Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam menangani kesehatan anjing, tidak jarang para dokter hewan
memerlukan transqualizer (penenang) dan anestetik (obat bius) yang erat
kaitannya dengan pembedahan. Obat bius adalah sejenis obat yang digunakan
dalam proses pembedahan atau prosedur lain yang dilakukan oleh seorang
dokter. Kegunaan obat bius adalah untuk menghilangkan rasa nyeri sehingga
mengurangi rasa sakit saat pasien sedang menjalani proses pembedahan. Obat
bius sangat diperlukan dalam proses anestesi yang dilakukan sebelum operasi
(Agustianingsih, 2012).
Anestesi sebelum operasi sangat penting dilakukan pada hewan untuk
menghilangkan rasa sakit dan mempermudah pekerjaan dalam operasi. Tujuan
hewan dianestesi sebelum operasi adalah untuk memastikan hewan tidak
merasakan nyeri ataupun sakit sehingga dapat mengurangi penderitaan bagi
hewan tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan penggunaan
anestesi umum. Anestesi umum adalah hilangnya rasa sakit disertai hilangnya
kesadaran (Sardjana dan Kusumawati, 2011).
Pengetahuan yang sudah cukup maju dan mutakhir yang terjadi di bidang
kedokteran, termasuk kedokteran hewan, terutama pada bidang anestetik
membuat beragam jenis obat bermunculan. Penggunaan obat-obatan tersebut
perlu diperhatikan terutama efek samping, indikasi, maupun kontraindikasi pada
pasien, sehingga diperoleh kondisi anestesi sesuai yang diharapkan. Pemilihan
obat anestesi umum harus didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu jenis
operasi, lamanya operasi, temperamen hewan, fisiologis hewan, dan spesies
hewan (Erwin, 2009). Anestesi secara injeksi lebih sering digunakan karena lebih
praktis, alatnya juga cukup terjangkau, dan mudah ditemukan. Anestesi yang
dilakukan secara injeksi melalui intramuskular ataupun intravena umumnya
digunakan pada operasi yang memerlukan waktu pendek/sebentar.
Salah satu kombinasi anestesi yang sering digunakan pada hewan,
terutama hewan kecil adalah kombinasi dari Ketamin dan Xylazin. Kombinasi ini
dianggap aman untuk digunakan dan memiliki beberapa keuntungan yaitu :
ekonomis, pemberian yang mudah, induksinya cepat, mempunyai relaksasi yang

1
baik, serta jarang menimbulkan komplikasi klinis. Kombinasi kedua obat ini
pernah dilaporkan penggunaannya pada anjing dan kucing (Yudaniayanti, 2010).
Ketamin menimbulkan efek kekakuan otot yang tinggi pada waktu
pemulihannya, sedangkan Xylazin merupakan analgesik dan sedativ yang
mempunyai efek relaksasi otot yang baik. Ketamin biasanya dikombinasikan
dengan Xylazin yang memiliki perelaksasi otot sehingga dapat mengurangi
kekakuan otot yang dihasilkan oleh agen disosiatif (Gorda, 2010).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan anestesi umum?
2. Apa fungsi Ketamin dan Xylazin dalam anestesi umum?
3. Bagaimana efek dari pemberian Ketamin dan Xylazin secara injeksi dalam
anestesi umum pada anjing ?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan anestesi umum.
2. Untuk mengetahui fungsi Ketamin dan Xylazin dalam anestesi umum.
3. Untuk mengetahui efek dari pemberian Ketamin dan Xylazin secara injeksi
dalam anestesi umum pada anjing.

1.4. Manfaat Penulisan


Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberi informasi bagi
penulis maupun pembaca dalam memahami anestesi umum secara injeksi pada
anjing dengan menggunakan Ketamin dan Xylazin. Selain itu baik penulis
maupun pembaca dapat mengetahui efek yang terjadi dari anestesi umum secara
injeksi pada anjing dengan menggunakan Ketamin dan Xylazin.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anjing
Anjing adalah mamalia karnivora yang telah mengalami domestikasi dari
serigala sejak 15.000 tahun yang lalu atau mungkin lebih berdasarkan bukti
genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA.
Beberapa teori antropologi menjelaskan mengenai sejarah domestikasi
anjing. Teori pertama, manusia peradaban tertarik pada anjing setelah melihat
kemampuannya dalam melacak binatang buruannya, sehingga manusia
menangkap, memelihara, dan melakukan seleksi pada anak anjing untuk
mendapatkan keturunan yang baik dan jinak. Teori kedua menjelaskan bahwa
anjinglah yang pertamakali mendekati manusia karena tertarik pada sampah yang
merupakan produk khas peradaban. Teori ketiga, disebut juga teori adaptasi, teori
ini merupakan teori yang mendekati realita, dimana pertamakalinya manusia dan
anjing merupakan dua kelompok pemburu yang saling bersaing. Seiring waktu
berjalan dimana faktor alam tidak mendukung sehingga jumlah buruan semakin
berkurang mengakibatkan anjing mulai tergantung kepada manusia hingga
akhirnya dimanfaatkan oleh manusia. Awalnya anjing dipelihara oleh manusia
merupakan hewan liar yang tidak jelas silsilahnya. Namun, hubungan manusia
dengan anjing yang semakin akrab memunculkan ide untuk mengkawinsilangkan
anjing, sehingga sekarang terdapat beragam ras anjing sesuai keperluan
(Hatmosrojo dan Nyuwan, 2003).
Berikut ini adalah taksonomi anjing menurut Miller (1993) :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Canidae
Genus : Canis
Spesies : Familiaris

Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di


seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain penampilannya

3
menarik, anjing juga memiliki jiwa pengabdian dan kesetiaan yang tinggi
terhadap tuannya.

2.2. Anestesi
Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh doktor Oliver Wendell
Holmes (1809-1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani :
An berarti tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harifah
berarti ketiadaan rasa sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas, anestesi berarti
suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Pemberian anestetikum
dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau
tanpa disertai hilangnya kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan
yang berkaitan dengan pembedahan. Anestetikum yang diberikan pada hewan
akan membuat hewan tidak peka terhadap rasa nyeri sehingga hewan menjadi
tenang, dengan demikian tindakan diagnostik, terapeutik, atau pembedahan dapat
dilaksanakan lebih aman dan lancar (Miller, 2010).
Secara umum tujuan pemberian anestetikum pada hewan adalah
mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan
organ tubuh dan membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak. Semua tujuan
anestesi yang dapat dicapai dengan pemberian obat anestetikum secara tunggal
maupun dalam bentuk balanced anesthesia, yaitu mengkombinasi bebrapa agen
anestetikum maupun dengan agen preanestetikum (McKelvey dan Hollingshead.
2003 ; Tranquilli et al. 2007).
Keadaan teranastesi dapat dihasilakan secara kimia dengan obat-obatan
dan secara fisik melalui penekanan sensori pada syaraf. Obat-obatan anestetika
umunya diklasifikasikan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu : 1) Topikal
misalnya melalui cutaneus atau membrane mukosa; 2) Injeksi seperti intravena,
subkutan, intramuskular, dan intraperitonial; 3) Gastrointestinal secara oral atau
rektal; dan 4) Respirasi atau inhalasi melalui saluran nafas (Tranquilli et al.
2007).
Anestetikum juga dapat diklasifikasikan berdasarkan daerah atau luasan
pada tubuh yang dipengaruhinya, yaitu : 1) Anestesi lokal, terbatas pada tempat
penggunaan dengan pemberian secara topical, spray, salep, atau tetes dan
infiltrasi. 2) Anestesi regional, mempengaruhi pada daerah atau regio tertentu
dengan pemberian secara perineural, epidural, dan intratekal atau subaraknoid. 3)
4
Anestesi umum, mempengaruhi seluruh sistem tubuh secara umum dengan
pemberian secara injeksi, inhalasi, atau gabungan (balanced anaesthesia)
(Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003).

