Anda di halaman 1dari 22

A.

Definisi Anastesi
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunanian artinya “tidak atau tanpa"
dan aesthētos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara umum berarti
anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah
obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan
operasi. Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi local.
B. Jenis Anastesi
1. Anestesi Umum
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan
depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan.
Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan,
merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi
pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini
tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk
pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot.
Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang
mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat
dikontrol. Obat anestesi umum dapat diberikan secara inhlasi dan secara intravena.
a. Prinsip Umum
Anestesi umum ditandai dengan analgesia dan amnesia, hilangnya kesadaran,
hambatan sensorik, diikuti dengan hilangnya refleks-refleks, dan relaksasi otot
rangka. Pemberian obat anestetik dengan dosis yang tinggi sering menyebabkan
depresi yang dalam pada kardiovaskular dan respirasi.

1
b. Stadium-Stadium Pada Anestesi Umum
Secara tradisi,stadium anestesi umum dapat digunakan untuk menentukan kedalaman
depresi sentral. Namun, stadium-stadium ini tidak secara jelas dapat di observasi pada
penggunaan obat modern karena kecepatan efek anestetik dan efektivitasnya minimal.
Anestesi umum dapat dibagi menjadi empat stadium, yaitu :
 Stadium I. Stadium Analgesia. Penderita tetap sadar tetapi telah mengalami
pengurangan kesadaran akan nyeri
 Stadium II. Stadium Eksitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai stadium
operasi. Penderita mengalami amnesia setelah kejadian tersebut, tetapi refleks dan
otonomik jadi tidak teratur serta kontrol respirasi meningkat selama stadium ini.
Dapat disertai dengan aritmia jantung, spasme bronkus, spasme laring dan
muntah.
 Stadium III. Stadium Anestesia Operasi. Penderita tidak sadar dan tidak memiliki
reflek nyeri. Ditandai dengan adanya relaksasi otot rangka, tetapi respirasi teratur
dan tekanan darah dapat dipertahankan dengan baik.
 Stadium IV. Stadium Depresi Medular. Penderita mengalami depresi pernafasan
(paralisis diafragma) dan depresi tekanan darah yang berat. Tanpa fentilasi
mekanik dan bantuan farmakologi terhadap tekanan darah, pasien akan
meninggal.
c. Sifat-sifat anestetik umum yang ideal
Sifat-sifat anestetik umum yang ideal adalah :
 Bekerja cepat,induksi dan pemulihan baik
 Cepat mencapai anestesi yang dalam
 Batas keamanan lebar
 Tidak bersifat toksis
d. Mekanisme kerja anestesi umum
 Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas
neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan
cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi,
aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk
2
mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus
diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar
memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan
anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan
untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi
konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi
dibandingkan dengan anastesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih
cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap
yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh,
karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya
berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP
dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil.
 Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula
kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang
terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya
digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar
senyawa intravena juga sangat cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum
dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat
stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps
dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.
e. Farmakokinetika
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat.
Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung
pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran
anestetik. Factor tersebut menentukan perbedaankecepatan transfer anestetik inhalasi
dari paru kedalam darah serta dari darah keotak dan jaringan lainnya.  Faktor-faktor
tersebut juga turut mempengaruhi masa pemulihan anestesi setelah anestetik
dihentikan.

3
 Absorpsi dan distribusi
 Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding
dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan
secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas
dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak 
untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara
alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini
bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang
dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi
(tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.
 Ekskresi
Waktu pemulihan anestesi inhalasi bergantung pada kecepatan pembuangan obat
anestetik dari otak setelah konsentrasi obat anestesi yang diisap menurun.
Banyaknya proses transfer obat anestetik selama waktu pemulihan samadengan
yang terjadi selama induksi.
Faktor-faktor yang mengontrol kecepatan pemulihan anestesi meliputi; aliran
darah paru, besarnya ventilasi, serta kelarutan obat anestesi dalam jaringan dan
darah serta dalamnya fase gas didalam paru.
f. Farmakodinamika
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah
denganmeningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang
rangsang,akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti
juga intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak
sehingga akson dan transmisisi naptik tidak bekerja. Kerja tersebut digunakan
padatransmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik lebih sensitive
dibandingkanefeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah bervariasi.
Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan
aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan
ambang rangsang. Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion
pada membran neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan
interaksi langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran

4
membrane protein yang spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penelitian
interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya untuk
menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk
diambil dalam catatan perbedaan struktur yangnyata diantara anestetik, memberikan
interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan dengan membran matriks lipid,
dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.
g. Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal
haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah,
tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak
dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
Obat bius / anestesi umum / total pasti memiliki efek samping diantaranya:
 Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan
halogen)
 Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena
mata terus terbuka (golongan Ketamin)
 Depresi pada susunan saraf pusat
 Nyeri tenggorokan
 Sakit kepala
 Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari
 Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh
halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter
 Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran.
Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem
saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan
 Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform
 Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga
pasien perlu dihidratasi secukupnya

5
 Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil)
pasca-bedah
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang
dapat terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4
komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping
anestesi yang terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien
mengenai efek samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh,
dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi dosis.
2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal ialah obat yang apabila diberikan secara lokal (topikal atau suntikan)
dalam kadar yang cukup dapat menghambat hantaran impuls pada saraf yang dikenai oleh
obat tersebut. Obat-obat ini menghilangkan rasa atau sensasi nyeri (dan pada konsentrasi
tinggi dapat mengurangi aktivitas motorik) terbatas pada daerah tubuh yang dikenai tanpa
menghilangkan kesadaran.
a. Struktur Kimia
Umumnya obat anestesis lokal terdiri dari sebuah gugus lipolifit (biasanya sebuah
cincin aromatik) yang diberikatan dengan sebuah rantai perantara (umumnya
termasuk suatu ester atau sebuah amida) yang terikat pada satu gugus terionisasi.
Aktivitas optimal memerlukan keseimbangan yang tepat antara gugus lipofilik dan
kekuatan hidrofilik. Penambahan sifat fisik molekul, maka konfirgurasi stereokimia
specifik menjadi penting, misalnya perbedaan potensi stereoisomer telah diketahui
untuk beberapa senyawa. Karena ikatan ester (seperti prokain) lebih mudah
terhidrolisis dari ikatan amida, maka lama kerja ester biasanya lebih singkat.
b. Sifat-sifat anestesi lokal
Sifat-sifat anestesi lokal yang ideal adalah :
1. Tidak mengiritasi dan merusak jaringan saraf secara menetap
2. Batas keamanan harus lebar karena obat anestetik lokal diabsorbsi sari tempat
suntikan
3. Masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan
operasi

6
4. Masa pemulihan tidak terlalu lama
5. Harus larut dalam air
6. Stabil dalam larutan
7. Dapat disentuh tanpa mengalami perubahan
c. Mekanisme kerja
Anestetika local mengakibatkan kelhilangan rasa dengan jalan beberaoa cara.
Misalnya dengan jalan menghindarkan untuk semenytara pembentukan dan transmisi
impuls melalui saraf dan ujungnya.
Pusat mekanisme kerjanya terletak di membrane sel. Seperti juga alcohol dan
barbital, anestesi local menghambat penerusan impuls dengan jalan menurunkan
permeabilitas membrane sel saraf untuk ion-natrium, yang oerlu bagi fungsi saraf
yang layak. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan dengan ion kalsium yang
berada berdekatan dengan saluran-saluran natrium di membrane neuron. Pada waktu
bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rasangan 
listrik lamnbat laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat
secara reversible.
Diperkirakan bahwa pada proses stabilisasi membrane tersebut. ion kalsium
memegang peranan penting , yakni molekul lipofil besar dari anestetika local
mungkin mendesak sebagian ion kalsium di dalam membrane sel  tanpa mengambi
alih fungsinynya, dengan demikian membrane sel menjadi lebih padat dan stabil.
Serta dapat lebih baik melawan segala sesuatu oerubahan mengenai permeabilitanya.
Penghambatan penerusan impuls dapat perlu dicapai dengan pendingingan kuat atau
mealui meracuni protoplasma sel.
d. Farmakodinamika
Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi
anatomis saraf. Saluran Na+ penting pada sel otot yang bisa dieksitasi seperti jantung.
Efeknya terhadap saluran Na+ jantung adalah dasar terapi anestetika lokal dalam
terapi aritmia tertentu (biasanya yang dipakai lidokain). Anestetika lokal umumnya
kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi dibanding jaringan normal, karena
biasanya infeksi mengakibatkan asidosis metabolik lokal, dan menurunkan pH.

