Anda di halaman 1dari 31

Pengantar farmasi

“ Pencatatan dan
klinis
pelaporan efek samping
obat (eso)”
1. Dewi Wulandari 1900008
2. Giti Listiyani 1900015
3. Rafika Nur Annisa 1900036
4. Ridhatul Azizah 1900038
PENGERTIAN
Efek Samping Obat ( ESO ) :

Adalah rekasi atau respon yang berbahaya atau respon


yang tidak diinginkan terhadap suatu jenis obat yang
timbul pada dosis biasa untuk tujuan profilaksis,
diagnosis, pengobatan penyakit atau untuk modifikasi
fungsi fisiologi
Efek samping obat (es0)
Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organization/WHO 1970) efek samping suatu obat adalah segala sesuatu khasiat
yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang
dianjurkan.

Pengertian efek samping adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang
merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu
pengobatan. Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali,
tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari
faktor-faktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui.
Efek samping obat (es0)
Pengertian monitoring efek samping obat :

Monitoring Efek Samping Obat adalah suatu proses


yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi
obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
Kegiatan Monitoring Efek Samping Obat tergabung
dalam sebuah kegiatan yang disebut Pemantauan
Terapi Obat (PTO). Hal tersebut menyebabkan
perlunya dilakukan PTO dalam praktek profesi untuk
mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek
yang tidak dikehendaki.
AWAL TIMBULNYA ESO
Setelah obat
dihentikan

Pd saat
Awal minum penggunaan
obat obat

ESO
Efek tidak dikehendaki yang sering timbul

01Side effect 02 Adverce reaction


adalah efek yg sudah diketahui yg adalah cedera yang tidak
terkait dengan farmakologi dari diharapkan yg timbul dari
obat, dan sudah dicantumkan oleh kegiatan yang dapat
perusahan farmasi dibenarkan, dimana proses
yang dilakukan sudah benar,
tetapi timbul kejadian.
Prinsip kegiatan monitoring efek
o Pemantauan dan Pelaporan efek samping samping
obat dikoordinasikan obat
oleh Panitia (meso)
Farmasi dan
Terapi rumah sakit
o Petugas pelaksana pemantauan dan  pelaporan efek samping obat adalah dokter, perawat,
dan apoteker di ruang rawat inap / Poliklinik
o Panitia Farmasi dan Terapi melaporkan hasil evaluasi Monitoring Efek Samping Obat
kepada Wakil Direktur Pelayanan dan menyebarluaskannya ke seluruh Instalasi di rumah
sakit sebagai umpan balik / edukasi.
o Hasil evaluasi laporan Monitoring Efek Samping obat dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengeluarkan obat dari formularium

Aspek yang harus dipertimbangkan dalam


pemakaian obat
efektivitas keamanan mutu rasional harga
Faktor-faktor terjadinya eso

Faktor obat

Faktor
Faktor regulasi
penderita

Faktor
Faktor
perusahaan
pemberian obat
obat
Dampak Negatif ESO
Kegagalan Biaya ,
pengobatan penyakit

Timbulnya
Efek psikologis
keluhan atau
penyakit baru
PENGERTIAN PENCATATAN
PEMANTAUAN ESO
Adalah catatan pemantauan pelaporan efek samping obat adalah
kegiatan pencatatan Pemantauan dan pelaporan setiap respon
tubuh terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang
terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis diagnosis dan terapi atau modifikasi terapi
obat. kejadian tidak diinginkan ( KTD ) adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien akibat melakukan tindakan
atau tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya diambil
dan bukan karena penyakit Dasar atau kondisi pasien.
prosedur
o Petugas Farmasi menerima laporan MESO dan KTD dari petugas pelayanan
petugas
o Farmasi mencatat dalam laporan MESO dan KTD
o Petugas farmasi melaporkan kejadian MESO dan KTD ke tim peningkatan
mutu klinis dan kesehatan pasien atau PMKP
o PMKP melaporkan ke tim mutu untuk membuat rencana tindak lanjut
o Tim mutu melaporkan kepada klinik / apotek/ yang bersangkutan untuk tindak
lanjut
o Hasil tindakan lanjut diumpan balikan kepada unit pelayanan.
FORMULIR MESO
1) Identitas pasien
2) Reaksi yang terjadi
3) Obat yang diberikan
4) Kronologis timbulnya efek samping
5) Semua obat yang digunakan
6) Faktor resiko
7) Nama dan alamat pelapor
CONTOH FORMULIR MESO
KASUS I
202
Kasus :
1 Ny B.L umur 58 tahun dengan diagnosa penyakit diabetes tipe II,
hipertensi, hiperlipidemia, asma, CAD, edema perifer, dan nyeri
sistem otot karna cedera.

