi memiliki range keparahan major hingga moderate.

Berdasarkan tingkat kejadian (level of causation) sebaiknya herbal dalam kategori

level I dan II terutama memiliki tingkat keparahan major dan moderate dihindari

penggunaanya bersama dengan warfarin sedangkan herbal pada level III dan IV

sebaiknya dilakukan monitoring terhadap nilai INR. Terapi herbal bersamaan dengan

terapi farmakologi sebaiknya dilakukan dalam pengawasan dokter dan apoteker yang

bertanggung jawab agar meminimalkan adverse drug reaction pada pasien.

29
4. Bioavailabilitas tablet ibuprofen pada pemberian bersamaan dengan

ekstrak air herba pegagan (Centella asiatica (l) urban) pada kelinci

jantan

Pendahuluan

Secara teoritis interaksi obat herbal dengan obat sintetik lebih tinggi daripada

interaksi dua obat sintetik karena obat sintetik biasanya hanya berisi kandungan kimia

tunggal. Ibuprofen merupakan derivat dari asam propionat, yang secara luas

digunakan sebagai obat antiinflamasi non-steroid, antipiretik dan analgetik. Seperti

halnya ibuprofen, ekstrak air herba pegagan juga memiliki aktifitas sebagai

antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi dari ekstrak air herba pegagan dapat dikaitkan

dengan adanya glikosida seperti asiaticoside dan madecassoside. Assiaticoside

merupakan suatu inhibitor aktivitas enzim CYP450 (CYP3A4 dan CYP2C19), dapat

menyebabkan interaksi dengan obat yang dimetabolisme oleh enzim termasuk

ibuprofen. Enzim CYP450 tidak hanya terdapat di hati tetapi juga banyak terdapat di

usus. Enzim CYP450 berperan dalam proses metabolism obat, adanya inhibisi enzim

CYP450 menyebabkan berkurangnya metabolisme obat. Apabila ibuprofen diminum

bersama dengan ekstrak air herba pegagan kemungkinan metabolisme ibuprofen yang

terjadi di dalam usus berkurang sehingga ibuprofen berada dalam jumlah lebih

banyak di usus akibat selanjutnya adalah jumlah ibuprofen yang terabsorpsi akan

meningkat.

30
Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan 5 ekor kelinci jantan galur lokal (n=5) berat

badan 1,5-1,8 kg, dengan CV untuk ke-5 kelinci < 10%diteliti menggunakan

rancangan Cross Over Design dengan 4 macam perlakuan.

Hasil

Penentuan parameter bioavailabilitas ibuprofen

Gambar 2. Kurva kadar ibuprofen dalam plasma sebagai fungsi waktu, pada masing-

masing perlakuan kelinci jantan secara oral dengan dosis 400 mg

31
Indeks terapi ibuprofen dalam darah pada manusia yaitu pada kadar 10-50

μg/ml dan kadar toksik > 100 μg/ml. edangkan pada penelitian ini kadar maksimum

ibuprofen dalam darah pada berbagai perlakuan begitu bervariasi, kadar maksimum

ibuprofen pada keempat kelompok perlakuan berada di luar indeks terapi ibuprofen

dan bahkan melebihi kadar toksik dari ibuprofen, untuk kontrol sebesar 185,902

μg/ml, perlakuan pemberian tablet ibuprofen bersamaan dengan ekstrak air herba

pegagan 25 %b/v sebesar 201,466 μg/ml, perlakuan pemberian tablet ibuprofen

bersamaan dengan ekstrak air herba pegagan 50 %b/v sebesar 248,316 μg/ml, dan

perlakuan pemberian tablet ibuprofen bersamaan dengan ekstrak air herba pegagan

100 %b/v sebesar 287,692 μg/ml.

Kesimpulan

1. Penggunaan tablet ibuprofen bersama ekstrak air herba pegagan dapat

meningkatkan nilai Cpmaks dan AUC, tetapi tidak ada pengaruh terhadap nilai tmaks.

2. Penggunaan ibuprofen bersama ekstrak air herba pegagan 50 %b/v dan 100%b/v

secara signifikan mempengaruhi bioavailabilitas ibuprofen dalam darah.

