Anda di halaman 1dari 30

TUGAS MATA KULIAH MATRIKULASI

FARMAKOLOGI DALAM PELAYANAN KEBIDANAN


“OBAT ANASTESI”

Dosen Pengampu :
Titi Yulianti, SE, MM,S.Farm.Apt,M.Si

Disusun Oleh :
1. Tanti Krusita Dewi (P17331195007)
2. Al Alief Banat (P17331195017)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN JEMBER ALIH JENJANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah_Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu tanpa ada halangan sedikitpun.
Tujuan kami membuat makalah ini sebagai tambahan referensi bagi para mahasiswa
yang membutuhkan ilmu tambahan tentang Obat Anastesi.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada Dosen pembimbing mata kuliah matrikulasi
“Farmakologi dalam pelayanan kebidanan” ibu Titi Yulianti, SE, MM,S.Farm.Apt,M.Si.
yang telah membimbing dan memberikan tugas makalah ini. Kami menyadari bahwa
penulisan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Karena kesalahan adalah milik semua orang dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membantu proses pembelajaran

Jember, Januari 2020


Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekarang ini usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit dengan penggunaan obat dalam prosedur pembedahan
telah dilakukan sejak zaman kuno, termasuk dengan pemberian ethanol dan opium
secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari penggunaan obat anestesi untuk
pembedahan dilakukan oleh William Morton di Boston pada tahun 1846 dengan
menggunakan diethyl eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama kali
oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu
oleh orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis
Indica dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan
kesadaran. Sehingga dengan perkembangan teknologi obat anestesi berkembang
pesat saat ini. Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa
sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi (Margareta dkk, 2019).
Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi
lokal. Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran.
Anestesi umum ini digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan
pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap
manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi
umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka
pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika,
analgetika, dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal adalah obat yang
digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut
saraf secara reversibel. Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor
pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-operasi
maka dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan (Margareta dkk,
2019).
Oleh karena itu, kami membuat makalah ini yang berjudul “obat anastesi”
yang akan membahas obat anestesi umum dan lokal baik dari pengertian, klasifikasi,
mekanisme kerja, aktivitas obat, kontra indikasi, farmakokinetik dan
farmakodinamik, efek samping, dan syarat ideal obat-obat anestesi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang di maksud dengan obat anestesi umum dan lokal ?
2. Apa saja klasifikasi obat anestesi umum dan lokal ?
3. Bagaimana mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal ?
4. Bagaimana aktifitas obat anestesi umum dan lokal ?
5. Apa saja kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal ?
6. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat anestesi umum dan
lokal ?
7. Apa saja efek samping dari obat anestesi umum dan lokal ?

2
8. Apa saja syarat ideal dari obat anestesi umum dan lokal ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar pemaca
mengetahui obat-obat anestesi.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengertian obat anestesi umum dan lokal
b. Untuk mengetahui klasifikasi dari obat anestesi umum dan lokal
c. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal
d. Untuk mengetahui aktivitas obat-obat anestesi umum dan lokal
e. Untuk mengetahui kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal
f. Untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi
umum dan lokal
g. Untuk mengetahui efek samping obat anestesi umum dan lokal
h. Untuk mengetahui syarat ideal obat anestesi umum dan lokal
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai menambah pengetahuan tentang obat-obat anestesi baik umum dan
lokal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat
anestesi.

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Anestesi


Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani artinya “tidak
atau tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara
umum berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa
sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi (Margareta dkk, 2019).
Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya
tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan
anestesi umum.
1. Definisi Anestesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang
kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak
terdapatnya sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran yang
reversibel (Margareta dkk, 2019).
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu
suatu keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang
bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga
lebih mirip dengan keadaan pingsan. Anestesi digunakan pada pembedahan
dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri
(analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta
menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia
tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk
pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan
relaksasi otot (Margareta dkk, 2019).
2. Definisi Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan
impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat
menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin (Staf Pengajar
Departemen Farmakologi, 2009).
4
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang
diinginkan (misalnya, adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat
anestesi (misalnya, lidokain) menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi
ke dalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas
motorik, dan otonom (misalnya, penggosongan kandung kemih). Anestesi
lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari.
Untuk menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat memberi anestesi
lokal pada area pembedahan.
2.2 Klasifikasi Obat Anestesi
Klasifikasi anestesi ada dua kelompok, yaitu :
1. Anestesi Umum
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel
dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi
menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas
(inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara
intravena.
a. Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya
digunakan untuk induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah
larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat.
Batas keamanan antara efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat
anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru,
masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.
Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :
1) Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya
tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan
penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek
analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya
seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek
analgesik maksimum ± 35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu
diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit
hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu
5
relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O
digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat
proses persalinan dan pencabutan gigi.
2) Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak
berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan
bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya
digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam
darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III
tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai
dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-
35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan
pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa
hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang
timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan
menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi
saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada
anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat
kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau
sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih
pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung
yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme
atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah
kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan
waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap
sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual,
muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru.
Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk
CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi.
Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan
oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan
oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.

6
b. Obat Anestesi yang Menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar
yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat
anestetik kuat pada kadar rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah
dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat
memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk
mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan.
Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk
mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat
diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan
anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen
misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen. Contoh obat
anestesik yang menguap yaitu :
1) Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah
terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik
kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi
analgesik tetapi penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan
sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan
neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak
dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan
neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin,
polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar
bronkus. Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil
diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit
utuh.
2) Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar
dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan
bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom,
karet dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium
dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat
7
khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi
relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman
waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar
tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76%
volume.
3) Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak
mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen.
Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik
yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat
menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak
menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak
menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan
pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung
terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan,
halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga
sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
4) Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah
terbakar dan mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada
kulit akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa
sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat
pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu
pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena
itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum,
tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes
pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai
anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku.
Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi
karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
5) Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas
seperti kloroform, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak.
Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat
8
larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi
relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering
digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk
anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam
campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan
pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran
nafas.
c. Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat
dan kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi.
Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah
satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Termasuk
golongan obat ini adalah:
1) Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi
(perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate
dosis kecil terjadi penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus,
tetapi bila dosis ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat
sehingga respons korteks menurun. Pada penyuntikan thiopental,
Barbiturat menghambat pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal
volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh
barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen
badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak
menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Barbiturat yang
digunakan untuk anestesi adalah :
a) Natrium thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi
tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang
diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan
2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek
yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan
interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg, 3 ml
untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml
9
untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada
orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan
pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa
digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30
mg/kgBB.
b) Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%,
diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek
yang diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a
tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus
(drip)
c) Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1%
diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis
penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus
menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
2) Ketamin
Merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan
kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk
system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya
sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi
nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan reflek
faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi
terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami
dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama
dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan
dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam
5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis
ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi
diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
3) Droperidol dan fentanil

10
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak dipergunakan untuk
menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15
kg BB diberikan perlahan-lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2
menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk.
Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1
mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan
fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan
anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
4) Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus
dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak
menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan
efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan
sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental,
juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit
kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate,
efek anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya
lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk
medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan
obat anestesi lokal.
5) Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi
anestesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk
anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau
secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung ,
isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut
jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-
50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga
anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan
rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan
menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi
preanestetik seperti meperidin.
6) Propofol

11
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat
ini berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%.
Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg)
menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa +nyeri kadang terjadi
ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol
menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah
jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,
metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya
terdapat kejang.
2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem
Saraf Pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri,
gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi
di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi
lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
Namun, banyak juga yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain
yang menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi umum). Secara kimia,
anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1) Senyawa Ester Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal
sebab pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan
dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah
mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya:
tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2) Senyawa Amida Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain,
mepivakain dan prilokain.
3) Lainnya Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan
adalah:
a. Anestesi permukaan Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang
rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga
12
untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan
pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
b. Anestesi Infiltrasi Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf
melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan di anestesi sehingga
mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih
dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
c. Anestesi Blok. Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun
untuk tujuan diagnostik dan terapi.
d. Anestesi Spinal Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh
pembiusan dari kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit.
Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum
atau tungkai bawah.
2.3 Mekanisme Kerja Obat Anestesi
1. Mekanisme Kerja Anestesi Umum
a. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi
digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam
kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan
rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada
permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan
sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan
pengeluaran. Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan dengan
anastesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah
kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang
diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh,
karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme
kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah pengaruh
protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil.
b. Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai
mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas
inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa
intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan
13
pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat. Secara
umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum
dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang
bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan
di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.
2. Mekanisme Kerja Anestesi Lokal
Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi
lokal melakukan penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut lemak.
Anestesi lokal bersifat tergantung pemakaian artinya derajat blok porsional
terhadap stimulasi saraf. Hal ini menunjukkan bahwa makin banyak molekul
obat memasuki kanal Na+ ketika kanal-kanal terbuka menyebabkan lebih
banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti miokard bila
konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya
mencakup sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja meliputi :
a. Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
b. Tempat kerja terutama di membran sel
c. Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi
menjadikan ambang rangsang membran meningkat
d. Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
e. Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na, terjadi blokade sehingga
hambat gerak ion via membran.
2.4 Aktifitas Obat Anestesi
1. Aktifitas Obat Anestesi Lokal yaitu:
a. Mula Kerja Anestesi lokal yaitu: Mula kerja anestetika lokal bergantung
beberapa faktor, yaitu:
1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi
meningkatdan dapat menembus membrann sel saraf sehingga
menghasilkan mula kerja cepat.
2. Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3. Konsentrasi obat anestetika lokal
b. Lama kerja Anestesi lokal, yaitu: Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi
oleh:
1) Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah
protein
14
2) Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
3) Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian
.
2.5 Kontra Indikasi Obat Anestesi
1. Kontra Indikasi Anastesi Umum Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek
farmakologi pada organ yang mengalami kelainan dan harus hindarkan
pemakaian obat pada:
a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap
hepar atau dosis obat diturunkan
b. Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan
aliran darah koroner
c. Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan
pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes
karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.
2. Kontra Indikasi Anastesi Lokal
Kontra indikasi anestesi lokal yaitu:
a. Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang
telah diketahui. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis
atau suntikan intravaskular.
b. Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik
tertentu.
c. Kurangnya prasarana resusitasi.
d. Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
e. Infeksi lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
f. Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
g. Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
h. Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
i. Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
j. Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal
untuk bekerja dengan sempurna.
k. Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.
2.6 Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Anestesi
15
1. Farmakokinetik Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan
saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi
anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi
ambilan dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding
dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan
secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas
dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak
untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara
alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini
bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang
dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi
(tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a. Kelarutannya salah satu faktor penting yang mempengaruhi transfer
anestetik dari paru kedarah arteri adalah kelarutannya. Koefisien pembagian
darah ; gas merupakan indeks kelarutan yang bermakna dan merupakan
tanda-tanda afinitas relative suatu obat anestetik terhadap darah
dibandingkan dengan udara.
b. Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai
efek langsung terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam
alveolus maupun kecepatan peningkatan tegangan ini didalam darah
arterinya.
c. Ventilasi paru-paru Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam
darah arteri bergantung pada kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit.
Besarnya efek ini bervariasi sesuai dengan pembagian koefisien darah; gas.
d. Aliran darah paru Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru
akan mempengaruhi transfer obat anestetik. Peningkatan aliran darah paru
akan memperlambat kecepatan peningkatan tekanan darah arteri, terutama
oleh obat anestetik dengan kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.
e. Gradient konsentrasi arteri-vena Gradien konsentrasi obat anestetik antara
darah arteri dan vena campuran terutama bergantung pada kecepatan dan

16
luas ambilan obat anestesi pada jaringan itu, yang bergantung pada
kecepatan dan luas ambilan jaringan.

