Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

A. Definisi dan Sejarah


Istilah anestesia yang artinya hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai maupun
yang tidak disertai hilang kesadaran, diperkenalkan oleh Oliver W. Holmes pada tahun
1846. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anestesia disebut sebagai anestetik, dan
kelompok obat ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal. Bergantung pada
dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat memberikan efek analgesia. Anestetik umum
bekerja di susunan saraf pusat sedangkan anestetik lokal bekerja langsung pada serabut saraf
di perifer.
Tindakan anestesia telah dikenal sejak lama sebagai upaya untuk mempermudah orang
melakukan tindakan operasi. Orang Mesir menggunakan narkotik, sementara orang Cina
menggunakan Canabis indica (ganja) untuk menghilangkan kesadaran sehingga si pasien
tidak merasakn nyerinya. Tindakan fisik juga pernah dipraktekkan untuk menghilangkan
sensasi nyeri, misalnya dengan membungkus anggota badan dengan kantong es atau
membuatnya iskemik dengan memasang turniket, bahkan dengan memukul kepala si pasien
dengan tongkat kayu untuk membuatnya tidak sadar.
Anestetik yang pertama dikenal adalah gas N2O yang disintesis pada tahun 1776.
Beberapa puluh tahun kemudian ditemukan dietil eter yang juga berbentuk gas, tetapi baru
pada pertengahan abad ke-19 kedua zat ini digunakan pada manusia. Operasi pertama yang
menggunakan anestetik umum berlangsung di kamar bedah (“ether dome”) RS
Massachusset pada tahun 1846. William TG Morton, seorang dokter gigi yang juga
mahasiswa kedokteran di Boston, setelah mencobanya pada hewan dan pada dirinya sendiri,
yakin bahwa eter lebih baik daripada N2O.
Kloroform adalah anestetik berikutnya, yang diperkenalkan oleh Sir James Simpson,
tetapi zat ini ternyata hepatotoksik, dapat menimbulkan aritmia jantung dan depresi nafas,
sehingga sebaiknya tidak dipakai lagi. Dalam upaya memperoleh zat yang lebih aman
dikembangkanlah berbagai anestetik lain seperti yang kita kenal sekarang.

B. Anestesi Umum
Usaha menekan rasa nyeri pada tindakan operasi dengan menggunakan obat telah
dilakukan sejak zaman dahulu termasuk pemberian alcohol dan opodium secara oral. Tahun
1846, wiiliam morton, di bostom, pertama kali menggunakan obat anestesi dietil eter untuk
menghilangkan nyeri operasi. Pada tahun yang sama, james simpsom, diskotlandia,
menggunakan kloroform yang 20 tahun kemudian diikuti dengan penggunaan nitrogen
oksida, yang diperkenalkan oleh Davy pada era tahun 1790 an. Anestetik modern mulai
dikenal pada era tahun 1930 an. Dengan pemberian barbiturate thiopental secara intra vena.
Beberapa puluh tahun yang lalu, kurare pun pernah diperkenalkan sebagai anestesi umum
untuk merelaksasi otot skelet selama operasi berlangsung. Tahun 1956, hidrokarbon halogen
yang dikenal dengan nama halotan mulai dikenal sebagai obat anestetik secara inhalasi dan

Anestetik Umum
1
menjadikannya sebagai standar pembanding untuk obat-obat anestesi lainnya yang
berkembang sesudah itu.
Stadium anestesi umum meliputi “analgesia, amnesia, hilangnya kesadaran”,
terhambatnya sensorik dan reflex otonom, dan relaksasi otot rangka. Untuk menimbulkan
efek ini, setiap obat anestesi mempunyai variasi tersendiri bergantung pada jenis obat, dosis
yang diberikan, dan keadaan secara klinis. Anestetik yang ideal akan bekerja secara tepat
dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian
dihentikan. Selain itu, batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping
yang sangat minimal. Tidak satu pun obat anestetik dapat memberikan efek yang diinginkan
tampa disertai efek samping, bila diberikan secara tunggal. Oleh karena itu, pada anestetik
modern selalu digunakan anestetik dalam bentuk kombinasi untuk mengurangi efek
samping yang tidak diharapkan.

