Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FARMAKOLOGI

“ANASTESI”

Disusun Oleh : Kelompok V

Nur Hasilah Nasution


Nurul Aini Putri Samban
Olva Dwioktari
Putrid Palmadura
Putrid Wulan Dewi
Ria Riani
Rini Krisnawati
Rischi Trysia

DOSEN PEMBIMBING :
Rinda Dwi Sartika, M.Farm, Apt

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEBIDANAN
DIV ALIH JENJANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah Farmakologi yang mengkaji tentang Anastesi dapat terselesaikan dengan baik
sebagai salah satu acuan untuk mahasiswa dalam proses perkuliahan.
Dalam makalah ini penulis tidak menutup mata akan segala kekurangannya baik
bahasanya maupun susunannya, hal ini tidak lain karena keterbatasan penulis dalam pengetahuan
dan kemampuan yang dimiliki. Sekalipun demikian mudah-mudahan karya ini dapat bermanfaat
bagi siapa saja yang membacanya.
Untuk selanjutnya dengan segala kerendahan hati penulis mohon saran-saran yang
sifatnya konstruktif bagi siapapun yang membacanya. Semoga makalah ini benar-benar
bermanfaat dan dapat bernilai Ibadah di sisi Allah SWT. Amin.     
                                  
Bengkulu, 17 Februari 2020

 Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anestesi adalah suatu tindakan menahan rasa sakit ketika meelakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Ada beberapa anestesi
yang menyebabkan hilangnya kesadaran sedangkan jenis yang lain hanya menghilangkan
nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakaianya tetap sadar. Dan pembiusan lokal adalah
suatu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tampa
menyebabkan manusiakehilangan kesadaran. Obat bius ini bila di gunakan dalam oprasi tidak
membuat lama waktu penyembuhkan oprasi.Anestesi hanya di lakukan oleh dokter spesialis
anestesi.
Istilah anastesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Asal kata Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani An- “tidak, tanpa” dan aesthetos,
“persepsi, kemampuan untuk merasa”), secara berarti suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa
sakit pada tubuh.  Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai
anestetik dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal. Bergantung
pada dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat memberikan efek analgesia yaitu
hilangnya kesadaran, sedangkan anastetik lokal hanya menimbulkan efek analgesia. Anestesi
umum bekerja disusunan saraf pusat, sedangkan anastetik lokal bekerja langsung pada
serabut saraf di perifer.
Anestesi umum (General Anestesia) disebut pula dengan nama Narkose Umum (NU).
Anastesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
dan bersifat reversibel. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran,
analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak di inginkan dari pasien.
Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran).
Analgesia di dapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu. Obat-obat tertentu
misalnya thiopental hanya menyebabkan tidur tanpa relaksasi atau analgesia, sehingga hanya
baik untuk induksi. Hanya eter yang memiliki trias anastesia.Karena anastesi modern saat ini
menggunakan obat-obat selain eter, maka trias anastesi di peroleh dengan menggabungkan
berbagai macam obat. Eter menyebabkan tidur, analgesia dan relaksasi, tetapi karena baunya
tajam dan kelarutannya dalam darah tinggi sehingga agak mengganggu dan lambat
(meskipun aman) untuk induksi. Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot
(muscle relaxant). Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot
sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan. Obat-obat opium seperti morfin dan
petidin akan menyebabkan analdesia dengan sedikit perubahan pada tonus otot atau tingkat
kesadaran. Kombinasi beberapa teknik dan obat dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan
ini kombinasi ini harus dipilih yang paling sesuai untuk pasien. Tujuan anastesi umum adalah
menjamin hidup pasien, yang memungkinkan operator melakukan tindakan bedah dengan
leluasa dan meghilangkan rasa nyeri.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan anastetik umum?
2. Apa saja penggolongan, jenis dan mekanisme kerja anastetik umum?
3. Apa saja sifat, manfaat dan efek samping obat anastetik umum?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tentang anastetik umum.
2. Untuk mengenal dan mengetahui penggolongan anatetik umum.
3. Untuk menegathui efek samping obat anastetik umum.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Anatasi
Anestesi (pembiusan; berasal dari Bahasa Yunani an- "tidak, tanpa"
dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver
Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat anestasi
umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran.
Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti perut, maka selain hilangnya rasa sakit dan
kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan
lancar (Ibrahim, 2000).
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anesthesia yang ideal terdiri:
1.      Hipnotik
2.      Analgesia
3.      Relaksasi otot
Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan sebagai tidak
adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen narkotika yang dapat menghilangkan
nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar. Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak
menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar.
Tanda-tanda dan tingkat anestesi. Anastesik mendepresi SSP secara perlahan, yang
dapat dibagi menjadi 4 tahap:
1. Tahap I atau analgesia
Tahap ini ditandai dengan berkurangya respon terhadap nyeri
perasaan enak atau euforia dan hilangnya kesadaran (tidur).
2. Tahap II atau delirium
Fase ini juga disebut excitement karena terjadi perangsangan
simpatik. Yaitu terjadi peningkatan tekanan darah, kecepatan denyut
jantung, pernafasan dan tonus otot. Dalam fase ini dapat terjadi
aritmia jantung namun karena adanya depresi hipotalamus
menyebabkan masuk pada fase III.
3. Fase III
Dalam fase ini tindakan pembedahan dilangsungkan. Dalam tahap ini
terjadi depresi SSP yang dalam terapi fungsi jantung dan pernafasan
kembali normal disertai reflek spinal terhambat oleh otot skelet
relaksasi.
4. Fase IV
Fase IV atau paralisis medula, ini terjadi kalau over dosis, yaitu terjadi
hambatan pusat jantung dan pernafasan di medula.