2. Farmakodinamik Anastesi Umum


Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan
meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang,
akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga
intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak
sehingga akson dan transmisisinaptik tidak bekerja. Kerja tersebut digunakan
pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik lebih sensitive
dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah
bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi
saraf dengan aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal,
yaitu peningkatan ambang rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan
menggunakan analisa patch clamp, menunjukkan bahwa pemakaian isofluran
menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran kation yang
semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik.
Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai
reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi,
tehadap penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan efek
penghambatan GABA juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik
inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada
membran neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan
interaksi langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran
membran protein yang spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan pada
penilitian interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik interkais yang
tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi
alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yang
nyata diantara anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini
dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi
saluran.
3. Farmakokinetik Anastesi Lokal
17
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut
saraf yang akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak
terlalu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja
anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan
toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun juga
memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan,
adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor
seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat
tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini
menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti
prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh
saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik
sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya
1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah
pemberian bolus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat
mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat,
yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi
seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi
karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus.
Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka
distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma
menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke
dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah
berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya
yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus
ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali
mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain
dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus
18
diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh,
pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan
lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare.
Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati
dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin
tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi
ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin
rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal
dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan
dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik
lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Haltersebut karena
suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan
untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset anestetika lokal
ditentukan oleh:
a. Kadar obat dan potensinya
b. Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c. Pengikatan obat ke jaringan local
d. Kecepatan metabolisme
e. Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor
(epinefrin) ditambah anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah
lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
4. Farmakodinamik Anastesi Lokal Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi
lokal adalah:
a. Mekanisme Kerja selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium
masuk ke dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah
keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini,
maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran
kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial
kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi
keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa
19
natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi
local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut. Anestesi
local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat
saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase. Bila peningkatan
konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu
serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls
melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude
potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial
aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi
local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap
saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat
melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang
dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan
untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin
banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan
reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan
kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk
berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut
dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang
terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat
lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat
ikatannya oleh obat-obatan lain.
b. Aksi Terhadap Saraf Karena anestesi local mampu menghambat semua
saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan
nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan
dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar
ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar
serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut
delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri
dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi
motor dihambat terakhir. Adapun efek serabut saraf antara lain:
1) Efek diameter serabut Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut
ukuran kecil karena jarak di mana propagasi suatu impuls listrik
20
merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan constant
ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian
pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama
kali gagal menyalurkan impuls. Terhadap serabut yang bermielin,
setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi local untuk
menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin
terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih
besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung
dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama.
Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum
serabut C kecil yang tidak bermielin.
2) Efek frekuensi letupan Alasan penting lain terhadap mudahnya
penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung dari mekanisme
kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris,
terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama
potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor
meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang
singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter
kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena
itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah
dari pada serabut A alfa.
3) Efek posisi saraf dalam bundle saraf Pada sekumpulan saraf yang besar,
saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan oleh karena itu saraf
ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan
ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf
motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle besar.
Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu
di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan
penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
2.7 Efek Samping Obat Anestesi
1. Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O,
halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang
ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut
21
dalam darah, tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal,
tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a. Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan
halogen).
b. Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur
karena mata terus terbuka (golonganKetamin).
c. Depresi pada susunan saraf pusat.
d. Nyeri tenggorokan.
e. Sakit kepala.
f. Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
g. Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh
halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h. Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan
isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga
merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi
ringan.
i. Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal,
sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
k. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan
(menggigil) pasca-bedah. Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun,
ada pula komplikasi serius yang dapat terjadi. Untungnya, komplikasi
tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi dalam jutaan
pasien yang diberi obat anestesi.Pencegahan efek samping anestesi yang
terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien
mengenai efek samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan
menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi dosis.
2. Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar
obat dalam darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada
berbagai sistem organ tubuh, yaitu:
a) Sistem Saraf Pusat Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa
ringan, gangguan visual dan pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang
22
lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang
tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang
terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain. Reaksi toksik yang
paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena kadar
obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya
memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk
anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka
perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin; seperti diazepam,
0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
b) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas) Bila diberikan dalam dosis yang
berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik terhadap jaringan saraf.
c) Sistem Kardiovaskular Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian
dari efek langsung terhadap jantung dan membran otot polos serta dari efek
secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi lokal menghambat
saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung,
eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps
kardiovaskular dan kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang
sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil yang
diberikan secara infiltrasi.
d) Darah Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan
menimbulkan penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang
mampu mengubah hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup
besar maka warna darah menjadi coklat.
2.8 Syarat-syarat Ideal Obat Anestesi
1. Syarat Ideal Anestesi Umum yaitu:
a) Memberi induksi yang halus dan cepat.
b) Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c) Timbulkan keadaan amnesia
d) Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernafasan.
e) Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup
untuk tempat operasi.
f) Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang
berlangsung lama
2. Syarat Ideal Anestesi Lokal yaitu:
23
a) Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
b) Batas keamanan harus lebar
c) Tidak boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
d) Tidak menimbulkan alergi.
e) Harus netral dan bening.
f) Toksisitas harus sekecil mungkin.
g) Reaksi terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.
h) Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu
yang yang cukup lama
i) Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap
pemanasan.
2.9 Contoh Kasus Penggunaan Anastesi Pada Kebidanan
Ny.Lusi baru 1 bulan melahirkan. Saat ini dirinya ingin memakai kontrasepsi.
Ny. Lusi datang ke puskesmas Anggrek tanggal 20 Januari 2020 untuk ber KB.
Ny.Lusi memilih alat kontrasepsi implant, sebelumnya ibu sudah berkonsultasi
dengan bidan dan sudah mendiskusikan keputusan pemilihan kontrasepsi ini dengan
suaminya.
Subyektif : HPHT 14 Januari 2020, setelah melahirkan ibu belum berhubungan
seksual dengan suami, ibu tidak memiliki riwayat penyakit kanker, hepatitis, mioma
maupun tidak pernah keputihan lama yang abnormal
Obyektif : tekanan darah ibu 110/80 mmHg, nadi 78x/menit, pernafasan 20x/menit,
suhu 36,80C, pemeriksaan abdomen tidak teraba massa abnormal maupun
ketegangan dari uterus. Pemeriksaan urin plano test (-) negative
Analisa : P1A0H1 dengan akseptor baru KB implant
Penatalaksanaan :
- Konseling sebelum pemasangan kontrasepsi implant bahwa sebelum
pemasangan Ny.Lusi diberikan anastesi local pada daerah lengan kiri tempat
pemasangan implant, metode implant ini efektif 3 tahun, Ny.Lusi setuju dengan
menandatangani pada lembar inform consent.
- Kemudian setelah dipastikan ibu dapat dilakukan pemasangan implant, ibu
mencuci lengan kiri menggunakan sabun, kemudian tidur di bed tindakan,
- Melakukan pemasangan implant dengan mengantiseptik bagian yang akan
dipasang implan kemudian melakukan anastesi menggunakan lidokain 1%
sebanyak 2ml ditambahkan 1ml aqua dest sebagai pengencer masukkan pada
24
spuit 3cc kemudian disuntikkan pada lokasi pemasangan implant secara
intracutan (IC), kemudian ditunggu beberapa menit hingga anastesi bekerja
kemudian dilakukan pemasangan implant.
- Setelah semua implant terpasang, lakukan penekanan penekanan pada tempat
insisi dengan kassa steril untuk mengurangi perdarahan, lalu kedua pinggir insisi
ditekan sampai berdekatan dan ditutup dengan plaster.
- Memberikan terapi kepada ibu untuk membantu mengurangi rasa nyeri setelah
tindakan pemasangan implant.
Keterangan anastesi yang digunakan pada kasus diatas :
BP Lidokain Hcl
Nama dagang Xylocaine
Kelompok Anastesi local
Indikasi Ifiltrasi perineum-sebelum episiotomi atau
penjahitan, atau blok saraf
Jenis obat POM, Standing orders
Bentuk obat Ampul kaca atau poliprepinema 2, 5, 10 atau 20 ml
dengan potensi 1% atau 2%, diindikasikan pada
ampul
Dosis Sesuai dengan protocol unit, konsentrasi paling
rendah dan dosis paling kecil menghasilkan efek
yang diinginkan
Cara pemberian Injeksi
Kontraindikasi Hipersensitivitas dan hipovolemia yang sangat parah
Efek samping Hipotensi, bradikardia, hipersensitivitas dapat
menyebabkan anafilaksis walaupun jarang terjadi,
injeksi IV yang ceroboh dapat menyebabkan respon
eksitatori system saraf pusat dan kemudian rasa
kantuk, konvulsi dan henti nafas
Interaksi (Efeknya kurang jika digunakan dalam topical)
- anastesi-kerja suksametonium memanjang
bupivakain meningkatkan resiko depresi
miokardium
- antasida- cimetidine meningkatkan konsentrasi