7
e. Farmakokinetika
 Absorbsi
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari suatu tempat suntikan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat-jaringan,
adanya bahan vasokontrikstor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor
seperti epineprin mengurangi penyerapan sistemik anestesi lokal dari tempat
tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini
menjadi nyata terhadap obat yang masa kerjanya singkat atau menengah seperti
prokain, lidokain, dan mepivikain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf
diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi, dan efek toksik sistemik obat
akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya saja.
Kombinasi pengurangan penyerapan sistemik dan peningkatan ambilan saraf
inilah yang memungkinkan perpanjangan efek anestesi lokal sampai 50%.
Vasokonstriktor kurang efektif dalam memperpanjang sifat anestesi obat yang
mudah larut dalam lipid dan bekerja lama (bupivukain, etidokain), mungkin
karena molekulnya sangat erat terikat dalam jaringan.
 Metabolisme dan ekskresi
Anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut
dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang
bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak
sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan. Pengasaman urin akan
meningkatkan ionisasi basa tersier menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut
dalam air, sehingga mudah diekskresikan karena bentuk ini tidak mudah diserap
kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali
mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 m3nit untuk prokain
dan kloroprokain.

8
Ikatan amida dari anestesi lokal dihidrolisi oleh enzim mikrosomal hati.
Kecepatan metabolisme senyawa amida di dalam hati bervariasi bagi setiap
individu, perkiraan urutannya adalah prilokain (tercepat) > etidokain > lidokain  >
mevikain > bupivikain (terlambat). Akibatnya, toksisitas dari anestesi lokal tipe
amida ini akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai
contoh, waktu paruh lidokain rerata akan memanjang dari 1,8 jam pada pasien
normal menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan penyakit hati yang berat.
f. Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat
dalam darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai
sistem organ tubuh, yaitu:
 Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula
nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus
diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local
termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang
karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah
dengan hanya memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan
kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis
besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin; seperti
diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
 Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi
toksik terhadap jaringan saraf.
 Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap
jantung dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui
saraf otonom. Anestesi lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga
menekan aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi

9
abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan kematian biasanya timbul setelah
pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis
kecil yang diberikan secara infiltrasi.
 Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan
penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah
hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna
darah menjadi coklat.
C. Jenis Obat Anastesi
1. Anastesi Umum
a) Anastesi Inhalasi
1) Halotan : Fluothane
 Bau dan rasa tidak menyengat
 Tidak dapat menyala dan tidak eksplosif
 Khasiat anastetisnya sangat kuat (2 kali kloroform dan 4 kali eter) tetapi
Khasiat analgetisnya rendah dan daya relaksasi otot ringan
 Halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasikan dengan suatu
relaksans otot, seperti galamin dan suksametonium
 Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat, mudahdigunakan,
tidak merangsang mukosa saluran napas
 Bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli
danmengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi
 Farmakokinetik : sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide,
kloridaanorganik, dan trifluoacetik acid
 Efek samping : menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika
penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati
 Dosis : tracheal 0,5-3 v%.
 Farmakodinamik : Halotan adalah obat narkotika kuat untuk mencapai
anestesi bedah tahap digunakan sendiri dalam campuran dengan oksigen.

10
Pasangan dalam campuran dengan oksigen tidak meledak, yang
memungkinkan penggunaan peralatan listrik selama operasi. Ketika
dikombinasikan dengan nitrous oxide atau eter.
 Farmakokinetik : Mudah diserap dari saluran pernapasan. Sedikit larut
dalam darah. Konsentrasi yang diperlukan untuk operasi 12 mg, dan depresi
dari pusat pernapasan terjadi pada konsentrasi 30-38mg. dengan menambahka
campuran nitrous oxide dapat mengurangi konsentrasi halotan. Efek narkotika
cepat berhenti setelah akhir inhalasi. Sekitar 80% dari obat dilepaskan melalui
paru-paru, dan 20% dimetabolisme dalam hati untuk metaolit utama asam
trifluoroasetat, dimana konsentrasi maksimum diamati satu hari setelah
anestesi.
2) Enfluran
 Anestetikum inhalasi kuat, digunakan pada berbagai jenis pembedahan juga
sebagai analgetikum pada persalinan
 Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, tidak begitu menekan
SSP
 Resorpsinya setelah inhalasi cepat dengan waktu induksi 2-3 menit. Sebagian
besar diekskresikan oleh paru-paru
 Efek samping : berupa hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan
merangsang SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil) serta mual
dan muntah. Daya kerjanya dapat melemaskan otot uterus, zat ini
meningkatkan perdarahan pada persalinan,SC, dan abortus
 Dosis : tracheal 0,5-4v%
 Kategori keamanan untuk ibu hamil B
 Farmakodinamik : Sifat Enfluran (Etherane/Compound 347) Farmakologi :
Pengambilan dan distribusi : Keseimbangan cepat atau tekanan parsial alveoli
dan arteri sehingga induksi relatif cepat Nilai MAC 2x halothan berarti
potensi ½ dari halothan. Menyebabkan hipnotik pada konsentrasi inspirasi ( 3
- 3,5%) dapat menimbulkan aktivitas spike epileptiform pada EEG, oleh
karena itu dihindari untuk pasien epilepsi.

11
 Farmakokinetik : Dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui urine.
Sistem Respirasi : Tidak iritatif dan tidak menyebabkan sekresi saliva dan
trakheobronkhial penurunan refleks laring tidak sebesar halothan depresi
napas > dalam dibanding halothan sistem kardiovaskular : depresi miokard
lebih kuat dari halothan (mac yang sama) sehingga efek hipotensi > daripada
efek halothan aritmia jarang terjadi, pemakaian adrenalin relatif aman otot :
konsentrasi meningkat relaksasi uterus meningkatkan aktivitas obat pelumpuh
otot non depolarisasi SSP
3) Isofluran
 Bau tidak enak
 Anestetikum inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik
 Penekanan terhadap SSP sama dengan enfluran
 Tidak menyala dan tidak eksplosif
 Kadar fluoride dalam ginjal rendah sehingga tidak menimbulkan gangguan
terhadap fungsi ginjal
 Efek samping : berupa hipotensi, aritmi, menggigil, kontriksi bronchi, dan
meningkatkan jumlah leukosit. Pasca bedah dapat menimbulkan mual muntah
dan keadaan tegang lebih kurang 10% pasien
 Dosis : tracheal 0.5-3v% dalam O2 dan N2O
 Farmakodinamik : Kardiovaskular  Depresi jantung dan pembuluh darah
minimal dibanding anestesi inhalasi lainnya digemari untuk anestesia teknik
hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.
Otot  Relaksasi cukup baik dan berpotensi dengan relaksan, pada uterus
hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan
oksitosin sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan.
Hati & Ginjal  Tidak hepatotoksik dan nefrotoksik
Lain  Induksi dan pemulihan lebih cepat
 Farmakokinetik : SSP  Mendepresi nafas seperti anestesi inhalasi lainnya.
Pada dosis anestetik/subanestetik menurunkan laju metabolisme otakterhadap
oksigen tetapi meningkatkan CBF dan ICP.
4) Desfluran