B. Penggolongan Anastesi
Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya yaitu anastetik inhalasi
dan intravena.
1. Anastesik inhalasi
Obat anastesik yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk
membantu. pembedahan ialah N2O. Dalam dunia modern anastesik
inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik adalah N 2O,
halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofoluran. Agen ini dapat
diberikan dan diserap secara terkontrol dan cepat karena diserap
serta dikeluarkan melalui paru-paru.  Sebagian besar gas anestetik
dikeluarkan lagi oleh paru-paru sebagian lagi dimetabolisme oleh
hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450. Sisa metabolisme yang
larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal. Dalam dunia modern
anastesik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik adalah
sebagai berikut:
a. N2O (gas gelak, nitrous oxide, dinitrogen monoxida)
N2O dikemas dalam bentuk cair, dalam silinder warna biru 9000
liter atau 1800 liter dengan tekanan 750 psi atau 50 atm.
Pemberian anastesik dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.
Gas ini bersifat anastesik lemah, tetapi analgesiknya kuat sehingga
sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan.
Jarang digunakan sendiri tetapi dikombinasikan dengan salah satu
cairan anestesik lain.
b. Halotan
Merupakan anestetik golongan hidrokarbon yang berhalogen.
Halotan menjadi standar bagi anastesik lain yang kini banyak
dipakai karena zat inilah semua itu dikembangkan. Halotan
merupakan anastesik yang kuat dengan efek analgesik yang
lemah. Induksi dan tahapan anastesia dilalui dengan mulus, dan
pasien segera bangun setelah anestetik dihentikan. Halotan secara
langsung menghambat otot jantung dan otot polos pembuluh
darah serta menurunkan aktifitas saraf simpatik. Penurunan
tekanan darah terjadi akibat 2 hal, yaitu (1) depresi langsung pada
miokard dan (2) dihambatnya refleks baroresptor terhadap
hipotensi. Eksresi halotan umumnya melalui paru, hanya 20% yang
dimetabolisme dalam tubuh untuk kemudian dibuang melalui urin
dalam bentuk asam trifluoro asetat, trifluoroetanol, dan bromida.
c. Enfluran
Enfluran adalah anestetik eter berhalogen yang tidak mudah
terbakar. Enfluran menyebabkan fase induksi anestesia yang relatif
lambat. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler
dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini enfluran
diberikan dalam kadar rendah bersama N2O. Enfluran
menyebabkan relaksasi otot rangka lebih baik dari pada halotan,
sehingga dosis obat pelumpuh otot nondepolarisasi harus
diturunkan. Sebagian besar enfluran dieksresi dalam bentuk utuh
melalui paru-paru, 2-10% dimetabolisme di hati menghasilkan ion
fluor. Ion F- hasil metablosme enfluran ternyata tidak
membahayakan ginjal sehingga masih dipandang aman untuk
pasien yang fungsi ginjalnya menurun, kecuali pada pasien yang
juga mendapat isoniazid. Eksresi F- meningkat pada urin basah.
Enfluran bisa menyebabkan efek samping paska pemulihan berupa
menggigil karena hipotermia, gelisah, delerium, mual, atau
muntah.
d. Isofluran
Merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestesik atau sub
anestesik dapat menurunkan laju metabolisme otak terhadap
oksigen, tetapi meniggikan aliran darah otak dan tekanan
intrakranial, namun hal ini dapat dikurangi dengan teknik anestesia
hiperventilasi, sehingga banyak digunakan untuk bedah otak.
e. Sevofluran
Merupakan anastesik inhalasi baru yang membrikan induksi dan
pemulihan lebih cepat dari pendahulunya. Sayangnya, zat tidak
stabil secara kimiawi bila terpajan absroben CO2, sevofluran akan
terurai menghasilkan zat bersifat nefrotoksik. Metabolismenya di
hatipun menghasilkan ion fluor yang juga merusak ginjal. Oleh
karena itu kedudukan sebagai zat anestetik inhalasi belum jelas.
2. Anestesik intravena
Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi
anestesia, induksi dan pemeliharaan anestesia bedah singkat,
suplementasi hypnosis pada anesthesia atau tambahan pada
