Anda di halaman 1dari 18

Resistensi Antibiotik

Resistensi antibiotik adalah kondisi ketika suatu strain bakteri dalam tubuh
manusia menjadi resisten (kebal) terhadap antibiotik. Resistensi ini berkembang
secara alami melalui mutasi evolusi acak dan juga bisa direkayasa oleh pemakaian
obat antibiotik yang tidak tepat. Setelah gen resisten dihasilkan, bakteri kemudian
dapat mentransfer informasi genetik secara horisontal (antar individu) dengan
pertukaran plasmid. Mereka kemudian akan mewariskan sifat itu kepada keturunannya, yang
akan menjadi generasi resisten. Bakteri bisa memiliki beberapa gen resistensi,
sehingga disebut bakteri multiresisten atau “superbug”.
 Resistensi antibiotik merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh
dunia. Ketika Anda terinfeksi bakteri yang resisten antibiotik, pengobatan untuk
Anda menjadi lebih sulit dan harus menggunakan obat yang lebih kuat dan lebih mahal
dengan lebih banyak efek samping. Contoh bakteri yang telah menjadi resisten terhadap
antibiotik termasuk spesies yang menyebabkan infeksi kulit, meningitis, penyakit
menular seksual, tuberkulosis, dan infeksi saluran pernapasan seperti pneumonia.

Penyebab umum

Penggunaan yang tidak tepat dan penyalahgunaan antibiotik adalah penyebab


umum resistensi antibiotik, di antaranya:
-Penggunaan antibiotik untuk infeksi virus.
 Banyak pasien berharap atau meminta dokter untuk meresepkan antibiotik ketika terkena
flu dan pilek. Padahal, antibiotik hanya untuk mengobati infeksi bakteri, bukan
infeksi virus. Antiobiotik hanya diperlukan bila flu dan pilek sudah ditumpangi
infeksi sekunder oleh bakteri. Sebagian besar flu dan pilek tidak memerlukan
antiobiotik.

-Putus obat.
 Dosis antibiotik harus dihabiskan secara penuh, bila berhenti meminum antibiotik
di tengah  jalan maka beberapa bakteri yang masih hidup akan menjadi resisten
terhadap pengobatan antibiotik di masa depan.

Pencegahan

Resistensi bakteri bisa dikurangi dengan 


pemakaian antibiotik secara bijaksana.Baik dokter maupun pasien dapat turut berperan
untuk mengurangi penyalahgunaan antibiotik. Antibiotik hanya boleh diresepkan ketika
infeksi bakteri telah terjadi. Mengambil antibiotik untuk infeksi virus bukan hanya
membuang-buang waktu dan biaya, tetapi juga membantu meningkatkan
resistensi antibiotik. Selain itu, setiap pasien harus menyadari bahwa antiobiotik
harus tetap diambil sampai dosisnya habis meskipun gejala-gejala penyakit sudah
hilang.
http://majalahkesehatan.com/resistensi-antibiotik/ 

Resistensi Antibiotik

Pada tahun 2010 kebanyakan orang meninggal karena infeksi daripada kanker.
Fakta ini sebenarnya menyoroti bahaya dari kenaikan resistensi antibiotik pada
bakteri, chief medical memperingatkan bahaya ini kepada anggota parlemen pada
minggu ini. Selama miliaran tahun, bakteri tertentu telah menghasilkan bahan
kimia yang melindungi mereka dari serangan mikroorganisme lainnya. Beberapa bahan
kimia ini membentuk antibiotik digunakan dalam pengobatan masa ini. Sayangnya, bakteri
demi kelangsungan hidup telah mengembangkan cara untuk melawan efek racun
dari obat ini. Bahkan, sebagian besar resistensi yang ada sampai saat ini dikembangkan
beberapa tahun yang lalu, baik dalam lingkungan lokal, atau pada manusia dan hewan.
Perjalanan global merupakan penyumbang utama meningkatnya penyebaran
bakteri tersebut, memperburuk masalah yang sebelumnya dikelola. Ini mungkin
terdengar mustahil, tetapi pada saat seseorang menjadi dewasa, ada lebih banyak sel bakteri
dalam tubuh pada sel-sel manusia. Sangat mudah untuk melihat bahwa miliaran
bakteri mungkin memiliki mutasi genetik alami yang memberikan resistensi
antibiotik. Penggunaan antibiotik menciptakan "tekanan selektif" dimana bakteri
sensitif terhadap obat mulai resisten dan dapat berkembang. Paling sering, bakteri
resisten tersebar dari orang ke orang melalui kontak langsung, permukaan lingkungan,
air dan makanan, tetapi jelas bahwa penggunaan antibiotik yang tidak perlu juga menyajikan
risiko sendiri. Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan pada
beberapa obat yang sudah mengalami resistensi? Tidak ada jawaban yang mudah,
namun beberapa langkah yang dapat dilakukan. Pemerintah, perusahaan obat, dokter, pasien
dan semua memiliki peranan penting. Antibiotik telah datang ke pasar selama 40
tahun. Hal ini sulit dan mahal untuk mengembangkan obat-obatan tersebut untuk
di pelajari, tidak seperti obat jantung atau kanker, selain itu antibiotik umumnya
tidak menghasilkan pendapatan yang tinggi untuk sebuah perusahaan farmasi. Hal itu sangat
memalukan karena antibiotik adalah salah satu dari beberapa obat yang benar-benar
menyembuhkan orang bukan hanya mengurangi gejala. Fenomena ini di harapakan pemerintah
bisa membantu - dengan menggunakan kebijakan harga antibiotik misalnya, mungkin
menetapkan harga minimum untuk penggantian obat yang mengobati infeksi resisten, dan
meningkatkan sistem kredit pajak untuk pengembang. Hibah juga dapat ditargetkan
untuk mendukung pengembangan obat baru yang menguragi resistensi. Persyaratan peraturan
ketat juga membuat mendapatkan antibiotik ke pasar sangat sulit dalam beberapa
tahun terakhir. Reformasi regulasi sangat diperlukan untuk mendorong
perusahaan kembali ke dalam penelitian antibiotik terhadap bakteri target utama
tertentu: di Eropa regulator mencari cara-cara untuk mendapatkan obat yang dirancang untuk
memerangi organisme Eskape melalui uji klinis banyak dan lebih cepat. Penggunaan
dan penyalahgunaan antibiotik dalam bidang kedokteran dan pertanian selama 70 tahun terakhir
telah menyebabkan peningkatan jumlah dan jenis bakteri resisten antibiotik. Jelas,
lebih sedikit antibiotik yang digunakan kurang karena kemungkinan resistensi
berkembang pula. Praktek resep bisa diperketat baik oleh dokter, tetapi juga oleh
pasien yang harus datang untuk memahami bahwa antibiotik tidak bekerja untuk
infeksi virus dan tidak mungkin tidak diperlukan. Untuk pasien, mengambil dosis
yang tepat dari antibiotik, pada interval benar di setiap hari, berarti tingkat
aktifitasnya dapat dipertahankan dalam tubuh, memberikan kesempatan tertinggi bahwa
semua bakteri berbahaya yang menyebabkan infeksi akan dibunuh dan membatasi
tekanan selektif. Kebersihan baik di rumah dan rumah sakit terutama ketika
mengunjungi adalah kunci, dan cara sederhana di mana kita semua dapat
melakukannya. Kita perlu antibiotik jenis baru dan kemudian kita perlu
menggunakan dengan bijak - jika tidak, kita akan kembali ke hari-hari survival of
the fittest, dan kemajuan besar dalam kedokteran memberi keuntungan. Pasien yang terinfeksi
kita harus mampu mengobatinya.

Sumber :
Doctors & Medical Students Can Exchange Medical Case& MCQ With Their
Colleagues
 
http://naim-isma1l.blogspot.com/2013/04/resistensi-antibiotik.html

Penyebab Bakteri Resistensi Antibiotik Dan 7 Tips Pencegahannya

Saat bakteri dan mikroba tidak responsif terhadap antibiotik maka kondisi ini
disebut sebagai bakteri resisten antibiotik. Efektivitas obat yang dirancang untuk
menyembuhkan atau mencegah infeksi bakteri menjadi berkurang bahkan hilang.
Pada kondisi ini, bakteri mampu bertahan hidup dan terus berkembang biak
sehigga menyebabkan kerusakan lebih parah pada tubuh.
Apa penyebab bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik?
 Ketika seseorang mengambil antibiotik, bakteri yang sensitif akan terbunuh
namun bakteri yang resisten bisa terus tumbuh dan berkembang biak.
Penyalahgunaan dan pengguanaan antibiotik yang berulang merupakan penyebab
utama bakteri menjadi resisten. Jadi, penting untuk menggunakan antibiotik
dengan tepat agar penyebaran bakteri resisten dapat dikendalikan.
Mengapa harus khawatir terhadap bakteri resisten antibiotik?
 Resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah utama di dunia kesehatan.
Selama satu dekade terakhir, hampir setiap jenis bakteri menjadi lebih kuat dan
kurang responsif terhadap pengobatan antibiotik.

Fakta ini bisa mengancam karena bakteri dapat cepat menyebar ke anggota
keluarga lain, teman sekolah, maupun rekan kerja, sehingga menimbulkan rantai
penyakit menular baru yang lebih sulit disembuhkan serta mahal pengobatannya.
Bakteri resisten antibiotik menyebabkan kerusakan dan penderitaan bagi anak-
anak maupun orang dewasa yang menderita infeksi umum (common infections)
yang dulu dapat disembuhkan dengan antibiotik.
Bagaimana menghindari infeksi bakteri resisten antibiotik?
  Anda dapat menghindari infeksi bakteri resisten antibiotik dengan mengikuti
langkah-langkah berikut:
1.Gunakan antibiotik hanya bila benar-benar diperlukan.
2.Tanyakan petugas kesehatan apakah antibiotik akan bermanfaat bagi penyakit
yang sedang dialami.
3.Hindari mengonsumsi antibiotik untuk infeksi virus seperti pilek atau flu.
4. Hindari menyimpan antibiotik untuk digunakan lagi saat Anda kembali sakit.
Singkirkan semua sisa obat dan antibiotik setelah menyelesaikan program
pengobatan yang harus Anda jalani.
5.Minum antibiotik sesuai resep yang diberikan. Jangan sampai melewatkan
waktu pemberian antibiotik. Tetap selesaikan program pengobatan yang telah
ditentukan meskipun Anda merasa sudah lebih baik. Jika Anda menghentikan
pengobatan terlalu cepat, beberapa bakteri dapat bertahan hidup dan bisa
menginfeksi kembali.
6. Hindari minum antibiotik yang diresepkan untuk orang lain karena bisa jadi
antibiotik tersebut tidak sesuai untuk penyakit Anda.
7. Jika petugas kesehatan yakin bahwa Anda tidak mengalami infeksi bakteri,
minta saran tentang cara meringankan gejala yang sedang dialami. Jangan
memaksa petugas kesehatan untuk meresepkan antibiotik.
http://www.amazine.co/22987/penyebab-bakteri-resisten-antibiotik-7-tips-
pencegahannya/ 

Bijaksana Memakai Antibiotik

Sejak penisilin ditemukan oleh Alexander Fleming di tahun 1927 dan mulai
diperkenalkan pada tahun 1940-an, antibotik telah menjadi obat andalan untuk
mengatasi berbagai penyakit infeksi. Penisilin, tetraksilin, sefalosporin dan
makrolida (utamanya eritromisin) adalah empat kelompok antibiotik yang paling
banyak digunakan dokter dari sekitar 150 jenis antibiotik yang ada.

Resistensi Antibiotik 
 
Antibiotik adalah obat yang kuat. Namun, penggunaan antibiotik yang tidak tepat
dan berlebihan dapat merugikan Anda karena menyebabkan bakteri resisten
(kebal). Bakteri adalah makhluk yang cerdas. Tujuan mereka adalah bertahan
hidup dan berkembang biak. Resistensi bakteri terhadap antibiotik dilakukan
melalui perubahan (mutasi) DNA bakteri. Bakteri yang telah bermutasi DNA-nya
menjadi kebal antibiotik dan mereproduksi jutaan bakteri resisten turunannya
hanya dalam waktu sehari. Resistensi antibiotik merupakan masalah utama yang
menjadi keprihatinan semua praktisi kesehatan masyarakat di seluruh dunia.
Bakteri yang resisten membuat obat yang kuat menjadi tidak berguna. Jika Anda
sakit karena bakteri yang resisten terhadap antibiotik tertentu, Anda dapat:
Memiliki penyakit lebih lama dari yang seharusnya.
Lebih sering mengunjungi dokter.
Memerlukan rawat inap.
Memerlukan resep yang berbeda untuk melawan penyakit. Obat-obatan itu
lebih mahal dan mungkin menyebabkan efek samping.
Menularkan bakteri resisten kepada anggota keluarga lain dan teman-teman
Anda sehingga menyebarkan masalah. Karena itu, dokter yang bijak biasanya
enggan memberikan antibiotik, kecuali memang sangat dibutuhkan. Pada banyak
kasus, sistem imun tubuh kita cukup kuat untuk mengatasi infeksi bakteri.

Tips Pemakaian Antibiotik 


 
Berikut adalah tips menggunakan antibiotik agar bakteri tidak menjadi resisten:
Jangan menggunakan antibiotik sembarangan. Antibiotik hanya bermanfaat
untuk mengobati infeksi bakteri seperti pneumonia dan radang sinus. Penyakit
yang disebabkan oleh infeksi virus seperti influenza dan pilek tidak sembuh oleh
antibiotik. Bagaimana Anda tahu penyakit Anda disebabkan oleh bakteri atau
virus? Tanyakan dokter Anda.
Gunakan antibiotik
sesuai dosis dalam resep dokter dan sampai tuntas. Jangan berhenti minum
antibiotik ketika Anda mulai merasa sehat, teruskan sampai obatnya habis. Selalu
konsultasikan dengan dokter bila Anda ingin menghentikan pemakaian antibiotik,
misalnya karena reaksi alergi.
Jangan memakai antibiotik sisa penggunaan sebelumnya. Antibiotik itu
mungkin bukan jenis yang tepat untuk penyakit yang saat ini Anda rasakan. Setiap
jenis antibiotik memiliki efektivitas berbeda untuk infeksi yang berbeda. Bakteri
dapat resisten bila Anda tidak memakai jenis yang tepat. Penggunaan antibiotik
yang sama berturut-turut dapat membuat bakteri resisten.
Jangan menggunakan antibiotik yang diresepkan untuk orang lain. Antibiotik
yang tepat bagi seseorang belum tentu tepat bagi yang lain. Setiap orang memiliki
respon berbeda terhadap obat, termasuk antibiotik.
http://majalahkesehatan.com/bijaksana-memakai-antibiotik/ 
Resistensi Antibiotik, Apa dan Bagaimana Muncul?

Oleh: dr. Huriah M. Putra


Sekarang ini, penggunaan antibiotik saat seseorang sakit sudah menjadi sesuatu
yang sangat umum. Antibiotik dianggap sebagai ”obat ajaib” yang dapat
menyembuhkan semua penyakit infeksi. Dokter-dokter sering meresepkan
antibiotik apabila pasiennya demam ataupun batuk.
Terlebih lagi, antibiotik yang seharusnya di jual hanya dengan resep dokter sudah
dapat dibeli dengan bebas oleh masyarakat di apotek. Akibatnya, masyarakat
awam seringkali membeli antibiotik secara bebas tanpa resep dan  petunjuk dokter
untuk dikonsumsi. Alasan yang sering diutarakan adalah karena pada penyakit
yang diderita sebelumnya, dokter juga meresepkan obat yang sama. Namun,
pemakaian antibiotik yang tidak tepat indikasinya, atau pemakaian yang tidak
sesuai memiliki risiko yang tidak bisa dianggap remeh. Resistensi antibiotik
merupakan resiko dari pemakaian antibiotik yang sembarangan. Yang dimaksud
dengan resistensi antibiotik adalah dimana bakteri yang sebelumnya sensitif
apabila diterapi dengan antibiotik tertentu menjadi resisten (tidak mati) dengan
antibiotik yang sama. Resistensi antibiotik berakibat pada meningkatnya biaya
pengobatan, terbatasnya sumber daya untuk melawan infeksi, hingga kematian.

Sejarah antibiotik 

 Antibiotik pertama sekali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1928.
Penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak disengaja ketika bakteri-
bakteri yang sedang dibiakkan oleh Fleming selalu mati. Ketika diteliti, ternyata
efek antibakterial dari jamur.
 Penicillium yang menyebabkan matinya bakteri tersebut. Zat antibakteri dari
jamur tersebut akhirnya diberi nama  penicillin. Pada tahun 1939, Howard Florey
dan Ernst Boris Chain melakukan penelitian untuk menguji efek  penicillin
terhadap manusia.  Penicillin kemudian diproduksi secara massal oleh  Merck &
Co  pada tahun 1942.  Penicillin sangat berperan pada perang dunia kedua dimana
diperkirakan 12-15% nyawa terselamatkan di pihak sekutu.

Penelitian terhadap antibiotik begitu gencar dilakukan sehingga sekarang ini


begitu banyak jenis- jenis antibiotik baru yang telah berhasil ditemukan.
Pemakaian antibiotik telah meningkatkan usia harapan hidup dengan dramatis
pada abad 20. Namun, bakteri telah menjadi resisten terhadap terapi antibiotik.
Penyakit-penyakit infeksi seperti tuberkulosis menjadi semakin sulit diobati.

Mekanisme terjadinya resistensi

  Resistensi antibiotik dapat terjadi sebagai akibat bermutasinya gen bakteri


dan juga terjadinya transfer gen antar bakteri. Kerja antibiotik terhadap bakteri
merupakan tekanan lingkungan terhadap bakteri tersebut. Bakteri tertentu yang
telah bermutasi akan dapat bertahan hidup dan terus bereproduksi. Bakteri ini
kemudian akan menurunkan gen “resisten” kepada keturunannya yang akan
berevolusi menjadi sebuah koloni yang resisten terhadap antibiotik tertentu.
Bakteri ini juga dapat mentransferkan gen “resisten” kepada bakteri lainnya.
 Salah satu contoh resistensi antibiotik yang paling terkenal yaitu resistensi
terhadap penicillin. Cara kerja  penicillin  dalam memberantas bakteri adalah
dengan menghasilkan beta-lactam yang  bekerja dengan merusak dinding sel
bakteri. Bakteri tertentu yang telah bermutasi berhasil menghasilkan suatu enzim
yang menghancurkan beta-lactam tersebut. Nama enzim tersebut adalah  beta-
lactamase . Akibatnya, pada bakteri tersebut, antibiotik
 penicillin tidak dapat digunakan lagi dan harus diganti dengan antibiotik lainnya.
Terlebih lagi, suatu bakteri dapat membawa berbagai gen “resisten”
terhadap beberapa antibiotik. Bakteri demikian tidak hanya resisten terhadap satu
antibiotik, melainkan terhadap  banyak antibiotik lainnya. Bakteri ini sering
disebut  superbug . Pengobatan terhadap infeksi  bakteri demikian akan semakin
sulit dan mahal karena terbatasnya pilihan antibiotik yang dapat digunakan.
Penyebab resistensi antibiotik 

 Terdapat banyak faktor yang bertanggung jawab terhadap timbulnya resistensi


antibiotik, mulai dari kebiasaan masyarakat, medis, hingga peternakan. Pemakaian
antibiotik yang tidak tepat indikasinya merupakan penyebab utama timbulnya
resistensi antibiotik. Obat-obat dari apotek bukanlah satu-satunya sumber
antibiotik di lingkungan masyarakat umum. Antibiotik dapat ditemukan juga di
peternakan. Pemberian antibiotik terhadap hewan ternak dimaksudkan untuk
meningkatkan pertumbuhan dan mencegah infeksi (bukan menyembuhkan
infeksi). Melalui pembuangan, antibiotik tersebut akan masuk ke saluran air dan
mencemari air tanah. Hal ini berarti kita mendapatkan antibiotik dari makanan dan
minuman. Antibiotik yang terkonsumsi ini akan menjadi beban lingkungan bagi
bakteri yang kemudian dapat berkembang menjadi resisten. Sekarang, pemberian
antibiotik secara rutin pada hewan telah dilarang di Uni Eropa dan banyak negara
maju lainnya. Salah satu masalah utama penyebab resistensi antibiotik adalah
penggunaan antibiotik yang tidak tepat indikasinya di bidang medis. Ini
merupakan kesalahan praktisi kesehatan dan juga pasien. Tidak jarang, dokter
sering meresepkan antibiotik untuk penyakit-penyakit yang tidak membutuhkan
antibiotik seperti infeksi saluran nafas atas yang disebabkan oleh virus. Ini
disebabkan karena tekanan yang sering diberikan oleh pasien karena pasien
seringkali memaksa agar mendapatkan antibiotik. Persepsi pasien bahwa
penyakitnya tidak akan sembuh tanpa antibiotik menjadi alasan yang umum
diutarakan. Salah satu kesalahan lainnya adalah menghentikan konsumsi
antibiotik sebelum waktunya. Ini seringkali terjadi karena pasien merasa bahwa
gejala penyakit yang dialaminya sudah membaik sehingga pengobatannya
dihentikan sendiri. Fenomena ini mungkin terjadi karena kurangnya komunikasi
dari dokter. Apabila antibiotik dihentikan sebelum waktunya, bakteri yang ingin
kita  berantas tidak mati sepenuhnya, melainkan hanya “pingsan”. Apabila bakteri
tersebut aktif kembali, terdapat kemungkinan bakteri tersebut mengembangkan
resistensi terhadap antibiotik yang kita gunakan. Kesalahan lain yang paling fatal
adalah kebiasaan masyarakat untuk mengobati sendiri  penyakitnya tanpa
berkonsultasi kepada dokter. Pasien akan membeli sendiri antibiotik dari apotek
tanpa memahami cara penggunaannya dan menghentikannya sewaktu-waktu.
Kebiasaan ini sangat mudah menciptakan resistensi bakteri terhadap antibiotik.

Cara melawan resistensi antibiotik 

 Terdapat berbagai cara untuk melawan resistensi antibiotik. Salah satunya adalah
dengan menemukan antibiotik baru. Akan tetapi, menemukan antibiotik baru
bukanlah pekerjaan yang mudah dimana dibutuhkan biaya yang besar dan waktu
yang lama. Hal ini tidak dibarengi dengan laju perkembangan resistensi yang
sangat cepat sehingga tindakan lain perlu dilakukan untuk memperlambat laju
resistensi tersebut. Menghentikan pemakaian antibiotik di peternakan, terutama
pemakaian antibiotik untuk mempercepat pertumbuhan dan mencegah infeksi, dan
bukan menyembuhkan penyakit. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, pemakaian
antibiotik yang tidak tepat di peternakan berperan besar dalam timbulnya
resistensi antibiotik. Di bidang medis, pemakaian antibiotik yang tepat untuk
infeksi bakteri, dan kalau perlu disertai dengan hasil tes uji sensitivitas. Janganlah
memberi antibiotik untuk penyakit infeksi virus kecuali terdapat kemungkinan
terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Untuk pasien, setiap antibiotik yang
diresepkan oleh dokter harus dihabiskan. Ini dilakukan agar bakteri yang ingin
diberantas benar-benar mati dan bukan hanya “pingsan” supaya bakteri tidak
punya kesempatan untuk mengembangkan resistensi. Yang paling terakhir dan
tidak kalah pentingnya adalah pemakaian antibiotik secara bebas di masyarakat.
Sebaiknya antibiotik tidak dapat dibeli lagi dengan bebas melainkan harus
berdasarkan resep dokter. Masyarakat juga sebaiknya tidak sembarangan membeli
antibiotik melainkan berkonsultasilah terlebih dahulu kepada dokter.
http://tancules.blog.com/2013/02/resistensi-antibiotik-apa-dan-bagaimana-
muncul/ 
PENYAKIT BAHAYA RESISTENSI ANTIBIOTIK

1. MALARIA

Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang menular melalui gigitan


nyamuk Anopheles betina.Gejala utama malaria yaitu demam, menggigil, disertai
sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot. Terdapat 5 jenis Plasmodium
yang bisa menyebabkan malaria, namun yang paling berbahaya adalah
Plasmodium falciparum yang bisa menyebabkan kematian dalam 24 jam bila
tidak segera diobati.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, hingga akhir 2017 terdapat
261.671 kasus malaria di Indonesia yang 100 di antaranya meninggal dunia.
Paling banyak penderita berasal dari daerah timur Indonesia seperti Papua dan
NTT. Wanita hamil dan anak-anak adalah mereka yang paling rentan tertular
penyakit ini.

Pada Juli 2016, WHO menemukan malaria P. falciparum yang resisten terhadap
terapi antibiotik artemisinin combination therapies (ACT) di 5 negara, yaitu
Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam. Tidak hanya pada ACT, di
perbatasan Kamboja dan Thailand bahkan ditemukan P. falciparum yang resisten
pada hampir semua jenis obat antimalaria. Para ahli mengkhawatirkan tersebarnya
parasit resisten ini ke wilayah lain karena bisa mengancam kesehatan manusia di
dunia.

2. PNEUMONIA

Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang menyerang selaput pembungkus


paru-paru. Akibat infeksi ini, selaput paru-paru terisi cairan atau nanah yang
menyebabkan batuk, demam, menggigil dan kesulitan bernapas. Infeksi ini bisa
disebabkan oleh virus, bakteri maupun jamur dan umumnya menyerang anak-
anak, lansia dan orang-orang dengan kekebalan tubuh yang lemah.
Tingkat keparahan pneumonia salah satunya tergantung pada jenis kuman yang
menginfeksi. Salah satu bakteri penyebab pneumonia yang sangat berbahaya yaitu
kuman Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang resisten
terhadap berbagai jenis antibiotik. Staphylococcus aureus awalnya adalah bakteri
yang umum ditemukan di kulit dan area hidung manusia. Namun seiring
meluasnya penggunaan antibiotik, bakteri ini berkembang menjadi MRSA dan
menyebabkan penyakit pada manusia.

Untuk mengobati infeksi MRSA, diperlukan antibiotik alternatif yang cukup kuat.
Selain itu, seseorang dengan infeksi MRSA harus dirawat di ruang isolasi rumah
sakit agar tidak menularkannya kepada orang lain. Bila infeksi ini tidak bisa
dilawan dengan antibotik, maka bisa berakibat menyebarnya infeksi di seluruh
tubuh hingga mengakibatkan kematian.

Karena pentingnya antibiotik untuk kesehatan umat manusia, kita harus


menggunakan antibiotik secara bijaksana. Tidak mengonsumsi antibiotik tanpa
resep dokter adalah salah satu cara agar terhindar dari resistensi antibiotik. Bila
kita berhati-hati dalam menggunakan antibiotik, secara tidak langsung kita sudah
ikut berperan dalam mencegah dan mengontrol resistensi antibiotik.

3. DEMAM TYFOID

Demam tifoid adalah penyakit demam enterik yang disebabkan Salmonella sp.
terutama Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi. Selain menggunakan kloram
fenikol sebagai drug of choice, banyak pula antibiotik lain yang digunakan untuk
penyembuhannya. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional menyebabkan
peningkatan resistensi bakteri. Penelitian ini bermaksud mengetahui sensitivitas
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi terhadap beberapa antibiotik pilihan
yang banyak digunakan di Indonesia dengan tujuan memberi informasi pola
resistensi guna terapi empiris. Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi didapat
dari penderita demam tifoid di RumahSakit Immanuel Bandung tahun 2004-2007,
dan dilakukan uji resistensi dengan metode difusi cakram menurut Kirby Bauer
dengan standar NCCLS. Antibiotik uji terdiri dari amoksisilin, amoksisilin-asam
klavulanat, kloramfenikol, siprofloksasin, seftriakson, trimetoprim, dan
trimetoprim-sulfametoksazol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa golongan
penisilin yaitu amoksisilin dan gabungan amoksisilin-asam klavulanat
memberikan sensitivitas terhadap Salmonellasp. Yang masih tinggi 99,36–
99,68%. Kloram fenikol yang selama ini masih dipertahankan sebagai drug of
choice masih sensitif 99,05% walaupun ternyata ada 3 sampel (0,95%) resisten.
Karena sensitivitas tidak mencapai 100% berarti ada kemungkinan kurang lebih
8% resisten, itu sebabnya walaupun data ini dapat digunakan sebagai
terapiempiris, disarankan untuk melakukan tes resistensi pada Salmonellasp.
Penyebab demam tifoid guna terapi antibiotik yang rasional dan tepat guna. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa S.typhi dan S.paratyphi masih sensitif
terhadap antibiotik uji.
Pengertian Resistensi Antibiotik

Resistensi antibiotik adalah kemampuan bakteri untuk bertahan hidup dari efek
serangan antibiotik. Hal ini dapat terjadi apabila bakteri mengubah dirinya,
sehingga efektivitas obat, bahan kimia, atau bahan lain yang dirancang untuk
membunuh bakteri pun berkurang. Akibatnya, bakteri dapat tetap hidup, kebal
terhadap pengobatan dan berkembang biak, serta menimbulkan lebih banyak
masalah.

Antibiotik itu sendiri merupakan jenis obat yang bekerja melawan bakteri
penyebab infeksi dan penyakit pada manusia atau hewan. Cara kerja antibiotik
bisa dengan membunuh langsung bakteri atau menghambat pertumbuhan bakteri
untuk berkembang biak. Tetapi, antibiotik tidak dapat membunuh virus.

Bakteri, pada prinsipnya adalah orgasnisme yang memiliki satu sel, serta dapat
ditemukan di dalam maupun di luar tubuh manusia. Ada dua jenis bakteri, yaitu
bakteri yang menguntungkan dan merugikan manusia.

Kebanyakan bakteri yang hidup dalam saluran cerna manusia menguntungkan


bagi kesehatan. Di sisi lain, terdapat bakteri yang merugikan manusia dan
menimbulkan berbagai penyakit.

Resistensi antibiotik menyebabkan penyakit yang dahulu pernah mudah ditangani


menjadi penyakit yang kini lebih berbahaya. Saat ini beberapa jenis penyakit
diketahui sudah sulit atau bahkan tidak dapat disembuhkan akibat resistensi
antibiotik yang semakin umum. Beberapa contoh penyakit yang terkena dampak
besar dari resistensi antibiotik antara lain pneumonia, tuberkulosis, sepsis, dan
gonorea.
Penyebab Resistensi Antibiotik

Resistensi antibiotik dapat terjadi melalui proses natural. Biasanya melalui


perubahan atau mutasi genetik.

