Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH

ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER II


FOTOSENSITISASI PADA BALI ZIEKTA

Oleh :
Debi Theresa 1509005081
Ni Made Sawitri 1509005085
Fransisco Victoriano Pero 1509005089
Messy Saputri Br Sembiring 1509005090
Nur Liliana Puri Prihatiningsih 1509005091
Bella Fania 1509005092
I Gusti Bagus Mahardika 1509005100
Gede Yuda Darmadi Putra 1509005102
I Made Vega Anjarcika 1509005103
I Nyoman Dodik Gunawan 1509005104
Kadek Anggita Puspa Narendri 1509005113
Vivi Ekatry Sihombing 1509005117
Sindika Anastasya 1509005118

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia Nya sehingga kami dapat menyelesaikan paper yang berjudul
“FOTOSENSITISASI”

Adapun paper ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Penyakit
Dalam Veteriner 2. Diharapkan kami bisa lebih memahami tentang Ftosensitisasi
tersebut. Kiranya makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembacanya.

Kami menyadari masih perlu banyak belajar untuk bisa memahami topik
bahasan Fotosensitisasi dan juga dalam penulisan paper, maka dari itu kami
sangat mengharapkan kritikan dan masukan yang membangun dari pembaca untuk
menyempurnakan paper ini.

Denpasar, April 2018

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................... 2
BAB II ISI ..................................................................................................... 3
2.1 Fotosensitisasi ........................................................................................ 3
2.1.1 Mekanisme Fotosensitisasi ........................................................... 3
2.1.2 Klasifikasi Fotosensitisasi ............................................................ 4
2.1.3 Penyakit Kulit Akibat Fotosensitisasi........................................... 5
2.2 Etiologi .................................................................................................... 5
2.3 Penyebab Terjadinya Fotosensitisasi ...................................................... 6
2.4 Gejala Klinis............................................................................................ 8
2.5 Diagnosa.................................................................................................. 8
2.6 Patologi Anatomi .................................................................................... 10
2.7 Pencegahan dan Penanggulangan ........................................................... 12
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 13
3.2 Saran ........................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak kasus keracunan tanaman pada hewan domestik ditandai dengan
fotosensitisasi. Fotosensitisasi adalah tanda-tanda dari suatu penyakit berupa
dermatitis atau eksim kulit yang pada umumnya menyerang hewan pemakan
rumput (herbivore) seperti sapi, kambing, domba dan kuda . Pada babi juga
pernah dilaporkan adanya kasus fotosensitisasi, tetapi hal ini jarang terjadi. Gejala
fotosensitisasi yang berupa eksim muka (fasial eczema) pada domba di Selandia
Baru pertama kali dilaporkan pada tahun 1882. Sedangkan di Afrika Selatan
penyakit fotosensitisasi yang menyerang hewan telah dilaporkan sejak tahun 1894
(Quin, 1933). Di Indonesia kejadian fotosensitisasi pada sapi Bali telah dijumpai
sejak tahun 1925 (Ressang, 1984). Penyakit ini dikenal dengan nama Bali Ziekte.
Selanjutnya Kusumamihardja (1979) melajporkan kasus yang berupa eksim kulit
(facial eczema) pada domba di Bogor. Demikian juga Ronohardjo (1981)
melaporkan adanya dermatitis simetrika yang menyerang domba di Lombok .
Sampai saat ini penyebab dari fotosensitisasi yang terjadi di Indonesia
masih belum diketahui secara pasti. Walaupun Sobari (1983) den Dharma dkk.
(1982) telah berhasil membuat gejala penyakit yang sama dengan Bali Ziekte
pada sapi Bali yang diberi Lantana camara, tetapi mereka belum dapat
memastikan bahwa lantana adalah penyebab dari Bali Ziekte tersebut . Hal ini
disebabkan oleh beberapa kejadian Bali Ziekte pada sapi Bali terjadi pada daerah
di mana tidak terdapat tanaman Lantana camara. Kesulitan ini karena
fotosensitisasi merupakan gejala-gejala dari suatu penyakit yang disebabkan oleh
berbagai kemungkinan agen penyebab.
Sapi Bali adalah ras pilihan untuk kegiatan peternakan sapi di daerah
dengan produktivitas pakan hijauan yang rendah (daerah kering), terdapat
beberapa kelemahan yang ditemukan pada sapi Bali, seperti : perlu waktu yang
lama untuk birahi kembali setelah melahirkan, penyakit Jembrana, penyakit Bali
ziekte dan penyakit Coryza. Penyakit Bali ziekte selalu terjadi pada musim
kemarau, paling tidak terjadi selama 9 bulan di daerah-daerah kering seperti NTB,

1
penyakit ini menunjukkan gejala reaksi hipersensitivitas kulit terhadap sinar
matahari (fotosensitisasi) yang disebabkan oleh konsumsi tanaman yang bersifat
meracuni hati, seperti Lantana camara.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa penyebab terjadinya fotosensitisasi pada bali ziekta?
2. Bagaimana patogenesa dari fotosensitisasi pada bali ziekta?
3. Bagaimana gejala klinis yang ditimbulkan dari fotosensitisasi pada bali
ziekta?
4. Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding dari fotosensitisasi pada bali
ziekta?
5. Bagaimana pengobatan fotosensitisasi pada bali ziekta?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui
penyebab, patogenesa, gejalaklinis, diagnosa dan diagnosa banding serta
pengobatan yang dilakukan pada fotosensitisasi pada bali ziekta.

1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan paper ini adalah menambah pengetahuan
mahasiswa mengenai penyebab, patogenesa, gejala klinis yang timbul, diagnosis
dan diagnosis banding serta cara pengobatan dari fotosensitisasi pada bali ziekta.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 FOTOSENSITISASI
Banyak kasus keracunan tanaman pada hewan domestik ditandai dengan
fotosensitisasi. Fotosensitisasi adalah gejala dermatitis dan/atau konjungtivitis
dan/atau cutaneous hyperesthesia yang berkembang pada hewan yang terpapar
oleh cahaya matahari. Fotosensitivitas berarti peningkatan kepekaan terhadap
sinar matahari secara berlebihan yang disebabkan oleh deposisi molekul yang
mampu mengabsorbsi gelombang matahari pada kulit.