anelgesia regional dan sedasi pada beberapa tindakan medik atau
untuk membentu prosedur diagnostik misalnya tiopental, ketamin dan
propofol. Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan
propofol. Anestesia intravena ideal membutuhkan kriteria yang sulit
dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu larut dalam air dan tidak
iritasi terhadap jaringan, mula kerja cepat, lama kerja pendek, cepat
menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh
amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan
oleh obat antagonisnya, cepat dieliminasi oleh tubuh, tidak atau
sedikit mendepresi fungsi respirasi dan kardiovaskuler, pengaruh
farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ, tanpa efek
samping (mual-muntah), menghasilkan pemulihan yang cepat. Untuk
mencapai tujuan diatas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa
obat atau cara anestesi lain. Kombinasi beberapa obat mungkin akan
saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh
obat yang lain.
Keuntungan anestesi intravena lebih dapat diterima pasien, tahap
yang tidak sadar lebih cepat dan lebih menyenangkan bagi ahli
anestesi. Oleh karena itu, agen intravena dapat digunakan sendiri
untuk menimbulkan anestesi.
Kekurangan anestesi intravena paling menonjol yaitu terjadi induksi
cepat dan depresi cerebrum yang jelas, seperti terlihat pada
gangguan pernapasan yang mengharuskan digunakannya ventilasi
dan ketidakstabilan  hemodinamik. Agen induksi intravena biasanya
digunakan bersama dengan anestesi inhalasi lain untuk mendapatkan
analgesia yang memadai dan dengan relaksan otot untuk
mendapatkan operasi yang optimum.
a. Barbiturat
Barbiturat bekerja menghambat pusat pernafasan di medula
oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi
dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit
menurun. Barbiturat berefek menghambat pusat pernafasan
dimedula oblongata. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi
jantung terhadap katekolamin. Contoh disini ialah penthotal atau
sodium thiopenton ialah obat anestesi intravena yang bekerja
cepat (short acting).
b. Propofol
Propofol menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik dan
juga tekanan darah. Relaksasi otot polos disebabkan oleh inhibisi
simpatik. Efek negatif inotropik disebabkan inhibisi uptake kalsium
intraseluler. Tergantung dosis, propofol dapat menyebabkan
depresi nafas dan apnoe sementara pada beberapa pasien setelah
induksi IV. Metabolisme propofol tejadi di hati (lebih cepat dari
pada eliminasi thiopental) tetapi klirens totalnya lebih besar dari
aliran darah hati yang menunjukkan bahwa ada eliminasi ekstra
hepatik. Sifat ini menguntungkan untuk pasien dengan gangguan
metabolisme hati. Kelebihan propofol ialah bekerja lebih cepat dari
pada thepental dan kurang menyebabkan mual-muntah
pascabedah.
c. Benzodiazepin
Benzodiazepin yang digunakan sebagai anastetik ialah diazepam,
lorazepam dan midazolam. Dengan dosis untuk induksi anastesia,
kelompok obat ini menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan
menimbulkan amnesia anterograd, tetapi tidak berefek analgesik.
Benzodiazepin juga digunakan untuk medikasi praanastetik
(sebagai neurolepanalgesia) dan untuk mengatasi konvulsi yang
disebabkan oleh anastetik lokal.
d. Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil dan sufentanil) untuk induksi
diberikan dosis tinggi. Opioid tidak menggangu kardiovaskular,
sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan
jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis induksi
20-50 mg/kg dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
Pentanil, sulfentanil, alventanil dan remiventanil adalah opioid
yang lebih banyak digunakan dibanding morfin karena
menimbulkan analgesia anastesia yang lebih kuat dengan depresi
nafas yang lebih ringan. Bila opioid diberikan dengan dosis lebih
besar atau berulang selama pembedahan, sedasi dan depresi nafas
dapat berlangsung lebih lama, ini dapat diatasi dengan nalokson.

