Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dengan
penggunaan obat dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak zaman kuno, termasuk
dengan pemberian ethanol dan opium secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari penggunaan
obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William Morton di Boston pada tahun 1846
dengan menggunakan diethyl eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh
O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu oleh orang Mesir
menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica dan pemukulan kepala
dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran. Sehingga dengan perkembangan
teknologi obat anestesi berkembang pesat saat ini. Obat anestesi adalah obat yang digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi lokal.
Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umum
ini digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta
menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat
memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya
digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal
adalah obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang
serabut saraf secara reversibel. Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada
tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-operasi maka dokter dapat memberi
anestesi lokal pada area pembedahan (Neal, 2006).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Anestesi
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani, an artinya tidak atau
tanpa dan aesthtos artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa. Secara umum berarti
anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah obat
yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi
(Kartika Sari, 2013).
Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa
sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.
2.1.1 Definisi Anestesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang kesadaran. Ada
juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak terdapatnya sensasi yang berhubungan
dengan hilangnya kesdaran yang reversibel (Neal, 2006).
Anestesi umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan
depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pingsan. Anestesi
digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan
nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini
secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi
hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot (Kartika Sari, 2013).
2.1.2 Definisi Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke
sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatalgatal, panas atau dingin (Kartika Sari, 2013).

Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan (misalnya,
adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya, lidokain) menghambat
konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan
sentuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya, penggosongan kandung kemih). Anestesi
lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk
menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat memberi anestesi lokal pada area
pembedahan.
2.2 Klasifikasi Obat Anestesi
Klasifikasi anestesi ada dua kelompok, yaitu anestesi umum dan lokal.
2.2.1

Anestesi umum
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana

seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya
dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap
dan obat anestesi yang diberikan secara intravena.
2.2.1.1 Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi
dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam
darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat
anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan
sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose
Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :

Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)


Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan
bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar 50 atmosfir.
N2O mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N 2O dalam oksigen
efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek
analgesik maksimum 35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan
100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi
kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya

hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan

analgesik pada saat proses persalinan dan pencabutan gigi.


Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna,
lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas
ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method.
Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3
menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2
dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%,
tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan
1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk
mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum
inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit
sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada
anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot
jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga
siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat
menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole
atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah
kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi.
Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah
waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi
siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi
dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi.
Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen.
Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan
untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.

2.2.1.2 Obat Anestesi yang Menguap

Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu
berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relatif
mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan
dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini
diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah
tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi
dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang
menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter
misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil
klorida, dan trikloretilen.
Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :

Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar,
mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat sekali, dengan
kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi penderita masih
sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek
sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare,
sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan
neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan
kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter diabsorpsi dan
disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu,

keringat dan difusi melalui kulit utuh.


Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak
mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak,
tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam
halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini
harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi
relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit
untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar
minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.

Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah
meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik,
metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal
0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia.
Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak
menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita
asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi
tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat
hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.

Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan
mempunyai titik didih 12-13C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap
dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan
etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit
dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena
itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya
digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30
detik.

Etilkloroda

digunakan

juga

sebagai

anestetik

lokal

dengan

cara

menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar
dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya
penyembuhan.

Trikloretilen

Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti
kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu
pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic
trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik,
maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk
anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1
dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap

katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen
tidak mengiritasi saluran nafas.
2.2.1.3 Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan
obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan
saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Termasuk
golongan obat ini adalah:
Barbiturat
Barbiturat menghilangkan

kesadaran

dengan

blockade

system

sirkulasi

(perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil


terjadi penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis
ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat sehingga respons korteks menurun.
Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat pusat pernafasan di medulla
oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh
barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang,
curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi jantung
terhadap katekolamin. Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:
o Natrium thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari
berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang
dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai
tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan
interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat
badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg.
Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml
larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada
anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30
mg/kgBB.
o Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan
intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai,

dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan
secara terus menerus (drip)
o Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara
intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau
bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
o Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif
aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja
singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk
sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang
tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi
nadi dan curah jantung sampai 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan
laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang
dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati,
kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara
intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai
dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan
setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB,
stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
o Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan
analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahanlahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila
sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja
(0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan
fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum
lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
o Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara
lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap

efek penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam


digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi
dan prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan
penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek
anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa
pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan
untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
o Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini
tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse
terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat
menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan
frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak
(35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik
ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat
nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena
besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.
o Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa
minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian
anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti
tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan
thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek
ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung.
Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak
fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan
intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.
2.2.2 Anestesi Lokal

Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf Pusat dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian
tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak juga yang menyebut
anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi
umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:

Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan
amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai

prototip.
Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.

Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
a. Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka
di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses
penyembuhan luka.
b. Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan
yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
c. Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan
terapi.
d. Anestesi Spinal

Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang dada
hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian
bawah, perineum atau tungkai bawah.
2.2.3 Mekanisme Kerja Obat Anestesi
2.2.3.1 Mekanisme Kerja Anestesi Umum
Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron
berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang
masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot
maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini
pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya
sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi
inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat
mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas atau uap yang
diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan dengan anastesi intravena adalah
kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi
konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan
oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya
berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk
hidrat dengan air yang bersifat stabil
Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja
anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya
desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi.
Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum
dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat
gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian
mengakibatkan anastesia.

2.2.3.2 Mekanisme Kerja Anestesi Lokal


Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi lokal melakukan
penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut lemak. Anestesi lokal bersifat tergantung
pemakaian artinya derajat blok porsional terhadap stimulasi saraf. Hal ini menunjukkan bahwa
makin banyak molekul obat memasuki kanal Na+ ketika kanal-kanal terbuka menyebabkan lebih
banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti miokard bila konsentrasinya
dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya mencakup sistem saraf pusat. Adapun
mekanisme kerja meliputi :
1. Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
2. Tempat kerja terutama di membran sel
3. Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi menjadikan ambang
rangsang membran meningkat
4. Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
5. Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na, terjadi blokade sehingga hambat gerak
ion via membran.
2.2.3.3 Aktifitas Obat Anestesi
Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat
dan dapat menembus membrann sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
2. Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3. Konsentrasi obat anestetika lokal
Lama kerja anestesi lokal dipengaruhi oleh:
1. Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein
2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.
2.2.3.4 Kontra Indikasi Obat Anestesi
Kontra Indikasi Anastesi Umum
Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami
kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap hepar
atau dosis obat diturunkan
b. Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran
darah koroner

c. Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal


d. Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan
pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa
menyebabkan peninggian gula darah.
Kontra Indikasi Anastesi Lokal
a.

Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah diketahui.

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik tertentu.
Kurangnya prasarana resusitasi.
Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
Infeksi lokal pada tempat suntikan.
Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk

k.

bekerja dengan sempurna.


Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.

2.2.3.5 Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Anestesi


Farmakokinetik Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat.
Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada
banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding dengan
tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan secara bergantian dalam
membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat
anestetik yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat
anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini
bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang dihisap, laju ventilasi
paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi (tekanan parsial) obat anestesi antara
darah arteri dan campuran darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a) Kelarutannya

Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik dari paru
kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas merupakan indeks kelarutan
yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas relative suatu obat anestetik terhadap darah
dibandingkan dengan udara.
b) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai efek langsung
terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam alveolus maupun kecepatan
peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c) Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri bergantung pada
kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini bervariasi sesuai dengan
pembagian koefisien darah; gas.
d) Aliran darah paru
Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan mempengaruhi transfer obat
anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan memperlambat kecepatan peningkatan tekanan
darah arteri, terutama oleh obat anestetik dengan kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.
e) Gradient konsentrasi arteri-vena
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran terutama
bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada jaringan itu, yang bergantung
pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.
Farmakodinamik Anastesi Umum
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan
meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang, akan terjadi
penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate dan
benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisinaptik tidak
bekerja. Kerja tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik
lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah
bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan
aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang
rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch clamp, menunjukkan

bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran
kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik.
Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai reseptor GABA
akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi, tehadap penurunan sensitivitas.
Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan GABA juga telah dilaporkan
pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran neuronal
belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara molekul
anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran protein yang spesifik. Mekanisme ini
telah diperkenalkan pada penilitian interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik
interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi
alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yang nyata diantara
anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan dengan membran
matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.

