Dosen Pengampu :
Titi Yulianti, SE, MM,S.Farm.Apt,M.Si
Disusun Oleh :
1. Tanti Krusita Dewi (P17331195007)
2. Al Alief Banat (P17331195017)
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah_Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu tanpa ada halangan sedikitpun.
Tujuan kami membuat makalah ini sebagai tambahan referensi bagi para mahasiswa
yang membutuhkan ilmu tambahan tentang Obat Anastesi.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada Dosen pembimbing mata kuliah matrikulasi
“Farmakologi dalam pelayanan kebidanan” ibu Titi Yulianti, SE, MM,S.Farm.Apt,M.Si.
yang telah membimbing dan memberikan tugas makalah ini. Kami menyadari bahwa
penulisan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Karena kesalahan adalah milik semua orang dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membantu proses pembelajaran
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
8. Apa saja syarat ideal dari obat anestesi umum dan lokal ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar pemaca
mengetahui obat-obat anestesi.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengertian obat anestesi umum dan lokal
b. Untuk mengetahui klasifikasi dari obat anestesi umum dan lokal
c. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal
d. Untuk mengetahui aktivitas obat-obat anestesi umum dan lokal
e. Untuk mengetahui kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal
f. Untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi
umum dan lokal
g. Untuk mengetahui efek samping obat anestesi umum dan lokal
h. Untuk mengetahui syarat ideal obat anestesi umum dan lokal
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai menambah pengetahuan tentang obat-obat anestesi baik umum dan
lokal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat
anestesi.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
6
b. Obat Anestesi yang Menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar
yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat
anestetik kuat pada kadar rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah
dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat
memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk
mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan.
Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk
mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat
diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan
anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen
misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen. Contoh obat
anestesik yang menguap yaitu :
1) Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah
terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik
kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi
analgesik tetapi penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan
sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan
neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak
dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan
neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin,
polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar
bronkus. Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil
diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit
utuh.
2) Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar
dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan
bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom,
karet dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium
dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat
7
khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi
relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman
waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar
tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76%
volume.
3) Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak
mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen.
Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik
yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat
menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak
menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak
menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan
pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung
terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan,
halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga
sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
4) Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah
terbakar dan mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada
kulit akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa
sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat
pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu
pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena
itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum,
tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes
pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai
anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku.
Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi
karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
5) Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas
seperti kloroform, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak.
Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat
8
larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi
relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering
digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk
anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam
campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan
pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran
nafas.
c. Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat
dan kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi.
Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah
satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Termasuk
golongan obat ini adalah:
1) Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi
(perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate
dosis kecil terjadi penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus,
tetapi bila dosis ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat
sehingga respons korteks menurun. Pada penyuntikan thiopental,
Barbiturat menghambat pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal
volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh
barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen
badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak
menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Barbiturat yang
digunakan untuk anestesi adalah :
a) Natrium thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi
tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang
diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan
2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek
yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan
interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg, 3 ml
untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml
9
untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada
orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan
pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa
digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30
mg/kgBB.
b) Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%,
diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek
yang diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a
tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus
(drip)
c) Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1%
diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis
penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus
menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
2) Ketamin
Merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan
kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk
system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya
sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi
nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan reflek
faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi
terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami
dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama
dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan
dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam
5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis
ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi
diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
3) Droperidol dan fentanil
10
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak dipergunakan untuk
menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15
kg BB diberikan perlahan-lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2
menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk.
Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1
mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan
fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan
anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
4) Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus
dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak
menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan
efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan
sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental,
juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit
kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate,
efek anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya
lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk
medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan
obat anestesi lokal.
5) Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi
anestesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk
anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau
secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung ,
isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut
jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-
50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga
anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan
rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan
menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi
preanestetik seperti meperidin.
6) Propofol
11
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat
ini berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%.
Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg)
menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa +nyeri kadang terjadi
ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol
menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah
jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,
metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya
terdapat kejang.
2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem
Saraf Pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri,
gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi
di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi
lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
Namun, banyak juga yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain
yang menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi umum). Secara kimia,
anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1) Senyawa Ester Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal
sebab pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan
dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah
mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya:
tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2) Senyawa Amida Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain,
mepivakain dan prilokain.
3) Lainnya Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan
adalah:
a. Anestesi permukaan Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang
rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga
12
untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan
pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
b. Anestesi Infiltrasi Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf
melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan di anestesi sehingga
mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih
dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
c. Anestesi Blok. Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun
untuk tujuan diagnostik dan terapi.
d. Anestesi Spinal Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh
pembiusan dari kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit.
Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum
atau tungkai bawah.
2.3 Mekanisme Kerja Obat Anestesi
1. Mekanisme Kerja Anestesi Umum
a. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi
digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam
kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan
rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada
permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan
sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan
pengeluaran. Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan dengan
anastesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah
kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang
diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh,
karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme
kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah pengaruh
protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil.
b. Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai
mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas
inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa
intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan
13
pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat. Secara
umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum
dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang
bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan
di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.
2. Mekanisme Kerja Anestesi Lokal
Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi
lokal melakukan penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut lemak.