C. Mekanisme Kerja Anastesi


1. Resistensi Bius
Ketika dilakukan anestesi, terkadang dapat terjadi seseorang tak mendapatkan efek bius
seperti yang diharapkan. Atau, yang kerap disebut resisten terhadap obat bius. Beberapa
kondisi yang bisa menyebabkan seseorang resisten terhadap obat bius di antaranya:
a. Pecandu alcohol
b. Pengguna obat psikotropika seperti morfin, ekstasi dan lainnya
c. Pengguna obat anelgesik
2. Agar Obat Bius Optimal & Aman
Untuk menghindari terjadinya efek samping dan resistensi terhadap obat bius, sebaiknya
pasien benar-benar memastikan kondisi tubuhnya cukup baik untuk menerima anestesi. 
a. Menghentikan penggunaan obat anelgetik, paling tidak 1-2 hari sebelum dilakukan
prosedur anestesi.
b. Menghentikan konsumsi obat-obatan yang berefek pada saraf pusat seperti morfin,
barbiturat, amfetamin dan lainnya,
c. Paling tidak 1-3 hari sebelum anestesi dilakukan.
d. Berhenti mengonsumsi alkohol paling tidak 2 minggu sebelum penggunaan anestesi,
e. Berhenti merokok setidaknya 2 minggu sebelum anestesi dilakukan.

