Anda di halaman 1dari 24

obat anastesi umum dan lokal

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekarang ini usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
sakit dengan penggunaan obat dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak zaman
kuno, termasuk dengan pemberian ethanol dan opium secara oral. Pembuktian ilmiah pertama
dari penggunaan obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William Morton di Boston
pada tahun 1846 dengan menggunakan diethyl eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan
pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan
dahulu oleh orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica
dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran. Sehingga
dengan perkembangan teknologi obat anestesi berkembang pesat saat ini. Obat anestesi
adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam
tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi lokal
Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umum ini
digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan
serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat
memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya
digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal
adalah obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang
serabut saraf secara reversibel. Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor
pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-operasi maka dokter dapat
memberi anestesi lokal pada area pembedahan (Neal, 2006).

Oleh karena itu, penulis tertarik membuat makalah yang berjudul “obat-obat
anestesi umum dan lokal” yang akan membahas obat anestesi umum dan lokal baik dari
pengertian, klasifikasi, mekanisme kerja, aktivitas obat, kontra indikasi, farmakokinetik dan
farmakodinamik, efek samping, dan syarat ideal obat-obat anestesi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang di maksud dengan obat anestesi umum dan lokal ?
2. Apa saja klasifikasi obat anestesi umum dan lokal ?
3. Bagaimana mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal ?
4. Bagaimana aktifitas obat anestesi umum dan lokal ?
5. Apa saja kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal ?
6. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat anestesi umum dan lokal ?
7. Apa saja efek samping dari obat anestesi umum dan lokal ?
8. Apa saja syarat ideal dari obat anestesi umum dan lokal ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar pemaca mengetahui obat-obat
anestesi umum dan lokal.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengertian obat anestesi umum dan lokal
b. Untuk mengetahui klasifikasi dari obat anestesi umum dan lokal
c. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal
d. Untuk mengetahui aktivitas obat-obat anestesi umum dan lokal
e. Untuk mengetahui kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal
f. Untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi umum dan lokal
g. Untuk mengetahui efek samping obat anestesi umum dan lokal
h. Untuk mengetahui syarat ideal obat anestesi umum dan lokal

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Perawat
Sebagai menambah pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum dan lokal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum dan
lokal.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Anestesi
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya “tidak
atau tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara umum
berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat
anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-
macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak
ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan anestesi
umum.
1. Definisi Anestesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang kesadaran. Ada
juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak terdapatnya sensasi yang berhubungan
dengan hilangnya kesdaran yang reversibel (Neal, 2006).
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan
depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan.
Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan
serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat
memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya
digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot (Kartika Sari, 2013).

2. Definisi Anestesi Lokal


Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf
ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri,
gatal-gatal, panas atau dingin (Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan
(misalnya, adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya,
lidokain) menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan
kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya, penggosongan
kandung kemih). Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat
bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat memberi anestesi
lokal pada area pembedahan.

B. Klasifikasi Obat Anestesi


Klasifikasi anestesi ada dua kelompok, yaitu :
1. Anestesi Umum
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu
obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan
secara intravena.
a. Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk
induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan
parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesi dan efek letal
cukup lebar. Obat anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru,
masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.

Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :


1) Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan
tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek
analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg
morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum ± 35% . Gas ini sering
digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa
sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk
mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk
mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan pencabutan gigi.
2) Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih
berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah
terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative
tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1
dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume,
tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50%
volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa
hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan
pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup
baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat
terjadi pada anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot
jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan
merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia
jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular,
ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan
sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan
terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan
delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam
badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap
macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan
oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan
untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.

b. Obat Anestesi yang Menguap


Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu
berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan
relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan
jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk
mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang
diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk
mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru
diberikan anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter
misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran,
etil klorida, dan trikloretilen.
Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :
1) Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar,
mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat sekali, dengan kadar
dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi penderita masih sadar. Eter
pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan
neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh
neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin,
streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter
diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air
susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
2) Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah
meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja,
magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel,
titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang
disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik.
Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan
kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3) Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak,
tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran
mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah
dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi
dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga
dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung
terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan.
Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan
hati.
4) Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan
mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan
menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat
terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu
pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen
sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi
dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga
sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku.
Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan
resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
5) Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti
kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan
terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup
kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan
pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen
tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen
menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch
receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.

c. Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)


Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan
obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan
saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.
Termasuk golongan obat ini adalah:
1) Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan)
di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan sistem
penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat
sehingga respons korteks menurun. Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat
pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi
dihambat oleh barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan
berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi jantung
terhadap katekolamin.

Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:

a) Natrium thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari berat
badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan
2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang
diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis
1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg
dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa
diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk
anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan
dosis 30 mg/kgBB.
b) Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena
secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis penunjang
0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus
(drip)
c) Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara intravena
dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan
secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
2) Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman.
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat
analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi.
Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%.
Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan
halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan
dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi
ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi
dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan
setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium
operasi terjadi dalam 12-25 menit.
3) Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia
neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara
intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk.
Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit)
bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada
penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
4) Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat,
tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat
neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan
sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi
anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan
ultra short acting barbiturate, efek anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula
kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi
preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
5) Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak
berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus
bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung ,
isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat
kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak,
dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat
menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan
menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti
meperidin.
6) Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak
pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum
intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang
terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan
tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi
perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi
trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak,
dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.

2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf Pusat
dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau
dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian
tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak juga yang
menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran
umum (anestesi umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1. Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida.
Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2. Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
3. Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
a) Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka
di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses
penyembuhan luka.
b) Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan
yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
c) Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik
dan terapi.
d) Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang
dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian
bawah, perineum atau tungkai bawah.
C. Mekanisme Kerja Obat Anestesi
1. Mekanisme Kerja Anestesi Umum
a. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas
neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan
terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat
melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang
secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang
kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan
pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah
kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi
konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan
dengan anastesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman
anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi
umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-
zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah
pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil
b. Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula
kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru,
misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk
induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat
cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum
dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil.
Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian
mengakibatkan anastesia.

2. Mekanisme Kerja Anestesi Lokal


Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi lokal
melakukan penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut lemak. Anestesi lokal bersifat
tergantung pemakaian artinya derajat blok porsional terhadap stimulasi saraf. Hal
ini menunjukkan bahwa makin banyak molekul obat memasuki kanal Na+ ketika kanal-kanal
terbuka menyebabkan lebih banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti
miokard bila konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya
mencakup sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja meliputi :
1. Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
2. Tempat kerja terutama di membran sel
3. Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi menjadikan ambang rangsang
membran meningkat
4. Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
5. Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na, terjadi blokade sehingga hambat gerak ion via
membran.

D. Aktifitas Obat Anestesi


1. Aktifitas Obat Anestesi Lokal
Aktifitas obat anastesi lokal, yaitu:
a) Mula Kerja Anestesi lokal yaitu:
Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
1) pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkatdan dapat
menembus membrann sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
2) Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3) Konsentrasi obat anestetika lokal

b) Lama kerja Anestesi lokal, yaitu:


Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi oleh:
1) Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein
2) Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
3) Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.

E. Kontra Indikasi Obat Anestesi


1. Kontra Indikasi Anastesi Umum
Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami
kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap hepar atau
dosis obat diturunkan
b. Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran darah koroner
c. Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat
yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa menyebabkan peninggian
gula darah.

2. Kontra Indikasi Anastesi Lokal


Kontra indikasi anestesi lokal yaitu:
1) Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah diketahui. Kejadian ini
mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
2) Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik tertentu.
3) Kurangnya prasarana resusitasi.
4) Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
5) Infeksi lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
6) Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
7) Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
8) Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
9) Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
10) Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk bekerja
dengan sempurna.
11) Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.
F. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Anestesi
1. Farmakokinetik Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat.
Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada
banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding dengan
tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan secara bergantian
dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya
konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan anestesi memerlukan
transfer obat anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian
konsentrasi ini bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang
dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi (tekanan
parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a) Kelarutannya
Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik dari paru
kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas merupakan indeks
kelarutan yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas relative suatu obat anestetik
terhadap darah dibandingkan dengan udara.
b) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai efek
langsung terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam alveolus maupun
kecepatan peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c) Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri bergantung pada
kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini bervariasi sesuai dengan
pembagian koefisien darah; gas.

d) Aliran darah paru


Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan mempengaruhi transfer
obat anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan memperlambat kecepatan peningkatan
tekanan darah arteri, terutama oleh obat anestetik dengan kelarutan drah yang sedang sampai
tinggi.
e) Gradient konsentrasi arteri-vena
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran terutama
bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada jaringan itu, yang bergantung
pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.