2.1.1 Mekanisme Fotosensitisasi


Fotosensitisasi dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu:

1. Setelah absorpsi radiasi sinar matahari, molekul sensitisasi mengalami


perubahan panjang gelombang menjadi molekul triplet. Molekul sensitisasi triplet
kemudian berinteraksi dengan molekul lain melalui hidrogen atau proses transfer
elektron untuk menghasilkan radikal bebas yang sangat reaktif. Radikal bebas
tersebut kemudian bereaksi dengan oksigen atau molekul lain, atau melalui
transfer energi secara langsung kepada molekul oksigen yang menghasilkan
oksigen tunggal dan kemudian dapat mengoksidasi substrat yang peka. Proses ini
lebih sering terjadi dan porphyrin merupakan penyebab fotosensitisasi.

2. Penyimpanan senyawa kimia fotosensitisasi umumnya terjadi pada sel


endothelial dari kapiler dermis dan dalam hal tertentu adalah sel mast dermis.
Beberapa senyawa aktif mungkin berikatan hanya pada membran permukaan
kapiler, sedangkan lainnya diabsorbsi ke dalam sel yang akan menyimpan
senyawa aktif tersebut di dalam lysosomes. Melalui absorbsi cahaya dengan
penjang gelombang yang tepat oleh endothelium kapiler yang terdapat di dalam
lapisan luar dermis, maka kerusakan sel umumnya terjadi melalui pelepasan
enzim proteolitik dari lysosomes. Akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler, nekrosis sel, oklusi vaskuler dan inflamasi akut. Bila penetrasi pada
epidermis oleh radiasi dicegah baik oleh ketebalan kulit, bulu penutup atau
pigementasi seperti kulit hitam, maka fostosensitisasi tidak akan terjadi.

3. Kadang-kadang fotosensitisasi harus didiferensiasi dari dermatitis


(sunburn) sederhana. Dematitis sederhana tersebut merupakan reaksi normal kulit
yang tidak terlindungi, tidak berpigmentasi terpapar oleh cahaya matahari, dan
disebabkan oleh radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang yang pendek (320
nm).

3
2.1.2 Klasifikasi Fotosensitisasi
Seekor hewan menglami fotosensitisasi biasanya melalui absorpsi
senyawaan tertentu yang dimasukan atau terbentuk di dalam traktus alimentarius.
Namun fotosensitisasi yang lebih luas dapat terjadi melalui absorpsi ke dalam
kulit dimana senyawa fotosensitisasi secara lokal mengandung bahan minyak atau
bahan obat gosok. Keberadaan penyakit metabolik kongenital dan obat penyebab
penyakit (drug-induced diseases) dapat menimbulkan senyawa sensitisasi
endogenous yang berlebihan atau abnormal. Senyawa tersebut dapat berupa
porphyrin non-fisiologis seperti uroporphyrin I (seperti porphyria erythropoietic
kongenital pada sapi dan babi), atau jumlah berlebihan dari tipe III porphyrin
alami, termasuk protoporphyrin IX ( seperti pada obat penyebab gangguan sintesis
haem hati).
Fotosensitisasi diklasifikasikan menjadi:
1. Fotosensitisasi primer (Tipe I) – langsung dari racun tanaman.

2. Fotosesitisasi sekunder atau hepatogenus (Tipe II) – akibat dari metabolit


racun.

3. Fotosensitisasi primer. Beberapa tanaman mengandung senyawa fluoresen yang


berpotensi merangsang pigmen, setelah absorpsi dari lambung masuk ke dalam
aliran darah portal, dan tidak dikeluarkan secara sempurna oleh hati, tetapi tetap
berada di dalam sirkulasi peripferal dan mencapai kapiler kulit.
Tanaman tersebut meliputi:
1. Fagopyrum esculentum (boekweit, buckweat) – mengandung pigmen
helianthrone.
2. Seledri – mengandung furocoumarin.
3. Phenothiazine – berubah menjadi phenothizine sulphoxide di dalam rumen,
kemudian menjadi phenothiazone di dalam hati.

Fotosensitisasi sekunder atau hepatogenus. Kebanyakan fotosensitisasi


pada hewan domestik bukan fotosensitisasi primer tetapi bersifat sekunder
terhadap kerusakan hati. Banyak tanaman dapat menimbulkan kerusakan jaringan
hati dan sebagai akibatnya fotosensitisasi merupakan gejala klinis dari keracunan
tanaman. Senyawaan fotosensitisasi tersebut adalah phylloerythrin. Phylloerythrin
berasal dari chlorophyll melalui proses mikroba di dalam saluran pencernaan.
Pigmennya merupakan porphyrin fluorescent. Senyawa ini diserab kedalam darah
portal dan dikeluarkan oleh hati untuk diekskresikan ke dalam empedu, yang
merupakan sirkulasi enterohepatik. Salah satu gambaran kerusakan sel hati adalah
ketidak mampuan dalam mengambil phylloerythrin dari darah sinusoid dan
mengeluarkannya ke dalam empedu. Phylloerythrin yang beredar di dalam darah

4
perifer secara tidak langsung diekskresikan melalui urin sebagai porphyrin
endogenous yang mengandung berbagai kelompok hydrofilik, dan hal ini juga
meningkatkan potensi fotosensitisasinya. Tanaman-tanaman tersebut adalah:
1. Lantana camara (bunga pagar, tahi ayam, tai kotok) – mengandung lantadene.
2. Cengkeh
3. Leguminosa

2.1.3 Penyakit Kulit Akibat Fotosensitisasi


Sapi Bali adalah ras pilihan untuk kegiatan peternakan sapi di daerah
dengan produktivitas pakan hijauan yang rendah (daerah kering), terdapat
beberapa kelemahan yang ditemukan pada sapi Bali, seperti : perlu waktu yang
lama untuk berahi kembali setelah melahirkan, penyakit Jembrana, penyakit
Baliziekte dan penyakit Coryza. Penyakit Baliziekte selalu terjadi pada musim
kemarau, paling tidak terjadi selama 9 bulan di daerah-daerah kering seperti NTB,
penyakit ini menunjukkan gejala reaksi hipersensitivitas kulit terhadap sinar
matahari (fotosensitisasi) yang disebabkan oleh konsumsi tanaman yang bersifat
meracuni hati, seperti Lantana camara. Medikasi etno-veteriner untuk penyakit ini
diperkenalkan oleh deputy NFM on farming system SPFS Indonesia (Johan
Purnama DVM, MSc) untuk menyelesaikan masalah secara aman dengan ongkos
medikasi yang rendah, menggunakan tanaman herbal dan bahan alami yang ada di
sekitar lokasi

2.2 ETIOLOGI
Penyakit Baliziekte pertama kali ditemukan pada tahun 1925 Subberink
dan Le Cultre di beberapa tempat di Bali, yang kemudian juga ditemukan di
sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Penyakit Baliziekte
biasa ditemukan pada musim kemarau pada sapi Bali, penyebab penyakit ini
adalah suatu reaksi hipersensitivitas fotosensitisasi yang disebabkan oleh tanaman
–tanaman : Lantana camara dan Medicago sp. Tanaman-tanaman ini sangat
mudah tumbuh dan mampu bertahan dalam situasi kering sehingga terkadang
menjadi pilihan makanan oleh ternak sapi yang dipelihara dengan pola
penggembalaan.

Lantana camara mengandung Lantadene-A yang bersifat meracuni hati


(hepatotoksik), sehingga hati akan melepaskan beberapa zat yang akan
menimbulkan reaksi peningkatan kepekaan kulit terhadap sinar matahari
(fotosensitisasi).

5
2.3 PENYEBAB TERJADINYA FOTOSENSITISASI
Fotosensitisasi terjadi bila terdapat agen fotodinamik dalam darah
perifer disertai dengan sinar ultra violet dari sinar matahari yang menimpa kulit
terutama yang kurang terlindung oleh bulu serta kurang berpigmen. Daerah-
daerah tersebut antara lain sekitar mulut dan hidung, sekitar mata dan telinga,
sekitar vulva, dan sekitar sisi bagian dalam dari kaki belakang. Pada daerah ini
agen fotodinamik akan menyerap energi sinar ultra violet, kemudian energi
tersebut diteruskan kedalam komponen-komponen dari sel disekitarnya.
Akibatnya terjadi kerusakan membran sel dan pada akhirnya terjadi
kerusakan dari struktur seluler (lvie, 1982). Pada keadaan ini terlihat adanya
dermatitis didaerah kulit tersebut. Pada keadaan yang parah (kronik) terbentuk
keropeng dan kadang-kadang kulit yang terluka dapat terkelupas.

Agen foto dinamik yang umum adalah phylloe-rythrin yang merupakan


metabolit normal hasilfer- mentasi anaerobik dari chlorophyl didalam rumen.
Phylloerythrin ini dengan segera dikeluarkan dari tubuh melalui empedu
dalam keadaan hewan normal. Tetapi pada keadaan hewan menderita
kerusakan hati dan terjadi pembendungan pada saluran empedu, maka
phylloerythrin tidak dapat dikeluarkan melalui empedu dan masuk ke
peredaran darah sehingga jumlahnya meningkat dalam darah termasuk dalam
peredaran darah perifer. Menurut Forddan Gopinath (1976). kadar
phylloerythrin sebesar 0,1 ug/ml sudah dapat menimbulkan fotosensitisasi
pada hewan. Oisini fotosensitisasi terjadi didahului dengan terjadinya
kerusakan pada organ hati.

Agen foto dinamik lain seperti hipericin dan fagopyrin dapat


menimbulkan fotosensitisasi secara langsung tanpa didahului oleh kerusakan
hati. Dalam hal iniagenfotodinamik tersebut dapat be- reaksi langsung dengan
sinar ultra violet padada- erahkulit sehingga terjadi kerusakanselataujaring-
an kulit tsrsebut.

Menurut Smith (1987). penyebab timbulny fotosensitisasi dapat


diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:
1. Penyebab langsung atau fotosensitisasi primer.

Fotosensitisasi primer terjadi oleh karena adanya zat kimia (agen)


fotodinamik yang berasal dari luar tubuh hewan (misalnya asal bahan
makanan atau obat-obatan) masuk dan beredar dalam tubuh sehingga sampai
daerah perifer. Agen fotodinamik ini dapat bereaksi langsung dengan sinar
ultra violet dari sinar matahari di bagian kulit yang kurang berpigmen dan
tidak terlindung bulu, sehingga terjadi kerusakan pada kulit tersebut. Di sini
zat kimia atau agen foto dinamik tersebut tidak perlu menimbulkan

6
(menyebabkan) terjadinya kerusakan pada organ hati. Agen (zatkimia)
fotodinamik penyebab langsung ini antara lain:

a. Asal tanaman misalnya hypericin (asaltanam-an Hypercumspp)


fagopyrin (asaltanaman Fa- gopyrumspp.), furocoumarin, dan lain s
ebagainya.
b. Asal obat-obatan seperti tetracycline, pheno-thiazine dan beberapa
sufonamida.
2. Penyebab tidak langsung atau fotosensitisasi sekunder.

Fotosensitisasi sekunder ini disebut juga fotosensitisasi hepatogenous oleh


karena terjadinya fotosensitisasi didahului atau disertai dengan kerusakan
organ hati. Disini fotosensitisasi terjadi oleh karena zat kimia (agen penyakit
lainnya) yang berasal dari luar tubuh masuk kedalam tubuh ternak, dan zat atau
agen tersebut menimbulkan gangguan pada foto dinamik berupa
phylloerythrin (asal Chlorophyl yang secara normal dikeluarkan dari dalam
tubuh) menjadi tertimbun dan ikut beredar dalam darah serta mencapai daerah
perifer. Zat tersebut akan menimbulkan reaksi fototoksisitas pada kulit bila
terkena sinar matahari. Disini fotosensitisasi disertai atau didahului oleh
adanya kerusakan pada hati. Oleh karena itu disebut juga fotosensitisasi
Aepatogenous. Agen penyebab fotosensitisasi sekunder ini antara lain:

a. Asaltanaman misalnya:(1)Tanaman yang mengandung alkaloid


pyrrolizidine seperti Se- necio spp., He/iotropium spp., Crota/ariaspp.,
dan Eupatorium spp. Tanaman demikian banyak terdapat di Indonesia.
(2)Tanamanyang me- nyebabkankerusakanhatilainnya seperti Lantana
camara yang mengandung zat hepato toksik LantadeneA. Tanaman ini
tersebar luas di Indonesia dan telah banyak menyebabkan kematian pada
ternak, terutama pada sapi (Sobari,1983).

b. Asal metabolit cendawan (mikotoksin) seperti sporidesmin yang


merupakan metabolit dari kegiatan cendawan Phytomyces chartarum
yang hidup saphrophyte pada rumput seperti Brachiaria spp. Tanaman
rumput ini juga banyak terdapat di Indonesia . Beberapa kasus
fotosensitisasi yang diduga disebabkan oleh jamur atau cendawan ini
pernah dilaporkan di Indonesia (Murdiati dkk., 1984).

c. Asal agen penyakit seperti cacing hati (Fasciola hepatica) yang


menyebabkan terjadinya obstruksi saluran empedu.
3. Penyebab bawaan.

Fotosensitisasi terjadi olehkarena adanya kelainan genetik dari ternak


sejak lahir. Kelainan tersebut terutama terhadap metabolisme phorpyrin.
Hal ini menyebabkan tingginya kadar phorphyrin (yang bersifat

7
fototoksik) didalam darah dan daerah perifer sehingga terjadi gejala
fotosensitisasi bila kulit tersebut terkena sinar matahari.

2.4 GEJALA KLINIS


Pada kondisi awal, sapi yang mengalami penyakit Bali Ziekte mengalami
demam, pucat , mata berlendir, dan hidung mengalami peradangan. Peradangan
pada selaput lendir akan berlanjut menjadi luka-luka dangkal yang tertutup.
Kerusakan kulit berupa eksim akan mengering, kemudian mengelupas
menyerupai kerupuk dan akhirnya terlepas meninggalkan luka.

Terjadinya kerusakan pada kulit akibat serangan penyakit Bali Ziekte


terutama terjadi dibagian tubuh sapi yang tidak ditumbuhi bulu atau yang bulunya
jarang. Kulit sapi yang sedikit atau tidak berpigmen dan yang terus menerus
terkena sinar matahari, seperti bagian telinga, muka, punggung, perut, paha bagian
dalam, scrotum, dan cermin pantat juga sering mengalami luka- luka. Pada
awalnya, luka-luka tersebut timbul secara simetris, yaitu terjadi pada tubuh bagian
kanan dan kiri pada organ yang sama. Luka yang timbul menyebabkan rasa gatal,
sehingga sapi akan menjilat- jilat bagian yang luka tersebut sehingga semakin
meluas. Keadaan ini akan lebih parah bila sapi terjemur atau kena panas matahari
secara langsung. Sering terjadi infeksi pada bekas luka, sehingga lukanya menjadi
koreng yang mengelurkan cairan bahkan bernanah.

Secara umum tingkat kematian penyakit ini rendah, kerugian timbul


karena laju pertambahan bobot badan yang sangat rendah. Jika tanaman Lantana
camara yang dimakan cukup banyak serat diikuti infeksi sekunder yang
diakibatkan dari efek toksin Lantana camara maka akan sangat fatal akibatnya
sehingga bisa menimbulkan kematian pada Sapi Bali tersebut. Perkembangan luka
atau radang biasanya akan diikuti oleh timbulnya larva lalat yang bertelur pada
luka, keadaan ini akan semakin memperparah kondisi sapi yang sakit.

2.5 DIAGNOSA
Untuk menentukan diagnosa harus dicari keterangan tentang
makanan/pakan (material) apa yang diberikan kepada ternak. Perhatikan juga
gejala klinisnya yang jelas terlihat adanya eritema atau dermatitis pada daerah
telinga, sekitar mulut, hidung, dan bagian-bagian lain yang sedikit ditumbuhi
bulu-bulu. Ada gejala ikterus pada membran mukosa. Disamping itu tampak jelas
bahwa ternak takut terhadap cahaya/sinar matahari (Fotopobia) dan berusaha
bergerak ke tempat-tempat yang terlindung dari sinar matahari. Analisis kadar
bilirubin dan enzim-enzim hati seperti SGPT, SGOT dan GDH dalam serum akan
dapat membedakan apakah fotosensitisasi tersebut primer atau sekunder. Kadar
bilirubin dan enzimenzim hati yang meningkat menandakan penyebabnya adalah
sekunder

8
Sumber : Internet

9
2.6 PATOLOGI ANATOMI

Dua ekor sapi yang menunjukan gejala Baliziekte, terlihat kerusakan kulit berupa
eksim yang kering kemudian mengelupas. Luka –luka tersebut muncul secara
simetris.
Sumber : http://bvetlampung.ditjenpkh.pertanian.go.id/penyakit-bali-ziekte/

10
11
2.7 PENANGGULANGAN DAN PENCEGAHAN

Prinsip penanggulangan fotosensitisasi adalah dengan menghindarkan


agen penyebabnya, yaitu hepatotoksin (penyebab sekunder) atau agen foto
dinamiknya (pada penyebab primer) . Hal ini dapat dilakukan dengan mencegah
hewan kontak lebih lanjut dengan zat kimia atau agen penyebab tersebut dengan
cara memindahkan hewan atau tidak memberikan bahan makanan yang
mengandung zat atau agen penyebabnya kepada hewan yang menderita
fotosensitisasi tersebut .Ternak yang menderita fotosensitisasi ditempatkan pada
tempat yang terlindung dari sinar matahari . Di samping itu pada daerah kulit yang
mudah terkena fotosensitisasi (dermatitis) dioleskan krem atau salep yang
mengandung serbuk zinc oksida, terutama pada daerah ambing atau kelenjar susu
(Smith, 1987) .
Untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika
.Bila penyebab fotosensitisasi sekunder adalah zat hepatotoksik (sporidesmen)
berasal dari metabolit cendawan Pythomyceschartarum yang tumbuh pada
tanaman yang dimakan ternak (misalnya Brachiaria spp.), maka dapat dilakukan
penyemprotan dapat dilakukan dengan menggunakan benomyl sebanyak 150
gram zat aktif per hektar atau methyl thiophanate dan thiabendazol sebanyak 140
gram per hektar yang dilarutkan dalam 225 liter air bersih. Selama 7 hari setelah
penyemprotan rumput jangan diberikan kepada ternak .Cara demikian dapat
mencegah berkembangnya cendawan tersebut.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Fotosensitisasi adalah gejala dermatitis dan/atau konjungtivitis dan/atau
cutaneous hyperesthesia yang berkembang pada hewan yang terpapar oleh cahaya
matahari.
Penyebab timbulnya fotosensitisasi dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok: Penyebab langsung atau fotosensitisasi primer, Penyebab langsung
atau fotosensitisasi primer, dan Fotosensitisasi terjadi oleh karena adanya
kelainan genetik dari ternak sejak lahir.
Pada kondisi awal, sapi yang mengalami penyakit Bali Ziekte mengalami
demam, pucat , mata berlendir, dan hidung mengalami peradangan. Peradangan
pada selaput lendir akan berlanjut menjadi luka-luka dangkal yang tertutup.
Untuk menentukan diagnosa harus dicari keterangan tentang
makanan/pakan (material) apa yang diberikan kepada ternak. Perhatikan juga
gejala klinisnya. Prinsip penanggulangan fotosensitisasi adalah dengan
menghindarkan agen penyebabnya.
3.2 SARAN
Adapun saran yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca untuk
mengetahui penyebab, patogenesa, gejala klinis yang timbul, diagnosis dan
diagnosis banding serta cara pengobatan dari fotosensitisasi pada bali ziekta
dengan pasti perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan lebih banyak referensi
penelitian terbaru mengenai penyakit bali ziekta.

13
DAFTAR PUSTAKA

Bahri, S. 1994. FotosensitisasidanPenanggulangannyapadaTernakRuminansia.


Wartazoa 3 (2-4) : 13 – 16.

Ivie, G.Wayne. 1982. J.N.C.1. 69(1): 259-262

Murdiati, T.B., H. Hamid, J . Van Eys ., A.J . Wilson, P . Zahari, dan D.R. Stoltz.
Studi Pendahuluan Kasus Keracunan Brachiaria Sp. Pro ceedings
Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil . Bogor; 1984.

Smith, B.L. 1987. Photosensitisation of Herbivores in Australi and New


Zealand.Proceedings No.103. Veterinary Clinical Toxicology. The
University of Sydney, N.S.W. 2006. pp:295-300

Sobari, 1983. Kasus Kematian Sapi Bali di Kabupaten Donggala Akibat


Keracunan Lantana camara. Hamera Zoa. 71(2): 141-146.

Sismami, Ayu. 2011. Penyakit Kulit Akibat Alergi dan Fotosensitisasi.


http://sismami-ayu.blogspot.co.id/2011/10/penyakit-kulit-akibat-alergi-
dan.html. Diakses pada 25 April 2018.

14
FOTOSENSITISASI DAN PENANGGULANGANNYA PADA
TERNAK RUMINANSIA

Sjamsul Bahri
(Balai Penelitian Veteriner, Bogor)

PENDAHULUAN bulnya gejala eksim kulit yang menyerang domba


di Cicadas, Bogor . Tetapi sampai saat ini penye-
Fotosensitisasi adalah tanda-tanda dari suatu bab dari fotosensitisasi yang terjadi di Indonesia
penyakit berupa dermatitis atau eksim kulit yang masih belum diketahui secara pasti . Walaupun
pada umumnya menyerang hewan pemakan rum Sobari (1983) den Dharma dkk . (1982) telah berha-
put (herbivore) seperti sapi, kambing, domba den sil membuat gejala penyakit yang sama dengan Bali
kuda . Pada babi juga pernah dilaporkan adanya ka- Ziekte pada sapi Bali yang diberi Lantana camara,
sus fotosensitisasi, tetapi hal ini jarang terjadi. Ge- tetapi mereka belum dapat memastikan bahwa lan-
jala fotosensitisasi yang berupa eksim muka (fasial tana adalah penyebab dari Bali Ziekte tersebut . Hal
eczema) pada domba di Selandia Baru pertama kali ini disebabkan oleh beberapa kejadian Bali Ziekte
dilaporkan pada tahun 1882. Sedangkan di Afrika pada sapi Bali terjadi pada daerah di mane tidak ter-
Selatan penyakit fotosensitisasi yang menyerang dapat tanaman Lantana camara. Kesulitan ini ka-
hewan telah dilaporkan sejak tahun 1894 (Quin, rena fotosensitisasi merupakan gejala-gejala dari
1933) . suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai ke-
Di Indonesia kejadian fotosensitisasi pada sapi mungkinan agen penyebab.
Bali telah dijumpai sejak tahun 1925 (Ressang,
1984). Penyakit ini dikenal dengan nama Bali
PENYEBAB TERJADINYA FOTOSENSITISASI
Ziekte . Selanjutnya Kusumamihardja (1979) mela-
jporkan kasus yang berupa eksim kulit (facial ec- Fotosensitisasi terjadi bila terdapat agen foto-
zema) pada domba di Bogor . Demikian juga Rono- dinamik dalam darah perifer disertai dengan sinar
hardjo (1981) melaporkan adanya dermatitis sime- ultra violet dari sinar matahari yang menimpa kulit
trika yang menyerang domba di Lombok (Tabel 1). terutama yang kurang terlindung oleh bulu serta ku-
Murdiati dkk. (1984) dan Zahari dkk . (1984) rang berpigmen . Daerah-daerah tersebut antara lain
mencoba mempelajari salah satu penyebab dari tim- sekitar mulut den hidung, sekitar mata dan telinga,

Tabel 1 . Kasus fotosensitisasi pada domba di Indonesia*) .

Tempat den waktu Jumlah Jumlah hewan Tanda klinis den


kejadian kasus yang mati perubahan pasca mati
Sawangan (Bogor) 92 29 Mate berair, oedema pada se-
1977 kitar mata, hidung dan bibir .
Hati membengkak kekuning-ku-
ningan disertai degenerasi hati .
Cigombong 65 19 Oedema sekitar mata dan telinga .
(Sukabumi)
1981
Lombok Tengah**) 16 7 Dermatitis simetris pada daerah
1981 muka disertai oedema pada da-
erah mate den mulut .
Sei Putih (Medan) 22 9 Dermatitis di sekitar mulut, hi-
1982 dung, mata den telinga .
Cicadas (Bogor) 10 9 Gejala dermatitis tidak jelas ka-
1983 rena hewan di dalam .
Sedikit oedema sekitar mata . Hati
den ginjal membengkak (oedema) .

Sumber : *) Murdiati dkk . (1984) .


* * ) Ronohardio (1981) .

13
SJAMSUL BAHRI: Fotosensitisasi dan penanggulangannya pada ternak ruminansia

sekitar vulva, dan sekitar sisi bagian dalam dari kaki gopyrum spp .), furocoumarin, dan lain sebagai-
belakang . Pada daerah ini agen fotodinamik akan nya .
menyerap energi sinar ultra violet, kemudian energi b. Asal obat-obatan seperti tetracyclin, pheno-
tersebut diteruskan ke dalam komponen-komponen thiazine dan beberapa sufonamida .
dari sei di sekitarnya . Akibatnya terjadi kerusakan
membran sel dan pada akhirnya terjadi kerusakan 2. Penyebab tidak langsung atau fotosensitisasi
dari struktur seluler (Ivie, 1982) . Pada keadaan ini sekunder .
terlihat adanya dermatitis di daerah kulit tersebut .
Fotosensitisasi sekunder ini disebut juga foto-
Pada keadaan yang parah (kronik) terbentuk kero-
sensitisasi hepatogenous oleh karena terjadinya
peng dan kadang-kadang kulit yang terluka dapat
fotosensitisasi didahului atau disertai dengan keru
terkelupas .
sakan organ hati . Di sini fotosensitisasi terjadi oleh
Agen foto dinamik yang umum adalah phylloe-
karena zat kimia (agen penyakit lainnya) yang ber-
rythrin yang merupakan metabolit normal hasil fer-
asal dari luar tubuh masuk ke dalam tubuh ternak,
mentasi anaerobik dari chlorophyl di dalam rumen,
dan zat atau agen tersebut menimbulkan gangguan
Phylloerythrin ini dengan segera dikeluarkan dari tu-
pada fotodinamik berupa phylloerythrin (asal Chlo-
buh melalui empedu dalam keadaan hewan nor-
rophyl yang secara normal dikeluarkan dari dalam
mal . Tetapi pada keadaan hewan menderita ke-
tubuh) menjadi tertimbun dan ikut beredar dalam
rusakan hati dan terjadi pembendungan pada salu-
darah serta mencapai daerah perifer. Zat tersebut
ran empedu, maka phylloerythrin tidak dapat dike-
akan menimbulkan reaksi fototDksisitas pada kulit
luarkan melalui empedu dan masuk ke peredaran
bila terkena sinar matahari . Di sini fotosensitisasi
darah sehingga jumlahnya meningkat dalam darah
disertai atau didahului oleh adanya kerusakan pada
termasuk dalam peredaran darah perifer. Menurut
hati . Oleh karena itu disebut juga fotosensitisasi
Ford dan Gopinath (1976), kadar phylloerythrin se-
kepatogenous . Agen penyebab fotosensitisasi se-
besar 0,1 ug/ml sudah dapat menimbulkan fotosen-
kunder ini antara lain :
sitisasi pada hewan . Di sini fotosensitisasi terjadi
a . Asal tanaman misalnya : (1) Tanaman yang
didahului dengan terjadinya kerusakan pada organ
mengandung alkaloid pyrrolizidine seperti Se-
hati .
necio spp ., Heliotropium spp ., Crotalaria spp .,
Agen foto dinamik lain seperti hipericin dan dan Eupatorium spp. Tanaman demikian banyak
fagopyrin dapat menimbulkan fotosensitisasi se- terdapat di Indonesia. (2) Tanaman yang me-
cara langsung tanpa didahului oleh kerusakan hati . nyebabkan kerusakan hati lainnya seperti Lan-
Dalam hal ini agen fotodinamik tersebut dapat be- tana camara yang mengandung zat hepato-
reaksi langsung dengan sinar ultra violet pada da- toksik Lantadene A . Tanaman ini tersebar luas
erah kulit sehingga terjadi kerusakan sel atau jaring- di Indonesia dan telah banyak menyebabkan ke-
an kulit tersebut . matian pada ternak, terutama pada sapi (Sobari,
Menurut Smith (1987), penyebab timbulnya 1983) .
fotosensitisasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 ke- b . Asal metabolit cendawan (mikotoksin) seperti
lompok : sporidesmin yang merupakan metabolit dari
kegiatan cendawan Phytomyces chartarum
1 . Penyebab langsung atau fotosensitisasi primer . yang hidup saphrophyte pada rumput seperti
Fotosensitisasi primer terjadi oleh karena ada- Brachiaria spp . Tanaman rumput ini juga banyak
nya zat kimia (agen) fotodinamik yang berasal dari terdapat di Indonesia . Beberapa kasus fotosen-
luar tubuh hewan (misalnya asal bahan makanan sitisasi yang diduga disebabkan oleh jamur atau
atau obat-obatan) masuk dan beredar dalam tubuh cendawan ini pernah dilaporkan di Indonesia
sehingga sampai daerah perifer. Agen fotodinamik (Murdiati dkk., 1984) .
ini dapat bereaksi langsung dengan sinar ultra c. Asal agen penyakit seperti cacing hati (Fasciola
violet dari sinar matahari di bagian kulit yang ku- hepatica) yang menyebabkan terjadinya ob-
rang berpigmen dan tidak terlindung bulu, sehingga struksi saluran empedu .
terjadi kerusakan pada kulit tersebut . Di sini zat ki-
mia atau agen fotodinamik tersebut tidak perlu me-
3. Penyebab bawaan .
nimbulkan (menyebabkan) terjadinya kerusakan
pada organ hati . Agen (zat kimia) fotodinamik pe- Fotosensitisasi terjadi oleh*karena adanya ke-
nyebab langsung ini antara lain : lainan genetik dari ternak sejak lahii. Kelainan ter-
a . Asal tanaman misalnya hypericin (asal tanam- sebut terutama terhadap metabolisme phorpyrin.
an Hypercum spp .), fagopyrin (asal tanaman Fa- Hal ini menyebabkan tingginya kadar phorphyrin

14
WARTAZOA Vol. 3 No. 2-4, Maret 1994

(yang bersifat fototoksik) di dalam darah dan da- DIAGNOSA


erah perifer sehingga terjadi gejala fotosensitisasi
bila kulit tersebut terkena sinar matahari . Untuk menentukan diagnosa harus dicari ke-
terangan tentang makanan/pakan (material) apa
GEJALA KLINIS DAN PERUBAHAN PASCA MATT yang diberikan kepada ternak sebelum terjadi foto
sensitisasi . Perhatikan juga gejala klinisnya yang je-
Gejala klinis yang dapat dilihat pada ternak las terlihat adanya eritema atau dermatitis pada
yang menderita fotosensitisasi adalah adanya ke- daerah telinga, sekitar mulut, hidung, dan bagian-
gelisahan, depresi, anoreksia (kurang nafsu makan), bagian lain yang sedikit ditumbuhi bulu-bulu. Ada
takut terhadap cahaya matahari (photopobia), dan gejala ikterus pada membran mukosa . Disamping
hewan berusaha bergerak ke tempat-tempat yang itu tampak jelas bahwa ternak takut terhadap ca-
terlindung dari sinar matahari . . Gejala ini merupa- haya/sinar matahari (Fotopobia) dan berusaha ber-
kan tanda awal dari fotosensitisasi. gerak ke tempat-tempat yang terlindung dari sinar
Di samping itu terlihat juga adanya erythema matahari .
(kemerahan) pada kulit .dan eksudasi serous me- Analisis kadar bilirubin dan enzim-enzim hati
lapisi daerah kulit yang menderita fotosensitisasi seperti SGPT, SGOT dan GDH dalam serum akan
(antara lain bagian moncong clan telinga) . Terda- dapat membedakan apakah fotosensitisasi terse
pat jugs berbagai derajat oedema, vesikula dan but primer atau sekunder . Kadar bilirubin dan enzim-
nekrosis pada sub kutan. Kelopak mata terlihat enzim hati yang meningkat menandakan penyebab-
membengkak dan kadang-kadang disertai dengan nya adalah sekunder .
konjungtivitis .
Bila kejadian fotosensitisasi telah kronik se- PENANGGULANGAN DAN PENCEGAHAN
hingga lesia pada daerah yang terserang semakin
hebat, maka kulit dapat mengelupas . Bila lesio ter Prinsip penanggulangan fotosensitisasi adalah
jadi pada daerah ambing (kelenjar susu) dan puting dengan menghindarkan agen penyebabnya, yaitu
susu biasanya hewan akan menolak untuk menyu- hepatotoksin Ipenyebab sekunder) atau agen foto
sui anaknya. Daerah yang umumnya terserang ada- dinamiknya (pada penyebab primer) . Hal ini dapat
lah kepala dan telinga . dilakukan dengan mencegah hewan kontak lebih
Pada fotosensitisasi hepatogenous (sekunder) lanjut dengan zat kimia atau agen penyebab terse-
disertai dengan gejala ikterus pada membran mu- but dengan cara memindahkan hewan atau tidak
kosa, dan pada pemeriksaan bilirubin dalam serum memberikan bahan makanan yang mengandung zat
dijumpai kadar tinggi . Demikian juga kadar enzim- atau agen penyebabnya kepada hewan yang men-
enzim hati dalam serum meningkat . Hal ini menun- derita fotosensitisasi tersebut .
jukkan adanya kerusakan pada organ hati . Se- Ternak yang menderita fotosensitisasi ditem-
dangkan gejala fotosensitisasi yang tidak disertai patkan pada tempat yang terlindung dari sinar
dengan meningkatnya kadar bilirubin dan enzim- matahari . Di samping itu pada daerah kulit yang mu
enzim hati dalam serum menunjukkan kadar penye- dah terkena fotosensitisasi (dermatitis) dioleskan
bab fotosensitisasi tersebut adalah langsung krem atau salep yang mengandung serbuk zinc ok-
(primer) . Jadi pengukuran kadar enzim-enzim hati sida, terutama pada daerah ambing atau kelenjar
dalam serum dapat membantu membedakan apa- susu (Smith, 1987) . Untuk mencegah terjadinya in-
kah fotosensitisasi tersebut primer atau sekunder . feksi sekunder dapat diberikan antibiotika .
Fotosensitisasi ini dapat dibedakan dengan pe- Bila penyebab fotosensitisasi sekunder adalah
nyakit kulit lainnya . Dalam hal ini pada fotosensi- zat hepatotoksik (sporidesmen) berasal dari meta-
tisasi lesionya terdapat pada daerah-daerah kulit bolit cendawan Pythomyces chartarum yang tum
yang kurang berpigmen dan sedikit ditutupi oleh buh pada tanaman yang dimakan ternak (misalnya
bulu, serta terjadinya simetris atau bilateral . Se- Brachiaria spp.), maka dapat dilakukan penyem-
dangkan pada penyakit kulit biasa terjadi di sem- protan dapat dilakukan dengan menggunakan be-
barang tempat dan tidak simetris . nomyl sebanyak 150 gram zat aktif per hektar atau
Pada pemeriksaan gross patologi dijumpai ada- methyl thiophanate dan thiabendazol sebanyak 140
nya dermatitis pada daerah sekitar kepala, ambing, gram per hektar yang dilarutkan dalam 225 liter air
puting susu dan vulva. Pada fotosensitisasi hepa bersih . Selama 7 hari setelah penyemprotan rum-
togenous terlihat tanda-tanda ikterus yang meluas put jangan diberikan kepada ternak . Cara demikian
pada karkas, hati membengkak dan berwarna ke- dapat mencegah berkembangnya cendawan ter-
kuningan, ginjal juga membengkak clan berwarna sebut.
kuning pucat (Glastonburry dkk ., 1984).

15
SJAMSUL BAHRI : Fotosensitisasi dan penanggulangannya pada ternak ruminansia

Pemberian preparat zinc (dalam bentuk garam) Glastonbury, J .R .W ., F .R . Doughty, S .J . Whitaker,


sebanyak 20 kali dari kebutuhan normal pada saat and E . Sergeant . 1984 . A Syndrome of Hepa-
ternak merumput tanaman yang ditumbuhi cenda thogenous Photosensitisation, Resembling
wan Pythcmyces chartarum dapat mencegah ter- Geeldikkop in Sheep Grazing Tribulus Terrestis .
jadinya eksim muka atau fotosensitisasi . Tetapi hal Aust . Vet. J . 61(10) : 314-316.
ini dapat menimbulkan masalah lain, yaitu kemung-
Ivie, G. Wayne . 1982 . J .N .C .I . 69(1) : 259-262 .
kinan terjadinya keracunan zinc pada ternak ter-
sebut (Smith, 1987) . Oleh karena itu cara ini ku- Kusumamihardja, S. 1979 . Penyakit Mirip Eksim
rang dianjurkan . Muka pada Domba di Bogor. Media Veteriner .
1 (3) : 116-119 .
KESIMPULAN Murdiati, T.B ., H . Hamid, J . Van Eys ., A .J . Wilson,
P . Zahari, dan D.R . Stoltz . 1984 . Stud i Pen-
Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan dahuluan Kasus Keracunan Brachiaria Sp . Pro
maka dapat disimpulkan bahwa fotosensitisasi ceedings Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminan-
pada ternak ruminansia di Indonesia kebanyakan sia Kecil . Bogor, 22-23 November 1983 . Ha-
terjadi pada ternak domba yang penyebabnya be- laman : 237-240.
lum dapat dipastikan (tetapi sebagian diduga aki-
Quin, J .I . 1933 . Studies on The Photosensitisation
bat racun sporidesmin dari Phitomyces chartarum
of Animals in South Africa . I. The Action of
yang hidup di rumput tertentu) . Sedangkan foto-
Various Fluorescent Dye-stuffs . Onderste
sensitisasi pada sapi umumnya disebabkan oleh
poort . J . Vet . Sci. Anim . Industry . 1(2) : 459-
tanaman Lantana camara yang termakan ternak se-
468 .
cara sengaja (terutama terjadi pada sapi-sapi yang
kelaparan) maupun tidak sengaja (tanaman Lantana Ressang, A.A . 1984 . Patologi Khusus Veteriner .
tercampur pada rumput yang ada disekitarnya atau Edisi kedua . Halaman: 471 .
pada rumput yang diarit) .
Ronohardjo, P. 1981 . Kasus Dermatitis pada
Pencegahan fotosensitisasi hanya dapat di-
Domba Ekor Gemuk di Kabupaten Lombok
lakukan dengan cara menghindarkan ternak dari
Tengah . Bull . L.P .P .H . No . 21 : 1-4.
bahan-bahan yang dapat menimbulkan fotosensi
tisasi . Sedangkan upaya penanggulangan pada ter- Smith, B .L . 1987 . Photosensitisation of Herbivores
nak yang menunjukkan fotosensitisasi dapat di- in Australia and New Zealand . Proceedings No .
lakukan dengan menempatkan ternak ditempat 103. Veterinary Clinical Toxicology . The Uni
yang terlindung Sinar Mata Hari langsung clan pada versity of Sydney, N .S .W . 2006 . pp : 295-300.
kulit yang terserang dioleskan Salep Zinc Oksida un- Sobari, 1983 . Kasus Kematian Sapi Bali di Kabu-
tuk menghindari infeksi Sekunder . paten Donggala Akibat Keracunan Lantana
camara . Hamera Zoa . 71(2) : 141-146 .
DAFTAR KEPUSTAKAAN Zahari, P ., D .R . Stoltz ., A.J . Wilson, T.B . Murdiati
dan J, Van Eys. 1984 . Pemeriksaan Penda-
Dharma, D .N ., K .S .A . Putra, clan I .G . Sudana . huluan Phithomyces chartarum Dalam Hubung
1983 . Keracuna n Lantana camara Pada Sapi an Keracunan Brachiaria . Proceedings Per-
Bali : Studi Perbandingan dengan Bali Ziekte . temuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil .
Dalam Proceedings Pertemuan Ilmiah Ruminan- Bogor, 22-23 November 1983 . Halaman : 241-
sia Besar. Cisarua, 6-9 Desember 1982 . Ha- 244 .
laman : 246-256 .
Ford, E .J ., and C. Gopinath . 1976 . The Excretion
of Phylloerythrin and Bilirubin by Calf and
Sheep . Res . Vet. Sci . 21 : 12-18 .

Anda mungkin juga menyukai