Firman S P
Sisa tugas yang ngga tau mau diapain lagi. semoga bermanfaat, dan mohon maaf
masih banyak kesalahan.
TOKSIKOLOGI OBAT DAN
PENANGANAN KERACUNAN
UMUM
Juli 03, 2017
DISUSUN OLEH :
Nova Riyani (E0014047)
Restu Putri Utami (E0014050)
Siti Lailatul Karimah (E0014053)
Supatmi (E0014056)
Tingkat III.B
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 1/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Toksikologi Obat dan Penanganan Keracunan Umum”. Dan juga kami berterima kasih pada
Ibu Devi Ika K.S, M.Sc selaku dosen mata kuliah Ilmu Resep yang telah memberikan tugas
ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, diharapkan adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
katakata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
Slawi, April 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 2
1.3 Tujuan....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Toksikologi Obat ........................................................... 4
2.2 Model Masuk dan Daya Keracunan ............................................. 5
2.3 Klasifikasi Daya keracunan .......................................................... 9
2.4 Keracunan Obat Spesifik .............................................................. 10
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 2/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
2.5 Penatalaksanaan keracunan dan Overdosis .................................. 19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................... 33
3.2 Saran.............................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya
sedikit yang fatal. Sebagian kematian disebabkan oleh bunuh diri dengan mengkonsumsi
obat secara overdosis oleh remaja maupun orang dewasa. Kematian pada anak akibat
mengkonsumsi obat atau produk rumah tangga yang toksik telah berkurang secara nyata
dalam 20 tahun terakhir, sebagai hasil dari kemasan yang aman dan pendidikan yang
efektif untuk pencegahan keracunan.
Keracunan tidak akan menjadi fatal jika korban mendapat perawatan medis yang cepat
dan perawatan suportif yang baik. Pengelolaan yang tepat, baik dan hatihati pada korban
yang keracunan menjadi titik penting dalam menangani korban.
Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang efek merugikan dari
bahan kimia terhadap organisme hidup. Bahan – bahan yang terkandung pada jenis obat –
obatan, baik obat modern maupun obat tradisional. Sebagian dari masyarakat Indonesia
lebih cenderung mengkonsumsi obatobatan tanpa mengetahui ada dan tidaknya efek
toksik dari obat yang dikonsumsi. hal ini dikarenakan masih kurangnya pengetahuan
masyarakat umum tentang adanya efek toksik yang dapat ditimbulkan dari
mengkonsumsi obat selain itu juga dikarenakan minimnya jenis obat – obatan yang telah
diteliti dan diketahui kadar toksisitasnya.
Uji toksisitas sangatlah diperlukan untuk menilai keamanan suatu obat. hal ini
dilakukan untuk menghindari adanya efek negatif yang timbul bagi kesehatan, baik efek
secara langsung maupun di masa depan. Salah satu organ pada tubuh manusia yang
sangat penting adalah hepar, hepar memiliki fungsi untuk memetabolisme semua jenis
bahan obat serta bahanbahan asing yang masuk ke tubuh manusia, sehingga apabila
terjadi proses sekresi melalui empedu, maka akan terjadi efek toksik di dalam hepar yang
disebabkan penumpukan xenobiotik di dalam hepar.
Dal hal ini terapi antidote merupakan tatacara yang secara khusus ditujukan untuk
membatasi intensitas (kekuatan) efek toksik zat kimia atau menyembuhkan efek toksik
zat kimia atau menyembuhkan efek toksik yang ditimbulkannya, sehingga bermanfaat
dalam mencegah timbulnya bahaya lebih lanjut. Berarti, sasaran terapi antidot adalah
pengurangan intensitas efek toksik (Donatus,1997). Perlu dicatat, strategi terapi antidot
mana yang akan diambil, sepenuhnya bergantung pada pengetahuan atau informasi
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 3/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
tentang rentang waktu antara saat pemejanan bahan berbahaya, saat timbulnya gejala
gejala toksik dan saat penderita siap menjalankan terapi. Karena pengetahuan ini
diperlukan untuk memprakirakan dominasi tahapan nasib bahan berbahaya di dalam
tubuh. Misal bahan berbahaya diprakirakan sudah terabsorpsi sempurna, maka tindakan
penghambatan absorpsi sudah tidak diperlukan. Dalam hal ini, mungkin yang diperlukan
penghambatan distribusi atau peningkatan eliminasinya. Misalnya sekarang, bagaimana
tatacara pelaksanaannya masing masing strategi tersebut (Donatus, 1997).
Ketiga strategi dasar terapi antidot tersebut dapat dikerjakan dengan metode yang tak
khas atau metode yang khas. Dimaksud dengan metode tak khas ialah metode umum
yang adapat diterapkan terhadap sebagian besar zat beracun. Metode khas ialah metode
yang hanya digunakan bila zat beracunnya telah tersidik jati dirinya serta zat antidotnya
tersedia (Donatus,1997).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
a. Apa definisi dari toksikologi obat?
b. Bagaimana mekanisme model masuk dan daya keracunan obat?
c. Apa saja klasifikasi daya keracunan?
d. Apa saja yang termasuk keracunan obat spesifik?
e. Bagaimana penatalaksanaan keracunan dan overdosis?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui definisi dari toksikologi obat
b. Mengetahui model masuk dan daya keracunan obat
c. Mengetahui klasifikasi daya keracunan
d. Mengetahui apa saja keracunan obat spesifik
e. Mengetahui penatalaksanaan keracunan dan overdosis
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 4/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Toksikologi Obat
Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang
hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap
makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif
tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed)
makhluk tadi.
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam
memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan bahwa
satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif,
kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang
sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya.
Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek
zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada mekanisme efek berbahaya
zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi.
Racun adalah suatu zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit,
atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil dapat mengakibatkan
cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Racun merupakan zat yang bekerja pada
tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan
kesehatan atau mengakibatkan kematian. Racun dapat diserap melalui pencernaan,
hisapan, intravena, kulit, atau melalui rute lainnya. Reaksi dari racun dapat seketika itu
juga, cepat, lambat atau secara kumulatif. 10
Sedangkan definisi keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang
mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran,
kognisi, persepsi, afek, perlaku, fungsi, dan repon psikofisiologis. Sumber lain
menyebutkan bahwa keracunan dapat diartikan sebagai masuknya suatu zat kedalam
tubuh yang dapat menyebabkan ketidak normalan mekanisme dalam tubuh bahkan sampai
dapat menyebabkan kematian.
Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang di maksudkan untuk di gunakan
dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia
atau hewan termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia (Anief, 1991).
Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga orang yang
menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat dapat
bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebagai
obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 5/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang
berlebih maka akan menimbulkan keracunan. Dan bila dosisnya kecil maka kita tidak
akan memperoleh penyembuhan (Anief, 1991).
Toksisitas atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau
penumpukkan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme atau ekskresi.
2.2 Model Masuk Dan Daya Keracunan
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit, atau
dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil dapat mengakibatkan
cederadari tubuh dengan adanya rekasi kimia (Brunner & Suddarth, 2001). Arti lain dari
racun adalah suatu bahan dimana ketika diserap oleh tubuh organisme makhluk hidup
akan menyebabkan kematian atau perlukaan (Muriel, 1995). Racun dapat diserap melalui
pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau melalui rute lainnya. Reaksi dari racun dapat
seketika itu juga, cepat, lambat, atau secara kumulatif. Keracunan dapat diartikan
sebagaisetiap keadaan yang menunjukkan kelainan multisystem dengan keadaan yang
tidak jelas (Arif Mansjor, 1999). Keracunan melalui inhalasi ( pengobatan dengan
cara memberikanobat dalam bentuk uap kepada si sakit langsung melalui alat
pernapasannya (hidung ke paruparu)) dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dank
arena kesengajaanmerupakan kondisi bahaya kesehatan.
Jenisjenis keracunan menurut (FKUI, 1995) yaitu :
1. Cara terjadinya terdiri dari:
a. Self poisoning
Pada keadaan ini pasien memakan obat dengan dosis yang berlebih tetapi
dengan pengetahuan bahwa dosis ini tak membahayakan. Pasien tidak bermaksud
bunuhdiri tetapi hanya untuk mencari perhatian saja.
b. Attempted Suicide
Pada keadaan ini pasien bermaksud untuk bunuh diri, bisa berakhir
dengankematian atau pasien dapat sembuh bila salah tafsir dengan dosis yang
dipakai.
c. Accidental poisoning
Keracunan yang merupakan kecelakaan, tanpa adanya factor kesengajaan.
d. Homicidal poisoning
Keracunan akibat tindakan kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni
orang lain.
2. Mulai waktu terjadi
a. Keracunan kronik
Keracunan yang gejalanya timbul perlahan dan lama setelah pajanan. Gejala
dapat timbul secara akut setalah pemajanan berkalikali dalam dosis relative kecil
ciri khasnya adalah zat penyebab diekskresikan 24 jam lebih lama dan waktu paruh
lebih panjang sehingga terjadi akumulasi. Keracunan ini diakibatkan oleh
keracunan bahanbahan kimia dalam dosis kecil tetapi terus menerus dan efeknya
baru dapat dirasakan dalam jangka panjang (minggu, bulan, atau tahun). Misalnya,
menghirup uap benzene dan senyawa hidrokarbon terkklorinasi (spt. Kloroform,
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 6/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
karbon tetraklorida) dalam kadar rendah tetapi terus menerus akan menimbulkan
penyakit hati (lever) setelah beberapa tahun. Uap timbal akan menimbulkan
kerusakan dalam darah.
b. Keracunan akut
Biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu, sering mengenai banyak
orang (pada keracunan dapat mengenai seluruh keluarga atau penduduk
sekampung ) gejalanya seperti sindrom penyakit muntah, diare, konvulsi dan
koma. Keracunan ini juga karena pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibatnya
dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu pendek. Contoh, keracunan fenol
menyebabkan diare dan gas CO dapat menyebabkan hilang kesdaran atau kematian
dalam waktu singkat.
3. Menurut alat tubuh yang terkena
Pada jenis ini, keracunan digolongkan berdasarkan organ yang terkena, contohnya
racun hati, racun ginjal, racun SSP, racun jantung.
4. Menurut jenis bahan kimia
Golongan zat kimia tertentu biasanya memperlihatkan sifat toksik yang sama,
misalnya golongan alcohol, fenol, logam berat, organoklorin dan sebagainya.
Keracunan juga dapat disebabkan oleh kontaminasi kulit (luka bakar kimiawi), melalui
tusukan yang terdiri dari sengatan serangga (tawon, kalajengking, dan labalaba) dan gigitan
ular, melalui makanan yaitu keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia (fermentasi)
dan pembusukan karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan makanan, misalnya ubi
ketela (singkong) yang mengandung asam sianida (HCn), jengkol, tempe bongkrek, dan racun
pada udang maupun kepiting, dan keracunan juga dapat disebabkan karena penyalahgunaan
zat yang terdiri dari penyalahgunaan obat stimultan (Amphetamine), depresan (Barbiturate),
atau halusinogen (morfin), dan penyalahgunaan alcohol.
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 7/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
Jika kita sehari – hari bekerja, atau kontak dengan zat kimia, kita sadar dan tahu
bahkan menyadari bahwa setiap zat kimia adalah beracun, sedangkan untuk bahaya pada
kesehatan sangat tergantung pada jumlah zat kimia yang masuk kedalam tubuh.
Seperti garam dapur, garam dapur merupakan bahan kimia yang setiap hari kita
konsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun, jika kita terlalu banyak
mengkonsumsinya, maka akan membahayakan kesehatan kita. Demikian juga obat yang
lainnya, akan menjadi sangat bermanfaat pada dosis tertentu, jangan terlalu banyak ataupun
sedikit lebih baik berdasarkan resep dokter.
Bahanbahan kimia atau zat racun dapat masuk ke dalam tubuh melewati tiga saluran,
yakni:
a. Melalui mulut atau tertelan bisa disebut juga peroral atau ingesti. Hal ini sangat
jarang terjadi kecuali kita memipet bahanbahan kimia langsung menggunakan
mulut atau makan dan minum di laboratorium.
b. Melalui kulit. Bahan kimia yang dapat dengan mudah terserap kulit ialah aniline,
nitrobenzene, dan asam sianida.
c. Melalui pernapasan (inhalasi). Gas, debu dan uap mudah terserap lewat
pernapasan dan saluran ini merupakan sebagian besar dari kasus keracunan yang
terjadi. SO2 (sulfur dioksida) dan Cl2 (klor) memberikan efek setempat pada jalan
pernapasan. Sedangkan HCN, CO, H2S, uap Pb dan Zn akan segera masuk ke
dalam darah dan terdistribusi ke seluruh organorgan tubuh.
d. Melalui suntikan (parenteral, injeksi)
e. Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) (Idris, 1985).
2.3 Klasifikasi Daya Keracunan
Klasifikasi daya keracuan meliputi sangatsangat toksik, sedikit toksik dan lainlain.
1. Super Toksik : Struchnine, Brodifacoum, Timbal, Arsenikum, Risin, Agen Oranye,
Batrachotoxin, Asam Flourida, Hidrogen Sianida.
