Anda di halaman 1dari 17

KELOMPOK 8

FARMASI KLINIK
PENCATATAN DAN PELAPORAN ESO
Anggota kelompok :
1. Meti Yunanti 1900023
2. Rika Putri Riyadi 1900039
3. Tiara Endjelie 1900045
4. Vaylia Antasya 1900046

DOSEN PENGAMPU :
Dr. apt. HUSNAWATI,M.Si
01 Apa itu meso?
02
Monotoring efek samping obat (MESO) adalah program
03 pemantauabn keamanan obat sesudah beredar (pasca pemasaran )
Program ini dilakukan secara berkesinambungan untuk mendukung
04 upaya jaminan atas keamanan obat ,sejalan pelekasanaan evaluasi
aspek efikasi ,MESO oleh tenaga kesehatan di indonesia masih
bersifat sukarela denagan menggunakan fomulir pelaporan ESO
berwarna kuning yang dikenal sebagai form kuning
TUJUAN MESO

1.bersifat langsung dan segera 2.untuk memberi umpan balik antara


01 petugas kesehatan
• Menemukan ESO sedini mungkin
terutama yang tidak dikenal dan
02 frekuensi nya jarang
• Membuat peraturan yang sesuai
• Menemukan frekuensi dan
• Memberi peringatan pada umum bila
03 insidensi ESO baik yang sudah
dibutuhkan
dikenal maupun baru saja di
• Membuat data esensial yang tersedia
04 temukan
sesuai sistem yang dipakai WHO
• Mengenal semua faktor yang
mungkin dapat menimbulkan
/mempengaruhi timbulnya ESO
MENGAPA PERLU MESO?

01
Pemantauan keamanan obat sesudah beredar masih perlu dilakukan karna
02 penelitian atau ijin yang dilakukan sebelum obat diedarkan ,baik uji preklinik
maupun uji klinik belum sepenuhnya dapat mengungkapkan efek samping obat
03 (ESO)utamanya efek samping yang jarang terjadi ataupun yang timbul setelah
penggunaan obat untuk jangka waktu lama .disamping itu Pada uji klinik seringkali
04 tidak melibatkan penggunaan obat yang termasuk kelompok anak –anak ,wanita
hamil dan menyusui
• Pemantauan efek samping obat perlu
01 didokumentasikan dalam formulir
pelaporan efek samping obat .ESO yang
02 harus dilaporkan dan didokumentasikan
adalah yang berat ,fatal dan meninggalkan PEMANTAUAN DAN
03 •
gejala sisa PELAPORAN EFEK
Angka prevalensi atau insiden ESO
berguna untuk menentukan tingkat SAMPING OBAT
04

keamanan obat dan pemilihan obat (ESO)
Monotoring efek samping obat (MESO)
dikoordinasikan oleh panitia farmasi dan
terapi dengan menggunakan formulir
MESO
SIAPA DAN APA YANG DI LAPORKAN?
Yang dapat melaporkan tenaga adalah ● Perawat
kesehatan yang meliputi ● Tenaga kesehatan lainnya
● Dokter
01 ● Dokter Spesialis Yang perlu dilaporkan, yaitu :
● Dokter gigi ● Setiap kejadian yang dicurigai sebagai
02 ● Apoteker efek samping obat perlu dilaporkan,
● Bidan baik efek samping yang belum
03 diketahui hubungan kausalnya
(KTD/AE) maupun yang sudah pasti
04 merupakan suatu ESO (ADR)
● informasi efek samping obat (ESO)
yang hendak dilaporkan diisikan
kedalam pelaporan ESO /formulir
kuning yang tersedia ,dalam penyiapan
pelaporan eso ,tenaga kesehatan dapat
menggali informasi dari pasien atau
keluarga pasien .untuk melengkapi
REAKSI –REAKSI YANG SEHARUSNYA
DILAPORKAN DALAM MONITORING ESO