25
absorpsi lidokain dalam plasma dan dapat
menigkatkan resiko toksisitas
- antipsikosis- menigkatkan resiko toksisitas
dengan obat mielosupresi
- betabloker meningkatkan resiko miokardium jika
menggunakan propanolol
Efek farmakodinamik Menstabilkan membrane neuron dan mencegah
inisiasi serta konduksi impuls saraf menyebabkan
anastesia dalam pada membrane neuron dan
pelumasan yang mengurangi friksi. Efektif dalam 5
menit dan bertahan selama 20-30 menit
Resiko pada janin Terjadi depresi pernafasan neonates setelah
pemberian dosis besar, hypertonia, bradikardia
setelah dilakukan blok paraservikal atau injeksi
langsung yang tidak disengaja selama infiltrasi
perineum sebelum episiotomi
Menyusui Tidak ada data penelitian yang dikontrol selama
menyusui

26
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat
reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum
dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi
gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara
intravena. Anestesi umumyang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem
saraf pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal
gatal, rasa panas atau dingin. Obat anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya
dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa ester, senyawa amida dan senyawa
lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi
di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal
hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses
pembelajaran dan semoga bisa menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat
27
anestesi umum dan anestesi lokal sehingga materi yang disampaikan dan
dimengerti dalam farmakologi dapat diterima dengan baik. Apabila penggunaan nya
atau pun penggunaan obat secara universal ini disalahgunakan, tentulah akibat buruk
yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu
apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.

DAFTAR PUSTAKA

Banister, Claire. 2007. Pedoman Obat Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2002. Petunjuk Prakis Anestesiologi Edisi Kedua.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.

Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. 1989. Anestesiologi. Jakarta :


Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI

Rehatta, Margareta dkk. 2019. Anatesiologi Dan Terapi Intensif. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama

Staf Pengajar Departemen Farmakologi. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi II. Jakarta :
EGC

https://www.slideshare.net/septianbarakati/makalah-anestesi

https://www.academia.edu/36453516/MATERI_ANESTESI_TERBARU.docx?auto=dow
nload

Komplikasi Anestesi Lokal. Available at :


http://www.gudangmateri.com/2010/03/komplikasi-anastesi-lokal.html Accessed:
September 16th, 2011.

Patofisiologi Alergi. Available at: http://www.irwanashari.com/pdf/patofisiologi-alergi.


html. Accessed: September 16th, 2011.

28
Resiko Anestesi. Available at: http://irwanto-fk04usk.blogspot.com/2011/06/resiko-
anestesi.html. Accessed : September 16th, 2011.

Seputar Obat Bius. Available at : http://www.ikatanapotekerindonesia.net/articles/general-


articles/743-seputar-obat-bius-lain-jenis-lain-kegunaannya.html. Accessed: September
16th, 2011.
Apakah Alergi Obat Itu. Available at: http://www.sehatgroup.web.id/?p=1115. Accessed:
September 16th, 2011.

Alergi Obat. Available at: http://www.facebook.com/note.php?note_id=92634282078.


Accessed: September 16th, 2011.

Seputar Obat Bius. Available at :


http://www.hypnosis45.com/download/Seputar%20Obat%20Bius.pdf. Accessed:
September 17th, 2011.

Menguak Misteri Kamar Bius. Available at:


http://www.slideshare.net/rennechiaki/menguak-misterikamarbius. Accessed: September
17th, 2011.

29

Anda mungkin juga menyukai