5. Pengaruh pemberian ekstrak daun oregano (Origanum vulgare) terhadap

bioavailabilitas tablet diazepam pada mencit

Pendahuluan

Salah satu interaksi yang terjadi dari obat herbal adalah interaksi

farmakokinetika yang mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi

obat. Beberapa obat herbal mempengaruhi absorbsi obat, seperti obat berefek laksatif

yang bisa digunakan untuk penurunan berat badan, akan mempengaruhi waktu transit

32
dan akan menurunkan absorpsi obat. Sedangkan interaksi farmakodinamik terjadi

pada obat yang bekerja mirip/atau sama dengan obat herbal, misalnya pemberian

bersamaan antara obat herbal yang memiliki aktifitas antiplatelet dengan

antikoagulan, penggunaan bersamaan efedrin dengan obat herbal yang kaya kofein.

Salah satu obat herbal yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat

penyakit demam, diare, mual, penyakit kuning, dan gatal pada kulit adalah Daun

Oregano (Origanum vulgare L). Daun Oregano memiliki manfaat diantaranya untuk

mencegah infeksi, mengobati sakit perut, serta gangguan pernapasan ringan, untuk

mengusir demam, mual, penyakit kuning, gatal-gatal pada kulit di sebabkan oleh

bakteri. Berdasarkan penelitian sebelumnya, dimana menurut Utami (2013) bahwa

ekstrak etanol daun oregano (Origanum vulgare L) dengan konsentrasi 0,5%, 1%,

2%, dan 4% b/v dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa

dan Staphylococcus epidermidis.

Metode Penelitian

Hewan uji yang digunkan adalah mencit jantan sebanyak 15 ekor yang dibagi

dalam 5 kelompok, dan tiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit. Mencit diberi

suspensi tablet diazepam dan ekstrak daun oregano dengan konsentrasi masing-

masing 0,5%, 1%, 2%, dan 3% b/v masing-masing sebanyak 1 ml secara oral.

Kemudian diamati mula kerja obat (onset) dan lama kerja obat (durasi).

Hasil dan Pembahasan

33
Tabel 1. Hasil pengamatan onset (mulai tidur) mencit setelah diberikan suspensi

diazepam bersamaan dengan ekstrak daun oregano.

N Waktu onset (menit) setelah perlakuan Jumlah


Suspensi Suspensi Suspensi Suspensi Suspensi Total
diazepam diazepa diazepam diazepam diazepam
+ air m+ + ekstrak + ekstrak + ekstrak
suling ekstrak 1 % b/v 2 % b/v 3 % b/v
0,5 % b/v
1 12 11 10 8 4 45
2 14 12 9 8 6 49
3 12 12 11 9 3 47
∑ 38 35 30 25 13 141
X 12,66 11,66 10 8,33 4,33

Tabel 2. Hasil Pengamatan Durasi (lama tidur) mencit setelah diberikan suspensi

diazepam bersamaan dengan ekstrak daun oregano.

N Waktu onset (menit) setelah perlakuan Jumlah


Suspensi Suspensi Suspensi Suspensi Suspensi Total
diazepam diazepa diazepam diazepam diazepam
+ air m+ + ekstrak + ekstrak + ekstrak
suling ekstrak 1 % b/v 2 % b/v 3 % b/v
0,5 % b/v
1 39 20 15 7 8 89
2 28 19 18 10 3 78
3 35 17 11 7 5 75
∑ 102 56 44 24 16 242
X 34 18,6 14,66 8 5,33
Keterangan: N: Hewan Uji
∑: Jumlah onset dan durasi (menit)
X: Rata-rata onset dan durasi (menit)

Penelitian ini menggunakan diazepam sebagai pembanding dan air suling

sebagai kontrol dengan maksud untuk membandingkan apakah ekstrak daun oregano

berpengaruh terhadap bioavailabilitas diazepam dari beberapa konsentrasi ekstrak

daun Oregano. diazepam digunakan sebagai pembanding karena jenis obat ini banyak

34
digunakan dan mula aksi dari obat tersebut cepat yaitu 20 - 40 menit dan memiliki

durasi yang panjang yaitu 6 jam atau lebih.

Hasil analisa menggunakan metode Analisis Varian (ANAVA) menunjukkan

bahwa pemberian ekstrak daun Oregano konsentrasi 0,1% b/v, 1% b/v, 2% b/v dan

3% b/v, bersamaan suspensi diazepam dapat mempengaruhi bioavailabilitas

diazepam, dimana pada onset menunjukkan bahwa Fhitung sebesar 232,4 lebih besar

dari Ftabel baik pada taraf kepercayaan 1% sebesar 4,43 maupun pada taraf

kepercayaan 5% sebesar 2,87. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan onset dan

durasi masa tidur yang sangat nyata antara kelompok kontrol/pembanding dan antar

kelompok pemberian ekstrak daun Oregano sehingga perlu dilakukan uji lanjutan

dengan uji rentang Newman-Keuls.