01
• Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat .terutama efek samping
02 yang selama ini tidak pernah /belum pernah dihubungkan dengan obat yang
bersangkutan
• Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat
03
Seperti Setiap reaksi efek samping yang serius ,antara lain:
04

Reaksi anafilaktik, Diskrasia darah, Perforasi usus, Aritmia jantung,


Seluruh jenis efek fatal Kelainan congenital, Perdarahan lambung
Efek toksik pada pati dan lain-lain.
OBAT –OBAT YANG PERLU DI MONOTORING EFEK
SAMPINGNYA

Obat golongan PPI


(proton pump Rosiglitazone
01 Clopidogrel
inhibitor )
02

03
Obat golongan fibrat Ceftriaxon Metoclopramide
04

Carbamazepin
FORM PELAPORAN
MESO (FORM
01
KUNING )
02
Terdiri dari 4 bagian
03 1. Informasi pasien
2. Informasi efek
04 samping
3. Informasi obat
4. Informasi pelapor
KARAKTERISTIK LAPORAN EFEK SAMPING OBAT YANG
BAIK.

● Karakteristik suatu pelaporan spontan (Spontaneous reporting) yang baik, meliputi


beberapa elemen penting berikut:
1. Diskripsi efek samping yang terjadi atau dialami oleh pasien, termasuk waktu mula
gejala efek samping (time to onset of signs/symptoms).
2. Informasi detail produk terapetik atau obat yang dicurigai, antara lain: dosis, tanggal,
frekuensi dan lama pemberian, lot number, termasuk juga obat bebas, suplemen
makanan dan pengobatan lain yang sebelumnya telah dihentikan yang digunakan
dalam waktu yang berdekatan dengan awal mula kejadian efek samping.
3. Karakteristik pasien, termasuk informasi demografik (seperti usia, suku dan jenis
kelamin), diagnosa awal sebelum menggunakan obat yang dicurigai, penggunaan obat
lainnya pada waktu yang bersamaan, kondisi ko-morbiditas, riwayat penyakit
keluarga yang relevan dan adanya faktor risiko lainnya.
LANJUTAN . . .

4. Diagnosa efek samping, termasuk juga metode yang digunakan untuk


membuat/menegakkan diagnosis.
5. Informasi pelapor meliputi nama, alamat dan nomor telepon.
6. Terapi atau tindakan medis yang diberikan kepada pasien untuk menangani efek
samping tersebut dan kesudahan efek samping (sembuh, sembuh dengan gejala
sisa, perawatan rumah sakit atau meninggal).
7. Data pemeriksaan atau uji laboratorium yang relevan.
8. Informasi dechallenge atau rechallenge (jika ada).
9. Informasi lain yang relevan.
01
Tenaga kesehatan sangat dihimbau untuk dapat
02
melaporkan kejadian efek samping obat yang terjadi segera
setelah muncul kasus diduga ESO atau segera setelah
03
adanya kasus ESO yang teridentifikasi dari laporan
keluhan pasien yang sedang dirawatnya.
04

— KAPAN MELAPORKAN?
KASUS 1
Bapak KY 58 tahun merupakan seorang pasien di Puskesmas mengeluhkan mata perih dan
merah karena terkena butiran pasir saat menggunakan motor pada tanggal 2 Mei 2017 lalu
datang kedokter dan diberikan resep.Saat berada dirumah pasien baru membaca bahwa obat
tetes yang diberikan tertulis merupakan chlorampenicol 3% obat tetes telinga namun pasien
beranggapan mungkin obat tersebut bisa digunakan untuk tetes mata dan tetes telinga saat
digunakan mata pasien terasa semakin perih.