Anestesi lokal bersifat tergantung pemakaian artinya derajat blok porsional
terhadap stimulasi saraf. Hal ini menunjukkan bahwa makin banyak molekul
obat memasuki kanal Na+ ketika kanal-kanal terbuka menyebabkan lebih
banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti miokard bila
konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya
mencakup sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja meliputi :
a. Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
b. Tempat kerja terutama di membran sel
c. Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi
menjadikan ambang rangsang membran meningkat
d. Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
e. Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na, terjadi blokade sehingga
hambat gerak ion via membran.
2.4 Aktifitas Obat Anestesi
1. Aktifitas Obat Anestesi Lokal yaitu:
a. Mula Kerja Anestesi lokal yaitu: Mula kerja anestetika lokal bergantung
beberapa faktor, yaitu:
1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi
meningkatdan dapat menembus membrann sel saraf sehingga
menghasilkan mula kerja cepat.
2. Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3. Konsentrasi obat anestetika lokal
b. Lama kerja Anestesi lokal, yaitu: Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi
oleh:
1) Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah
protein
14
2) Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
3) Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian
.
2.5 Kontra Indikasi Obat Anestesi
1. Kontra Indikasi Anastesi Umum Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek
farmakologi pada organ yang mengalami kelainan dan harus hindarkan
pemakaian obat pada:
a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap
hepar atau dosis obat diturunkan
b. Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan
aliran darah koroner
c. Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan
pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes
karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.
2. Kontra Indikasi Anastesi Lokal
Kontra indikasi anestesi lokal yaitu:
a. Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang
telah diketahui. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis
atau suntikan intravaskular.
b. Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik
tertentu.
c. Kurangnya prasarana resusitasi.
d. Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
e. Infeksi lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
f. Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
g. Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
h. Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
i. Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
j. Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal
untuk bekerja dengan sempurna.
k. Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.
2.6 Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Anestesi
15
1. Farmakokinetik Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan
saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi
anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi
ambilan dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding
dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan
secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas
dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak
untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara
alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini
bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang
dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi
(tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a. Kelarutannya salah satu faktor penting yang mempengaruhi transfer
anestetik dari paru kedarah arteri adalah kelarutannya. Koefisien pembagian
darah ; gas merupakan indeks kelarutan yang bermakna dan merupakan
tanda-tanda afinitas relative suatu obat anestetik terhadap darah
dibandingkan dengan udara.
b. Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai
efek langsung terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam
alveolus maupun kecepatan peningkatan tegangan ini didalam darah
arterinya.
c. Ventilasi paru-paru Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam
darah arteri bergantung pada kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit.
Besarnya efek ini bervariasi sesuai dengan pembagian koefisien darah; gas.
d. Aliran darah paru Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru
akan mempengaruhi transfer obat anestetik. Peningkatan aliran darah paru
akan memperlambat kecepatan peningkatan tekanan darah arteri, terutama
oleh obat anestetik dengan kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.
e. Gradient konsentrasi arteri-vena Gradien konsentrasi obat anestetik antara
darah arteri dan vena campuran terutama bergantung pada kecepatan dan
16
luas ambilan obat anestesi pada jaringan itu, yang bergantung pada
kecepatan dan luas ambilan jaringan.
25
absorpsi lidokain dalam plasma dan dapat
menigkatkan resiko toksisitas
- antipsikosis- menigkatkan resiko toksisitas
dengan obat mielosupresi
- betabloker meningkatkan resiko miokardium jika
menggunakan propanolol
Efek farmakodinamik Menstabilkan membrane neuron dan mencegah
inisiasi serta konduksi impuls saraf menyebabkan
anastesia dalam pada membrane neuron dan
pelumasan yang mengurangi friksi. Efektif dalam 5
menit dan bertahan selama 20-30 menit
Resiko pada janin Terjadi depresi pernafasan neonates setelah
pemberian dosis besar, hypertonia, bradikardia
setelah dilakukan blok paraservikal atau injeksi
langsung yang tidak disengaja selama infiltrasi
perineum sebelum episiotomi
Menyusui Tidak ada data penelitian yang dikontrol selama
menyusui
26
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat
reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum
dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi
gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara
intravena. Anestesi umumyang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem
saraf pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal
gatal, rasa panas atau dingin. Obat anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya
dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa ester, senyawa amida dan senyawa
lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi
di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal
hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses
pembelajaran dan semoga bisa menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat
27
anestesi umum dan anestesi lokal sehingga materi yang disampaikan dan
dimengerti dalam farmakologi dapat diterima dengan baik. Apabila penggunaan nya
atau pun penggunaan obat secara universal ini disalahgunakan, tentulah akibat buruk
yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu
apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.
DAFTAR PUSTAKA
Banister, Claire. 2007. Pedoman Obat Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC
Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2002. Petunjuk Prakis Anestesiologi Edisi Kedua.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
Rehatta, Margareta dkk. 2019. Anatesiologi Dan Terapi Intensif. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Staf Pengajar Departemen Farmakologi. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi II. Jakarta :
EGC
https://www.slideshare.net/septianbarakati/makalah-anestesi
https://www.academia.edu/36453516/MATERI_ANESTESI_TERBARU.docx?auto=dow
nload
28
Resiko Anestesi. Available at: http://irwanto-fk04usk.blogspot.com/2011/06/resiko-
anestesi.html. Accessed : September 16th, 2011.
29