Berdasarkan hasil uji lanjutan dengan Uji Rentang Newman-Keuls, pada onset

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efek (signifikan) antara kelompok kontrol,

kelompok perlakuan. ini disebabkan salah satu kandungan zat aktif yang terdapat

pada ekstrak daun Oregano yang dapat menginduksi enzim pemetabolisme diazepam,

sehingga efek diazepam lebih cepat yang di tandai mula kerja (onset) dan durasinya

lebih cepat.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Ekstrak Daun Oregano (Origanum vulgare) yang diberikan bersamaan dengan

tablet diazepam berpengaruh terhadap Bioavailabilitas tablet Diazepam Pada

Mencit secara oral.

35
2. Ekstrak daun Oregano dapat menginduksi enzim pemetabolisme diazepam,

sehingga efek diazepam lebih cepat yang di tandai mula kerja (onset) dan durasi

lebih cepat.

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

36
Identifikasi obat yang berinteraksi dengan herbal memiliki implikasi penting

dalam pengembangan obat. Identifikasi awal obat yang berinteraksi dengan herbal

dan mekanisme yang terlibat. Identifikasi obat yang berinteraksi dengan herbal dapat

dimasukkan ke dalam tahap awal pengembangan obat.Apoteker memegang peranan

penting dalam mencegah terjadinya interaksi obat konvensional-herbal dengan

memperhatikan peresepan obat pada pasien dan melihat riwayat pengobatan

pasien.apoteker dan dokter mengetahui obat-obat yang digunakan pasien saat

menjalani terapi pengobatan, termasuk didalamnya obat-obat yang diresepkan atau

tidak, pemakaian herbal dan penggunaan produk suplemen berupa vitamin dan

mineral, sehingga terapi obat yang diberikan pada pasien terjamin keamanan dan

efektivitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

37
Blazek-Welsh and Rhodes. 2001.Maltodextrin Based Proniosomes, AAPS PharmSci.

Ebadi, M.2002. Pharmacodynamic Basis of Herbal Medicine. Washington: CRC


Press.

Fardin dan Sarina. 2017. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Oregano (Origanum
vulgare) Terhadap Bioavailabilitas Tablet Diazepam Pada Mencit. The
National Journal Of Pharmacy. Vol 14 (1): 53-58.

Gohil and Patel. 2007.Herb-Drug Interactions, Indian Journal of Pharmacology.

Inamdar, Edalat, Kotwal, Pawar. 2008. Herbal Drugs in Milieu of Modern Drugs,
International Journal of Green Pharmacy.

Rahmayanti, S. U. dan A. Muhtadi. 2018. Review Jurnal: Interaksi Warfarin Dan


Herbal Untuk Meminimalkan Kejadian Adverse Drug Reaction (ADR).
Jurnal Farmaka. Vol 16 (2): 233-245.

Rodda, Molmoori, Samala, Banala, Ciddi. 2010, An Insight into Herb - Drug
Interactions. International Journal of Pharmaceutical Sciences and
Nanotechnology.

Sutanti, D. W. dan I. Wahyuningsih. 2013. Bioavailabilitas Tablet Ibuprofen Pada


Pemberian Bersamaan Dengan Ekstrak Air Herba Pegagan (Centella asiatica
(L) Urban) Pada Kelinci Jantan. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. Vol 3 (1): 49-60.

WHO. 2001. Legal Status of Traditional Medicine and Complementary/ Alternative


Medicine: A Worldwide Review, Geneva.

WHO, 2005. National Policy on Traditional Medicine and Regulation of Herbal


Medicines, Report of a WHO global survey, Geneva.

Yao, H. T., Y. R. Hsu dan M. L. Li. 2020. Minuman - Interaksi Obat: E Ffff
Pengaruh Konsumsi Minuman Teh Hijau Terhadap Metabolisme Atorvastatin
Dan Pengangkut Membran Di Usus Kecil Dan Hati Tikus. Jurnal Membran.
1-12.

38
Yasa, I. W. P. S., K. W. Astuti dan I. G. M. Aman. 2012. Acetosal, Buah Mengkudu
(Morinda Citrifolia L.) Dan Waktu Perdarahan. Indonesian Journal Of
Clinical Phatology And Medical Laboratory. Vol 18 (2): 97-104.

39

Anda mungkin juga menyukai