C. Anestesi Lokal
Anestesi lokal menghambat impuls konduksi secara revesibel sepanjang akson saraf
dan membran eksitabel lainnya yang menggunakan saluran natrium sebagai alat utama
pembangkit potensi aksi. Secara klinik, kerja ini dimamfaatkan untuk menghambat sensasi
sakit dari-atau impuls vasokontstriktor simpatis ke-bagian tubuh tertentu. Kokain, obat
anestesi pertama, yang diisolasi oleh niemann pada tahun 1860.
Kokain dikenal dana pengunaan klinik oleh koller, pada tahun 1884, sebagai suatu
anestesi oftalmik. Obat ini kemudian segera diketahui mempunyai kerja adiksi SSP yang
kuat, tetapi seblumnya hanya digunakan sebagai anestesi lokal secara luas selama 30 tahun.
Dalam usaha memperbaiki sifat kokain, pada tahun 1905 einorn telah mensintesis prokain,
yang kemudian menjadi anestesi lokal dominan selama 50 tahun kemudian.
Sejak 1905, sudah banyak bat anestesi lokal disentesis. Tujuan usaha ini adalah untuk
mengurangi iritasi lokal dan kerusakan jaringan, mempekecil tosisitas sistemik, mula kerja
yang cepat, dan kerja yang lama. Likokain akhirnya merupakan obat yang paling populer,
disentesis pada tahun 1943 oleh lofgren dan dinyatakan sebagai prototipe obat anestesi
lokal.
Belum tersedia saat ini obat anestesi lokal yang ideal, dan pengembangan obat baru masih
terus diteliti. Namun, walaupun relatif mudah untuk mensintesis suatu zat kimia yang
mempunyai efek anestesi lokal, tetapi sangat sulit meguragi efek toksik yang lebih kecil dari
obat yang ada saat ini. Alasan utama kesulitan tersebut adalah kenyataan bahwa toksisitas
yang sangat serius dari obat anestesi lokal merupakan perluasan efek terapinya pada otak
dan sistem sirkulasi.

1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
 Agar mahasiswa memahami tentang anestesi umum
 Agar mahasiswa dapat membedakan penggunaan anestesi umum
 Agar kita semua memahami perbedaan anestesi umum
 Agar semua mahasiswa dapat mengetahui jenis obat-obat anestesi umum

Anestetik Umum
2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Anestesia Umum

Anestetika umum adalah obat-obatan yang dapat menimbulkan Anestesia atau Narkosa (
Yunani : an = tanpa, aisthesis= perasaan), yaitu keadaan depresi umum yang bersifat reversibel
dari berbagai pusat di SSP, dimana perasaan dan kesadaran ditiadakan, sehingga agak mirip
keadaan pingsan. Anestesia adalah hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) disertai atau tidak
disertai hilangnya kesadaran. Anestetika adalah golongan obat yang digunakan dalam
menimbulkan anesthesia.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak
sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.
Dari berbagai teori yang pernah dikemukakan tentang mekanisme terjadinya anestesia,
tampaknya teori neurofisiologi merupakan teori yang dapat menjelaskan terjadinya anestesia.
Kini diyakini bahwa anestesia terjadi karena adanya perubahan neurotransmisi di berbagai
bagian SSP. Kerja neurotransmiter di pascasinaps akan diikuti dengan pembentukan second
messenger yang selanjutnya mengubah transmisi di neuron. Disamping asetilkolin sebagai
neurotransmiter klasik, dikenal juga katekolamin, serotonin, GABA, adenosin serta berbagai
asam amino dan peptida endogen yang bertindak sebagai neurotransmiter atau yang
memodulasi neurotransmiter di SSP, misalnya asam glutamat dengan mekanisme hambatan
pada reseptor NMDA (N-metil-D-aspartat).
Akhir-akhir ini opiat, kalsium, dan NO diduga berperan dalam mekanisme kerja anestetik
ini. Pada akhir 1970-an berkembang teori opiat yang menyatakan bahwa anestetik inhalasi
bekerja melalui reseptor opiat. Teori ini didukung oleh data klinis dan eksperimental yang
memperlihatkan bahwa narkotik sintesis dapat menurunkan kebutuhan akan anestetik inhalasi.
Selain itu, anestesia inhalasi ternayata merangsang dilepaskannya opiat endogen di SSP. Hal
ini dibuktikan oleh penelitian yang memperlihatkan bahwa N2O meningkatkan peptida opioid
di cairan otak kanan.
Kalsium dikenal sebagai neuroregulator karena ada bukti yang menunjukkan bahwa
anestetik inhalasi dapat mengubah kadar Ca intrasel dan ini mempengaruhi keterangsangan
(excitability) neuron. Sedangkan, NO kini dikenal sebagai neuromudulator yang diduga
berperan dalam mengatur tingkat kesadaran. NO terlibat dalam komunikasi intrasel melalui
produksi cGMP dan melalui beberapa jalur neurotransmisi lainnya. NO ini mengaktifkan
adenilat siklase untuk menghasilkan cGMP, suatu pengatur proses intrasel yag berperan
penting dlam neurotransmisi.
Akhir-akhir ini terbukti bahwa sasaran kerja anestetik inhalasi maupun anestetik intravena
adalah GABAA receptor-chloride channel, suatu komponen membran neuron yang berperan
dalam transmisi sinaps penghambat (inhibitory sinaptic transmission).
Efek Samping :
Hampir semua Anestesi inhalasi mengakibatkan efek samping, yang sering terjadi diantaranya
:

Anestetik Umum
3
1. Menekan Pernafasan : paling terjadi sedikit pada N2O, eter dan trikloretilen.
2. Mengurangi kontraksi jantung : terutama Halotan dan Metoksifluran.
3. Merusak hati : terutama kloroform
4. Merusak ginjal , khususnya Metoksifluran.

Penggolongan Obat Anestesi Umum


1. Anestetika Gas ; digunakan untuk induksi dan operasi ringan, yaitu gas N2O, Siklopropan

2. Anestetika inhalasi ; obat yang diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan, Yaitu :
Eter, Enfluran, Isofluran, Metoksifluran, halotan, Etilklorid, Trikloretilen, Kloroform
3. Anestetika Parentera(injeksi) : Barbiturat, Natrium tiopental, Ketamin, Fentanyl, Propofol
dan Diazepam.

2.2 Tempat Kerja Anestetik Umum

Di otak, anestetik inhalasi menghambat transmisi sinaps di sistem retikularis asendens,


korteks serebri dan hipokampus. Penyampaian informasi sensoris dari talamus ke bagian
tertentu di korteks, sangat peka terhadap anestetik.
Di medula spinalis, anstetik mengubah respons sensoris dari kornu dorsalis terhadap
rangsangan nyeri maupun rangsangan lainnya yang tidak menimbulkan nyeri. Beberapa
anestetik yang menguap dapat menekan neuron motorik spinalis. Selain itu, anestetik inhalasi
mempengaruhi aktivitas neuron spinalis secara tidak langsung dengan mengubah masukan dari
otak melalui sistem modulasi desendens. Jadi, pada hewan coba, terlihat adanya pemilahan
tempat kerja anestetik yaitu di supraspinal dalam menimbulkan amnesia, dan di medula spinalis
dalam mencegah respons motorik terhadap rangsangan nyeri. Namun, pada manusia yang SSP-
nya mengandung milyaran neuron dan ribuan sinaps, cara kerja dan tempat kerja yang pasti
masih merupakan tantangan hebat bagi para peneliti.
Walaupun tepat kerja anestetik di SSP beragam, terdapat ciri kerja yang unik ditingkat
molekul. Misalnya, dihambatnya penglepasan neurotransmiter di prasinaps dan dihambatnya
arus neurotransmiter di pascasinaps ternyata terjadi akibat gangguan anestetik pada situs
molekular yang identik walaupun letak situs itu berbeda-beda. Sifat situs ini dipelajari dengan
melihat hubungan sifat fisika anestetik dengan potensinya. Konsep yang menyatakan bahwa
anestetik inhalasi memperlihatkan cara kerja yang sama pada struktur molekular yang spesifik
ini disebut sebagai unitary theory of narcosis.

2.3 Jenis Anestetik Umum

Dalam farmakologi dan terapi edisi terdahulu, anestetik umum dikelompokkan


berdasarkan bentuk fisiknya, tetapi pembagian ini tidak sejalan dengan penggunaan di klinik
yang pada dasarnya kini dibedakan atas 2 cara, yaitu secara inhalasi dan intravena. Walaupun
demikian secara tradisional, anestetik umum dapat diberikan dengan menggunakan berbagai

Anestetik Umum
4
jenis sistem anestesia, yakni dengan sistem tetes terbuka (open-drop system), tetes setengah
terbuka (semi-open drop system), semi-tertutup/sistem Mappleson (semi-closed system) dan
tertutup (closed).
Terlepas dari cara penggunaannya suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus
memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai “Trias Anestesia”, yaitu efek hipnotik
(menidurkan), efek analgesia, dan efek relaksasi otot. Akan lebih baik lagi kalau terjadi juga
penekanan refleks otonom dan sensoris, seperti yang diperlihatkan oleh eter.
A. Anestetik Inhalasi

Semua anestetik inhalasi adalah derivat eter kecuali halotan dan nitrogen.
Nitrogen oksida yang stabil pada tekanan dan suhu kamar merupakan salah satu
anestetik gas yang banyak dipakai karena dapat digunakan dalam bentuk kombinasi
dengan anestetik lainnya. Halotan, enfluran, isofluran, desfluran dan metoksifluran
merupakan zat cair yang mudah menguap. Sevofluran merupakan anestesi inhalasi
terbaru tetapi belum diizinkan beredar di USA. Anestesi inhalasi konvensional seperti
eter, siklopropan, dan kloroform pemakaiannya sudah dibatasi karena eter dan
siklopropan mudah terbakar sedangkan kloroform toksik terhadap hati.

Sifat fisik dan biologis anestetik inhalasi dapat dilihat dalam tabel berikut:

Anestesia inhalasi yang sempurna adalah yang:


a) Masa induksi dan masa pemulihannya singkat dan nyaman.
b) Peralihan stadium anestesinya terjadi cepat.
c) Relaksasi ototnya sempurna.
d) Berlangsung cukup aman.
e) Tidak meimbulkan efek toksik atau efek samping bert dalam dosis anestetik yang
lazim.

Anestetik Umum
5
Tehnik pemberian
Pemberiaan anestika inhalasi dibagi menjadi 3 cara yaitu:
a. Sistem terbuka, yaitu dengan penetesan langsung keatas kain kasa yang menutupi mulut
atau hidung penderita, contohnya eter dan trikloretilen.
b. Sistem tertutup, yaitu dengan menggunakan alat khusus yang menyalurkan campuran
gas dan oksigen dimana sejumlah CO2 yang dikeluarkan demasukkan kembali
(bertujuan memperdalam pernapasan dan mencegah berhentinya pernapasan atau apnea
yang dapat terjadi bila diberikan dengan sistem terbuka). Karena pengawasan
penggunaan anastetika lebih teliti maka cara ini banyak disukai, contonya siklopropan,
N2O dan halotan.
c. Insuflasi gas, yaitu uap atuu gas yang ditiupkan kedalam mulut, batang tenggorokan
atau trakea dengan memakai alat khusus seperti pada oprasi amandel.

B. Anestetik Intravena

Beberapa obat anestetik diberikan secara intravena baik tersendiri maupun


dalam bentuk kombinasi dengan anestetik lainnya untuk mempercepat tercapainya
stadium anestesi atau pun sebagai obat penenang pada penderita gawat darurat yang
mendapat pernafasan untuk waktu yang lama, Yang termasuk :
 Barbiturat (tiopental, tiomilal, metoheksital)
 Benzodiazepine (midazolam, diazepam, lorazepam)
 Opioid analgesik dan neuroleptik (fentanil, sulfentanil, alfentanil, remifentanil)
 Ketamin, arilsikloheksilamin yang sering disebut disosiatif anestetik
 Obat-obat lain (profopol, etomidat)

Anestetik intravena lebih banyak digunakan dalam tahun-tahun terakhir ini baik
sebagai adjuvan bagi anestetik inhalasi maupun sebagai anestetik tunggal karena tidak
diperlukan peralatan yang rumit dalam penggunaannya.
Tujuan pemberian anestetik intravena adalah untuk:
 Induksi anestesia
 Induksi dan pemeliharaan anestesia pada tindak bedah singkat
 Menamba efek hipnotis pada anestesia atau analgesia lokal
 Menimbulkan sedasi pada tindak medik
Anestesia intravena ideal adalah yang:
 Cepat menghasilkan hipnosis
 Mempunyai efek analgesia
 Menimbulkan amnesia pasca-anestesia
 Dampak buruknya mudah dihilangkan oleh antagonisnya
 Cepat dieliminasi oleh tubuh
 Tidak atau sedikit mendepresi fungsi respirasi, dan kardiovaskular
 Pengaruh farmakokinetiknya tidak bergantung pada disfungsi organ

Ciri berbagai anestetik intravena tertera pada tabel berikut:

Anestetik Umum
6
Anestetik Umum
7
2.4 Tanda dan Stadium Anestesi Umum
Sejak obat anestesi umum di perkenalkan, telah diusahakan mengkorelasikan efek dan
tandanya untuk mengetahui dalamnya anestesi. Gambaran tradisional tanda dan stadium
anestesi (tanda guedel) berasal terutama dari penilitian efek diatil eter, yang mempunyai mula
kerja sentral yang lambat karena kelarutannya yang tinggi didalam darah. Stadium dan tanda
ini mungkin tidak mudah terlihat pada pemakaian anestetik modern dan anestetik intravena
yang bekerja cepat. Karenanya, pemakaian anestetik dipergunakan dalam bentuk kombinasi
antara anestetik inhalasi dengan anestetik intravena. Namun tanda-tanda anesthesia dietil eter
masih memberikan dasar untuk menilai efek anestetik untuk semua anestetik umum. Banyak
tanda-tanda anestetik ini menunjukkan pada efek obat anestetik pernafasan, aktivitas refleks,
dan tonus otot.
Secara tradisional, efek anestetik dapat dibagi 4 stadium peningkatan dalamnya depresi
susunan saraf pusat, yaitu :
Stadium I (Analgesi)
Stadium analgesia dimulai sejak saat pemberian anestetik sampai hilangnya kesadaran.
Pada stadium ini pasien tidak lagi merasakan nyeri (analgesia), tetapi masih tetap sadar dan
dapat mengikuti perintah. Pada stadium ini dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan
seperti mencabut gigi dan biopsi kelenjar.
Stadium II (Eksitasi)
Stadium ini dimulai sejak hilangnya kesadaran sampai munculnya pernapasan yang
teratur yang merupakan tanda dimulainya stadium pembedahan. Pada stadium ini pasien
tampak mengalami delirium dan eksitasi dengan gerakan-gerakan diluar kehendak. Pernapasan
tidak teratur, kadang-kadang apnea dan hiperpnea, tonus otot rangka meninggi, pasiennya
meronta-ronta, kadang sampai mengalami inkontinesia, dan muntah. Ini terjadi karena
hambatan pada pusat inhibisi. Pada stadium ini dapat terjadi kematian, maka stdium ini harus
diusahakan cepat dilalui.
Stadium III (Pembedahan)
Stadium III dimulai dengan timbulnya kembali pernapasan yang teratur dan
berlangsung sampai pernapasan spontan hilang. Keempat tingkat dalam stadium pembedahan
ini dibedakan dari perubahan dari gerakan bola mata, refleks bulu mata dan konjungtiva, tonus
otot, dan lebar pupil yang menggambarkan semakin dalamnya pebiusan.
- Tingkat 1: Pernapasan teratur, spontan, dan seimbang antara pernapasan dada dan
perut, gerakan bola mata terjadi di luar kehendak, miosis, sedangkan tonus otot rangka
masih ada.
- Tingkat 2: Pernapasan teratur tetapi frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak bergerak,
pupil mata melebar, otot rangka mulai melemas, dan refleks laring hilang sehingga pada
tingkat ini dapat dilakukan intubasi.
- Tingkat 3: Pernapasan perut lebih nyata daripada pernapasan dada karena otot
interkostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil lebih lebar tetapi belum
maksimal.
- Tingkat 4: Pernapasan perut sempurna karena otot interkostal lumpuh total, tekanan
darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya hilang. Pembiusan
hendaknya jangan sampai ke tingkat 4 ini sebab pasien akan mudah sekali masuk dalam
stadium IV yaitu ketika pernapasan spontan melemah. Untuk mencegah ini, harus

Anestetik Umum
8
diperhatikan benar sifat dan dalamnya pernapasan, lebar pupil dibandingkan dengan
keadaan nomal, dan turunnya tekanan darah.

Stadium IV (Depresi Medula Oblongata)


Stadium IV ini dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III
tingkat 4, tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh darah kolaps, dan jantung berhenti
berdenyut. Pada stadium ini akan terjadi depresi berat pusat pernafasan dimedula oblongata
dan pusat vasomotor. Keadaan ini dapaat segera disusul kematian, kelumpuhan napas disini
tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan, bila tidak didukung oleh alat bantu napas dan
sirkulasi.
Pada praktek anestesi modern, perbedaan tanda pada masing-masing stadium sering
tidak jelas. Hal ini karena mula kerja obat anestetik modern relatife lebih cepat dibandingkan
dengan dietil eter disamping peratan penunjang yang dapat mengontrol ventilasi paru secara
mekanis cukup tersedia. Selain itu, adanya obat yang diberikan sebelum dan selama operasi
dapat juga berpengaruh pada tanda-tanda anestesi. Atropin, digunakan untuk mengurangi
sekresi, sekaligus mendilatasi pupil; obat-obat seperti tubokurarin suksinilkolin yang dapat
mempengaruhi tonus otot; serta obat analgetik narkotik yang dapat menyebabkan efek depresan
pada pernafasan.tanda yang paling dapat diandalkan untuk mencapai stadium operasi adalah
hilangnya refleks kelopak mata dan adanya pernapasan yang dalam dan teratur.

2.5 Obat yang Digunakan

1. Desfluran (suprane)
Cairan: 240 mL untuk inhalasi
Indikasi : Induksi & mempertahankan anestesi pada orang dewasa.
Mempertahankan anestesi pada bayi & anak-anak.
Dosis : Dosis disesuaikan pada setiap individu

2. Diazepam (generic,valium,dll)
Oral; tablet 2,5, 10 mg ; cairan 5 mg/ 5 mL
Oral lepas lambat; kapsul 15 mg
Parenteral; 5 mg/ mL untuk suntikan
Efek samping : Pusing, mengantuk, depresi, Impaired Cognition, reaksi alergi,
amnesia, anemia, angioedema
Mekanisme kerja : Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi
hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat,
terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital,
di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja
sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai
benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi
benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini
kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan
terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel.
Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan
sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.
Indikasi : Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala
yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk
gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba. Halusinasi sebagai akibat
mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan untuk kejang otot, kejang otot

Anestetik Umum
9
merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakan sebagai obat penenang dan dapat
juga dikombinasikan dengan obat lain.
Dosis dan rute : Antiansietas, Antikonvulsan.
a. PO (Dewasa) : 2-10 mg 2-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat sekali
sehari.
b. PO (anak-anak > 6 bulan) : 1-2,5 mg 3-4 kali sehari.
c. IM, IV (Dewasa) : 2-10 mg, dapat diulang dalam 3-4 jam bila perlu.

3. Enfluran (ethrane)
Cairan : 125,250 mL untuk inhalasi
Cara pemberian : Hirup.
Indikasi : Enflurane digunakan untuk mempertahankan kondisi anestesi.
Efek-efek samping : Enflurane menyebabkan depresi kardio-respirasi, seperti pada
halothane, meskipun insidensi aritmias akibat enflurane adalah jauh lebih rendah
dibanding pada halothane.
4. Etomizad (amidate)
Parenteral ;2 mg/ mL untuk suntikan

5. Halotan (generic, fluothane)


Cairan 125, 250 mL untuk inhalasi
Indikasi : Anastesi inhalasi
Efek samping : Menekan pernapasan, aritmia dan hipotensi

6. Isofluran (floren )
Cairan 100mL untuk inhalasi
KOMPOSISI : Tiap botol ISOFLURANE mengandung: Isoflurane tanpa zat tambahan atau
penstabil.

INDIKASI
Anestetik inhalasi umum yang digunakan untuk induksi dan pemeliharaan anestesia.

DOSIS DAN CARA PEMBERIAN


Dosis individual.
EFEK SAMPING :
Hipotensi, depresi pernafasan, aritmia, peningkatan jumlah sel darah putih, menggigil, mual dan
muntah.

7. Ketamin (ketalan)
Parenteral; 10,15,100 mg/mL untuk suntikan

Dosis dan Pemberian

iv : dosis 1-4 mg/kgBB, dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB dengan lama kerja ± 15-20
menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan.