Pasiennya kemudian datang kembali ke dokter dipuskesmas dan mengeluhkan obat yang
diberikan, dokter pun mengganti resep namun ternyata saat sampai dirumah membaca kembali
obat tersebut merupakan tetes telinga lagi pasien pun masih beranggapan bisa digunakan
untuk tetes mata dan telinga namun saat diteteskan mata pasien malah lebih perih dan sakit
serta pusing hingganya pasien pergi ke dokter spesialis mata dengan keluarganya, setelah
diperiksa mata pasien masih normal tapi tidak dapat dipastikan untuk kedepannya dan hal ini
sangat membuat pasien tidak nyaman dan akhirnya melakukan protes terhadap Puskesmas
agar tidak terjadi kejadian serupa.
KASUS 2

Seorang pasien laki-laki usia 48 tahun dilaporkan mengalami efek samping obat
StevensJohnson Syndrome berupa erupsi makulo papular, erosi dimukosa mulut dan demam
setelahmenerima pengobatan Nevirapin kaptab 200mg, kombinasi Lamivudine 150 mg
+Zidovudine 300 mg kaptab dan Kotrimoksazol selama 2 bulan untuk pengobatan HIV/AIDS.

Obat yang dicurigai sebagai penyebab ESO adalah Nevirapine dan Kotrimoksazol.Setelah
pemberian obat dihentikan dan diberikan shake lotion, borax gliserin serta
injeksimetilprednisolon untuk mengatasi efek samping obat, kondisi pasien membaik,
meskipun belum sempurna. Pasien tersebut mempunyai riwayat alergi. Hasil evaluasi Tim
PengkajiMESO menyimpulkan hubungan kausal antara obat yang dicurigai dengan
manifestasi ESOadalah possibleA.
KASUSU 3
Seorang pasien laki-laki berusia 49 tahun, diberikan injeksi ceftriaxone, ranitidine, dan
ketorolac selama 6 hari berturut-turut setelah menjalani operasi prostat grade 3. Pada hari ke-
enam, setelah disuntikkan ketorolac, pasien mengalami keluhan gatal-gatal, panas di seluruh
tubuh, dan sesak. Pasien meninggal 15 menit setelah menerima injeksi ketorolac. Tidak
terdapat informasi mengenai riwayat alergi.

Obat yang dicurigai sebagai penyebab ESO adalah ketorolac. Berdasarkan evaluasi yang
telah dilakukan oleh Tim Panitia MESO/Farmakovigilans Nasional disimpulkan bahwa
manifestasi ESO yang timbul adalah gejala anafilaksis. Hubungan kausal antara obat yang
dicurigai dengan manifestasi ESO adalah certain. Agar menjadi perhatian bagi Profesional
Kesehatan bahwa penggunaan injeksi ketorolac tidak boleh lebih dari 5 hari sebagaimana
yang tercantum pada brosur bagian indikasi karena akan menyebabkan efek samping serius.
KASUS 4
Seorang pasien wanita berusia 32 tahun, berat badan 83 kg, yang akan menjalani tindakan
operasi sesar menerima injeksi bupivacain spinal 15 mg. Sekitar 2 menit kemudian, pasien
mengalami gejala susah bernafas, bercak-bercak merah di punggung dan lengan, tekanan
darah turun kemudian diberikan terapi dengan obat-obatan hingga tekanan darah menjadi
82/40 dan nadi 70 kali/menit dan resusitasi. Pasien malah mengalami apnea dan henti
jantung, kemudian diberikan terapi dengan medikasi dan pasien masuk ICU. Keesokan
harinya pasien dinyatakan meninggal. Pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis B dan
asma. Pasien menerima obat injeksi lain selama operasi.

Berdasarkan
evaluasi yang telah dilakukan oleh Tim Panitia MESO/Farmakovigilans Nasional,
disimpulkan bahwa manifestasi ESO yang timbul adalah gejala Anafilaksis. Hubungan
kausal antara obat yang dicurigai dengan manifestasi ESO adalah probable.
SEMOGA MEMBENATU & BERMANFAAT
01

02

03

04 THANKS!

Anda mungkin juga menyukai