Anda di halaman 1dari 10

TUGAS FARMAKOLOGI VETERINER II

ANTIBIOTIKA GROWTH PROMOTOR

Oleh :
Velia Chyntia Victoria
1609511033
2016 C

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kuasa-Nyalah penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Antibiotika
Growth Promotor” dengan baik.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Farmakologi
Veteriner II Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Pada kesempatan
ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Drh. I Wayan Sudira, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah
Farmakologi Veteriner II Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana
yang telah membimbing selama proses perkuliahan berlangsung.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan paper ini.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kebaikan dari
paper ini serta paper selanjutnya yang akan dibuat.

Denpasar, 8 Mei 2018


Hormat kami,

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan produksi dan kesehatan ternak memerlukan berbagai
sediaan obat dan pakan yang terjamin mutu dan jumlahnya. Salah satunya
antibiotika growth promotor yang telah lama digunakan dalam pakan ternak
untuk mencegah penyakit dan meningkatkan pertumbuhan. Cara kerja dari
antibiotika dengan menghambat sintesa dinding sel, menghambat sintesa
protein, merusak fungsi membran sel, menghambat fungsi asam nukleat. Efek
pemacu pertumbuhannya dapat dihubungkan dengan pengaruh pada
mikroflora usus yaitu penambahan antibiotika pemacu pertumbuhan dalam
pakan membantu menurunkan jumlah mikroflora usus, menekan bakteri
pathogen dan menambah ketersediaaan energi serta zat gizi untuk ternak dan
tercapai efisiensi penggunaan pakan.
Penggunaan antibiotika hewan ternak dilakukan untuk pengobatan,
pemacu pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan. Sampai saat ini
antibiotika sebagai imbuhan pakan dapat memacu pertumbuhan ternak
tumbuh lebih besar dan bisa mencegah infeksi bakteri. Pemberian secara rutin
melalui injeksi maupun oral baik dicampurkan dalam pakan atau air minum
memungkinkan terjadinya resistensi antibiotika pada hewan
Antibiotika dalam penggunaannya tidak sesuai dengan petunjuk yang
diberikan misalnya waktu henti obat tidak dipatuhi menjelang hewan akan
dipotong, tentu akan menyebabkan obat tertinggal di dalam jaringan/organ
tubuh. Kejadian ini menimbulkan residu antibiotika yang kemudian
terakumulasi dalam jaringan/organ tubuh dengan konsentrasi yang bervariasi.
Kandungan residu obat yang melewati batas maksimum residu yang
ditetapkan dapat menimbulkan reaksi alergi, keracunan, resistensi mikroba.
Hal ini dapat menimbulkan ancaman potensial terhadap kesejahteraan hewan
dan kesehatan konsumen jika dikonsumsi dalam waktu yang lama.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun rumusan masalah yang dapat
diambil adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Antibiotika Growth Promotor?
1.2.2 Bagaimana penggunaan Antibiotika Growth Promotor pada
peternakan?
1.2.3 Bagaimana mekanisme kerja dari Antibiotika Growth Promotor?
1.2.4 Bagaimana dampak penggunaan Antibiotika Growth Promotor?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan paper ini adalah
sebagai berikut
1.3.1 Memahami Antibiotika Growth Promotor.
1.3.2 Mengetahui penggunaan Antibiotika Growth Promotor pada
peternakan.
1.3.3 Mengetahui mekanisme kerja Antibiotika Growth Promotor.
1.3.4 Mengetahui dampak penggunaan Antibiotika Growth Promotor.

1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan paper ini adalah untuk menanbah pengetahuan
dan informasi bagi pembaca dan diharapkan dapat bermanfaat bagi kita
semua dalam proses pembelajaran farmakologi khususnya antibiotika growth
promotor.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Antibiotika Growth Promotor


AGP atau Antibiotik Growth Promotor dalam beberapa referensi
internasional disebut Antibiotics Feed Additive (AFA) adalah antibiotik yang
ditambahkan dalam pakan dengan tujuan memacu pertumbuhan ternak untuk
mencegah penyakit dan meningkatkan pertumbuhan. Cara kerja dari antibiotik
pemacu pertumbuhan belum seluruhnya terjelaskan. Namun, efek pemacu
pertumbuhannya dapat dihubungkan dengan pengaruh pada mikroflora usus,
yaitu penambahan antibiotik pemacu pertumbuhan dalam pakan membantu
menurunkan jumlah mikroflora usus, menekan bakteri patogen dan
menambah ketersediaan energi serta zat gizi untuk ternak dan tercapai
efisiensi penggunaan pakan. Penambahan AGP dalam pakan dapat
meningkatan pertumbuhan hewan sampai dengan 4-8% dan meningkatkan
konversi pakan dari 2 menjadi 5%. Mekanisme kerja AGP sebagai pemacu
pertumbuhan masih belum diketahui secara pasti. Ada indikasi yang
menunjukkan bahwa aktivitas dari AGP sebagai pemacu pertumbuhan
dipengaruhi oleh efek antibakterial antibiotika. Ada beberapa teori yang
menjelaskan mekanisme kerja dari AGP yaitu: antibiotika membantu menjaga
nutrisi dari destruksi bakteri, antibiotika membantu meningkatkan absorpsi
nutrisi karena membuat barier dinding dari usus halus menjadi tipis, antibiotika
dapat menurunkan produksi toksin dari bakteri saluran pencernaan dan
menurunkan kejadian infeksi saluran pencernaan subklinik.

2.2 Penggunaan Antibiotika Growth Promotor Pada Peternakan


Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat
membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar
antibiotika dihasilkan oleh mikroorganisme, khususnya Streptomyces spp dan
jamur (Mutschler, 1999; Salyers dan Whitt, 2005). Antibiotika Flurouinqolon
dan Tetrasiklin adalah obat yang umum digunakan di peternakan untuk
mencegah dan mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella,
E coli, Streptococcus, Staphylococcus. Penemuan antibiotika membawa
dampak besar bagi kesehatan manusia dan ternak. Seiring dengan
berhasilnya pengobatan dengan menggunakan antibiotika, maka produksinya
semakin meningkat (Phillips et al. 2004).
Pada industri peternakan, pemberian antibiotika selain untuk pencegahan
dan pengobatan penyakit, juga digunakan sebagai imbuhan pakan (feed
additive) untuk memacu pertumbuhan (growth promoter), meningkatkan
produksi, dan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan (Bahri et al. 2005).
Terkait dengan pencegahan dan pengendalian residu antibiotika pada pangan
asal hewan, khususnya daging hewan yang diharapkan, pemerintah dapat
meningkatkan pengawasan terhadap mutu dan keamanan pangan asal
hewan mulai dari peternakan hingga ke konsumen. Penggunaan antibiotika
pada hewan ternak seharusnya di bawah pengawasan dokter hewan agar
tidak menimbulkan residu antibiotika pada produk pangan asal hewan.
Beberapa jenis antibiotika diperbolehkan digunakan sebagai imbuhan
pakan seperti fluorouinolon, Basitracin, Flavomisin, Monensin, Salinomisin,
Tilosin, Virginiamisin, Avoprasin, dan Avilamisin. Di Eropa sejak tahun 1999,
antibiotika Aolaquinodik, Basitrasin, Tilosin, dan Virginiamisin sudah dilarang
digunakan sebagai imbuhan pakan (Butaye et al. 2003). Berdasarkan Feed
Additive Compendium ada beberapa antibiotika yang direkomendasikan
digunakan sebagai imbuhan pakan pada pakan unggas dan hewan lain,
seperti Penisilin, Basitrasin, Streptomisin, Eritromisin, Tilosin, Neomisin,
Tetrasiklin, Oksitetrasiklin, Klortetrasiklin, Linkomisin, Piramisin, dan
Virginiamisi.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa penggunaan antibiotik dalam
bidang peternakan sudah sangat meluas, yaitu sebagai terapi, pencegahan,
dan sebagai pemacu pertumbuhan. Pada tahun 2001 dilaporkan bahwa, di
Amerika Serikat setiap tahun membutuhkan sebanyak 900 ton antibiotika
untuk pengobatan dan sebanyak 11.200 ton antibiotika untuk non pengobatan
pada hewan. Sedangkan antibiotika yang digunakan untuk pengobatan pada
manusia hanya digunakan 1.300 ton (Phillips et al., 2004).
Penggunaan antibiotika secara terus-menerus dan dalam waktu lama
melalui air minum atau pakan dalam konsentrasi rendah akan memicu
terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotika pada ternak (Butaye et
al.,2003). Menurut Barber et al. (2003) berdasarkan laporan World Health
Organization menunjukkan bahwa munculnya fenomena resistensi
antimikroba pada bakteri patogen disebabkan oleh pemakaian antimikroba
yang salah pada ternak dan pada saat ini resistensi antimikroba pada ternak
dan hasil produksinya (susu, daging dan telur) telah menjadi masalah global
di seluruh dunia.

2.3 Mekanisme Kerja Antibiotika Growth Promotor


Menurut Prescott dan Baggot (1997) dan Mutschler (1999), mekanisme
kerja antibiotika dibagi dalam empat kategori, yaitu: menghambat sintesa
dinding sel (antibiotika golongan beta-laktam, basitrasin dan vankomisin),
menghambat sintesa protein (aminoglikosida, linkosamida, makrolida,
pleuromutilin dan tetrasiklin), merusak fungsi membran sel (polimiksin dan
polyenes) dan menghambat fungsi asam nukleat (nitroimidazol, nitrofuran,
quinolon dan rifampin). Klortetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin, doksisiklin,
minosiklin, adalah senyawa kristal yang sedikit larut dalam air pada PH 7.
 Antibiotika Fluoroquinolon
Menurut Salyers dan Whitt (2005), fluoroquinolon
merupakan kelompok antibiotik yang bekerja membunuh sel bakteri
dengan menghambat aktivitas replikasi DNA gyrase yang
merupakan enzim penting bagi replikasi DNA bakteri. Anggota dari
fluoroquinolon terdiri dari enrofloxacin, cifrofloxacin,ofloxacin dan
norfloxacin.
Fluoroquinone ini memiliki efektifitas terhadap E.coli spp,
salmonella spp, Pasteurella multocida, Mycoplasma dan
Haemphillus spp yang (Bill, 1998).
 Antibiotika Tetrasiklin
Tetrasiklin seperti aminoglikosida, target pada ribosom
bakteri dan terikat pada 30 S subunit. Meskipun sebagian besar
tetrasiklin tidak diragukan lagi kerjanya mengganggu sintesa
protein, beberapa kelompok baru yang ditemukan (selokardin)
bekerja dengan cara mengganggu membran bakteri. Tetrasiklin
yang digunakan sebagai feed aditif untuk pemacu pertumbuhan
pada ternak telah menyebabkan terjadinya resistensi antibiotika
sehinggga penggunaan kelompok tetrasiklin dikurangi (Focosi,
2005).
2.4 Dampak Penggunaan Antibiotika Growth Promotor
a.) Dampak pada hewan
Pemberian antibiotika terus menurus memberikan dampak yang
merugikan bagi hewan diantaranya :
- Memacu resistensi bakteri pathogen di hewan
- Melanggar kesejahteraan hewan
- Terjadi penumpukan residu pada produk hewan
b.) Dampak pada konsumen
Residu Antibiotika adalah adanya sejumlah sisa antibiotika di dalam
jaringan daging hewan sebagai hasil dari pengobatan atau pencegahan
penyakit hewan. Pada Tahun 1950 Amerika dan Eropa mengizinkan
pengunaan Antibiotika di dalam pakan hewan karena belum ada penelitian
tentang dampak bahaya residu antibiotika pada konsumen. Namun
laporan hasil penelitian yang didasarkan adanya fenomena penggunaan
antibiotika yang tidak memberikan respon sebagaimana mestinya, maka
WHO dan codex Alimentarius melarang penggunaan antibiotika dalam
produk hewan karena menyebabkan ganguan kesehatan masyarakat,
kesehatan hewan dan lingkungan (OIE 2004; WHO FAO, 2006).
Adanya residu antibiotika didalam organ hewan atau otot hewan
yang dikonsumsi oleh manusia akan mengakibatkan munculnya
fenomena resistensi antibiotika. Hal ini diduga dapat mengakibatkan
terjadinya antibiotika yang terkonsumsi akan mengakibatkan bakteri yang
ada dalam tubuh konsumen akan mengalami resistensi (Kusumaningsih,
2007). Adanya resistensi antibiotika bakteri pada ternak dan manusia
dapat mengakibatkan kegagalan pengobatan penyakit yang disebabkan
oleh bakteri (Phillips et al., 2004; Bahri et al., 2005).
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Antibiotika Growth Promotor (AGP) disebut pula dengan Antibiotics Feed
Additive (AFA) adalah antibiotika yang ditambahkan dalam pakan dengan
tujuan memacu pertumbuhan ternak untuk mencegah penyakit dan
meningkatkan pertumbuhan. Beberapa jenis antibiotika diperbolehkan
digunakan sebagai imbuhan pakan seperti Fluorouinolon, Basitracin,
Flavomisin, Monensin, Salinomisin, Tilosin, Virginiamisin, Avoprasin, dan
Avilamisin, Penisilin, Streptomisin, Eritromisin, Neomisin, Tetrasiklin,
Oksitetrasiklin, Klortetrasiklin, Linkomisin, dan Piramisin. Penggunaan
antibiotika pada hewan secara terus menerus dapat menimbulkan resistensi
bakteri terhadap antibiotika. Cara kerja dari antibiotika dengan menghambat
sintesa dinding sel, menghambat sintesa protein, merusak fungsi membran
sel, dan menghambat fungsi asam nukleat. Penggunaan antibitika gowh
promotor dapat berdampak pada kesejahteraan hewan, penumpukan residu
pada produk hewan dan berdampak pada konsumen seperti adanya residu
antibiotika pada hewan yang dikonsumsi.

3.2 Saran
Penulis berharap dengan terselesainya paper antibiotika growth promotor
ini dapat menambah wawasan para pembaca. Untuk penyempurnaan paper
ini penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Bahri S, Masbulan E, Kusumaningsih A. 2005. Proses Praproduksi sebagai Faktor


Penting dalam Menghasilkan Produk Ternak yang Aman untuk Manusia.
Jurnal Litbang Pertanian 24(1).

Barber DA, Miller GY, McNamara PE. 2003. Models of Antimicrobial Resistance
and Foodborne Illness: Examining Assumption and Practical Applications. J.
Food Prot.66(4):700-709

Butaye P, Devriese A, Haesebrouck F.2003. Antimicrobial Growth Promotors Used


in Animal Feed: Effects of Less Well Known Antibiotics on Gram Positive
Bacteria. Clinical Microbiology Reviews. 16(2):175-188.

Etikaningrum & Iwantoro S. 2017. Kajian Residu Antibiotika pada Produk Ternak
Unggas di Indonesia. ISSN 2303-2227. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi
Hasil Peternakan 5 (1): 29-33.

Focosi D. 2005. Antimicrobial for Bacteria. http://focosi.altervista.org/

Mutchler E. 1999. Dinamika Obat. Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi Edisi
Ke-5. Penerbit ITB. Bandung.

Phillips I, Casewell M, Cox T, Groot B, Friis C, Jones R, Nightingale C, Preston R


and Waddell J. 2004. Does the Use of Antibiotics in Food Animals Pose A
Risk to Human Health. Journal Of Antimicrobial Chemotherapy. 53;28-52.

Prescott JF, Baggot Jd. 1997. Antimicrobial Therapy in Veterynary Medicine.


IOWA State University Press/Ames. USA.

Salyers AA, Whitt DD. 2005. Bacterial Pathogenesis A Molecular. Approach. ASM.
Press Wassington DC.

Anda mungkin juga menyukai