12
 Merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip
isofluran. Desfluran sangat mudah menguap
 Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi
 Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi
 Farmakodinamik : Iritasi ringan saluran napas, sekresi, batuk, kadang
laringospasme, apnoe, Menurunkan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan
darah arteri rata-rata, depresi kortikal, supresi aktifitas EEG, menekan fungsi
neuromuskuler, meningkatkan kerja pankuronium dan suksametonium,
peningkatan jumlah neutrophil, dan konsentrasi gula darah meningkat
 Farmakokinetik : Potensinya kurang dibanding halotan atau isofluran.
Induksi cepat dicapai, waktu bangun dan pemulihan lebih cepat dari
isofluran.Dihalogenasi dengan fluorida, tahan terhadap biodegradasi. Kurang
dimetabolisme, efek toksik organ spesifik tidak ada
5) Sevofluran
 Merupakan halogenasi eter
 Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran
 Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas
 Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.Efek
terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporantoksik
terhadap hepar
 Farmakodinamik : Dapat menimbulkan depresi sistem kardiovaskuker dan
respirasi seperti obat-obatan anestesi halogen yang lain. Hilangnya kesadaran
dapat dicapai dalam 5 kali tarikan nafas tunggal dengan induksi sevofluran
sebanyak 2%, kelarutan darah/ gas yang rendah menghasilkan induksi dan
rekoveri yang cepat
 Farmakokinetik : Iritasi saluran pernapasan serta kelarutan lebih rendah
daripada halotan, sehingga induksi inhalasi akan lebih cepat dengan
sevofluran daripada dengan halotan. Sevofluran mendepresi SSP.
Kardiovaskuler dan rerpirasi parallel dengan isofluran.
b) Anestesi Intravena
13
1) Tiopental
 Anestetikum injeksi baik, tetapi sangat singkat ( t ½ kurang lebih 5 menit) ,
mulai kerjanya cepat, tetapi efek analgetis dan relaksasi ototnya tidak cukup
kuat
 Hanya digunakan untuk induksi dan narkosa singkat pada pembedahan kecil
( antara lain di mulut) atau sebagai anestetikum pokok bersamaan dengan
anestetikum lanjutan dan suatu zat relaksan otot
 Efek samping : depresi pernapasan, terutama pada injeksi yang terlalu cepat
dan dosis berlebihan, menyebabkan sering menguap, batuk, dan kejang laring
pada taraf awal anastesi, dapat menembus plasenta dan masuk ke dalam ASI
 Kontraindikasi : tidak dapat digunakan pada infusiensi sirkulasi, jantung,
atau hipertensi
 Dosis : IV 100-150 mg larutan 2,5-5% (perlahan-lahan) rectal 40 mg/kg
maksimal 2 g
 Farmakodinamik : Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi
menimbulkan hiperalgesia pada dosis subhipnotik, meghasilkan penururnan
metabolisme serebral dan aliran darah, sedangkan pada dosis yang tinggi akan
menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram. Turut menurunkan tekanan
intracranial
 Farmakokinetika : Terikat pada protein plasma 80%. Di dalam hati
dirombak sangat lambat menjadi 3-5% pentobarbital dan sisanya menjadi
metabolit tidak aktif yang diekskresikan melalui kemih. Kadarnya dalam
jaringan lemak adalah 6-12 kali lebih besar daripada kadar dalam plasma
2) Midazolam
 Berkhasiat hipnotis. Anxiolitis, relaksasi otot dan antikonvulsi
 Digunakan pada taraf induksi dan memelihara anestesi
 Secara oral resorpsinya agak cepat
 Perombakan berjalan dengan cepat dan sempurna

14
 Efek samping : dosis diatas 0,1-0,15 mg/kg/BB berupa hambatan pernapasan
yang bias fatal. Nyeri pada tempat injeksi, dan tromboflebitis pada tempat
injeksi
 Dosis : premedikasi oral 25 mg 45 menit sebelum pembedahan, IV 2,5 mg
(HCl)
 Farmakokinetik : Midazolam merupakan short-acting benzodiazepine yang
bersifat depresan sistem saraf  pusat (SSP). Efek midazolam pada SSP
tergantung pada dosis yang diberikan, rute pemberian,dan ada atau tidak
adanya obat lain. Onset waktu efek penenang (sedative) setelah pemberian
IMpada orang dewasa adalah 15 menit, dengan puncak sedasi terjadi 30
sampai 60 menit setelahinjeksi.Sedasi pada pasien dewasa dan anak-anak
dicapai dalam waktu 3 sampai 5 menit setelahinjeksi intravena (IV). Waktu
onset dipengaruhi oleh dosis total diberikan dan administrasi bersamaan
premedikasi narkotika
 Farmakokinetik : Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan
cepat melalui sawar darah otak. Hanya50% dari obat yang diserap yang akan
masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolisme portahepatik yang tinggi.
Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan protein.
Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi
mempercepatdistribusi dari otak ke jaringan yang tidak begitu aktif juga
dengan klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam, lebih pendek daripada waktu
paruh diazepam.Waktu paruh meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi
hati. Pada pasien dengan obesitas,klirens midazolam akan lebih lambat karena
obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibateliminasi yang cepat dari
midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.
3) Diazepam
 Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan kegelisahan, efek
relaksasi otot yang bekerja secara sentral, dan bila diberikan secara intravena
bekerja sebagai antikejang. Respon obat bertahan selama 12-24 jam menjadi