D. Cara Penggunaan Anastesi


Kebutuhan dan cara kerja anestesi beranekaragam. Anestesi juga memiliki cara
penggunaan yang berbeda sesuai kebutuhannya. Tak hanya cara disuntikkan saja, tetapi juga
dihirup melalui alat bantu nafas. Beberapa cara penggunaan anestesi ini di antaranya :
1. Melalui Pernafasan
Beberapa obat anestesi berupa gas seperti isoflurane dan nitrous oxide, dapat
dimasukkan melalui pernafasan atau secara inhalasi. Gas-gas ini mempengaruhi kerja
susunan saraf pusat di otak, otot jantung, serta paru-paru sehingga bersama-sama
menciptakan kondisi tak sadar pada pasien.
Penggunaan bius jenis inhalasi ini lebih ditujukan untuk pasien operasi besar yang
belum diketahui berapa lama tindakan operasi diperlukan. Sehingga, perlu dipastikan
pasien tetap dalam kondisi tak sadar selama operasi dilakukan.
2. Injeksi Intravena
Sedangkan obat ketamine, thiopetal, opioids (fentanyl, sufentanil) dan propofol
adalah obat-obatan yang biasanya dimasukkan ke aliran vena. Obat-obatan ini
menimbulkan efek menghilangkan nyeri, mematikan rasa secara menyeluruh, dan
membuat depresi pernafasan sehingga membuat pasien tak sadarkan diri. Masa
bekerjanya cukup lama dan akan ditambahkan bila ternyata lamanya operasi perlu
ditambah.
3. Injeksi Pada Spinal/ Epidural
Obat-obatan jenis iodocaine dan bupivacaine yang sifatnya lokal dapat diinjeksikan
dalam ruang spinal (rongga tulang belakang) maupun epidural untuk menghasilkan
efek mati rasa pada paruh tubuh tertentu. Misalnya, dari pusat ke bawah.
Beda dari injeksi epidural dan spinal adalah pada teknik injeksi. Pada epidural,injeksi
dapat dipertahankan dengan meninggalkan selang kecil untuk menambah obat
anestesi jika diperlukan perpanjangan waktu tindakan. Sedang pada spinal
membutuhkan jarum lebih panjang dan hanya bisa dilakukan dalam sekali injeksi
untuk sekitar 2 jam ke depan.
4. Injeksi Lokal
Iodocaine dan bupivacaine juga dapat di injeksi di bawah lapisan kulit untuk
menghasilkan efek mati rasa di area lokal. Dengan cara kerja memblokade impuls
saraf dan sensasi nyeri dari saraf tepi sehingga kulit akan terasa kebas dan mati rasa.

E. Tanda Dan Stadium Anastesi Umum


Gambaran tradisional tanda dan stadium anestesi (tanda guedel) berasal terutama dari
penilitian efek diatil eter, yang mempunyai mula kerja sentral yang lambat karena
kelarutannya yang tinggi didalam darah. Stadium dan tanda ini mungkin tidak mudah
terlihat pada pemakaian anestetik modern dan anestetik intravena yang bekerja cepat.
Karenanya, pemakaian anestetik dipergunakan dalam bentuk kombinasi antara anestetik
inhalasi dengan anestetik intravena. Banyak tanda-tanda anestetik ini menunjukkan pada
efek obat anestetik  pernafasan, aktivitas refleks, dan tonus otot. Secara tradisional, efek
anestetik dapat dibagi 4 stadium peningkatan dalamnya depresi susunan saraf pusat, yaitu :

1.  Stadium analgesi
Pada stadium awal ini, penderita mengalami analgesi tampa disertaikehilangan
kesadaran. Pada akhir stadium 1, baru didapatkan amnesia dananalgesi
2. Stadium terangsang
Pada stadium ini, penderita tampak delirium dan gelisah, tetapih
kehilangan kesadaran. Volume dan kecepatan pernafasan tidak teratur, dapat terjadi
mual. Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi. Karena itu, harus
diusahakanuntuk membatasi lama dan berat stadium ini, yang ditandai
dengankembalinya pernafasan secara teratur.
3. Stadium operasi
Stadium ini ditandai dengan pernafasan yang teratur. Dan berlanjut
sampai berhentinya pernafasan secara total. Ada empat tujuan pada stadium III
digambarkan dengan perubahan pergerakkan mata, dan ukuran pupil, yangdalam
keadaan tertentu dapat merupakan tanda peningktan dalamnya anestesi.
4. Stadium depresi medula oblongatan
Bila pernafasan spontan berhenti, maka akan masuk kedalam stadium IV. Pada
stadium ini akan terjadi depresi berat pusat pernafasan dimedula oblongata dan pusat
vasomotor. Tampa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat meninggal.
Pada praktek anestesi modern, perbedaan tanda pada masing-masingstadium sering tidak
jelas. Hal ini karena mula kerja obat anestetik modern relatife lebih cepat dibandingkan
dengan dietil eter disamping peratan penunjang yangdapat mengontrol ventilasi paru
secara mekanis cukup tersedia. Selain itu, adanya obat yang diberikan sebelum dan
selama operasi dapat juga berpengaruh pada tanda-tanda anestesi. Atropin, digunakan
untuk mengurangi skresi, sekaligus mendilatasi pupil; obat-obatnya seperti tubokurarin
suksinilkolin yang dapat mempengaruhi tonus otot; serta obat analgetik narkotik yang
dapat menyebabkan efek depresan pada pernafasan.Tanda yang paling dapat diandalkan
untuk mencapai stadium operasi adalah hilangnya refleks kelopak mata dan adanya
pernapasan yang dalam dan teratur.

F. Sifat Anastesi
1. Tidak mengiritasi / merusak jaringan saraf secara permanen
2. Batas keamanan harus lebar
3. Larut dalam air
4. Stabil dalam larutan
5. Dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan
6. Indikasi & Keuntungan anastesi lokal
7. Penderita dalam keadaan sadar serta kooperatif.
8. Tekniknya relatif sederhana dan prosentase kegagalan dalam penggunaanya relatif kecil.
9. Pada daerah yang diinjeksi tidak terdapat pembengkakan.
10. Peralatan yang digunakan, sedikit sekali dan sederhana serta obat yang digunakan relatif
murah.
11. Dapat digunakan sesuai dengan yang dikehendaki pada daerah anatomi tertentu. Mula
kerja harus sesingkat mungkin, Durasi kerja harus cukup lama.

G. Tipe Anastesi
Beberapa tipe anestesi adalah :
1. Pembiusan total
Hilangnya kesadaran total
2. Pembiusan lokal
Hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah
tubuh).
3. Pembiusan regional
Hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif
pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.

H. Manfaat Anastesi
1. Digunakan sebagai diagnostic
Untuk menentukan sumber nyeri
2. Digunakan sebagai terapi,
Local anestesi merupakan bagian dari terapi untuk kondisi operasi yang sangat nyeri,
kemampuan dokter gigi dalam menghilangkan nyeri pada pasien meski bersifat
sementara merupakan ukuran tercapainya tujuan terapi
3. Digunakan untuk kepentingan perioperatif dan postoperasi.
Proses operasi yang bebas nyeri sebagian besar menggunakan anestesi local, mempunyai
metode yang aman dan efektif untuk semua pasien operasi dentoalveolar.
4. Digunakan untuk kepentingan postoperasi.
Setelah operasi dengan menggunakan anestesi umum atau lokal, efek anestesi yang
berlanjut sangat penting untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien.

I. Keuntungan Dan Kerugian Anastesi


1. Keuntungan :
a. Tidak diperlukan persiapan khusus pada pasien.
b. Tidak membutuhkan alat dan tabung gas yang kompleks
c. Tidak ada resiko obstruksi pernapasan. Durasi anestesi sedikitnya satu jam dan jika
pasien setuju dapat diperpanjang sesuai kebutuhan operasi gigi minor atau adanya
kesulitan dalam prosedur
d. Pasien tetap sadar dan kooperatif dan tidak ada penanganan pasca anestesi
e. Pasien-pasien dengan penyakit serius, misalnya penyakit jantung biasanya dapat
mentolerir pemberian anestesi lokal tanpa adanya resiko yang tidak diinginkan.
2. Kerugian :
a. Ini mungkin tidak bekerja dengan baik pada awal penggunaan
b. Menimbulkan rasa gatal atau demam
c. Pasien mungkin merasakan hanya mati rasa di bagian perut

J. Efek Samping Obat Anastesi Umum


1. Pada SSP
Beberapa obat anastesi merangsang kelenjar pituitari yang dapat
meningkatkan sekresi anti diuretik hormon (ADH). Hal ini
menyebabkan retensi urin setelah pembedahan efek ini teutama
terjadi pada lansia.
2. Pada jantung
Dapat merangsang timbulnya aritmia.
3. Pada bronkus
Anastesi yang diberikan secara inhalasi dapat menyebabkan iritasi
pada mukosa saluran pernafasan dan kelenjar liur. Iritasi
menyebabkan sekresi mukus meningkat, batuk dan kontraksi laring
pada pasien yang tidak sadar.
4. Pada GI
Mual dan muntah adalah efek samping yang paling umum selain
konstipasi setelah tindakan pembedahan.
5. Pada Hati 
Halotan dan enfluran bersifat hepatotoksik, pemberian berulang dapat
menyebabkan nekrosis hepar.
Ada beberapa macam efek samping yang umum ditimbulkan pada
penggunaan diantaranya :
a. Penurunan tekanan darah.
b. Sakit kepala (juga dikenal sebagai tulang punggung sakit kepala).
c. Pada bayi,mungkin membuat penurunan tekanan darah.
d. Sakit kepala juga sangat jarang, tetapi mungkin dapat terjadi.
e. Reaksi terhadap obat-obatan yang berlebihan, sepert ruam.
f. Pendarahan jika pembuluh darah yang secara tidak sengaja rusak.

K. Contoh Obat Anastesi Umum


1. Obat-obat Anestesi Inhalasi
Obat yang tergolong obat Anestesi Inhalasi adalah: Halotan, enfluran, isofluran,
sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane merupakan cairan yang mudah menguap.
a. Halothane
1) Bau dan rasa tidak menyengat.
2) Khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi khasiat analgetisnya dan daya relaksasi
ototnya ringan. Halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan
suatu relaksans oto, seperti galamin atau suksametonium.
3) Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat, mudah digunakan,
tidak merangsang mukosa saluran napas.
4) Bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli
danmengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi.
5) Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide, klorida
anorganik, dan trifluoacetik acid.
6) Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi,
jika penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.
7) Dosis: tracheal 0,5-3 v%.
b. Enfluran
1) Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis pembedahan, juga
sebagai analgetikum pada persalinan. Memiliki daya relaksasi otot dananalgetis
yang baik, melemaskan otot uterus, dan tidak begitu menekanSSP.
2) Resorpsinya setelah inhalasi , cepat dengan waktu induksi 2-3 menit. Sebagian
besar diekskresikan melalui  paru-paru dalam keadaan utuh, dansisanya diubah
menjadi ion fluoride bebas.
3) Efek samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP.
Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil), serta mual dan muntah, dapat
meningkatkan perdarahan pada saat persalinan, SC, danabortus.
c. Isofluran (Forane)
1) Bau tidak enak 
2) Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik.
3) Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,meningkatnya
jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah,dan keadaan tegang
d. Desfluran
1) Dessfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya
mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap.
2) Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.
3) Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksianeste
e. Sevofluran
1) Merupakan halogenasi eter 
2) Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran
3) Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas
4) Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek
terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporantoksik
terhadap hepar 
2. Obat-Obat Anastesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital); benzodiazepine
(midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl,sufentanil, alfentanil,
remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa arylcylohexylamine yang dapat
menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan obat-obat lain ( droperianol, etomidate,
dexmedetomidine).
a. Barbiturat
1) Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis
2) Mengambat pernapasan di medula oblongata, menghambat kontraksi
otot. jantung, tdk timbulkan sensitisasi jantung thd ketekolamin
3) Dosis : induksi = 2 mg/kgBB (i.v) dlm 60 dtk; maintenance = ½ dosisinduksi.
a) Na tiopental :
Induksi : dosis tgt BB, keadaan fisik dan penyakit
Dws : 2-4ml lar 2,5% scr intermitten tiap 30-60 dtk ada capaian.
b) Ketamin
Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dg kerja singkat. Analgesik kuat
utk sistem somatik, lemah utk sistem viseralKetamin sering menimbulkan
takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyerikepala, pasca anestesi dapat
menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur,dan mimpi buruk. Dosis 0.1
mg/kg intravena dan untuk mengurangisalivasi diberikan sulfas atropin 0.001
mg/kg.
b. Fentanil dan droperidol
1) Analgesik & anestesi neuroleptik 
2) Kombinasi tetap. Aman diberikan pada penyakit yg alami hiperpireksia
anestesi umum lain
3) Fentanil : masa kerja pendek, mula keja cepat.
4) Droperidol : masa kerja lama& mula kerja lambat
c. Propofol
1) Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg).
2) Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa
detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.
3) Dosis untuk anestesi intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi
untuk  perawatan intensif 0.2 mg/kg. Pada manula dosis harus dikurangi,
pada anak <3 tahun dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.
4) Interaksi obat
Propofol di kombinasikan dngan opiate,N2O dengan propofol IV 1,5-2,5 mg akan
menimbulkan induksi anastesia, tetapi dengan pemulihan cepat dan pasien akan
merasa lebih baik,di nbanding pengunaan anastetik lain. Studi klinis menunjukkan
bahwa injeksi propofol bila digunakan dalam kombinasi dengan hypocarbia
meningkatkan serebrovaskular resistensi dan penurunan otak aliran darah, otak
metabolik oksigen konsumsi, dan intrakranial tekanan. propofol injeksi Emulsion
serebrovaskular tidak mempengaruhi perubahan reaktivitas karbon dioksida arteri
ketegangan,dan efek profol terhadap pernapaan mirip dengan efek thiopental sesuda
pemberian IV yakin terjadi depresi napas sampai apnoe asampai 30 detik, hal ini di
perkuat bila di gunakan opioid sebagai medikasi pra-anastesik\
d. Diazepam
1) Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan kegelisahan,efek
relaksasi otot yang bekerja secara sentral, dan bila diberikan secara intravena
bekerja sebagai antikejang. Respon obat bertahan selama 12-24 jam menjadi
nyata dalam 30-90 mnt setelah pemberian secara oral dan 15 menit setelah
injeksi intravena.
2) Kontraindikasi: hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian parenteral
dikontra indikasikan pada pasien syok atau koma
3) Dosis : induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB
e. Opioid
1) Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosistinggi.
2) Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk
induksi pasien dengan kelainan jantung.
3) Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg, dilanjutkan
dengan dosis rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Jadi “Anastesi” adalah untuk menyediakan, atau menghilangkan rasa sakit. Memblokir
impuls saraf dari bagian bawah segmen tulang belakang yang mengakibatkan penurunan
sensasi di bagian bawah tubuh.Obat epidural jatuh ke dalam kelas obat yang disebut bius
lokal seperti bupivacaine, chloroprocaine, atau lidokain.. Mereka sering
disampaikan dalam kombinasi dengan opioid atau narkotika,
seperti fentanyl dan sufentanil, untuk mengurangi dosis yang diperlukan bius lokal.
Anestesi juga mempunyai beberapa cara penggunaannya yaitu :
1.      Melalui pernapasan
2.      Injeksi Intravena
3.      Injeksi pada spinal/epidural
4.      Injeksi Lokal

B. SARAN
Dengan makalah ini diharapkan agar mahasiswa dapat memahami tentang Anestesi agar
lebih mengetahui tujuan dan manfaat Anestesi.
DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, S., G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa:
Bagian Farmaakologi FKUI. Jakarta.

Latief, S.,A. 2010. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi II. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif FKUI. Jakarta.

Morgan, GE. dan Mikhal MS. 1995. Clinical Anesthesiology Edisi IV. Appletion and Lange.
Stanford.

Priyanto dan Batubara L. 2010. Farmakologi Dasar. Leskonfi. Depok.

Sabiston, DC. 1995. Buku Ajar Bedah BAgian 1, EGC. Jakarta.

Soerasdi, E. dkk. 2010. Buku Saku Obat Anesthesia Sehari-hari. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai