Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FARMAKOLOGI VETERINER II

ANTIBIOTIC GROWTH PROMOTER

DISUSUN OLEH:

DIAN ANUGRAH

C031171010

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga makalah yang berjudul “Antibiotic Growth Promoter” ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang antibiotic
growth promoter termasuk penjelasan singkatnya, jenis-jenisnya, resistensi hingga alternatif
pengganti AGP.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampuh mata kuliah farmakologi veteriner II yang telah berkenan mengizinkan pembuatan
laporan ini sebagai tugas kuliah farmakologi.
Demikian, makalah ini penulis buat dengan segala kelebihan dan kekurangan. Oleh
sebab itu, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini, sangat diharapkan.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.

Makassar, 1 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI
Sampul ……………………………………………………………………………………… 1
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………… 2
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………. 3
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………… 4
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………………5
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………………. 5
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Antibiotic Growth Promoter ………………………………………………………….6
2.2 Jenis-Jenis AGP ………………………………………………………………………6
2.3 Resistensi antibiotik …………………………………………………………………. 7
2.4 Alternatif Pengganti AGP …………………………………………………………… 8
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………..10
3.2 Saran …………………………………………………………………………………10
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………… 11
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita


masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin meningkat, tidak terkecuali pangan asal
hewan terutama daging (Arifin dan Pramono, 2014). Tantangan kemudian hadir, ketika dimulai
pada bulan Januari 2018, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian secara resmi
telah melarang penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan ternak. Larangan penggunaan
antibiotik sebagai imbuhan pakan tertuang dalam pasal 16 Permentan No 14/2017 tentang
klasifikasi obat hewan. Penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan dilarang, karena
antibiotik berpotensi ikut terserap pada produk hasil peternakan, dan secara tidak langsung
konsumen akan memperoleh (Hidayat dan Rahman, 2018).
Antibiotic Growth Promoter (AGP) pada hewan produksi telah digunakan sekitar 50
tahun. Indikasi awal dilakukannya pemberian AGP adalah untuk menaikkan efisiensi produksi
pada unggas dan babi. Laporan pertama terjadinya resistensi antibiotik ditemukan pada kalkun
yang diberikan streptomycin. Selain itu terdapat pula laporan lainnya mengenai resistensi
antibiotik pada ayam yang diberikan tetracycline dengan dosis pemberian sebagai AGP.
Kekhawatiran mengenai perkembangan resistensi antibiotik pada mikroorganisme patogen
menjadi dasar dilakukannya pelarangan penggunaan antibiotik sebagai subterapeutik terutama
pada hewan produksi. Terdapat bukti nyata bahwa gen resistensi antibiotik dapat berpindah
dari hewan ke manusia (Dibner dan Richards, 2005).
Antibiotik dalam konsentrasi rendah, yang mampu meningkatkan resistensi bakteri
serta residu kimia, dan mampu menimbulkan efek alergi pada manusia. Sebelum Indonesia,
pelarangan penggunaan antibiotika dalam pakan juga sudah marak secara global. Atas dasar
tersebut, maka pencarian alternatif pemacu pertumbuhan yang dapat digunakan dalam ransum
ternak semakin gencar dilakukan akhirakhir ini. Hal ini terlihat dari topik topik penelitian
nutrisi unggas yang banyak mengambil tema terkait hal tersebut. Salah satu alternatif potensial
yang banyak diteliti adalah penggunaan imbuhan pakan yang bersumber dari tanaman sebagai
sumber senyawa-senyawa fitogenik, yang pada dosis tertentu dapat bermanfaat secara positif
sebagai pemacu pertumbuhan dan peningkat daya tahan tubuh ternak (Hidayat dan Rahman,
2018). Oleh karena itu, makalah ini dibuat dengan harapan dapat menjadi salah satu sumber
edukasi baik untuk peternak, dokter hewan, maupun masyarakat luas agar kemungkinan
terjadinya resistensi antibiotik yang lebih luas dapat ditekan dan dicegah.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas adalah sebagai berikut:

1. Apa itu antibiotic growth promoter?


2. Apa saja jenis-jenis antibiotic growth promoter?
3. Apa itu resistensi antibiotik?
4. Apa saja alternatif pengganti antibiotic growth promoter?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa itu antibiotic growth promoter


2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis antibiotic growth promoter
3. Untuk mengetahui apa itu resistensi antibiotik
4. Untuk mengetahui apa saja alternatif pengganti antibiotic growth promoter
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotic Growth Promoter (AGP)


Selama beberapa dekade terakhir, antibiotic growth promoters (AGP) telah digunakan
sebagai pemacu pertumbuhan pada unggas dengan tujuan meningkatkan performa dan
mendapatkan keuntungan dari ekonomi. Adanya beberapa efek negatif yang ditimbulkan dari
penggunaan Antibiotic Growth Promoter (AGP) menyebabkan penggunaan antibiotik sebagai
pemacu pertumbuhan pada unggas telah dilarang di beberapa negara. Pada tahun 1986, Swedia
adalah negara pertama yang melarang penggunaan antimikroba untuk memacu pertumbuhan.
Pada tahun 1995, Denmark melarang penggunan avoparsin (vancomycin-like compound)
karena adanya laporan resistensi pada isolat yang berasal dari peternakan unggas (Arifin dan
Pramono, 2014).
Pada peternakan intensif seperti ayam dan sapi, secara rutin diberi growth promotor
dalam bentuk antibiotik dengan tujuan : 1). Merangsang pertumbuhan, 2). Memperbaiki
efisiensi pakan dan 3). Menekan tingkat kematian (Daud, 2005).
Antibiotic Growth Promoter (AGP) yang diberikan secara oral baik pada unggas
maupun hewan lainnya dapat memberikan efek penaikan berat badan. Mekanisme kerja dari
AGP ini berpusat pada lambung karena beberapa dari antibiotik ini juga tidak terserap secara
sempurna. Sehingga dapat terjadi kompetisi di dalam lambung antara AGP dan mikroba flora
normal di dalamnya. AGP juga dapat mengurangi ukuran lambung, menipiskan villi usus dan
dinding lambung. Hal ini dapat terjadi karena proliferasi sel mukosa menjadi terhambat akibat
hilangnya asam lemak rantai pendek pada lumennya karena tidak terjadi fermentasi mikroba.
Berkurangnya mikroorganisme baik di dalam tubuh terkait dengan penggunaan AGP (Dibner
dan Richards, 2005).
Beberapa feed additive seperti hormon dan antibiotik (antibiotic growth promotor atau
AGP) telah dilarang penggunaannya di negara maju termasuk Indonesia, karena terkait dengan
isu global peternakan unggas saat ini, yaitu keamanan pangan hewani dari adanya cemaran dan
residu yang berbahaya bagi konsumen, resistensi bakteri tertentu dan isu lingkungan
(Akhadiarto, 2009).
2.2 Jenis-Jenis AGP
Terdapat beberapa golongan antibiotik yang dapat digunakan sebagai AGP antara lain
Tetracycline, Penicillins, β-lactamase sensitive, Cephalosporins, Sulfonamides, Trimethoprim,
Macrolides, Lincosamides, Tiamulin, Aminoglycosides, dan masih banyak lagi (Gunal et al.,
2006). Beberapa antibiotika yang banyak dipakai sebagai AGP antara lain dari golongan
tetracyclin, penicillin, macrolida, lincomysin dan virginiamycin (Angulo et al., 2004).
2.3 Resistensi Antibiotik
Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Permasalahan
dalam penggunaan terapi antibiotik adalah ketika bakteri sudah resistensi terhadap antibiotik.
Salah satu faktornya adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Resistensi antibiotik
merupakan kejadian yang mana patogen yang sebelumnya sensitif tidak lagi sensitif terhadap
antibiotic. Efek dari resistensi antibiotik dapat menyebabkan waktu tinggal di rumah sakit yang
lebih lama, biaya medis yang lebih tinggi dan angka kematian yang meningkat (Gana, 2017).
Pengobatan sendiri menggunakan antibiotik berkembang luas di masyarakat. Hal ini
menjadi masalah kesehatan yang penting di seluruh dunia persentase rumah tangga yang
menyimpan antibiotik yang akan digunakan untuk swamedikasi ada 90,2%. Sedangkan kota
Yogyakarta yang menggunakan antibiotik tanpa resep sebesar 7,3%. Hal tersebut merupakan
keprihatinan dalam dunia kesehatan karena bisa menyebabkan penggunaan antibiotik yang
tidak tepat. Penggunaan antibiotik yang tepat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
adalah tingkat pengetahuan terhadap antibiotik. Pengetahuan tentang antibiotik wajib di
ketahui seorang tenaga kesehatan, karena mereka akan menjadi wadah informasi pengobatan
antibiotik yang benar (Gana, 2017).
Resistensi bakteri atau resistensi antibiotic adalah kemoterapeutika yang digunakan
pada penyakit infeksi kuman adakalanya tidak bekerja (lagi) terhadap kuman-kuman tertentu
yang ternyata memiliki daya-tahan kuat dan menunjukkan resistensi terhadap obat tersebut.
Bahaya resistensi ini adalah jelas: pengobatan penyakit menjadi sangat sulit dan progresnya
menjadi lama, juga risiko timbulnya komplikasi atau kematian akan meningkat (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Menurut Tjay dan Rahardja, (2007) dikenal tiga jenis resistensi bakteri, yaitu resistensi
primer, sekunder dan episomal, sebagi berikut:
1. Resistensi bawaan (primer), yang secara alamiah sudah terdapat pada kuman. Misalnya,
terdapatnya enzim penisilinase pada stafilokoki yang merombak penisilin dan sefaloridin.
Ada pula bakteri yang dinding selnya tidak dapat ditembusi obat, misalnya basil
tuberkulosa dan lepra.
2. Resistensi yang diperoleh (sekunder) adalah akibat kontak dari kuman dengan
kemoterapeutika dan biasanya disebabkan oleh pembentukan secara spontan jenis baru
dengan ciri yang berlainan. Mutan ini segera memperbanyak diri dan menjadi suku baru
yang resisten. Terbentuknya mutan adakalanya cepat, seperti dengan streptomisin, INH
dan rifampisin (resistensi setingkat). Sebaliknya, pembentukannya dapat pula berlangsung
lebih lambat, misalnya pada penisilin, eritromisin dan tetrasiklin (resistensi banyak
tingkat). Adaptasi merupakan cara lain untuk menjadi resisten, yakni bakteri menye
suaikan metabolismenya guna melawan efek obat. Misalnya, bakteri mengubah pola
enzimnya dan membentuk enzim khusus untuk menguraikan obat, umpamanya
penisilinase, asetilase (terhadap kloramfenikol), adenilase/fosforilase terhadap
streptomisin, kanamisin dan neomisin. Dikenal pula kuman yang memperkuat dinding
selnya, hingga tak dapat ditembus lagi oleh antibiotika; atau ada pula yang melepaskan
dinding selnya, sehingga tidak peka lagi untuk penisilin (kuman bentuk-L).
3. Resistensi episomal. Berlainan dengan kedua jenis di atas, pada tipe resistensi ini
pembawa faktor genetis berada di luar kromosom (= rangkaian pendukung sifat genetika).
Faktor R (= resistensi) ini disebut episom atau plasmid, terdiri dari DNA (desoxynucleic
acid) dan dapat "ditulari" pada kuman lain dengan penggabungan atau kontak sel-dengan-
sel. Penularan ini terjadi terutama di dalam usus dengan jalan pengoperan gen. Transmisi
tidak terbatas pada satu jenis kuman saja tetapi dapat terjadi antara perbagai jenis, misalnya
dari E. Coli dan Enterococci dalam usus dengan kuman patogen Salmonella, Klebsiella,
atau Vibrio dan kebalikannnya..
2.4 Alternatif Pengganti AGP
Tujuan penting yang harus dicapai dalam pencarian alternatif pengganti AGP adalah
menentukan mikroflora yang optimal untuk kesehatan dan performa serta mengembangkan
pakan dan tambahan lain untuk membantu perkembangan microflora (Arifin dan Pramono,
2014).
Selain itu dengan adanya dampak negatif dari penggunaan AGP, maka para ahli juga
mulai mencari penggantinya yang difokuskan pada bahan-bahan alami (Akhadiarto, 2009).
Salah satu alternatif pengganti AGP yang paling berpotensial merupakan antibody kuning telur
yaitu IgY. Penggunaan IgY telah dicoba pada E. coli, Salmonella dan Rotavirus dan
memberikan hasil yang memuaskan. Selain itu, pemberian kuning telur juga telah dicoba pada
babi dan terjadi kenaikan performa jika dibandingkan dengan babi yang tidak diberikan
antibiotik. Selain itu, essential oils juga dapat menjadi pengganti AGP yang diambil dari
komponen tumbuhan seperti thymol, carvacrol, eugenol, citric, pineapple extracts, capsaicine,
lectins, cinnamaldehyde, polypeptides atau polyacetylenes. Penggunaan essential oils telah
dicoba pada babi dan memiliki hasil yang sama dengan babi yang diberikan antibiotik
(Thacker, 2013).
Selain itu salah satu bahan-bahan alami seperti antara lain mikroba. Kelompok
mikroorganisme yang menguntungkan ini diberi istilah probiotik. Probiotik adalah mikroba
hidup atau sporanya yang dapat hidup atau berkembang dalam usus dan dapat menguntungkan
inangnya, baik secara langung maupun tidak langsung dari hasil metabolitnya. Berdasarkan
masalah tersebut, para nutritionist berusaha untuk menggunakan probiotik dan prebiotik
sebagai bahan additive pengganti antibiotik (Akhadiarto, 2009) :