2. Farmakdinamik Anastesi Umum


Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan
meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang, akan terjadi
penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate dan
benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisinaptik tidak
bekerja. Kerja tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik
lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah
bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan
aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan
ambang rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch clamp,
menunjukkan bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk
mengaktifkan saluran kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik
pada sinaps, kolinergik. Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang
diperantai reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi,
tehadap penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan
GABA juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran
neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara
molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran protein yang spesifik.
Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penilitian interaksi gas dengan saluran
kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan
tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur
yang nyata diantara anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini
dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.

3. Farmakokinetik Anastesi Lokal


Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang
akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam
memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja
anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal
anestesi lokal bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja
efek anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan
vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin
mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan
mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang massa
kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak untuk
prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan
efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah
hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus
intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan
lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam
organ yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi
lambat yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan
usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya
tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi
metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena
anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau
tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah
diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase
(pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang
sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan
anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai
contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih
lambat dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan
pembersihan ini berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom
hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan
dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan
dengan protein akan semakin lama durasi nya.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa
makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung
mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan
menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut
karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk
menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:
a) Kadar obat dan potensinya
b) Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c) Pengikatan obat ke jaringan local
d) Kecepatan metabolisme
e) Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin) ditambah
anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
4. Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
a. Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan
cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai
akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka.
Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium
(sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat.
Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan
yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua
jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran
dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu
serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan
muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya
kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil
dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap
saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik
kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi
lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat
jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak
molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium.
Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan
kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain
lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir
lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein
dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.
b. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja
terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf
akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas
dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf,
serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat
kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya
menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
 Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana
propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan
constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek
serabut dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan
impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh
anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin
terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk
menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak
bermielin pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat
dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.
 Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti
langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut
sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi
yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih
lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut
berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu,
serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.
 Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle
dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara
suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor
terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi
hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian
menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.

G. Efek Samping Obat Anestesi


1. Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak
mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni organ
(jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak
mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).

b) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus
terbuka (golongan Ketamin).

c) Depresi pada susunan saraf pusat.

d) Nyeri tenggorokan.

e) Sakit kepala.

f) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.

g) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran
dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.

h) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini juga
ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis, maka efek
keseluruhannya menjadi ringan.

i) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.

j) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu
dihidratasi secukupnya.

k) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca-
bedah.

Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat
terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi
dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang
terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping
dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang
tidak melebihi dosis.

2. Efek Samping Anestesi Lokal


Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam
darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem organ
tubuh, yaitu:
a) Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan
menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan
kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena
kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya
memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang
adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi
dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah
bangkitan kejang.

b) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)


Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik
terhadap jaringan saraf.
c) Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap
jantung dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom.
Anestesi lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu
jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps
kardiovaskular dan kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi,
kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d) Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan
penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah
hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi
coklat.

H. Syarat-syarat Ideal Obat Anestesi


1. Syarat Ideal Anestesi Umum
Syarat Ideal anastesi umum yaitu:
a) Memberi induksi yang halus dan cepat.
b) Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c) Timbulkan keadaan amnesia
d) Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernafasan.
e) Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tempat
operasi.
f) Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang berlangsung lama

2. Syarat Ideal Anestesi Lokal


Syarat-syarat ideal anestesi lokal yaitu:
a) Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
b) Batas keamanan harus lebar
c) Tidak boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
d) Tidak menimbulkan alergi.
e) Harus netral dan bening.
f) Toksisitas harus sekecil mungkin.
g) Reaksi terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.
h) Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup
lama
i) Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel
dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi menurut
bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat
anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara intravena. Anestesi umum
yang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat
segera sesudah pemberian dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat
dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau
dingin. Obat anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan
yaitu senyawa ester, senyawa amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk
menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang
membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi
atau area kulit.

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran dan
semoga bisa menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi
lokal sehingga materi yang disampaikan dan dimengerti dalam farmakologi dapat diterima
dengan baik. Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini
disalahgunakan, tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai
orang awam yang tak tahu apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya
salah.

Anda mungkin juga menyukai