2. Sangat Toksik :Aldrin, Dieldrin, Endosulfan, Endrin, Organofosfat
3. Cukup Toksik :Chlordane, DDT, Lindane, Dicofol, Heptachlor
4. Kurang Toksik :Benzene hexachloride (BHC)
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 8/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
2.4 Keracunan Obat Spesifik
1. Asetaminofen
Efek toksik :
a. Keracunan akut
Bia terjadi dalam 24 jam setelah paparan: mual muntah. Diaphoresis, pucat,
depresi SSP
Bila sudah 2448 jam: tandatanda hepatotoksis (nyeri abdomen RUQ,
hematomegali ringan)
Prothrombine time mamanjang
Bilirubin serum meningkat
Aktivitas transaminase meningkat
Gangguan fungsi ginjal
b. Keracunan berat : terjadi gagal hati dan ensefalopati.
Prothrombine time mamanjang > 2x
Bilirubin serum > 4 mg/dl
pH < 7,3
Kreatinin serum > 3,3
c. Keracunan kronik: sama seperti keracunan akut, namun pada penderita alkoholik,
dapat sekaligus terjadi insufiensi hati & ginjal yang berat, disertai dehidrasi,
icterus, koaguloathi, hipoglikemi, dan ATN.
Terapi :
a. Bila keracunan terjadi dalam 4 jam setelah overdosis : diberi karbon aktif
b. Keracunan dalam 810 jam setelah minum obat tersebut berikan:
Antidote : Nacetylcysteine p.o yang dilarutkan dalam cairan (bukan alcohol,
bukan susu) dengan perbandinagn 3:1 Loading dose : 140 mg/kgBB.
Maintenance dose 70 mg/kgBB tiap 4 jam (dapat diulang sampai 17x). efek
samping : mual, muntah, epigastric discomfort.
Antiemetic (metoclopramide, domperidone, atau ondansetron)
Harus dilakukan monitoring fungsi hati dan ginjal.
Pada keracunan berat sekali : dilakukan transplantasi hati
2. Obat Anti Kolinergik
Keracunan akut terjadi dalam 1 jam setelah overdosis. Keracunan kronik dalam 13
hari setelah pemberian terapi dimulai.
Efek Toksik :
a. Manifestasi SSP : agitasi, ataksia, konfusi, delirium, halusinasi,
gangguan pergerakan (choreoathetoid dan gerakan memetik)
b. Letargi
c. Depresi nafas
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 9/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
d. Koma
e. Manifestasi di saraf perifer : menurun/hilangnya bising usus, dilatasi pupil, kulit &
mukosa menjadi kering, retensi urine, menimgkatnya nadi, tensi, respirasi, dan
suhu.
f. Hiperaktivitas neuromuskuler, yang dapat mengarah ke terjadinyarhabdomiolisis
dan hipertermi
g. Overdosis AH1 (difenhidramin): kardiotoksik dan kejang
h. Overdosis AH2 (astemizol dan terfenadin) : pemanjangan interval DT dengan
takiaritmia ventrikel, khususnya torsade de pointes.
Terapi :
a. Korban aktif
b. Koma : intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik
c. Agitasi : diberikan preparat benzodiazepine
d. Agitasi yang tidak terkontrol dan delirium, antidote : physostigmine
(inhibitorasetilkolinesterase). Dosis : 12 mg i.v. dalam 25 menit (dosis dapat
diulang)
e. Kontraindikasi physostigmine : penderita dengan kejang, koma, gangguan
konduksi jantung, atau aritmia ventrikel.
3. Benzodiazepine
Efek Toksik
a. Eksitasi paradoksal
b. Depresi SSP : (mulai tampak dalam 30 menit setelah overdosis)
c. Koma dan depresi nafas (pada ultrashort acting benzodiazepin dan
kombinasi benzodiazepinedepresan SSP lainnya)
Terapi over dosis benzodiazepine
a. Karbon aktif
b. Respiratory support bila perlu
c. Flumazenil (antagonis kompetitif reseptor benzodiazepine)
Dosis : 0,1 mg i.v. dengan interval 1 menit sampai dicapai efek yang diinginkan
atau mencapai dosis kumulatif (3 mg). bila terjadi replase, dapat diulang dengan
interval 20 menit, dengan dosis maksimum 3 mg/jam.
Efek samping : kejang (pada penderita dengan stimulan dan trisiklik antidepresan,
atau penderita ketergantungan benzodiazepine.
Kontraindikasi : kardiotoksisitas dengan anti depresan trisiklik.
4. Blocker
Efek toksik :
Terjadi dalam ½ jam setelah overdosis dan memuncak dalam 2 jam.
a. Mual, muntah, bradikardi, hipotensi, depresi SSP
b. blocker dengan ISA (+) : hipertensi, takikardi
c. Efek toksik pada SSP : kejang
d. Kulit : pucat & dingin
e. Jarang : bronkospasme dan edema paru
f. Hiperkalemi
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 10/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
g. Hipoglikemi
h. Metabolik asidosis (sebagai akibat dari kejang, shock, atau depresi nafas)
i. EKG : berbagai derajat AV block, bundle branch block, QRS lebar, asistol
j. Khusus sotalol : pemanjangan interval QT, VT, VF, dan torsade de pointes
Terapi :
a. Karbon aktif
b. Pada bradikardi dan hipotensi : atropin, isoproterenol, dan vasopresor
c. Pada keracunan berat :
1. Glukagon; dosis inisial : 510 mg dilanjutkan15 mg/jam via infus
2. Calcium
3. Insulin dosis tinggi + glukosa + kalium
4. Pacu jantung (internal/eksternal)
5. IABP
a) Pada kejadian bronkospasme : inhalasi agonis, epinefrin s.c.,
aminofilin i.v.
b) Pada sotalolinduced ventricular tachyarrhythmia : lidokain, Mg,
overdrive pacing
c) Pada overdosis atenolol, metoprolol, nadolol, dan sotalol : dapat
dilakukan prosedur ekstrakorporeal
5. Calcium Channel Blocker (CCB)
Efek toksik :
mulai terjadi dalam 218 jam, berupa :
a. Mual, muntah, bradikardi, hipotensi, depresi SSP
b. Gol. Dihidropiridin : takikardi reflektif
c. Kejang
d. Hipotensi iskemi mesenteric; iskemi/infark miokard edema paru
e. EKG : berbagai derajat AV block, QRS lebar dan pemanjangan interval QT
(terutama karena verapamil); gambaran iskemi/infark, asistol
f. Metabolik asidosis (sekunder terhadap shock)
g. Hiperglikemi
Terapi :
a. Karbon aktif
b. Pada bradikardi simptomatis :
1) atropin
2) Calcium, dosis inisial : CaCl2 10% 10cc atau Ca glukonas 10% 30 cc i.v.
dalam >2 menit (dapat diulang sampai 4x).
i. Bila terjadi relaps setelah dosis inisial, diberikan infus calcium kontinu
: 0,2 cc/kgBB/jam sampai maksimal 10cc/jam.
3) isoproterenol
4) glukagon (dosis seperti pada overdosis blocker)
5) electrical pacing (internal/eksternal)
c. Pada iskemi : mengembalikan perfusi jaringan dengan cairan
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 11/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
d. Khusus pada overdosis verapamil, dilakukan usahausaha untuk mengembalikan
metabolisme miokard dan meningkatkan kontraktilitas miokard dengan : regular
insulin dosis tinggi (0,1 – 0,2 U/kgBB bolus i.v. diikuti dengan 0,1 – 1
U/kgBB/jam, bersama dengan glukosa 25 gr bolus, diikuti infus glukosa 20% 1
gr/kgBB/jam, serta kalium).
e. Bila masih hipotensi walaupun bradikardi sudah teratasi, diberikan cairan.
f. Amrinone, dopamine, dobutamin, dan epinefrin (tunggal/kombinasi)
g. Pada shock refrakter : I A B P.
6. Karbon Monoksida
Efek toksik :
a. Hipoksia jaringan, dengan : metabolisme anaerob, asidosis laktat, peroksidasi
lemak, dan pembentukan radikal bebas.
b. Nafas pendek, dispnea, takipnea,
c. Sakit kepala, emosi labil, konfusi, gangguan dalam mengambil keputusan,
d. Kekakuan, dan pingsan
e. Mual, muntah, diare
f. Pada keracunan berat : edema otak, koma, depresi nafas, edema paru,
g. Gangguan kardiovaskuler : nyeri dada iskemik, aritmia, gagal jantung, dan
hipotensi
h. Pada penderita koma dapat timbul blister dan bula di tempattempat yang tertekan
i. Creatin kinase serum meningkat
j. Laktat dehidrogenase serum meningkat
k. Nekrosis otot mioglobinuria gagal ginjal
l. Gangguan lapang pandang, kebutaan , dan pembengkakan vena disertai edema
papil atau atrofi optic
m. Metabolik asidosis
n. Menurunnya saturasi O2 (dinilai dari COoxymetry)
o. Biasanya tampak sianosis (jarang terlihat kulit dan mukosa berwarna merah ceri)
p. Penderita yang sampai tidak sadar beresiko mengalami sekuele neuropsikiatrik
(perubahan kepribadian, gangguan kecerdasan, buta, tuli, inkoordinasi, dan
parkinsonism) dalam 13 minggu setelah paparan
7. Glikosida Jantung
Dicurigai keracunan bila pada penderita yang mendapatkan digoksin denyut jantung
yang sebelumnya cepat/normal menjadi melambat atau terdapat irama jantung yang ireguler
dengan konsisten.
Efek toksik :
a. Menurunnya otomatisitas SA node dan konduksi AV node
b. Tonus simpatis : otomatisitas otot, AV node, dan selsel konduksi; meningkatnya
after depolarization
c. EKG : bradidisritmia, triggered takidisritmia, sinus aritmia, sinus bradikardi,
berbagai derajat AV block, kontraksi ventrikel premature, bigemini, VT, VF
d. Kombinasi dari takiaritmia supraventrikel dan AV block (mis.: PAT dengan AV
block derajat 2; AF dengan AV block derajat 3) atau adanya bidirectional VT )
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 12/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
sangat sugestif untuk menilai adanya keracunan glikosida jantung
e. Muntah
f. Konfusi, delirium
g. Halusinasi, pandangan kabur, fotofobi, skotomata, kromotopsia
h. Keracunan akut : takiaritmia dan hiperkalemi
i. Keracunan kronik : bradiaritmia dan hipokalemia
Terapi :
a. Karbon aktif dosis berulang
b. Koreksi K, Mg, Ca
c. Koreksi hipoksia
d. Pada sinus bradikardi dan AV block derajat 2/3 : atropin, dopamine, epinefrin, dan
dapat saja fenitoin (100 mg i.v. tiap 5 menit sampai 15 mg/kg), serta isoproterenol
e. Pada takiaritmia ventrikel : Mg sulfat, fenitoin, lidokain, bretilium, dan amiodaron
f. Pada disritmia yang lifethreatening : terapi antidot dengan digoxinspecific Fab
fragmen antibodies i.v. dalam >1530 menit. Tiap vial antidot (40 mg) dapat
menetralisir 0,6 mg digoksin. Biasanya pada keracunan akut diperlukan 14 vial;
pada kronik 515 vial.
g. Pada keracunan akut yang berat dengan kadar kalium serum >= 5,5 mEq/lt
(walaupun tanpa disritmia), antidot harus diberikan.
h. Electrical pacing (bukan pacing untuk profilaksis)
i. Bila perlu defibrilasi dengan energi rendah (mis.: 50W.s)
8. Obatobatan golongan NSAID
Efek toksik :
a. Mual, muntah, nyeri perut
b. Mengantuk, sakit kepala
c. Glikosuri, hematuri, proteinuria
d. Jarang : gagal ginjal akut, hepatitis
e. Diflunisal dapat mengakibatkan : hiperventilasi, takikardi, dan berkeringat
f. Asam mefenamat dan fenilbutazon dapat mengakibatkan : koma, depresi nafas,
kejang, kolaps kardiovaskular. Fenilbutazon relatif sering mengakibatkan :
asidosis metabolic.
g. Ibuprofen : asidosis metabolik, koma, dan kejang
h. Ketoprofen dan naproxen : kejang
Terapi :
a. Karbon aktif dosis berulang
b. Pada gagal hati/ginjal dan pada keracunan berat, hemoperfusi dapat berguna.
SALISILAT (termasuk aspirin)
Keracuna salisilat diidentifikasi dari test urine ferri chloride (+) berwarna ungu.
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 13/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
Efek toksik (mulai terjadi dalam 36 jam setelah overdosis >= 150 mg/kgBB) :
a. Muntah, berkeringat, takikardi, hiperpnea dehidrasi dan menurunnya fungsi
ginjal
b. Demam, tinitus, letargi, konfusi
c. Pada awalnya terjadi alkalosis respiratorik dengan kompensasi ekskresi
bikarbonat melalui urine
d. Selanjutnya asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap dan ketosis
e. Alkalemia dan asiduria paradoksal
f. Peningkatan hematokrit, jumlah leukosit, dan jumlah thrombosis
g. Hipernatremia, hiperkalemia, hipoglikemia
h. Prothrombin time memanjang
i. Pada keracunan berat dapat terjadi : koma, depresi nafas, kejang, kolaps
kardiovaskuler, serta edema otak & paru(nonkardiak & kardiak). Saat ini terjadi
asidemia dan asiduria (asidosis metabolik dengan alkalosis/asidosis respiratorik).
Terapi overdosis salisilat :
a. Karbon aktif dosis berulang masih berguna walaupun keracunan sudah terjadi
dalam 1224 jam
b. Pada penderita yang menelan >500 mg/kgBB salisilat, sebaiknya dilakukan lavase
lambung dan irigasi seluruh usus
c. Endoskopi berguna untuk diagnostik dan untuk mengeluarkan bezoar lambung
d. Pada penderita dengan perubahan status mental, sebaiknya kadar glukosanya terus
dipantau
e. Saline i.v. sampai beberapa liter
f. Suplemen glukosa
g. Oksigen
h. Koreksi gangguan elektrolit dan metabolic
i. Pada koagulopati diberikan vitamin K i.v.
j. Alkalinisasi urine (sampai pH 8) dan diuresis saline. Kontraindikasi diuresis:
edema otak/paru, gagal ginjal
k. 50150 mmol bikarbonat (+ kalium) yang ditambahkan pada 1 lt cairan infus
salinedekstrose dengan kecepatan 26 cc/kgBB/jam
l. Monitor kadar elektrolit, calcium, asambasa, pH urine, dan balans cairan
m. Hemodialisis dilakukan pada intoksikasi berat (kadar salisilat mendekati/>100
mg/dl setelah overdosis akut, atau bila ditemukan kontraindikasi/kegagalan
prosedur di atas
2.5 Penatalaksanaan Keracunan dan Overdosis
a. Prinsip umum.
Tujuan terapi keracunan dan overdosis adalah mengawasi tandatanda vital, mencegah
absorpsi racun lebih lanjut, mempercepat eliminasi racun, pemberian antidot spesifik, dan
mencegah paparan ulang.
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 14/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
Terapi spesifik tergantung dari identifikasi racun, jalan masuk, banyaknya racun,
selang waktu timbulnya gejala, dan beratnya derajat keracunan. Pengetahuan farmakodinamik
dan farmakokinetik substansi penyebab keracuan amatlah penting.
Selama fase pretoksik, sebelum onset keracunan, prioritas pertama adalah
dekontaminasi segera berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah dan singkat
Juga disarankan pemasangan i.v. line dan monitoring jantung, khususnya pada penderita
keracunan per oral serius atau penderita dengan anamnesis yang tidak jelas.
Bila anamnesis penderita tidak jelas, dan diduga keracunan akan terjadi secara lambat
atau akan terjadi kerusakan ireversibel, sebaiknya dilakukan pemeriksaan toksikologi darah
dan urin, serta dilakukan pemeriksaan kuantitatif bila ada indikasi. Selama absorpsi dan
distribusi berlangsung, kadar racun dalam darah akan lebih tinggi dibandingkan kadar di
jaringan, sehingga tidak berhubungan dengan toksisitasnya. Namun bila metabolit racun
tinggi kadarnya dalam darah dan lebih toksik dibanding bentuk asalnya (asetaminofen, etilen
glikol, atau methanol), maka diperlukan intervensi tambahan (antidot, dialisis).
Kebanyakan pasien yang asimtomatis setelah terpapar racun per oral dalam 46 jam,
dapat dipulangkan dengan aman. Observasi lebih lama dibutuhkan bila terdapat keracunan per
oral yang menyebabkan lambatnya pengosongan lambung dan motilitas usus dimana disolusi,
absorpsi, dan distribusi racun dengan sendirinya juga lebih lambat. Pada racun yang dalam
tubuh akan diubah menjadi metabolit toksik, juga diindikasikan observasi lebih lanjut.
Selama fase toksik, yaitu waktu antara onset keracunan sampai dengan terjadinya efek
puncak, penatalaksanaan berdasarkan pada penemuan klinis dan laboratorium. Setelah
overdosis, akan segera timbul efekefeknya lebih awal, yang kemudian memuncak, dan tetap
bertahan lebih lama dibandingkan bila obat tersebut diberikan pada dosis terapi. Prioritas
pertama untuk dilakukan adalah resusitasi dan stabilisasi. Terhadap semua pasien yang
simtomatis harus dilakukan pemasangan i.v. line, penentuan saturasi oksigen, monitoring
jantung, dan observasi kontinu. Pemeriksaan laboratorium dasar, EKG, dan xray dapat
berguna.
Pada penderita dengan perubahan status mental, khususnya pada kasus koma maupun
kejang, harus dipertimbangkan pemberian glukosa i.v. (kecuali bila kadarnya normal),
naloxone, dan thiamine. Dekontaminasi dapat berguna juga.
Harus dipikirkan manfaat dan resikonya bila dilakukan upaya percepatan eliminasi
racun. Syaratnya adalah diagnosis pasti dengan konfirmasi laboratoris. Dialisis intestinal
dengan pemberian karbon aktif berulang biasanya aman dan dapat mempercepat eliminasi.
Terapi diuresis dan khelasi hanya mempercepat eliminasi sejumlah kecil racun, serta memiliki
potensi komplikasi. Metode ekstrakorporeal efektif untuk mengeluarkan banyak racun, tetapi
biaya dan resikonya juga besar, sehingga penggunaanya terbatas pada.keracunan berat.
Selama fase resolusi, perawatan suportif dan monitoring harus kontinu dilakukan
sampai abnormalitas klinis, laboratoris, maupun EKG membaik. Karena bahanbahan kimia
dalam darah lebih dulu dieliminasi dibandingkan yang dari jaringan, maka kadarnya dalam
darah selalu lebih rendah dari kadarnya di jaringan sehingga tidak berkorelasi dengan
toksisitasnya.. Hal ini menjadi dasar prosedur ekstrakorporeal. Redistribusi dari jaringan dapat
menyebabkan peningkatan balik racun dalam darah setelah selesainya prosedur ini. Bila
metabolit racun yang menyebabkan efek toksiknya, maka pada penderita yang telah
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 15/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
asimtomatis tetap harus diberikan terapi karena masih terdapat potensi toksik kadarnya
metabolitnya dalam darah (asetaminofen, etilen glikol, dan methanol).
b. Perawatan suportif
Tujuan dari terapi suportif adalah adalah untuk mempertahankan homeostasis
fisiologis sampai terjadi detoksifikasi lengkap, dan untuk mencegah serta mengobati
komplikasi sekunder seperti aspirasi, ulkus dekubitus, edema otak & paru, pneumonia,
rhabdomiolisis, gagak ginjal, sepsis, penyakit thromboembolik, dan disfungsi organ
menyeluruh akibat hipoksia atau syok berkepanjangan. Indikasi untuk perawatan di ICU
adalah sebagai berikut:
1. Penderita keracunan berat (koma, depresi nafas, hipotensi, abnormalitas konduksi
jantung, aritmia jantung, hipo/hipertermi, kejang)
2. Penderita yang perlu monitoring ketat, antidot, maupun terapi percepatan
eliminasi racun
3. Penderita dengan kemunduran klinis progresif
4. Penderita dengan penyakit dasar yang signifikan
Penderita keracunan ringan sampai sedang dapat dikelola pada pelayanan kesehatan
umum, intermediate care unit, diobservasi di UGD, tergantung dari lamanya kejadian
keracunan dan monitoring yang diperlukan (observasi klinis intermiten vs kontinu, monitoring
jantung dan pernafasan).
Penderita percobaan bunuh diri membutuhkan observasi dan pemeriksaan kontinu
untuk mencegah mereka melukai diri sendiri, sampai tidak mungkin lagi dilakukan upaya
upaya lebih lanjut.
c. Penatalaksanaan problem respirasi
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi isi lambung amat penting untuk
dilakukan pada penderita : depresi SSP atau kejang, karena komplikasi ini dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Karena penilaian klinis fungsi respirasi sering tidak
akurat, perlunya oksigenasi dan ventilasi paling baik ditentukan dari pemeriksaan oksimetri
atau analisa gas darah. Reflek muntah bukanlah indikator yang dapat dipercaya untuk menilai
perlunya intubasi. Paling baik dilakukan intubasi profilaksis pada penderita yang tidak
mampu berespon terhadap suara, maupun yang tidak mampu duduk atau minum tanpa
dibantu.
Ventilasi mekanik diperlukan pada penderita depresi nafas, hipoksia, dan untuk
memfasilitasi sedasi terapeutik atau paralysis untuk mencegah hipertermia, asidosis, dan
rhabdomiolisis yang berhubungan dengan hiperaktivitas neuromuskuler.
Edema paru yang diinduksi obat biasanya jenis yang nonkardiak. Edema paru kardiak
biasanya pada penderita depresi SSP dan penderita abnormalitas konduksi jantung
Pengukuran tekanan arteri pulmoner penting untuk mengetahui etiologi dan dapat langsung
sebagai terapi.
Pada gagal nafas berat yang reversibel, dilakukan pengukuran ekstrakorporeal (
oksigenasi membran, perfusi venoarterial, bypass kardiopulmoner), ventilasi parsial cairan
(perfluorokarbon), dan terapi oksigen hiperbarik.
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 16/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
d. Terapi kardiovaskuler
Mempertahankan perfusi normal jaringan amat penting untuk pemulihan tuntas ketika
racun sudah dieliminasi. Bila terjadi hipotensi yang tidak responsif dengan ekspasi volume,
dapat diberikan norepinefrin, epinefrin atau dopamine dosis tinggi.
Pada gagal jantung berat yang reversibel, dapat dilakukukan tindakan intraaortic
balloon pump counterpulsation, dan tehnik perfusi venoarterial atau kardiopulmoner. Pada
keracunan blocker dan calcium channel blocker, efektif diberikan glukagon dan kalsium.
Terapi antibodi antidigoxin dan pemberian Mg diindikasikan untuk kasus keracunan glikosida
jantung yang berat.
SVT yang berkaitan dengan hipertensi dan eksitasi SSP hampir selalu disebabkan
karena agen yang mengakibatkan eksitasi fisiologik secara menyeluruh. Kebanyakan
kasusnya berupa keracunan ringan atau sedang dan hanya memerlukan observasi atau sedasi
nonspesifik dengan benzodiazepin. Sedangkan SVT tanpa hipertensi pada umumnya
merupakan akibat sekunder dari vasodilatasi atau hipovolemia, dan berespon dengan
pemberian cairan. Terapi spesifik diindikasikan untuk kasus berat atau yang berhubungan
dengan instabilitas hemodinamik, nyeri dada, atau pada EKG dijumpai iskemia.
Untuk penderita dengan hiperaktivitas simpatik, terapi dengan kombinasi dan
blocker (labetalol), calcium channel blocker (verapamil atau diltiazem), atau kombinasi
blocker – vasodilator (esmolol dan nitroprusside) merupakan terapi terpilih. Untuk penderita
keracunan antikolinergik, terapi terpilihnya adalah pemberian physostigmine.
Pada VT (ventricular tachyarrhytmia) umumnya aman bila diberikan lidokain dan
fenitoin. Namun pemberian blocker dapat berbahaya, kecuali bila aritmia jelas disebabkan
karena hiperaktivitas simpatis. Obat antiaritmi kelas IA, IC, dan III merupakan kontraindikasi
untuk diberikan pada VT karena antidepresan trisiklik dan karena obatobatan membran aktif
(karena efek elektrofisiologik yang mirip), tetapi pemberian sodium bicarbonate dapat
membantu.
Penderita dengan torsade de pointes dan pemanjangan interval QT, pemberian Mg
sulfat dan overdrive pacing (dengan isoproterenol atau pacemaker) akan membant.
Rekaman EKG invasive (esofagel atau intracardiak), dibutuhkan untuk menentukan
dari mana takikardia kompleks lebar berasal (ventricular atau supraventricular).
Bila penderita secara hemodinamik stabil, lebih baik diobservasi saja daripada diterapi
dengan obat yang potensial proaritmia. Aritmia dapat resisten terhadap terapi sampai
keseimbangan asambasa, elektrolit, oksigenasi, dan gangguan suhu dikoreksi.
e. Terapi SSP
Hiperaktivitas neuromuskuler dan kejang dapat selanjutnya mengarah ke hipertermia,
asidosis laktat, dan rhabdomiolisis dengan komplikasinya, dan harus diterapi secara agresif.
Kejang akibat stimulasi berlebihan reseptor katekolamin (pada keracunan simpatomimetik
atau halusinogen dan putus obat) atau kejang akibat menurunnya aktivitas GABA (keracunan
INH) atau kejang karena reseptor glisin (keracunan strichnin), paling baik diterapi dengan
peningkatan efek GABA seperti dengan pemberian : benzodiazepin dan barbiturat. Terapi
dengan ke2 obat ini sekaligus lebih efektif karena masingmasing bekerja dengan efek yang
berlainan. Benzodiazepin meningkatkan frekuensi, sedangkan barbiturat memanjangkan
lamanya waktu pembukaan saluran klorida dalam merespon GABA.
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 17/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
f. Pencegahan Absorpsi Racun
1. Dekontaminasi Gastrointestinal
Perlu tidaknya dilakukan dekontaminasi gastrointestinal dan prosedur mana
yang akan dipakai, tergantung dari : waktu sejak racun tertelan, toksisitas bahan
yang telah & akan terjadi kemudian, availabilitas, efikasi, dan kontraindikasi dari
prosedur; serta beratnya keracunan dan resiko komplikasi. Studi pada binatang dan
sukarelawan menunjukkan bahwa efektivitas dari karbon aktif, lavase lambung, dan
sirup ipecac menurun sesuai jangka waktu keracunan. Tidak cukup data untuk
menunjang/mengekslusi manfaat penggunaan halhal tsb. pada keracuan yang
sudah lebih dari 1 jam.
