PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dengan
penggunaan obat dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak zaman kuno, termasuk
dengan pemberian ethanol dan opium secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari penggunaan
obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William Morton di Boston pada tahun 1846
dengan menggunakan diethyl eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh
O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu oleh orang Mesir
menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica dan pemukulan kepala
dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran. Sehingga dengan perkembangan
teknologi obat anestesi berkembang pesat saat ini. Obat anestesi adalah obat yang digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi lokal.
Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umum
ini digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta
menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat
memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya
digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal
adalah obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang
serabut saraf secara reversibel. Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada
tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-operasi maka dokter dapat memberi
anestesi lokal pada area pembedahan (Neal, 2006).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Anestesi
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani, an artinya tidak atau
tanpa dan aesthtos artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa. Secara umum berarti
anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah obat
yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi
(Kartika Sari, 2013).
Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa
sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.
2.1.1 Definisi Anestesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang kesadaran. Ada
juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak terdapatnya sensasi yang berhubungan
dengan hilangnya kesdaran yang reversibel (Neal, 2006).
Anestesi umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan
depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pingsan. Anestesi
digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan
nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini
secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi
hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot (Kartika Sari, 2013).
2.1.2 Definisi Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke
sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatalgatal, panas atau dingin (Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan (misalnya,
adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya, lidokain) menghambat
konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan
sentuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya, penggosongan kandung kemih). Anestesi
lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk
menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat memberi anestesi lokal pada area
pembedahan.
2.2 Klasifikasi Obat Anestesi
Klasifikasi anestesi ada dua kelompok, yaitu anestesi umum dan lokal.
2.2.1
Anestesi umum
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya
dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap
dan obat anestesi yang diberikan secara intravena.
2.2.1.1 Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi
dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam
darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat
anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan
sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose
Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu
berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relatif
mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan
dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini
diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah
tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi
dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang
menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter
misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil
klorida, dan trikloretilen.
Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :
Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar,
mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat sekali, dengan
kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi penderita masih
sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek
sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare,
sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan
neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan
kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter diabsorpsi dan
disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu,
Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah
meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik,
metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal
0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia.
Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak
menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita
asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi
tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat
hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan
mempunyai titik didih 12-13C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap
dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan
etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit
dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena
itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya
digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30
detik.
Etilkloroda
digunakan
juga
sebagai
anestetik
lokal
dengan
cara
menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar
dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya
penyembuhan.
Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti
kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu
pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic
trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik,
maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk
anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1
dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap
katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen
tidak mengiritasi saluran nafas.
2.2.1.3 Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan
obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan
saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Termasuk
golongan obat ini adalah:
Barbiturat
Barbiturat menghilangkan
kesadaran
dengan
blockade
system
sirkulasi
dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan
secara terus menerus (drip)
o Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara
intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau
bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
o Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif
aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja
singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk
sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang
tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi
nadi dan curah jantung sampai 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan
laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang
dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati,
kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara
intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai
dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan
setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB,
stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
o Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan
analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahanlahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila
sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja
(0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan
fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum
lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
o Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara
lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf Pusat dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian
tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak juga yang menyebut
anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi
umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan
amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai
prototip.
Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
a. Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka
di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses
penyembuhan luka.
b. Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan
yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
c. Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan
terapi.
d. Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang dada
hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian
bawah, perineum atau tungkai bawah.
2.2.3 Mekanisme Kerja Obat Anestesi
2.2.3.1 Mekanisme Kerja Anestesi Umum
Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron
berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang
masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot
maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini
pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya
sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi
inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat
mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas atau uap yang
diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan dengan anastesi intravena adalah
kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi
konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan
oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya
berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk
hidrat dengan air yang bersifat stabil
Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja
anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya
desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi.
Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum
dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat
gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian
mengakibatkan anastesia.
Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah diketahui.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik tertentu.
Kurangnya prasarana resusitasi.
Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
Infeksi lokal pada tempat suntikan.
Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk
k.
Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik dari paru
kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas merupakan indeks kelarutan
yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas relative suatu obat anestetik terhadap darah
dibandingkan dengan udara.
b) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai efek langsung
terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam alveolus maupun kecepatan
peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c) Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri bergantung pada
kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini bervariasi sesuai dengan
pembagian koefisien darah; gas.
d) Aliran darah paru
Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan mempengaruhi transfer obat
anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan memperlambat kecepatan peningkatan tekanan
darah arteri, terutama oleh obat anestetik dengan kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.
e) Gradient konsentrasi arteri-vena
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran terutama
bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada jaringan itu, yang bergantung
pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.
Farmakodinamik Anastesi Umum
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan
meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang, akan terjadi
penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate dan
benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisinaptik tidak
bekerja. Kerja tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik
lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah
bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan
aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang
rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch clamp, menunjukkan
bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran
kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik.
Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai reseptor GABA
akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi, tehadap penurunan sensitivitas.
Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan GABA juga telah dilaporkan
pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran neuronal
belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara molekul
anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran protein yang spesifik. Mekanisme ini
telah diperkenalkan pada penilitian interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik
interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi
alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yang nyata diantara
anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan dengan membran
matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus
intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan
lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam
organ yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat
yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena
waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit
yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal
yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama
sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh
tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase
(pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat
singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi
lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh,
pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari
pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini
berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1.
2.
3.
asam
bebas
yang diperlukan
untuk
menimbulkan
efek
Kecepatan metabolism
Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor
(epinefrin) ditambah anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal
dan mengurangi absorpsi sistemik.
Farmakodinamik Anastesi Lokal
Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan
cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai
akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka.
Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium
(sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan
ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada
otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran
dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu
serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan
muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan
melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan
anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan
menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka
propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil
yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul
lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi
mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air
yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam
air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan
masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser
atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana
propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan
constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut
dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh
anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah
jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat
serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada
ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum
serabut C kecil yang tidak bermielin.
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan
oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke
dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum
penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi
muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi
obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
2.2.3.6 Efek Samping Obat Anestesi
Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah
tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak
meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh
tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a. Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
b. Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata
c.
d.
e.
f.
g.
enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h. Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek
ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf
simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
i. Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien
perlu dihidratasi secukupnya.
k. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil)
pasca-bedah.
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat
terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi dalam
jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah
dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko yang
mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi
dosis.
Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam
darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem
organ tubuh, yaitu:
Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan
menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan
kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena
kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan
anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila
harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin;
seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik
terhadap jaringan saraf.
Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung
dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi
lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung,
eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan
kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula
terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan
penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin
menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yangbersifat reversibel dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya
dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap
dan obat anestesi yang diberikan secara intravena. Anestesi umum yang ideal akan bekerja secara
tepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian
dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin. Obat
anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa
ester, senyawa amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan
atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah
anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
B.
Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran dan semoga
bisa menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi
lokal sehingga materi yang disampaikan dan dimengertidalam farmakologi dapat diterima
dengan baik. Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini
disalahgunakan, tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang
awam yang tak tahu apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas Indonesia
Syamsuni, H.A,Drs.2006.ilmu Resep.EGC.Jakarta
Olson, James. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. EGC: Jakart
Drs Tan Hoan Tjay, Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat Obat Penting. Elexmedia
Komputindo:Jakarta.
5. Katzung, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba
Medika:Jakarta.
6. MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 9 2009/2010. BIP Kelompok Gramedia: Jakarta.
7. ISO Indonesia Vol. 42. 2007. Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia: Jakarta