Beberapa jenis bakteri menetralisasi antibiotik dan membuatnya menjadi tidak


berbahaya untuk bakteri tersebut. Bakteri lainnya belajar untuk mengeluarkan
antibiotik dari tubuhnya sebelum memberikan efek merugikan. Kemudian, bakteri
bisa juga mengubah struktur luarnya sehingga antibiotik tidak dapat menempel
dan membunuh bakteri tersebut.

Tidak dapat dimungkiri bahwa pemakaian antibiotik, terutama secara berlebihan


dan salah sasaran, turut mempercepat proses resistensi antibiotik. Sering kali
antibiotik bisa didapatkan secara bebas. Masyarakat awam pun dengan mudah
menggunakannya secara tidak tepat dan tanpa indikasi medis. Contohnya adalah
pemakaian antibiotik untuk penyakit yang kebanyakan disebabkan oleh virus,
seperti pilek, sakit tenggorokan, infeksi sinus, infeksi telinga, dan sebagainya.

Setiap kali seseorang mengonsumsi antibiotik, maka obat tersebut akan


membunuh bakteri yang sensitif terhadap antibiotik. Namun, bakteri yang resisten
antibiotik tidak akan mati dan bebas berkembang biak. Akibatnya, lama kelamaan
kebiasaan pemakaian antibiotik akan berperan pada penambahan jumlah bakteri
yang resisten.

Diagnosis Resistensi Antibiotik


Untuk menetapkan diagnosis dokter akan melakukan pengumpulan info dari
pasien dan pemeriksaan fisik. Sering kali, pemeriksaan penunjang laboratorium
berperan penting menentukan resistensi.

Gejala Resistensi Antibiotik

Beberapa orang dapat merasakan dirinya menjadi kebal terhadap suatu obat
antibiotik. Hal yang perlu diperhatikan adalah fakta bahwa bukan manusia yang
menjadi kebal. Kenyataannya, justru telah terjadi resistensi pada bakteri penyebab
penyakit.

Gejala resistensi antibiotik antara lain adalah ketidakmampuan antibiotik tertentu


untuk membunuh bakteri penyebab penyakit. Ini dapat menyebabkan sembuhnya
atau berkurangnya keluhan terkait penyakit tersebut.

Terdapat tujuh jenis bakteri dengan ancaman resistensi antibiotik, yaitu:

 Clostridium difficile, menyebabkan diare yang bisa berakibat fatal


 Carbapenem-resistant Enterobacteriaceae, jenis bakteri yang resisten
terhadap hampir semua jenis antibiotik dan mudah menyebar
 MDR Neisseria gonorrheae, bakteri penyebab gonorea yang resisten
terhadap antibiotik yang biasa digunakan untuk menanganinya
 Extended spectrum B-lactamase producing Enterobacteriaceae
 MDR Salmonella
 Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
 MDR Pseudomonas, bakteri yang dikaitkan dengan pneumonia

Pengobatan Resistensi Antibiotik

Resistensi antibiotik tidak dapat disembuhkan, oleh sebab itu tidak ada obat-
obatan yang dapat diberikan untuk mengatasinya. Apabila Anda terkena penyakit
yang bakterinya sudah resisten terhadap antibiotik tertentu, maka akan diusahakan
menggunakan antibiotik lain untuk membunuh bakteri penyebab penyakit.
Pencegahan Resistensi Antibiotik

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik


antara lain:

 tanyakan kepada dokter, langkah yang bisa dilakukan untuk meredakan


keluhan tanpa konsumsi antibiotik.
 konsumsi antibiotik sesuai dengan instruksi dokter.
 buang semua obat-obatan yang tersisa dan jangan menggunakannya tanpa
berkonsultasi pada dokter.
 tanyakan pada tenaga kesehatan seputar vaksin yang dapat Anda dapat.
Hal ini merupakan upaya untuk melindungi tubuh dari penyakit yang
disebabkan bakteri (dan membutuhkan antibiotik apabila Anda terinfeksi).
 saat sedang menjalani pengobatan, jangan sampai lupa minum obat pada
waktunya.
 jangan mengonsumsi antibiotik untuk penyakit yang disebabkan virus.
 jangan paksa dokter untuk meresepkan antibiotik bagi Anda.
 jangan menyimpan antibiotik (misalnya untuk sakit berikutnya).
 jangan mengonsumsi antibiotik yang diresepkan untuk orang lain.

Anda mungkin juga menyukai