1. Probiotik merupakan imbuhan pakan dalam bentuk mikroba hidup yang menguntungkan,
melalui perbaikan keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Probiotik
tergolong dalam makanan fungsional, dimana bahan makanan ini mengandung komponen-
komponen yang dapat meningkatkan kesehatan ternak dengan cara memanipulasi
komposisi bakteri yang ada dalam saluran pencernaan ternak. Pemberian probiotik
memiliki beberapa tujuan yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan
kecernaan pakan, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan produksi telur dan
meningkatkan pertumbuhan mikroba yang menguntungkan.
2. Prebiotik merupakan bahan pakan berupa serat yang tidak dapat dicerna oleh ternak
monogastrik (unggas). Serat tersebut dapat menjadi pemicu untuk peningkatan bakteri
yang menguntungkan bagi ternak. Prebiotik disebut juga sebagai nutrisi yang sesuai bagi
bakteri baik, tetapi tidak cocok bagi bakteri yang kurang menguntungkan. Dengan
perkataan lain, prebiotik dapat meningkatkan bakteri yang menguntungkan dalam usus.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Salah satu yang digunakan dalam meningkatkan performa hewan adalah dengan
penggunaan Antibiotic Growth Promoter (AGP). Penggunaan AGP ini sangat banyak
ditemukan pada hewan produksi untuk menciptakan keefisensian dalam peternakan, namun,
penggunaan AGP secara tidak terkontrol dapat meninggalkan residu pada hewan konsumsi,
membentuk gen yang resistensi dengan antibiotik, serta membentuk bakteri yang resisten
terhadap antibiotik. Hal ini tidak hanya terjadi pada hewan tetapi juga dapat terjadi pada
manusia. Terdapat beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan peran
antibiotik tanpa menimbulkan terjadinya resistensi seperti probiotik, asam organik, essential
oil, tumbuhan, hingga kuning telur serta prebiotic juga dapat digunakan.