Farmakokinetik Anastesi Lokal


Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang
akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam
memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja
anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal
anestesi lokal bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek
anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan
sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik
anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan
ini menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain,
lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh
kadar obat lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat
yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya saja.

Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus
intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan
lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam
organ yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat
yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena
waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit
yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal
yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama
sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh
tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase
(pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat
singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi
lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh,
pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari
pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini
berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1.

Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi

2.

kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.


Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan

3.

dengan protein akan semakin lama durasi nya.


pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa
makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi
cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam
(jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat
menjadi lebih lama. Haltersebut karena suasana asam akan menghambat
terbentuknya

asam

bebas

yang diperlukan

untuk

anestesi. Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:


Kadar obat dan potensinya
Jumlah pengikatan obat oleh protein
Pengikatan obat ke jaringan local

menimbulkan

efek

Kecepatan metabolism
Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor
(epinefrin) ditambah anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal
dan mengurangi absorpsi sistemik.
Farmakodinamik Anastesi Lokal
Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan
cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai
akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka.
Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium
(sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan
ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada
otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran
dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu
serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan
muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan
melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan
anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan
menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka
propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil
yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul
lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi
mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air
yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam
air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan
masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser
atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.

a. Aksi Terhadap Saraf


Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas
pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan
membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran
dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil
B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu,
serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor
dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:

Efek diameter serabut

Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana
propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan
constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut
dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh
anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah
jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat
serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada
ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum
serabut C kecil yang tidak bermielin.

Efek frekuensi letupan

Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti


langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris,
terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi yang
relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat
dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut
berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut
ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.

Efek posisi saraf dalam bundle saraf

Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan
oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke

dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum
penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi
muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi
obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
2.2.3.6 Efek Samping Obat Anestesi
Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah
tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak
meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh
tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a. Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
b. Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata
c.
d.
e.
f.
g.

terus terbuka (golongan Ketamin).


Depresi pada susunan saraf pusat.
Nyeri tenggorokan.
Sakit kepala.
Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan,

enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h. Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek
ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf
simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
i. Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien
perlu dihidratasi secukupnya.
k. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil)
pasca-bedah.
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat
terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi dalam
jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah
dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko yang

mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi
dosis.
Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam
darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem
organ tubuh, yaitu:
Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan
menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan
kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena
kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan
anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila
harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin;
seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik
terhadap jaringan saraf.
Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung
dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi
lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung,
eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan
kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula
terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan
penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin
menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat.

2.2.3.7 Syarat-syarat Ideal Obat Anestesi


Syarat Ideal Anestesi Umum
a) Memberi induksi yang halus dan cepat.
b) Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c) Timbulkan keadaan amnesia
d) Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernafasan.
e) Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk
tempat operasi.
f) Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang
berlangsung lama
Syarat Ideal Anestesi Lokal
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen


Batas keamanan harus lebar
Tidak boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
Tidak menimbulkan alergi.
Harus netral dan bening.
Toksisitas harus sekecil mungkin.
Reaksi terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.
Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang

yang cukup lama


i) Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap
pemanasan.

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yangbersifat reversibel dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya
dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap
dan obat anestesi yang diberikan secara intravena. Anestesi umum yang ideal akan bekerja secara
tepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian
dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin. Obat
anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa
ester, senyawa amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan
atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah
anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
B.

Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran dan semoga

bisa menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi
lokal sehingga materi yang disampaikan dan dimengertidalam farmakologi dapat diterima
dengan baik. Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini
disalahgunakan, tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang
awam yang tak tahu apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas Indonesia
Syamsuni, H.A,Drs.2006.ilmu Resep.EGC.Jakarta
Olson, James. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. EGC: Jakart
Drs Tan Hoan Tjay, Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat Obat Penting. Elexmedia

Komputindo:Jakarta.
5. Katzung, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba
Medika:Jakarta.
6. MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 9 2009/2010. BIP Kelompok Gramedia: Jakarta.
7. ISO Indonesia Vol. 42. 2007. Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai