TOKSIKOLOGI OBAT
Disusun oleh :
Kelompok 1
Sabrina Ayu Cahyaningrum (4840121015)
Muhammad Lutfan Effendi (4840121021)
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya sedikit
yang fatal. Sebagian kematian disebabkan oleh bunuh diri dengan mengkonsumsi obat secara
overdosis oleh remaja maupun orang dewasa. Kematian pada anak akibat mengkonsumsi obat
atau produk rumah tangga yang toksik telah berkurang secara nyata dalam 20 tahun terakhir,
sebagai hasil dari kemasan yang aman dan pendidikan yang efektif untuk pencegahan keracunan.
Keracunan tidak akan menjadi fatal jika korban mendapat perawatan medis yang cepat
dan perawatan suportif yang baik. Pengelolaan yang tepat, baik dan hati-hati pada korban yang
keracunan menjadi titik penting dalam menangani korban.
Secara farmakologis, obat menawarkan terapi lengkap dengan paket sifat-sifat kimia dan
karakteristiknya, mekanisme tindakan, respon fisiologis terhadap obat, dan penggunaannya
secara klinis. Farmakologi bersimpangan dengan toksikologi saat respon fisiologis terhadap obat
menyebabkan terjadinya efek samping. Toksikologi sering dianggap sebagai ilmu yang
mempelajari tentang racun atau keracunan, namun toksikologi ini mengembangkan suatu definisi
yang ketat sehubungan dengan masalah racun atau keracunan tersebut. Toksikologi adalah
cabang ilmu yang mempelajari segala hal yang berkaitan dengan zat-zat kimia(racun), tidak
hanya berkaitan dengan sifat-sifat zat kimia saja namun juga mempelajaribagaimana pengaruh
zat kimia tersebut di dalam tubuh atau dikenal dengan istilah xenobioti (xeno=asing).
Menurut Casarett and Doulls,1995,Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman
dari bahan kimia.Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada organisme
(hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari
racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan
mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi
dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi
lingkungan dan ekotoksikologi.
Racun adalah setiap zat, termasuk obat yang memiliki kapasitas membahayakan
organisme. Paracelsus (1493-1541) seorang dokter pada masa Renaissance mendefinisikan
istilah racun dengan sebuah pertanyaan "Apa ada yang bukan termasuk racun?, pada dasarnya
semua hal/zat adalah racun dan tidak ada satu zat pun yang tidak dapat menyebabkan keracunan.
1
Dosislah yang semata-mata membedakan suatu zat itu racun atau bukan". Keracunan
menunjukan adanya efek fisiologis yang merusak akibat paparan zat atau obat tertentu. Jadi
secara umum dapat dinyatakan bahwa semua obat adalah racun yang potensial, dosis, kondisi
individu, lingkungan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan gen yang akan berkontribusi
menentukan apakah obat tersebut memberikan efek racun atau tidak. Beberapa senyawa kimia
secara inheren dapat menjadi racun, seperti timah, yang tidak diketahui bagaimana peran
fisiologisnya dalam tubuh namun dapat menyebabkan cedera neural bahkan pada tingkat paparan
yang sangat rendah. Kebanyakan obat-obatan adalah racun pada ambang batas tertentu, pada
dosis terapi obat memberikan efek yang menguntungkan, tetapi pada dosis yang lebih tinggi
dapat menyebabkan keracunan. Sebagai contoh, besi merupakan nutrisi yang penting untuk
sintesis heme dan berbagai fungsi fisiologis enzim, tetapi over dosis besi sulfat dapat
menyebabkan disfungsi berbagai organ yang mengancam jiwa.
1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui definisi dari toksikolgi obat.
b. Mengetahui klarifikasi daya keracunan obat.
c. Mengetahui apa saja yang termasuk keracunan obat spesifik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Toksikologi
Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang
hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk
hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat
dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk tadi.Toksisitas
merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperbandingkan satu zat kimia
dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat
kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan
informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi
bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari
sudut telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan
pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu
terjadi.
Racun adalah suatu zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit,
atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil dapat mengakibatkan cedera dari
tubuh dengan adanya reaksi kimia. Racun merupakan zat yang bekerja pada tubuh secara
kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau
mengakibatkan kematian. Racun dapat diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau
melalui rute lainnya. Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat atau secara
kumulatif. Sedangkan definisi keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang
mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi,
persepsi, afek, perlaku, fungsi, dan repon psikofisiologis. Sumber lain menyebutkan bahwa
keracunan dapat diartikan sebagai masuknya suatu zat kedalam tubuh yang dapat menyebabkan
ketidak normalan mekanisme dalam tubuh bahkan sampai dapat menyebabkan kematian.
Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang di maksudkan untuk di gunakan
dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan,menyembuhkan penyakit
atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan
termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia. Meskipun obat dapat menyembuhkan
penyakit, tetapi masih banyak juga orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu,
3
dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun.
Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit
dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi,apabila obat salah digunakan dalam pengonbatan atau
dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkan keracunan.
Toksikologi analitis berkaitan dengan deteksi, identifikasi dan pengukuran obat-obatan
dan senyawa asing lainnya (xenobiotik) dan metabolitnya pada spesimen biologis dan yang
terkait. Metode analisis tersedia untuk berbagai senyawa yang sangat beragam: dapat berupa
bahan kimia, pestisida, obat-obatan, penyalahgunaan obat-obatan (drugs abuse) dan racun
alami. Toksisitas adalah pernyataan kemampuan racun menyebabkan timbulnya gejala
keracunan. Toksisitas ditetapkan di laboratorium, umumnya menggunakan hewan coba
dengan cara ingesti, pemaparan pada kulit, inhalasi, gavage, atau meletakkan bahan
dalam air, atau udara pada lingkungan hewan coba.
4
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi Toksikologi Obat
Toksikologi adalah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang efek merugikan
dari bahan kimia terhadap organisme hidup. Bahan – bahan yang terkandung pada jenis obat –
obatan, baik obat modern maupun obat tradisional. Sebagian dari masyarakat Indonesia lebih
cenderung mengkonsumsi obat-obatan tanpa mengetahui ada dan tidaknya efek toksik dari obat
yang dikonsumsi. hal ini dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat umum tentang
adanya efek toksik yang dapat ditimbulkan dari mengkonsumsi obat selain itu juga dikarenakan
minimnya jenis obat – obatan yang telah diteliti dan diketahui kadar toksisitasnya.
Toksisitas atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau
penumpukkan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme atau ekskresi.
Toksisitas dapat dinyatakan dengan ukuran sebagai berikut:
a. LD50 yaitu jumlah (dosis) efektif senyawa kimia yang mampu menyebabkan kematian
50% populasi hewan coba yang terpapar dengan berbagai cara, dinyatakan dengan
satuan mg/kg berat badan. Semakin tinggi LD50, semakin rendah adalah toksisitas.
b. ED50 (dosis efektif) adalah dosis yang menyebabkan efek spesifik selain mematikan
pada 50% hewan.
c. Ambang dosis adalah tingkat dosis rendah ini dimana tidak ada efek yang dapat
diamati. Ambang batas diperkirakan ada untuk efek tertentu, seperti efek toksik akut;
tapi tidak untuk yang lain, seperti efek karsinogenik.
5
Contoh mutagen termasuk etidium bromida, formaldehid,
dioksan, dan nikotin.
c. Teratogen
Teratogen adalah zat yang menyebabkan kerusakan pada janin atau embrio selama
kehamilan, yang menyebabkan cacat lahir sementara ibu tidak menunjukkan tanda
toksisitas. Teratogen umum meliputi etanol, senyawa merkuri, senyawa timbal, fenol,
karbon disulfida, toluena dan xilena.
6
ini juga karena pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibatnya dapat dilihat atau dirasakan
dalam waktu pendek. Contoh, keracunan fenol menyebabkan diare dan gas CO dapat
menyebabkan hilang kesadaran atau kematian dalam waktu singkat.
b. Toksisitas sub akut, jika gejala keracunan timbul dalam jangka waktu setelah
sedang (minggu sampai bulan) setelah terpapar bahan toksik dalam dosis tunggal. Suatu uji
Uji toksisitas sub akut untuk menentukan organ sasaran (organ yang rentan) atau tempat
kerjanya. Umumnya dilakukan dengan menggunakan 3 dosis, dilakukan selama 4 minggu – 3
bulan dan menggunakan 2 spesies yang berbeda.
7
c. Toksisitas kronis, jika akibat keracunan baru timbul setelah terpapar bahan toksik
secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang (dalam hitungan tahun)
atau bahkan dekade. Efek kronis terjadi setelah terpapar dalam waktu lama (bulan,
tahun, dekade) dan bertahan setelah paparan telah berhenti. Keracunan yang gejalanya timbul
perlahan dan lama setelah pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah pemajanan berkali-
kali dalam dosis relative kecil ciri khasnya adalah zaț penyebab diękskręsikan 24 jam lebih lama
dap waktu paruh,lebih panjang sehingga terjadi akumulasi. Keracunan ini diakibatkan oleh
keracunan bahan-bahan kimia dalam dosis kecil tetapi terus menerus dan efeknya baru dapat
dirasakan dalam jangka panjang (minggu, bulan, atau tahun). Misalnya, menghirup uap benzene
dan senyawa hidrokarbon terkklorinasi (spt. Kloroform, karbon tetraklorida) dalam kadar rendah
tetapi terus menerus akan menimbulkan penyakit hati (lever) setelah beberapa tahun. Uap timbal
akan menimbulkan kerusakan dalam darah.
Pengujian Toksisitas Berulang (Sub akut dan kronis) :
• Tujuan : Menentukan toksisitas kumulatif dan perubahan fisiologis dan patologis hewan
coba..
• Hewan coba : minimal 2 spesies hewan berbeda.
• Dose : maximal effect tidak mematikan.
• Cara pemberian : seperti dipakai di klinik.
• Lama pengujian : Untuk pemakaian klinik 1-3 hari → lama pengujian 14 hari.
• Untuk pemakaian klinik 7 hari → lama pengujian 28 hari.
• Untuk pemakaian klinik 4 minggu → lama pengujian 90 hari. Untuk pemakaian ≥ 1
bulan → lama pengujian 6 bulan.
8
disebabkan oleh kontaminasi kulit (luka bakar kimiawi), melalui tusukan yang terdiri dari
sengatan serangga (tawon, kalajengking, dan laba-laba) dan gigitan ular,melalui makanan yaitu
keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia (fermentasi) dan pembusukan karena kerja
bakteri (daging busuk) pada bahan makanan, misalnya ubi ketela (singkong) yang mengandung
asam sianida (HCn), jengkol, tempe bongkrek, dan racun pada udang maupun kepiting, dan
keracunan juga dapat disebabkan karena penyalahgunaan zat yang terdiri dari penyalahgunaan
obat stimultan (Amphetamine), depresan (Barbiturate), atau halusinogen (morfin), dan
penyalahgunaan alcohol.
9
Jika kita sehari – hari bekerja, atau kontak dengan zat kimia, kita sadar dan tahu bahkan
menyadari bahwa setiap zat kimia adalah beracun, sedangkan untuk bahaya pada kesehatan
sangat tergantung pada jumlah zat kimia yang masuk kedalam tubuh.
Seperti garam dapur, garam dapur merupakan bahan kimia yang setiap hari kita konsumsi
namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun, jika kita terlalu banyak
mengkonsumsinya, maka akan membahayakan kesehatan kita. Demikian juga obat yang lainnya,
akan menjadi sangat bermanfaat pada dosis tertentu, jangan terlalu banyak ataupun sedikit lebih
baik berdasarkan resep dokter.
10
➢ Faktor yang Mempengaruhi Daya Kerja Racun
1. Kuantitas (dosis) : dosis besar menyebabkan kematian lebih cepat.
2. Bentuk : fisik, kimia, mekanik.
Fisik menurut urutan cara kerja paling cepat : gas, cairan, serbuk halus, padat besar.
Kimia : beberapa kombinasi yg tdk bersifat racun: AgNO3 + HCl, jika berdiri sendiri
unsur tersebut bersifat racun.
Mekanik : unsur racun akan berubah jika digabungkan dg unsur lainnya. Logam
berat + air → endapan Asam diminum saat lambung penuh Alkaloid + arang.
3. Cara masuk ke dalam tubuh :
a. IV lebih cepat
b. Absorpsi mll lambung lebih cepat dari rectum.
c. Kulit yg cedera lebih cepat dari kulit utuh.
4. Kondisi tubuh :
a. Usia : keracunan lebih berbahaya pada usia anak2 dan orang tua, misal opium
tidak bias ditoleransi pada anak2.
b. Idiosinkrasi dan hipersensitifitas pada beberapa individu terhadap jenis unsur
tertentu.
c. Kebiasaan : seorang pecandu mempunyai toleransi lebih besar terhadap dosis
d. Status kesehatan : gangguan fungsi hati dan ginjal → eliminasi racun tidak baik
e. Tidur : pengaruh racun lebih lambat.
11
Dalam obat-obatan
Kriteria toksik Dosis
penggolongan daya racun
1. Super toksik >15 G/KG BB
2. Toksik extrim 5-15 G/KG BB
3. Sangat toksik 0,5-5 G/KG BB
4. Toksisitas sedang 50-500 G/KG BB
5. Sedikit toksik 5-50 /KG BB
12
Terapi :
a. Bila keracunan terjadi dalam 4 jam setelah overdosis : diberi karbon aktif.
b. Keracunan dalam 8-10 jam setelah minum obat tersebut berikan:
✓ Antidote : N-acetylcysteine p.o yang dilarutkan dalam cairan (bukan alcohol, bukan
susu) dengan perbandinagn 3:1 Loading dose : 140 mg/kgBB. Maintenance dose 70
mg/kgBB tiap 4 jam (dapat diulang sampai 17x). efek samping : mual, muntah,
epigastric discomfort.
✓ Antiemetic (metoclopramide, domperidone, atau ondansetron)
✓ Harus dilakukan monitoring fungsi hati dan ginjal.
✓ Pada keracunan berat sekali : dilakukan transplantasi hati
13
b. Koma : intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik
c. Agitasi : diberikan preparat benzodiazepine
d. Agitasi yang tidak terkontrol dan delirium, antidote : physostigmine (inhibitorasetilkolin-
esterase). Dosis : 1-2 mg i.v. dalam 2-5 menit (dosis dapat diulang)
e. Kontraindikasi physostigmine : penderita dengan kejang, koma, gangguan konduksi jantung,
atau aritmia ventrikel.
3. Benzodiazepine
Efek Toksik
a. Eksitasi paradoksal
b. Depresi SSP : (mulai tampak dalam 30 menit setelah overdosis)
c. Koma dan depresi nafas (pada ultra-short acting benzodiazepin dan
kombinasi benzodiazepine-depresan SSP lainnya)
Terapi over dosis benzodiazepine
a. Karbon aktif
b. Respiratory support bila perlu
c. Flumazenil (antagonis kompetitif reseptor benzodiazepine)
Dosis : 0,1 mg i.v. dengan interval 1 menit sampai dicapai efek yang diinginkan atau mencapai
dosis kumulatif (3 mg). bila terjadi replase, dapat diulang dengan interval 20 menit, dengan dosis
maksimum 3 mg/jam.
Efek samping : kejang (pada penderita dengan stimulan dan trisiklik antidepresan, atau penderita
ketergantungan benzodiazepine.
Kontraindikasi : kardiotoksisitas dengan anti depresan trisiklik.
4. b-Blocker
Efek toksik :
Terjadi dalam ½ jam setelah overdosis dan memuncak dalam 2 jam.
a. Mual, muntah, bradikardi, hipotensi, depresi SSP
b. -blocker dengan ISA (+) : hipertensi, takikardi
c. Efek toksik pada SSP : kejang
d. Kulit : pucat & dingin
14
e. Jarang : bronkospasme dan edema paru
f. Hiperkalemi
g. Hipoglikemi
h. Metabolik asidosis (sebagai akibat dari kejang, shock, atau depresi nafas)
i. EKG : berbagai derajat AV block, bundle branch block, QRS lebar, asistol
j. Khusus sotalol : pemanjangan interval QT, VT, VF, dan torsade de pointes
Terapi :
a. Karbon aktif
b. Pada bradikardi dan hipotensi : atropin, isoproterenol, dan vasopresor
c. Pada keracunan berat :
1. Glukagon; dosis inisial : 5-10 mg dilanjutkan1-5 mg/jam via infus
2. Calcium
3. Insulin dosis tinggi + glukosa + kalium
4. Pacu jantung (internal/eksternal)
5. IABP
a) Pada kejadian bronkospasme : inhalasi -agonis, epinefrin s.c., aminofilin i.v.
b) Pada sotalol-induced ventricular tachyarrhythmia : lidokain, Mg, overdrive pacing
c) Pada overdosis atenolol, metoprolol, nadolol, dan sotalol : dapat dilakukan prosedur
ekstrakorporeal
15
Terapi :
a. Karbon aktif
b. Pada bradikardi simptomatis :
1) Atropin
2) Calcium, dosis inisial : CaCl2 10% 10cc atau Ca glukonas 10% 30 cc i.v. dalam >2
menit (dapat diulang sampai 4x). Bila terjadi relaps setelah dosis inisial, diberikan infus
calcium kontinu : 0,2 cc/kgBB/jam sampai maksimal 10cc/jam.
3) Isoproterenol
4) Glukagon (dosis seperti pada overdosis b-blocker)
5) Electrical pacing (internal/eksternal)
c. Pada iskemi : mengembalikan perfusi jaringan dengan cairan
d. Khusus pada overdosis verapamil, dilakukan usaha-usaha untuk mengembalikan metabolisme
miokard dan meningkatkan kontraktilitas miokard dengan : regular insulin dosis tinggi (0,1 – 0,2
U/kgBB bolus i.v. diikuti dengan 0,1 – 1 U/kgBB/jam, bersama dengan glukosa 25 gr bolus,
diikuti infus glukosa 20% 1 gr/kgBB/jam, serta kalium).
e. Bila masih hipotensi walaupun bradikardi sudah teratasi, diberikan cairan.
f. Amrinone, dopamine, dobutamin, dan epinefrin (tunggal/kombinasi)
g. Pada shock refrakter : I A B P.
6. Karbon Monoksida
Efek toksik :
a. Hipoksia jaringan, dengan : metabolisme anaerob, asidosis laktat, peroksidasi lemak, dan
pembentukan radikal bebas.
b. Nafas pendek, dispnea, takipnea,
c. Sakit kepala, emosi labil, konfusi, gangguan dalam mengambil keputusan,
d. Kekakuan, dan pingsan
e. Mual, muntah, diare
f. Pada keracunan berat : edema otak, koma, depresi nafas, edema paru,
g. Gangguan kardiovaskuler : nyeri dada iskemik, aritmia, gagal jantung, dan hipotensi
h. Pada penderita koma dapat timbul blister dan bula di tempat-tempat yang tertekan
16
i. Creatin kinase serum meningkat
j. Laktat dehidrogenase serum meningkat
k. Nekrosis otot ® mioglobinuria ® gagal ginjal
l. Gangguan lapang pandang, kebutaan , dan pembengkakan vena disertai edema papil atau
atrofi optic
m. Metabolik asidosis
n. Menurunnya saturasi O2 (dinilai dari CO-oxymetry)
o. Biasanya tampak sianosis (jarang terlihat kulit dan mukosa berwarna merah ceri)
p. Penderita yang sampai tidak sadar beresiko mengalami sekuele neuropsikiatrik (perubahan
kepribadian, gangguan kecerdasan, buta, tuli, inkoordinasi, dan parkinsonism) dalam 1-3 minggu
setelah paparan
7. Glikosida Jantung
Dicurigai keracunan bila pada penderita yang mendapatkan digoksin denyut jantung yang
sebelumnya cepat/normal menjadi melambat atau terdapat irama jantung yang ireguler dengan
konsisten.
Efek toksik :
a. Menurunnya otomatisitas SA node dan konduksi AV node
b. Tonus simpatis : otomatisitas otot, AV node, dan sel-sel konduksi; meningkatnya after
depolarization
c. EKG : bradidisritmia, triggered takidisritmia, sinus aritmia, sinus bradikardi, berbagai derajat
AV block, kontraksi ventrikel premature, bigemini, VT, VF
d. Kombinasi dari takiaritmia supraventrikel dan AV block (mis.: PAT dengan AV block derajat
2; AF dengan AV block derajat 3) atau adanya bi-directional VT ) sangat sugestif untuk
menilai adanya keracunan glikosida jantung
e. Muntah
f. Konfusi, delirium
g. Halusinasi, pandangan kabur, fotofobi, skotomata, kromotopsia
h. Keracunan akut : takiaritmia dan hiperkalemi
i. Keracunan kronik : bradiaritmia dan hipokalemia
17
Terapi :
a. Karbon aktif dosis berulang
b. Koreksi K, Mg, Ca
c. Koreksi hipoksia
d. Pada sinus bradikardi dan AV block derajat 2/3 : atropin, dopamine, epinefrin, dan dapat saja
fenitoin (100 mg i.v. tiap 5 menit sampai 15 mg/kg), serta isoproterenol
e. Pada takiaritmia ventrikel : Mg sulfat, fenitoin, lidokain, bretilium, dan amiodaron
f. Pada disritmia yang life-threatening : terapi antidot dengan digoxin-specific Fab-fragmen
antibodies i.v. dalam >15-30 menit. Tiap vial antidot (40 mg) dapat menetralisir 0,6 mg
digoksin. Biasanya pada keracunan akut diperlukan 1-4 vial; pada kronik 5-15 vial.
g. Pada keracunan akut yang berat dengan kadar kalium serum >= 5,5 mEq/lt (walaupun tanpa
disritmia), antidot harus diberikan.
h. Electrical pacing (bukan pacing untuk profilaksis)
i. Bila perlu defibrilasi dengan energi rendah (mis.: 50W.s)
18
Terapi :
a. Karbon aktif dosis berulang
b. Pada gagal hati/ginjal dan pada keracunan berat, hemoperfusi dapat berguna.
SALISILAT (termasuk aspirin)
Keracunan salisilat diidentifikasi dari test urine ferri chloride (+) berwarna ungu.
Efek toksik (mulai terjadi dalam 3-6 jam setelah overdosis >= 150 mg/kgBB) :
a. Muntah, berkeringat, takikardi, hiperpnea, dehidrasi dan menurunnya fungsi ginjal
b. Demam, tinitus, letargi, konfusi
c. Pada awalnya terjadi alkalosis respiratorik dengan kompensasi ekskresi bikarbonat melalui
urine
d. Selanjutnya asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap dan ketosis
e. Alkalemia dan asiduria paradoksal
f. Peningkatan hematokrit, jumlah leukosit, dan jumlah thrombosis
g. Hipernatremia, hiperkalemia, hipoglikemia
h. Prothrombin time memanjang
i. Pada keracunan berat dapat terjadi : koma, depresi nafas, kejang, kolaps kardiovaskuler, serta
edema otak & paru(non-kardiak & kardiak). Saat ini terjadi asidemia dan asiduria (asidosis
metabolik dengan alkalosis/asidosis respiratorik).
19
j. Alkalinisasi urine (sampai pH 8) dan diuresis saline. Kontraindikasi diuresis: edema otak/paru,
gagal ginjal
k. 50-150 mmol bikarbonat (+ kalium) yang ditambahkan pada 1 lt cairan infus saline-dekstrose
dengan kecepatan 2-6 cc/kgBB/jam
l. Monitor kadar elektrolit, calcium, asam-basa, pH urine, dan balans cairan
m. Hemodialisis dilakukan pada intoksikasi berat (kadar salisilat mendekati/>100 mg/dl setelah
overdosis akut, atau bila ditemukan kontraindikasi/kegagalan prosedur di atas
20
terjadi kemudian ,availabisitas,efikasi dan kontraindikasi dari prosedur serta beratnya
keracunan dan resiko komplikasi.
2. Percepatan Eliminasi Racun
Keputusan untuk tindakan ini harus brdasarkan pada toksisitasnya yang nyata atau yang
di perkirakan dan didasarkan juga pada efektivitas,biaya dan resiko terapi.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Toksisitas atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau
penumpukkan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme atau ekskresi.Jenis-jenis
keracunan menurut (FK-UI, 1995) yaitu :
1. Cara terjadinya terdiri dari:
a. Self poisoning
b. Attempted Suicide
c. Accidental poisoning
d. Homicidal poisoning
2. Mulai waktu terjadi
1. Keracunan kronik
2.Keracunan akut
3. Menurut alat tubuh yang terkena
4. Menurut jenis bahan kimia
Klasifikasi daya racun.Dalam obat obatan, penggolongan daya racun yaitu:
No.Kriteria Toksik Dosis
1.Super Toksik> 15 G/KG BB
2. Toksik Ekstrim 5-15 G/KG BB
3. Sangat Toksik 0,5-5 G/KG BB
4. Toksisitas Sedang 50-500 MG/KG BB
5. Sedikit Toksik -50 MG/KG BB
Keracunan obat spesifik diantaranya: Asetaminofen. Tujuan terapi keracunan dan overdosis
adalah mengawasi tanda-tanda vital, mencegah absorpsi racun lebih lanjut, mempercepat
eliminasi racun,pemberian antidot spesifik, dan mencegah paparan ulang.
4.2 SARAN
Penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kebaikan kedepannya agar
penyusun dapat menyajikan karya tulis yang lebih baik lagi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1991). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta:Gajah Mada University
Press Donatus Imono A. 2005. Toksikologi Dasar. Jakarta :Depkes RI.
Linden,C.H.,Burns,M.G.,2005.Poisoning and Drug Overdosage in Harrison's Principles of
Internal Medicine Vol.2,16thedition, International Edition,McGraw Hill.
Loomis,T.A.1978.Toksikologi Dasar,Donatus,A.(terj.).Semarang:IKIP Semarang Mansjoer,
Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga.Jakarta:FKUI. Muriel, Skeet. 1995.Buku
Tindakan Paramedis Terhadap Kegawatan dan Pertolongan Pertama.Edisi 2.Jakatra:EGC Press
B, Immaduddin. 2008. Bahan Kimia Beracun atau Toksik.
(http://imadanalyzeartikelkesehatan.blogspot.com/2008/07/bahan-kimia-beracun-atau
toksik.html). Smeltzer C.Suzanne, Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta:EGC
http://sidfirman82.blogspot.com/2017/07/toksikologi-obat-dan-penanganan.html
https://onlinelearning.uhamka.ac.id/pluginfile.php/527438/mod_resource/content/1/MATERI%2
06%20UJI%20TOKSIKOLOGI.pdf
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Toksikologi-
Klinik_SC.pdf
23