Riwayat Penyakit :
Atrial fibrillation dengan cardioversion, anemia, knee replacement,
dan asthma

Larangan :

Tidak boleh mengkonsumsi nicotine, alcohol, atau obat-obat


halusinasi
KASUS I
202
Pengobatan :
1 ● Flovent MDI two puffs twiee a day
● Serevent MDI two puffs twice a day
● Naprosyn 375 mg twice a day
● Enteric-coated aspirin 325 mg daily
● Avandia 4 mg daily
● Lasix 80 mg every morning
● Cardizem CD 180 mg
● Lanoxin 0,25 mg daily
● Pottasium chloride 20 mEq daily
● Lescol 20 mg at bedtime
● Sublingual nitroglycerin
● Furosemide additional 40 mg later in the day if needed for swelling
● Albuterol MDI
● Proventil, ventolin two to four puffs every 4-6 hours for shortness of breath
KASUS I
202
Data Laboratorium :
1
● Hemoglobin A1c pemeriksaan 6 bulan lalu : 7.0% ( normal range <5.9% ;
target <7% )
● Creatinine 0.7 mg/dl ( normal range 0.7 – 1.4 mg/dl )
● Blood urea nitrogen 16 mg/dl ( normal range 7-21 mg/dl )
● Sodium 140 mEq/l ( normal range 135-145 mEq/l )
● Pottasium 3.4 mg/dl ( normal range 3.5-5.3 mg/dl )
● Calcium 8.2 mg/dl ( normal range 8.3-10.2 mg/dl )
● Total cholestrol 211 mg/dl ( normal range <200 mg/dl )
KASUS I
202
Data Laboratorium :
1
● HDL cholestrol 52 mg/dl ( normal range 35-86 mg/dl : target >55mg/dl,
female )
● LDL cholestrol ( calculated ) : 128 mg/dl ( normal range <130 mg/dl ; target
<100 mg/dl ) initial
● LDL was 154 mg/dl
● Triglycerides 154 mg/dl ( normal range < 150 mg/dl ; target < 150 mg/dl )
● Liver function panel : dalam batas normal
● Urinary albumin <30 g/mg ( normal range < 30 g/mg
KASUS I
202
Manfestasi ESO :
1
1. Kekurangan mineral dalam tulang
2. Hipokalsemia
3. Penurunan LDL
4. Resisten diuretik
5. Kekurangan kalium
6. Osteoporosis
7. Peningkatan gula darah dan tekanan darah
8. Heart failure dan edema
KASUS I
202
Pengobatan untuk atasi ESO :
1
1. Furosemid diganti dengan spironolakton
2. Penggunaan predinison sebaiknya dihentikan dan diusahakan untuk diganti
dengan salmeterol dan fluticasone
3. Penggunaan rosiglitazone dan insulin sebaiknya tidak bersamaan
4. Pengurangan dosis lazim
5. Penggunaan aspirin sebaiknya dihentikan
Kasus 2
IDENTITAS PASIEN
 
Nama : Tn. A
Umur : 62 tahun
No.RM : 01-01-04-22-48
BB/TB : -
Ruang : R1/1A
Diagnosa : Mengalami pembengkakan unilateral pada wajah, bibir, rahang, dan pipi.
 
KRONOLOGI KEJADIAN :
Tn A. 62 tahun MRS di IGD dengan keluhan pembengkakan unilateralpada wajah, bibir, rahang dan pipi.
Dia pernah mengalami beberapa episode pembengkakan yang terlokalisasi sebelumnya pada wajah
selama 6-12 bulan terakhir.
Riwayat penyakit : hipertensi dan depresi
Riwayat terpi rutin 5 tahun terakhir :
Captopril 25mg tab 3 dd 1
HCT 25 mg tab 1 dd 1
Escitalopram 20 mg tab 1dd 1
Kasus 2
EFEK SAMPING YANG TERJADI :
Gejala menunjukkan angio-edema, yang ditandai dengan batas yang jelas.edema wajah, bibir, lidah, faring dan leher.
Sesekali tangan, kaki, genitalia danselaput lendir. Dan mungkin saluran pencernaan. Dalam beberapa kasus, halitu
dapat menyebabkan gangguan pernapasan karena obstruksi laring.
Efeksamping obat terjadi setelah pemberian obat dan yang terjadi berupa pembengkakan unilateralpada wajah, bibir,
lidah, faring, rahang dan pipi.

Obat Yang Paling Bertanggung Jawab Pada Kondisi Pasien Tn. A


Angio-edema dikenal sebagai efek samping inhibitor ACE, dengan efekkeseluruhan kejadian 0,1-0,5%. Sebagian
besar pasien mengalami masalahpada awal minggu pengobatan, tetapi laporan kasus terbaru menunjukkanbahwa
angiooedema onset tertunda, bisa terjadi setelah bertahun-tahunmenggunakan.
Penyebab :
Alergic angiodema
Drug induced
Hereditery
Idiopathic
Kasus 2
202
1
Bagaimana Manajemen Selanjutnya Untuk Kondisi Pasien Tn. A Tsb ?
Penatalaksanaan angio-edema akut tergantung pada tingkat keparahannyasaat ini. Setiap terapi obat yang
dicurigai sebagai penyebabnya harusdihentikan segera. Pasien harus diperiksa dengan cermat untuk setiap
buktigangguan pernapasan, seperti stridor, dyspnoea, pembengkakan lidah ataudisfagia. Pasien dengan
gejala pernapasan harus menerima atau adrenalinintramuskular (epinefrin) dan jalan napas harus
dijaga.Antihistamin dan kortikosteroid harus diberikan sampai pembengkakanjalan napas bagian atas telah
diatasi. Tekanan darah pasien harus dipantaumasalah akut telah menyelesaikan obat dari kelas
antihipertensi lainnyaditentukan. Antagonis reseptor Angiotensin-II tampaknya jauh lebih
kecilkemungkinannya menyebabkan angio-edema.
Kasus 3
Anak E 10 tahun, laki laki. Penderita hiperaktifitas mendapatkan
terapi obat racikan dari dokter Neuro: Carbamazepine,
Pirasetam, Caffein. Dua hari setelah minum obat matanya
merah, oleh ibunya diberikan Visine eye drop. Tiga hari
kemudian anaknya panas diberikan Panadol. Tujuh hari
kemudian anaknya dibawa ke IRD rumah sakit karena
diduga keracunan obat. Tanda tanda MRS : panas, mata
merah, ruam kulit yang hebat. Obat dari dokter Neuro distop
dan harus dirawat intensif.
Kasus 3
1.Kondisi ADR/ESO apakah dari pasien anak tsb ? 2.Obat apakah yang paling dicurigai sebagai penyebab

Sindrom Stevens-Johnson adalah kelainan serius ADR?

pada kulit, serta lapisan bola mata, dalam mulut, Yg berpotensi Carbamazepin. Awalnya, gejala yang

dubur, dan alat kelamin. Lapisan tersebut dikenal muncul pada sindrom Stevens-Johnson menyerupai

dengan membran mukosa di dunia kedokteran. gejala flu, yaitu: Demam, Tubuh terasa Lelah, Perih di

Sindrom Stevens-Johnson tergolong kondisi yang mulut dan tenggorokan, Mata terasa panas, Batuk.

jarang terjadi, dan muncul akibat reaksi tubuh Kemudian, setelah beberapa hari akan muncul gejala

terhadap obat atau infeksi. Penderita sindrom ini lanjutan berupa: Luka lepuh di kulit, terutama di hidung,

membutuhkan penanganan segera dengan menjalani mata, mulut dan kelamin. Ruam kemerahan atau

rawat inap di rumah sakit keunguan yang menyebar luas. Kulit mengelupas
beberapa hari setelah luka lepuh terbentuk. Kelainan
kulit dan mukosa ini menimbulkan rasa perih.
Kasus 3
3.Manajemen penanganan pasien sebaiknya bagaimana ?
Penderita sindrom Stevens-Johnson perlu ditangani secara intensif di rumah sakit. Apabila pasien
sedang mengonsumsi obat-obatan, maka langkah pertama yang dilakukan dokter adalah
menghentikan konsumsi obat tersebut. Kemudian, dokter dapat memberikan obat-obatan untuk
meredakan gejala yang dialami pasien, seperti: - Obat pereda nyeri untuk meredakan rasa perih. -
Obat kumur dengan kandungan obat bius dan antiseptik, untuk membuat mulut mati rasa dalam
waktu sementara agar pasien dapat menelan makanan lebih mudah. - Antibiotik, pada pasien
yang mengalami infeksi bakteri. - Obat antiradang jenis kortikosteroid, yang dioles atau diminum
untuk mengurangi peradangan pada area yang terkena
Kasus 4

Ny. AD , 74 tahun dengan riwayat penyakit arteri koroner, yang telah menjalani
Coronary angioplasty dan stenting. Sekarang mendapat terapi Clopidogrel, Aspirin 75
mg, Atorvastatin, Isosorbide mononitrat, Atenolol dan Sodium diklofenak. Pasien
mendatangi Farmasis di Apotek dengan gangguan pencernaan, yang telah menjadi
masalah selama beberapa minggu terakhir
Kasus 4
Faktor resiko apa yang dimiliki pasien tersebut , karena memiliki obat yang dapat menyebabkan ADR
pada lambung?

Pasien tersebut saat ini menggunakan dua NSAID (aspirin dan diklofenak) dan juga clopidogrel, yang semuanya
diketahui menyebabkan gastrotoxicity. Pasien berusia 74 tahun, lansia (> 60 tahun) adalah faktor risiko
tambahan. Faktorfaktor risiko lain yang mungkin akan diklarifikasi akan mencakup apakah ada riwayat
gangguan GI sebelumnya, tukak lambung atau duodenum, penggunaan kortikosteroid bersamaan, merokok
dan konsumsi alkohol dan adanya disfungsi hepatorenal.
Kasus 4
● Apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko?

Idealnya tidak lebih dari satu NSAID harus diminum bersamaan, dan kombinasi NSAID dengan aspirin
dosis rendah hanya boleh digunakan jika benar-benar diperlukan. Jika pasien lanjut usia memerlukan
analgesik untuk osteoarhritis parasetamol harus digunakan jika memungkinkan. Jika NSAID dianggap
penting, penggunaan obat gastrotoxic yang lebih kecil seperti ibuprofen akan lebih disukai. NSAID
harus diberikan pada dosis terendah yang diperlukan untuk mengendalikan gejala, bersama dengan
gastroprotektan seperti misoprostol atau inhibitor pompa proton. Karena Ny. AD menggunakan aspirin
dan clopidogrel, penggunaan NSAID dihindari.
Kasus 4
● Apakah gangguan pencernaan kemungkinan merupakan tanda terjadinya gastrotoksisitas?

Gangguan pencernaan bisa menjadi gejala penyakit gastro esofagus (misalnya refluks) atau bisa menjadi
tanda ADR. Hanya 20% dari pasien yang mengalami masalah dengan NSAID melaporkan dispepsia
sebelumnya. Jika Ny. AD melaporkan muntah darah (hematemesis) atau tinja hitam (melena), ia harus
segera dirujuk ke dokter.
Kasus 4
Tindakan apa yang harus diambil oleh Farmasis ?

Farmasis harus memastikan bahwa Ny. AD tidak memiliki tanda-tanda gastrotoxisitas, seperti feses
berwarna hitam atau muntah bernoda darah. Bergantung pada frekuensi dan sifat gejalanya, dan jika pasien
setuju, farmasis dapat menghubungi dokternya untuk membahas masalah tersebut. Sebagai alternatif,
farmasis dapat menyarankan pasien untuk ke dokter dan menyarankan pasien untuk berhenti menggunakan
sodium diklofenak sementara.
Thank
you

Anda mungkin juga menyukai