3.2 Saran

Perlu ada sinergi antara pemerintah, peternak dan juga masyarakat untuk bisa menekan
penggunaan antibiotic pada hewan.
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiarto, Sindu. 2009. .Pengaruh Pemberian Probiotik Tumbuhan, Biovet dan Biolavta
Kedalam Air Minum Terhadap Performan Ayam Broiler. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia. 11 (3): 145-150. https://media.neliti.com/media/publications/129874-ID-
pengaruh-pemberian-probiotik-temban-biov.pdf

Angulo, F.J., J.A. Nunnery dan H.D. Blair. 2004. Antimicrobial resistance in zoonotic enteric
pathogens. Rev. Sci. Tech. Off. Int. Epiz. 23(2): 485-496.
https://pdfs.semanticscholar.org/633f/f8e21634e7bd2ead8225a04159558ea9e9cf.pdf

Arifin, Muhammad dan V. J Pramono. 2014. Pengaruh Pemberian Sinbiotik Sebagai Alternatif
Pengganti Antibiotic Growth Promoter Terhadap Pertumbuhan dan Ukuran Vili Usus
Ayam Broiler. Jurnal Sains Veteriner. 32 (2): 206-217.
https://jurnal.ugm.ac.id/jsv/article/download/6555/5152

Daud, M. 2005. Performan Ayam Pedaging yang Diberi Probiotik dan Prebiotik dalam
Ransum (Performances of Broilers That Given Probiotics and Prebiotics in the
Ration). Jurnal Ilmu Ternak. 5 (2): 75 – 79.
http://jurnal.unpad.ac.id/jurnalilmuternak/article/viewFile/2293/2145

Dibner, J. J. dan J. D. Richards. 2005. Antibiotic Growth Promoters in Agriculture: History


and Mode of Action. Poultry Science. 84: 634-643.
https://www.ars.usda.gov/alternativestoantibiotics/PDF/publications/12JJDibner.pdf

Gana, Theodorus Garry Putra. 2017. Hubungan Pengetahuan Tentang Antibiotik Dengan Sikap
dan Tindakan Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep dikalangan Mahasiswa Ilmu
kesehatan Universitas Respati Yogyakarta [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Farmasi
Uniersitas Sanata Dharma Yogyakarta.
https://repository.usd.ac.id/16384/2/148114123_full.pdf

Gunal, M., G. Yayli, O. Kaya, N. Karahan dan O. Sulak. 2006. The Effects of Antibiotic
Growth Promoter, Probiotic or Organic Acid Supplementation on Performance,
Intestinal Microflora and Tissue of Broilers. International Journal of Poultry Science.
5(2): 149-155.
https://www.researchgate.net/profile/Guler_Yayli/publication/45948602_The_Effects
_of_Antibiotic_Growth_Promoter_Probiotic_or_Organic_Acid_Supplementation_on_
Performance_Intestinal_Microflora_and_Tissue_of_Broilers/links/5433a9940cf225bd
dcc9bbdc/The-Effects-of-Antibiotic-Growth-Promoter-Probiotic-or-Organic-Acid-
Supplementation-on-Performance-Intestinal-Microflora-and-Tissue-of-
Broilers.pdf?origin=publication_detail

Hidayat, Cecep dan Rahman. 2018. Review: Peluang Pengembangan Imbuhan Pakan Fitogenik
Sebagai Pengganti Antibiotika dalam Ransum Ayam Pedaging di Indonesia. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis. 6(2): 188-213.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/peternakan-tropis/article/download/7139/pdf

Thacker, P. A. 2013. Alternatives to antibiotics as growth promoters for use in swine


production: a review. Journal of Animal Science and Biotechnology. 4: 35.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3850713/pdf/2049-1891-4-35.pdf

Tjay, Tan Hoan dan K. Rahardja. 2007. Obat Obat penting Kasiat, Penggunaan, dan Efek Efek
sampingnya. Jakarta: PT. Alex Media Koputindo.
https://books.google.co.id/books?id=TN8QxBMHW6IC&pg=PA44&dq=resistensi+antibiotik
+pada+hewan&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjgvvOp5XmAhXTfn0KHZwnA2sQ6wEIKjAA#v=on
epage&q=resistensi%20antibiotik%20pada%20hewan&f=false

Anda mungkin juga menyukai