Anestetik Umum
10
im : dosis 6-12 mg/kgBB, dosis rata-rata 10 mg/kgBB dengan lama kerja ± 10-25 menit,
terutama untuk anak dengan ulangan 0,5 dosis permulaan. ( 1, 2, 3, 5, 6 )

pulih sadar pemberian ketamin kira-kira tercapai antara 10 – 15 menit, tetapi sulit untuk
menentukan saatnya yang tepat, seperti halnya sulit menentukan permulaan kerjanya.

Indikasi Pemakaian Ketamin

Ketamin dipakai baik sebagai obat tunggal maupun sebagai induksi pada anestesi umum :

1. Untuk prosedur dimana pengendalian jalan nafas sulit, misalnya pada koreksi jaringan
sikatrik daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang-kadang sukar.

2. Untuk prosedur diagnostik pada bedah syaraf/radiologi (arteriografi)

3. Tindakan orthopedi (reposisi, biopsi)

4. Pada pasien dengan resiko tinggi : ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai
untuk induksi pada shock.

5. Untuk tindakan operasi kecil.

6. Di tempat di mana alat-alat anestesi tidak ada.

7. Pada asma, merupakan obat pilihan untuk induksinya

8. Lorazepam (generek, aktivam, alzavam)


Oral, tablet 0,5;1,2mg
Parenteral;2,4mg/ mL untuk sutikan
Dosis Lorazepam
Penentuan dosis ini tergantung pada usia pasien, jenis kondisi yang ditangani, dan respons
tubuh pasien terhadap obat. Tabel berikut ini akan menjelaskan takaran umum lorazepam
yang dianjurkan untuk pasien dewasa.

Fungsi Dosis (miligram)

Menangani Gangguan kecemasan 1-4 per hari

Mengatasi insomnia 1-2 per hari (sebelum tidur malam)

2-3 pada malam sebelum operasi

Sebagai sedatif sebelum operasi ringan 2-4 pada 1-2 jam sebelum operasi

Beberapa efek samping yang umum terjadi saat mengonsumsi ansiolitik ini adalah:
 Mengantuk.

Anestetik Umum
11
 Pusing.
 Lelah.

 Lemas.

 Pelupa.

 Linglung.

 Gangguan keseimbangan.

9. Metoheksital (brevital sodium)


Parenteral: 0,5; 2,5;5 g, serbuk untuk suntikan
10. Mektoksifluran (penthrane)
Cairan ; 15,125 mL untuk inhalasi

Anestetik Umum
12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anestesi umum
Stadium anestesi umum meliputi “analgesia, eksitasi, hilangnya kesadaran”,
terhambatnya sensorik dan reflex otonom, dan relaksasi otot rangka. Untuk menimbulkan
efek ini, setiap obat anestesi mempunyai variasi tersendiri bergantung pada jenis obat, dosis
yang diberikan, dan keadaan secara klinis. Anestetik yang ideal akan bekerja secara tepat
dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian
dihentikan.
 Jenis obat anestesi umum.
Umumnya obat anestesi umum diberikan secara inhalasi atau suntikan intravena.
- Anestetik inhalasi
- Anestetik intravena
 Tanda dan stadium anestesi
Gambaran tradisional tanda dan stadium anestesi (tanda guedel) berasal
terutama dari penilitian efek diatil eter, yang mempunyai mula kerja sentral yang lambat
karena kelarutannya yang tinggi didalam darah. Stadium dan tanda ini mungkin tidak
mudah terlihat pada pemakaian anestetik modern dan anestetik intravena yang bekerja
cepat.
Secara tradisional, efek anestetik dapat dibagi 4 stadium peningkatan dalamnya
depresi susunan saraf pusat, yaitu :
- Stadium analgesi
- Stadium terangsang
- Stadium operasi
- Stadium depresi medula oblongata

Anestetik Umum
13
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswara, Sulistia G. 2007. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Edisi
kelima (cetak ulang dengan tambahan, 2012). AlihBahasa: Bagian Farmakologi F K U I.
Jakarta Gunawan s, dkk.
2. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Gon
3. Katzung G, Betram. (1997). Farmakologi Dasar Dan Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC
4. Purwanto H, dkk. (2008). Data Obat Di Indonesia. Edisi 11. jakarta: PT Muliapurna jaya
terbit

Anestetik Umum
14

Anda mungkin juga menyukai