5
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. Anestesi Umum
Dalam memelihara anjing, kesehatan merupakan hal yang penting dan
harus diperhatikan sejak dini karena terdapat berbagai jenis penyakit baik yang
bersifat infeksius maupun non-infeksius. Banyak penyakit yang tidak dapat
ditangani dengan obat-obatan, sehingga untuk penanganannya dibutuhkan
tindakan pembedahan. Dalam tindakan pembedahan selalu diperlukannya agen
anestetik, karena pembedahan baru dapat dilakukan apabila hewan mengalami
relaksasi otot, tidak bergerak, tidak merasakan nyeri, dan dengan atau tanpa
hilangnya kesadaran (Batan et al.,1997).
Anestesi umum adalah keadaan hilangnya rasa nyeri diseluruh tubuh dan
hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan
sistem syaraf pusat (SSP) karena adanya induksi secara farmakologi atau
penekanan sensori pada syaraf. Agen anestesi umum bekerja dengan cara
menekan sistem syaraf pusat secara reversible (Adams, 2001). Anestesi umum
merupakan kondisi yang dikendalikan dengan ketidaksadaran reversible dan
diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara injeksi atau inhalasi yang
ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan
(amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan atau reflex dan hilangnya gerak
spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness) (McKelvey
dan Hollingshead, 2003).
Mekanisme kerja anestesi umum pada tingkat seluler belum diketahui
secara pasti, tetapi dapat dihipotetiskan mempengaruhi sistem otak karena
hilangnya kesadaran, mempengaruhi batang otak karena hilangnya kemampuan
bergerak, dan mempengaruhi cortex cerebral karena terjadinya perubahan listrik
pada otak. Anestesi umum akan melewati beberapa tahapan dan tahapan tersebut
tergantung pada dosis yang digunakan. Tahapan teranestesi umum secara ideal
dimulai dari keadaan terjaga atau sadar kemudian terjadi kelemahan dan
mengantuk (sedasi), hilangnya respon nyeri (analgesia), tidak bergerak dan
relaksasi (immobility), tidak sadar (unconsciousness), koma, dan kematian atau
dosis berlebih (Tranquilli et al. 2007; Miller, 2010).
Anestesi umum yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria tiga
komponen anestesi atau trias anestesi (sedasi, analgesi, dan relaksasi), penekanan
6
refleks, ketidaksadaran, aman untuk sistem vital (sirkulasi dan respirasi), mudah
diaplikasikan dan ekonomis. Dengan demikian, tujuan utama dilakukan anestesi
umum adalah upaya untuk menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi, dan
penekanan refleks yang optimal dan mampu untuk dilakukan tindakan dan
prosedur diagnostik atau pembedahan tanpa menimbulkan gangguan
hemodinamik, respiratorik, dan metabolik yang dapat mengancam (Wolfensohn
dan Lloyd 2000; Adams 2001; Tranquilli et al. 2007; Miller 2010).
Anestesi umum juga mempunyai resiko sangat besar dari prosedur
pembedahan karena nyawa pasien yang dianestesi dapat terancam, sehingga
diperlukan pemilihan anestetik yang benar-benar aman dan ideal. Sampai saat ini,
belum ada anestesi yang dijamin aman untuk pasien dan memenuhi kriteria ideal,
yaitu anestesi yang menghasilkan analgesi, sedasi, relaksasi, dan menghasilkan
suatu keadaan tidak sadar/unconsciousness, aman untuk sistem vital, serta mudah
diaplikasikan (Fossum, 1997).
Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inalasi, atau melalui
gabungan secara injeksi dan inhalasi. Anestetikum dapat digabungkan atau
dikombinasi antara beberapa anestetikum atau dengan zat lain sebagai
preanestesikum dalam sebuah teknik yang disebut balanced anesthesia untuk
mendapatkan efek anestesi yang diinginkan dengan efek samping minimal.
Anestetika umum inhalasi yang sering digunakan pada hewan adalah halotan,
isofluran, sevofluran, desfluran, dietil eter, nitrous oksida, dan xenon. Anestetika
umum yang diberikan secara injeksi meliputi barbiturate (thiopental,
metoheksital, dan pentobarbital), cyclohexamin (ketamin, tiletamin), etomidat,
dan propofol (McKelvey dan Hollingshead, 2003; Garcia et al. 2010). Biasanya
pada anestesi umum juga dikombinasikan ketamin dengan xylazin.

3.1.1. Anestesi Umum Injeksi

Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam penggunaan


anestetikum diantaranya adalah jenis obat, dosis obat yang digunakan,
serta cara pemberian obat. Pemberian anestetikum dapat dilakukan
melalui injeksi secara intramuskuler, subkutan, intravena atau melalui
inhalasi dengan menggunakan gas anestesi (Cullen, 1991). Pemberian
melalui injeksi lebih banyak digunakan dibandingkan dengan cara

7
inhalasi yang dinilai lebih aman tetapi aplikasinya lebih rumit dan
membutuhkan biaya yang cukup mahal. Anestesi yang ideal adalah
tercapainya kondisi sedasi, analgesia, relaksasi, anestesi yang aman
terhadap sistem vital tubuh pasien, mudah diaplikasikan, memiliki durasi
yang lama, dan biaya yang murah (Sudisma et al., 2012).

Anetesi umum injeksi merupakan metode anestesi umum yang


dilakukan dengan cara menyuntikkan agen anestesi langsung melalui
muskulus atau pembuluh darah vena. Anestesi injeksi biasanya digunakan
untuk induksi hewan kecil maupun hewan besar dan dapat juga digunakan
untuk pemeliharaan anestesi. Anestetika injeksi yang baik memiliki sifat-
sifat tidak mengiritasi jaringan, tidak menimbulkan rasa nyeri pada saat
diinjeksikan, cepat diabsorbsi, waktu induksi, durasi, dan masa pulih dari
anestesi berjalan mulus, tidak tremor otot, memiliki indeks terapeutik
tinggi, tidak bersifat toksik, mempunyai pengaruh minimal terhadap
organ tubuh terutama saluran pernapasan dan kardiovaskuler, cepat
dimetabolisme, tidak bersifat akumulatif, dapat dikombinasikan dengan
obat lain seperti relaksan otot, analgesik, dan sudah diketahui antidotanya.
Beberapa anestetika injeksi yang sering digunakan pada hewan adalah
golongan barbiturate seperti thiopental sodium, methoheksital, dan
pentobarbital. Golongan lainnya juga sering digunakan pada hewan
adalah golongan cycloheksamin (ketamin dan tiletamin), etomidat, dan
propofol. (Brander et al. 1991; McKelvey dan Hollingshead, 2003).

3.2. Ketamin dan Xylazin


3.2.1. Ketamin
Ketamin adalah anestetikum umum injeksi golongan nonbarbiturat,
termasuk golongan phenilsycloheksamin. Ketamin mempunyai efek
analgesia yang sangat kuat, akan tetapi efek sedasi dan hipnotiknya
kurang (tidur ringan). Ketamin meningkatkan tekanan darah sistol
maupun diastole kira-kira 20-25%, karena adanya aktivitas syaraf
simpatik meningkat dan depresi baroreseptor. Pemberian anestetikum
ketamin secara tunggal dosis 10-15mg/kg berat badan secara
intamuskular pada anjing menimbulkan kekejangan otot, hipersalivasi,

8
serta durasi kerja anestesi yang sangat pendek. Mengatasi kerugian
penggunaan anestetikum ketamin secara tunggal, ketamin sering
dikombinasikan dengan obat lain sebagai preanestesi.
Ketamin merupakan larutan yang tidak berwarna, termasuk
golongan anestesi disodiatif serta dapat dipakai oleh semua spesies
hewan. Ketamin dengan pemberian tunggal bukan merupakan anestesi
yang ideal karena obat ini tidak merelaksasi musculus bahkan kadang-
kadang tonus otot sediki meningkat. Apabila ketamin diberikan secara
intramuskular maka efeknya akan terlihat dalam waktu 5-8 menit
(Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Menurut Plumb (2005), ketamin adalah anestesi umum dengan aksi
yang cepat, juga memiliki aktivitas analgesic yang signifikan dan efek
depresannya pada jantung kurang. Diperkirakan untuk induksi kedua
anestesi secara fungsional mengganggu CNS melalui stimulasi berlebih
pada CNS atau menginduksi bagian ketaleptik. Ketamin menghambat
GABA (Gamma Amino Butiric Acid) dan juga dapat memblok serotonin,
norepineprin, dan dopamine pada CNS. Sistem thalamoneocrotical
ditekan ketika sistem limbic aktif. Ketamin dapat meningkatkan tekanan
CSF (cerebro spinal fluid) dan pemakaian tidak ditujukan pada hewan
yang mengalami trauma pada kepala.

3.2.2. Xylazin
Xylazin merupakan golongan alpha2-adrenergic agonist,
digunakan sebagai sedativ analgesic pada beragam spesies, namun
penggunaannya pada kucing dapat menimbulkan emetic (muntah).
Xylazin diklasifikasikan sebagai sedativ/analgesic dengan
kemampuan relaksasi otot. Meskipun proses xylazin memiliki kemiripan
aksi farmakologis dengan morphine, xylazin tidak menyebabkan eksitasi
CNS (Central Nervous System) pada kucing, kuda, dan sapi, tapi dapat
menyebabkan sedasi dan depresi CNS. Xylazin menyebabkan relaksasi
otot rangka melalui jalur senal termediasi (central mediated pathaway).
Emesis (muntah) sering dijumpai pada kucing dan kadang-kadang juga
dijumpai pada anjing yang diberi xylazin.

9
Ketamine mempunyai sifat analgesic yang sangat kuat dan bila digunakan
secara tunggal akan menimbulkan relaksasi otot yang jelek, dan bahkan pada
anjing akan menimbulkan kekejangan otot dengan durasi kerja yang singkat.
Penambahan golongan alpha-2 adrenoseptor stimulant seperti xylazin akan
meningkatkan relaksasi otot (Bioshop, 1996). Menurut Sawyer, (2007) xylazin
dapat menurunkan dosis letamine sebesar 25%, meningkatkan relaksasi otot, dan
mengurangi efek samping dari ketamin.
Namun aktivitas xylazin pada SSP melalui aktivasi atau stimulasi reseptor
alpha-2 adrenoceptor, menyebabkan penurunan pelepasan simpatis dan
mengurangi pengeluaran norepinephrine, dan dopamine sehingga menyebabkan
relaksasi otot melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan
syaraf dan dapat menyebabkan muntah. Xylazin juga dapat menekan
thermoregulator (Adams, 2001).

3.3. Efek Ketamin dan Xylazin


Efek dari pemberian Ketamin dan Xylazin pada anestesi umum secara
injeksi dapat dilihat melalui beberapa stadium dari anestesi umum itu sendiri.
semua zat anestetik menghambat SSP secara bertahap, yaitu mula-mula dihambat
adalah fungsi yang kompleks, dan yang paling akhir dihambat adalah medula
oblongata tempat pusat vasomotor dan pernapasan. Anestesi umum dibagi
menjadi 4 stadium, yaitu stadium I (anelgesia), stadium II (eksitasi), stadium III
(pembedahan), dan stadium IV (depresi medulla oblongata) (Gunawan, et al,
2011).
1. Stadium I (Anelgesia)
Stadium analgesia dimulai sejak pemberian anestetik sampai hilangnya
kesadaran. Pada stadium ini memberikan efek tidak lagi merasakan nyeri
pada pasien, tetapi masih sadar. Pernapasan masih dipengaruhi kemauan
dan keras, frekuensi nafas dan pulsus meningkat, pupil melebar, terjadi
urinasi, dan defekasi.
2. Stadium II (Eksitasi)
Stadium ini dimulai sejak hilangnya kesadaran sampai munculnya
pernapasan yang teratur yang merupakan tanda dimulainya stadium
pembedahan. Efek dari stadium ini adalah pasien mengalami delirium
(sensasi) dan eksitasi dengan gerakan diluar kehendak (meronta-ronta).
10
Pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apnea dan hiperpnea, tonus otot
rangka meningkat, kadang sampai mengalami inkontinesia, dan muntah.
Hal ini terjadi karena hambatan pada pusat inhibisi. Pada stadium ini dapat
terjadi kematian, maka pada stadium ini harus diusahakan cepat dilalui.
Pada tahap ini pasien kehilangan kesadaran, respon terhadap stimulasi
meningkat, gerakan kaki ke belakang masih keras, nafas singkat dan tidak
teratur, reflek menelan dan muntah masih ada, dan reflek batuk juga masih
ada.
3. Stadium III (Pembedahan)
Stadium III dimulai dengan tumbuhnya kembali pernapasan yang teratur
dan berlangsung sampai pernapasan spontan hilang. Menurut Gunawan et
al. (2011) pada stadium ini dibagi lagi menjadi 4 tingkat dan tiap tingkatan
dibedakan dari perubahan pada gerakan bola mata, reflex bulu mata dan
konjungtiva, tonus otot dan lebar pupil yang menggambarkan semakin
dalamnya pembiusan.
a. Tingkat 1 : pernapasan teratur, spontan, dan seimbang antara
pernapasan dada dan perut, gerakan bola mata terjadi di luar kehendak,
miosis, sedangkan tonus otot rangka masih ada. Menurut Sudisma et
al. (2006), stadium III tingkat 1 ditandai dengan pernapasan bebas dari
kemauan gerakan kaki ke belakang terhenti, bola mata bergerak dari
sisi satu ke sisi lainnya, makin lama anestesi bola mata bergerak
lemah, dan berhenti bila masuk ke tingkat II, reflek pelpabre,
konjungtiva, dan kornea segera hilang setelah masuk ke tingkat 1. pada
anjing dan kucing reflek pedal masih ada dan cepat. Anestesi tingkat 1
digunakan untuk pemeriksaan foto X-ray, operasi membuka abses dan
operasi kecil lainnya.
b. Tingkat 2 : pernapasan tertaur sampai frekuensinya lebih kecil, bola
mata tidak bergerak, pupil mata melebar, otot rangka mulai melemas,
dan reflex laring hilang, sehingga pada tahap ini dapat dilakukan
intubasi. Selain itu tingkat ini ditandai dengan adanya sedikit
perubahan pada sifat respirasinya sampai tingkat berikutnya, frekuensi
nafas meningkat, sedangkan amplitudonya menurun, reflex laring
masih ada hingga pertengahan tingkat ini. Pada anjing dan kucing bola
mata pada ventrocantus (sudut medial) menggeser ke bawah. Relaksasi
11
otot lebih nyata kecuali otot abdomen, reflex pedal pada anjing dan
kucing masih ada tetapi lemah.
c. Tingkat 3 : ditandai dengan adanya respirasi otonom, frekuensi
meningkat, amplitude menurun, ada antara yang jelas pada inspirasi
dan ekspirasi, inspirasi thorak ringan, ritme pernafasan terganggu jika
masuk dalam stadium selanjutny, pada anjing dan kucing bola mata
menuju ke tengah, reflek pedal hilang, otot abdomen relaksasi.
Pernapasan perut lebih nyata dari pernapasan dada Karen otot
intercostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil mata
lebar tetapi belum maksimal. Pada stadium inilah optimal dilakukan
operasi.
d. Tingkat 4 : pernapsan perut sempurna karena otot intercostal lumpuh
total, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar, dan reflek
cahaya hilang. Pembiusan hendaknya jangan sampai ke tingkat ini
karena hewan akan mudah sekali masuk ke stadium IV yaitu ketika
pernapasan spontan melemah. Untuk mencegah ini, harus diperhatikan
secara benar sifat dan dalamnya pernapasan, lebar pupil dibandingkan
dengan keadaan normal, dan turunnya tekana darah.
4. Stadium IV (Depresi Medulla Oblongata)
Stadium ini dimulai dengan melemahnya pernapasan perut disbanding
stadium III tingkat 4. Tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh
darah kolaps, dan jantung berhenti berdenyut. Keadaan ini dapat segera
disusul dengan kematian, kelumpuhan napas disini hanya dapat diatasi
dengan alat bantu napas dan sirkulasi. Stadium ini juga ditandai dengan
paralisa otot thorak sempurna, hanya diafragma yang masih aktif selama
inspirasi, dinding thorak mengempes kedalam sehingga hewan tersengal-
sengal, pulsus meningkat cepat, pupil menggembung, bola mata seperti
mata ikan (sekresi air mata terhenti), pernafasan melemah dan akhirnya
hewan mati, warna mukosa mulut, mata, dan lidah menjadi abu-abu.

12
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Tujuan dari anestesi umum adalah untuk menhilangkan rasa nyeri di
seluruh tubuh dan menghilangkan kesadaran yang bersifat sementara dengan cara
memberikan penekanan pada sistem syaraf pusat.
Anestetika injeksi sifat tidak mengiritasi jaringan, tidak menimbulkan rasa
nyeri pada saat diinjeksikan, cepat diabsorbsi, waktu induksi, durasi, dan masa
pulih dari anestesi berjalan mulus, tidak tremor otot, memiliki indeks terapeutik
tinggi, tidak bersifat toksik, mempunyai pengaruh minimal terhadap organ tubuh
terutama saluran pernapasan dan kardiovaskuler, cepat dimetabolisme, tidak
bersifat akumulatif, dapat dikombinasikan dengan obat lain.
Efek dari pemberian Ketamin dan Xylazin pada anestesi umum secara
injeksi dapat dilihat melalui beberapa stadium dari anestesi umum, yaitu stadium
I (anelgesia), stadium II (eksitasi), stadium III (pembedahan), dan stadium IV
(depresi medulla oblongata).

4.2. Saran
Pada anestesi umum secara injeksi perlu juga diperhatikan pada tahap-
tahapan stadiumnya. Jangan sampai hewan yang dianestesi menjadi mati karena
tidak memperhatikan tahap-tahap dari stadium anestesi tersebut. Perlunya lagi
pemahaman mahasiswa tentang stadium-stadium yang terdapat pada anestesi
umum secara lebih mendalam.

13
DAFTAR PUSTAKA

Agustianingsih N. 2012. Obat bius. Jurnal Penelitian. Diakses pada 3 Maret 2018.
Tersedia pada : http://www.scribd.com/doc/212258337/ Anestesi.

Dwiningrum K Mira, dkk. 2016. Perubahan Klinik Anjing Lokal selama Teranastesi
Ketamin dengan Dosis Premedikasi Xilazin secara Subkutan. Indonesia
Medicus Veterinus 5 (3) : 215-225.

Erwin. 2009. Dampak Anestesi Ketamin Pada Caesar. Diakses pada 3 Maret 2018.
Tersedia pada : http://erwinklinik.blogspot.com/2009/07/dampak-anestesi-
ketaminpada-caesar.html.

Fadhli Chairul, dkk. 2016. PERBANDINGAN ONSET DAN SEDASI KETAMIN-


XILAZIN DAN PROPOFOL PADA ANJING JANTAN LOKAL (Canis
familiaris). Jurnal Medika Veterinaria Vol. 10 No. 2.

Fossum TW. 1997. Small Animal Surgery. United States of America: Mosby-Year
Book.

Gorda W, Wardhita AAGJ, Dharmayudha AAGO. 2010. Perbandingan Efek


Pemberian Anestesi Xylazin-Ketamine Hidroklorida dengan Anestesi
Tiletamin-Zolazepam terhadap Capillary Refill Time (CRT) dan Warna Selaput
Lendir pada Anjing. Buletin Veteriner Udayana.

Hatmosrojo, R dan Nyuwan, S.B. 2003. Melatih Anjing Keluarga. Jakarta : Penebar
Swadaya.

Miller, M.E. 1993. Anatomi of The Dog. Philadelphia London New York St. Louis
Sydney Toronto : W. B. Saunder Company.

Sardjana IKW, Kusumawati D. 2011. Bedah Veteriner. Cetakan 1. Surabaya (ID) :


Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP).

Sudisma IGN, dkk. 2012. Anestesi Infus Gavimetrik Ketamine dan Propofol pada
Anjing. Jurnal Veteriner, ISSN : 1411 – 8327, Vol. 13 No. 2: 189-198.

14
Yudaniyanti IS, dkk. 2010. Profil Penggunaan Kombinasi Ketamine-Xylazin dan
Ketamine-Midazolam sebagai Anestesi Umum terhadap Gambaran Fisiologis
Tubuh pada Kelinci Jantan. Jurnal Veterinaria Medika.

15
LAMPIRAN

16

Anda mungkin juga menyukai