Ratarata waktu terapi dekontaminasi gastrointestinal yang disarankan adalah
lebih dari 1 jam setelah keracunan pada anak dan lebih dari 3 jam pada dewasa dari
sejak racun tertelan sampai timbul gejala/tanda keracunan. Sebagian besar penderita
akan sembuh dari keracunan dengan sematamata perawatan suportif yang baik,
namun komplikasi dari dekontaminasi gastrointestinal khususnya aspirasi, dapat
memanjangkan proses ini. Karena itu prosedui ini dilakukan secara selektif dan
bukan rutin. Prosedur ini jelas tidak diperlukan bilamana toksisitas diperkirakan
minimal atau waktu terjadinya efek toksik maksimal sudah terlewati tanpa efek
signifikan.
Karbon aktif lebih efektif digunakan, kontraindikasinya & komplikasinya lebih
sedikit, lebih tidak invasive, sedikit lebih disukai, dibandingkan ipecac atau lavase
lambung. Karbon aktif merupakan metoda dekontaminasi gastrointestinal yang
terpilih untuk sebagian besar kasus keracunan. Karbon aktif disiapkan sebagai
suspensi dalam air, baik sendiri atau dengan suatu katartik. Diberikan per oral
melalui botol susu pada bayi atau melalui cangkirsedotan, atau NGT berkaliber
kecil. Dosis yang direkomendasikan : 1 gr/kgBB dengan 8 ml pelarut untuk tiap
gram karbon aktif. Untuk memperbaiki rasanya, dapat ditambahkan pemanis
(sorbitol), atau penambah rasa (ceri, coklat, atau cola) dalam suspensinya.
Karbon menyerap racun dalam lumen usus, sehingga memungkinkan kompleks
karbontoksin dievakuasi melalui feses. Kompleks tsb. dapat juga dikeluarkan dari
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 18/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
lambung dengan induksi muntah atau lavase. Secara in vitro, karbon menyerap >=
90% dari sebagian besar jenis racun bila diberikan dalam jumlah10x lipat berat
racun.
Bahan kimia yang terionisasi (asam & basa mineral), garam sianida yang
terdisosiasi amat cepat, flourida, Fe, lithium, dan senyawa anorganik lainnya, tidak
diserap dengan baik oleh karbon. Pada studi binatang dan sukarelawan, karbon rata
rata akan menyerap 73% ingestan bila diberikan dalam 5 menit setelah pemberian
ingestan, menyerap 51% bila diberikan dalam 30 menit, dan 36% dalam 1 jam.
Karbon paling tidak sama efektifnya dengan sirup ipecac atau lavase lambung.
Dalam eksperimen, lavase yang diikuti dengan pemberian karbon aktif lebih efektif
daripada karbon aktif saja; pemberian karbon aktif sebelum dan sesudah lavase
lebih efektif lagi. Namun kenyataannya pada penderita keracunan yang diberikan
karbon aktif saja, hasilnya lebih baik daripada kombinasi seperti di atas.
Efek samping karbon aktif meliputi : mual, muntah, dan diare atau konstipasi.
Karbon aktif juga menghambat penyerapan obatobatan yang diberikan per oral.
Komplikasi pemberian karbon aktif meliputi : obstruksi mekanik dari jalan nafas,
aspirasi, muntah, obstruksi usus, dan infeksi. Kontraindikasi karbon aktif :
penderita dengan keracunan agen korosif, karena akan mengaburkan endoskopi.
Lavase lambung dikerjakan dengan cara memberikan dan mengaspirasi secara
bergantian cairan sebanyak 5 ml/kgBB melalui tube orogastrik No.28 (French) pada
anak dan No. 40 pada dewasa. Kecuali pada bayi, tap cairan dapat dilakukan.
Penderita dalam posisi Trendelenburg dan left lateral decubitus untuk mencegah
aspirasi (kecuali bila sudah dipasang ETT). Efektivitas lavase kirakira sama
dengan ipecac.
Komplikasi lavase tersering adalah aspirasi (terjadi pada >10% penderita),
khususnya pada lavase yang kurang benar. Komplikasi serius berupa lavase
trakheal, perforasi esofagus dan gaster, terjadi kirakira pada hampir 1% penderita.
Karenanya dokter harus melakukan sendiri pemasangan tube lavage dan
mengkonfirmasi letaknya dan pasien juga harus kooperatif atau diberi sedasi bila
perlu selama prosedur.
Kontraindikasi lavage lambung adalah pada keracunan bahan korosif atau
petroleum distilate peroral karena bisa saja terjadi perforasi gastroesofageal dan
aspiration induced hydrocarbon pneumonitis.
Irigasi usus dilakukan dengan cara memberikan cairan pembersih usus yang
mengandung elektrolit dan polietilen glikol (Golytely, Colyte) peroral atau dengan
tube gastric dengan kecepatan > 0,5 liter/jam pada anakanak dan 2 liter/jam pada
dewasa, sampai diperoleh cairan rectum yang jernih. Pasien harus dalam posisi
duduk. Irigasi seluruh usus mungkin sama efektifnya dengan prosedur
dekontaminasi yang lain. Irigasi usus dapat dilakukan pada penderita yang tertelan
benda asing, bungkus obat illegal, obat yang lepas lambat atau tablet salut dan agen
yang tidak dapat diserap oleh karbon aktif misalnya (logam berat).
Kontraindikasi irigasi usus pada penderita obstuksi usus, ileus, hemodinamik
yang tidak stabil, dan jalan nafas yang tidak terlindungi.
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 19/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
g. Percepatan eliminasi racun
Keputusan untuk tindakan ini harus berdasarkan pada toksisitas yang nyata atau yang
diperkirakan dan didasarkan juga pada efektivitas, biaya, dan resiko terapi.
1. Karbon aktif dosis multipel
Dosis oral karbon aktif yang berulang dapat mempercepat eliminasi substansi
yang sebelumnya diabsorpsi dengan cara mengikatnya dalam usus lalu
diekskresikan melalui empedu, disekresikan oleh selsel gastrointestinal, atau difusi
pasif kedalam lumen usus (absorpsi balik atau exsorpsi enterokapiler). Dosis yang
direkomendasikan 0,51 gram/kgBB tiap 24 jam, diberikan untuk mencegah
regurgitasi pada pasien dengan motilitas gastrointestinal yang berkurang. Secara
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 20/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 21/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
Indikasi dialisis untuk kasus keracunan berat dengan : barbiturat, bromida,
chloral hydrate, ethanol, etilen glikol, isopropyl alcohol, lithium, methanol,
procainamide, teofilin, salisilat, dan mungkin logam berat.
Walaupun hemoperfusi mungkin lebih efektif dalam mengeluarkan beberapa
racun, namun metode ini tidak sekaligus mengoreksi abnormalitas asambasa dan
elektrolit.
Indikasi hemoperfusi pada keracunan berat yang disebabkan : karbamazepin,
kloramfenikol, disopiramid, dan sedatifhipnotik (barbiturat, ethchlorvynol,
glutethimide, meprobamat, methaqualone), paraquat, fenitoin, prokainamid, teofilin,
dan valproat.
Baik metode dialisis maupun metode hemoperfusi, samasama memerlukan
akses vena sentral dan antikoagulan sistemik, serta dapat menyebabkan hipotensi
sementara. Hemoperfusi juga dapat mengakibatkan hemolisis, hipokalsemia, dan
trombositopenia.
Dialisis peritoneal dan transfusi ganti lebih kurang efektivitasnya, tetapi
metode ini dapat digunakan bila tidak dapat dikerjakan prosedur ekstrakorporeal
lainnya, baik karena terdapat kontraindikasi, maupun secara tehnis sulit (misalnya
pada bayi).
Tranfusi ganti mengeluarkan racunracun yang mempengaruhi eritrosit (seperti
pada methemoglobinemia, atau arsen–induced hemolysis).
i. Tehnik eliminasi lainnya
Logam berat dapat lebih cepat dieliminasi dengan khelasi. Pengeluaran karbon
monoksida dapat ditingkatkan dengan pemberian oksigen hiperbarik.
1. Pemberian antidot
Antidot bekerja berlawanan dengan efek racun dengan : menetralisir racun
(reaksi antigenantibodi, khelasi, atau membentuk ikatan kimia), mengantagonis
efek fisiologis racun (mengaktivasi kerja sistem saraf yang berlawanan,
memfasilitasi aksi kompetisi metabolik/ reseptor substrat tsb.).
Kasus keracunan yang memerlukan antidot spesifik adalah keracunan :
asetaminofen, agen antikolinergik, antikoagulan, benzodizepin, blocker, CCB,
CO, glikosida jantung, agen kolinergik, sianida, reaksi distonik karena induksi obat,
etilen glikol, fluorida, logam berat, hydrogen sulfida, agen hipoglikemik, INH,
metHbemia, narkotik, simpatomimetik, Vacor, dan gigitan/bisa binatang tertentu.
Antidot mengurangi morbiditas dan mortalitas, namun sebagian besar juga
potensial toksik. Penggunaan antidot agar aman membutuhkan identifikasi yang
benar keracunan spesifik atau sindromnya.
2. Pencegahan Paparan Ulang
Keracunan merupakan penyakit yang dapat dicegah. Orang dewasa yang
pernah terpapar racun karena kecelakaan harus mentaati instruksi penggunaan obat
dan bahan kimia yang aman (sesuai yang tertera pada labelnya). Penderita yang
menurun kesadarannya harus dibantu dalam meminum obatnya. Kesalahan dosis
obat oleh petugas kesehatan membutuhkan pendidikan khusus bagi mereka.
Penderita harus diingatkan untuk menghindari lingkungan yang terpapar bahan
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 22/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
kimia penyebab keracunan. Departemen Kesehatan dan instansi terkait juga harus
diberi laporan bila terjadi keracunan di lingkungan tertentu/tem pat kerja.
Pada anakanak dan penderita overdosis yang disengaja, upaya terbaik adalah
membatasi jangkauan terhadap racun /obat/ bahan/ minuman tsb.
Penderita depresi atau psikotik harus menerima penilaian psikiatrik, disposisi,
dan followup. Bila mereka diberi resep obat harus dengan jumlah yang terbatas
dan dimonitor kepatuhan minum obatnya, serta dinilai respon terapinya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Toksisitas atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau
penumpukkan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme atau ekskresi.
b. Jenisjenis keracunan menurut (FKUI, 1995) yaitu :
1. Cara terjadinya terdiri dari:
a) Self poisoning
b) Attempted Suicide
c) Accidental poisoning
d) Homicidal poisoning
2. Mulai waktu terjadi
a) Keracunan kronik
b) Keracunan akut
3. Menurut alat tubuh yang terkena
4. Menurut jenis bahan kimia
c. Klasifikasi daya racun
Dalam obat obatan, Kriteria Toksik Dosis
penggolongan daya
racun yaitu: No.
1. Super Toksik > 15 G/KG BB
2. Toksik Ekstrim 5 – 15 G/KG BB
3. Sangat Toksik 0,5 – 5 G/KG BB
4. Toksisitas Sedang 50 – 500 MG/KG BB
5. Sedikit Toksik 4 – 50 MG/KG BB
d. Keracunan obat spesifik diantaranya : Asetaminofen, Obat Anti Kolinergik, Benzodiazepine,
Blocker, Calcium Channel Blocker (CCB), Karbon Monoksida, Glikosida Jantung, Obat
obatan golongan NSAID.
e. Tujuan terapi keracunan dan overdosis adalah mengawasi tandatanda vital, mencegah
absorpsi racun lebih lanjut, mempercepat eliminasi racun, pemberian antidot spesifik, dan
mencegah paparan ulang.
4.1 SARAN
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 23/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
Penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kebaikan kedepannya
agar penyusun dapat menyajikan karya tulis yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1991). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Donatus Imono A. 2005. Toksikologi Dasar. Jakarta : Depkes RI.
Donatus, I. A., 1997. Toksikologi Pangan, Edisi Pertama, Toksikologi Jurusan Kimia
Farmasi. Yokyakarta : Fakultas Farmasi UGM
Linden,C.H., Burns,M.G., 2005.Poisoning and Drug Overdosage in Harrison’s Principles
of Internal Medicine Vol. 2, 16thedition, International Edition, McGraw Hill.
Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.). Semarang: IKIP Semarang.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI.
Muriel, Skeet. 1995.Buku Tindakan Paramedis Terhadap Kegawatan dan Pertolongan
Pertama.Edisi 2. Jakatra:EGC
Press B, Immaduddin. 2008. Bahan Kimia Beracun atau Toksik.
(http://imadanalyzeartikelkesehatan.blogspot.com/2008/07/bahankimia beracun
atau toksik.html).
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Kolinergik dan Antikolinergik
Maret 22, 2016
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 24/25
11/23/2019 TOKSIKOLOGI OBAT DAN PENANGANAN KERACUNAN UMUM
BACA SELENGKAPNYA
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT
Juli 03, 2017
BACA SELENGKAPNYA
UJI STERILITAS, PIROGEN, DAN UJI PIROGEN
Juli 03, 2017
BACA SELENGKAPNYA
Arsip
Laporkan Penyalahgunaan
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologiobatdanpenanganan.html 25/25