15
nyata dalam 30-90 menit setelah pemberian secara oral dan 15 mnt setelah
injeksi intravena
 Kontraindikasi : hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian parenteral
dikontraindikasikan pada pasien syok atau koma
 Dosis : induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB
 Farmakodinamik : Memodulasi efek postsynaptic dari transmisi GABA - A,
sehingga mengakibatkan peningkatan hambatan presinaptik. Bekerja pada
bagian sistem limbic thalamus dan hipotalamus untuk menimbulkan efek yang
menenagkan
 Farmakokinetik : Waktu untuk mecapai plasma puncak yaitu 0,5-2 jam
denga perbandingan dalam darah diazepam 1,8 dan DMDZ 1,7 serta
perbandinga ikatan protein diazepam 98-99% dan DMDZ 97%.
Pendistribusiannya secara luas, menembus sawar darah otak, menembus
plasenta dan memasuki ASI dengan jalur metabolisme oksidasi dan
dimetabolisme terutama oleh hati. Beberapa produk metabolismenya bersifat
aktif sebagai depresan SSP
4) Ketamin
 Digunakan pada pembedahan singkat, untuk induksi anestesi
 Menimbulkan rasa sakit
 Metabolismenya melalui konvugasi di hati dan diekskresikan melalui kemih
 Daya kerja analgetis (t ½ kurang lebih 2 jam) berlangsung lebih lama daripada
efek hipnotisnya
 Menimbulkan analgesi yang dalam. Tidak efektif terhadap nyeri perut dan
dada
 Efek samping : hipertensi, kejang-kejang, sekresi lidah yang kuat, dan
peningkatan tekanan intracranial dan intraokuler, mengurangi prestasi
kegiatan jantung dan paru-paru. Gangguan psikis (halusinasi) pada fase
pemulihan
 Dosis : IM 10 mg/kg, IV 2 mg/ kg BB

16
 Farmakodinamik : Dosis induksi ketamin adalah 1-2 mg/KgBB IV atau 3-5
mg/KgBB IM. Stadium depresi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk
mempertahankan anestesia dapat diberikan dosis 25-100 mg/KgBB/menit.
Stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.Mekanisme kerja ketamin bekerja
sebagai antagonis nonkompetitif pada reseptor NMDA yang tidak tergantung
pada tegangan akan mempengaruhi ikatan pada tempat ikatan fensiklidin.
Reseptor NMDA adalah suatu reseptor kanal ion (untuk ion na +,ca2+,dan k+)
maka blockade reseptor ini berarti bahwa pada saat yang sama, ada blockade
aliran ion sepanjang membrane neuron sehingga terjadi hambatan
padadepolarisasi neuron di SSP
 Farmakokinetik : Ketamin menghambat efek membrane eksitatori
neurotransmitter asam glutamat pada suptipe reseptor NMDA . Ketamin
merupakan obat yang sangat lipofilik dan didistribusikan dengan cepat ke
dalam organ-organ yang kaya vaskuler, termasuk otak, hati dan ginjal
kemudian obat ini di distribusikan kembali kedalam jaringan-jaringan yang
kurang vaskularisasinya, bersamaan dengan metabolismenya di hati untuk
selanjutnya dibuang ke urin dan empedu
5) Propofol
 Digunakan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi umum
 Setelah injeksi IV propofol dengan cepat disalurkan ke otak, jantung, hati, dan
ginjal, kemudian disusul dengan redistribusi yang sangat cepat ke otot, kulit,
tulang, dan lemak. Redistribusi ini menyebabkan kadar dalam otak menurun
dengan cepat. Di hati, propofol dirombak menjadi metabolit-metabolit inaktif
yang diekskreikan melalui urin
 Efek samping : sesak nafas, depresi system diovaskuler
( hipotensi,bradikardia),eksitasi ringan dan tromboflebitis. Setelah siuman
timbul mual muntah dan nyeri kepala
 Dosis : IV/infuse 2-12 mg/kg BB
 Farmakodinamik : Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana
dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek

17
analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran
berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood tapi tidak  sehebat
thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan intraokular
sebanyak 35%.Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan
katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak
30%.Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam
beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada
pemberian diprivan
 Farmakokinetik : Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana
98% terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi
suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara
2 – 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena
propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat
menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih
juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol
bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot
2. Anastesi Lokal
a) Golongan Ester
1) Kokain
 Sifat-sifat farmakologi : kokain juga merupakan vasokonstriktor poten,
absorpsinya lambat, waktu paruh 1 jam setelah pemberian per oral atau nasal,
dosis rendah menurunkan denyut jantung, dosis sedang meningkatkan denyut
jantung dan tekanan darah
 Indikasi klinik : digunakan sebagai anestesi topikal, terutama untuk hidung
dan tenggorokan
 Toksisitas : dosis toksik menimbulkan perangsangan SPP (iritabilitas,
psikosis, kejang) diikuti oleh depresi pernapasan, potensi kuat menimbulkan
penyalahgunaan (dapat menimbulkan ketergantungan psikologis)
 Farmakodinamik : Kokain atau benzoilmetilekgonin didapat dari daun
erythroxylon coca. Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat

18
hantaran saraf, bila digunakan secara lokal. Efek sistemik yang paling
mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat.
SSP (Sistim Saraf Pusat) Efek Kokain pada tingkah laku merupakan akibat
dari rangsangan kuat pada korteks dan sambungan otak. Kokain meningkatkan
kesadaran mental dan memberikan perasaan sehat, dan euforia yang serupa
dengan yang disebabkan oleh amfetamin. Seperti amfetamin, kokain dapat
menimbulkan halusinasi, delusi, dan paranoid. Kokain memacu aktivitas
motorik dan pada dosis tinggi dapat menyebabkan tremor dan bangkitan
kejang yang diikuti depresi pernapasan dan vasomotor.
Sistem Saraf Simpatik  Di perifer, kokain memperkuat kerja norepenefrin
dan menghasilkan sindrom “ melawan atau lari ” (fight or flight) yang khas
untuk stimulasi adrenergic. Ini ada hubungannya dengan takikardia,
hipertensi, dilatasi pupil, dan vasokonstriksi perifer.
 Farmakokinetik : Kokain digunakan sendiri dengan mengunyah, mengendus
dengan hidung, merokok dan suntikan Intra Vena. Efek puncak terjadi setelah
15-20 menit sehabis mengendus tepung kokain dan menurun setelah 1-1,5
jam. Efek yang cepat tetapi berjangka waktu pendek diperoleh setelah
suntikan intravena kokain atau merokok bentuk basa bebas (“crack”). Karena
terjadinya efek sangat cepat, kemungkinan takar lajak dan ketergantungan
paling besar dengan suntuikan intravena dan mengisap crack. Absorpsi
dilakukan dari segala tempat termasuk selaput lendir. Pada pemberian oral
kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami
hidrolisis. Sebagian besar mengalami detoksikasi dihati dan sebagian kecil di
ekskresi bersama urin dalam bentuk utuh. Diperkirakan hati dapat melakukan
detoksikasi kokain sebanyak 1 dosis letal minimal dalam waktu 1 jam.
Detoksikasi kokain tidak secepat detoksikasi anestesi local sintetik.
2) Prokain
 Sifat farmakologi : bila tidak digunakan vasokonstriktor absorpsinya cepat
dari tempat suntikan, dihidrolisis menjadi PABA yang secara kompetitif
menghambat sulfonamida.

19
 Indikasi klinik : untuk anestesi lokal dengan suntikan lokal, blokade saraf
dan anestesi spinal, sedangkan secara topikal tidak efektif, derivat
prokainamid digunakan untuk terapi aritmia jantung.
 Toksisitas : toksisitas sistemik rendah karena masa kerjanya singkat dan
degradasi cepat, over dosis dapat menyebabkan gawat pernapasan.
 Farmakodinamik : Prokain dapat menyebabkan kegelisahan dan tremor,
kejang, mempengaruhi transmisi disambungan saraf otot, kolaps
kardiovaskuler, dan alergi.
 Farmakokinetik : Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan
untuk memperlambat absorpsi perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah
diabsorpsi, prokain cepat dihidrolisis oleh esterase dalam plasma menjadi
PABA dan dietilaminoetanol. PABA diekskresi dalam urine, kira-kira 80%
dalam bentuk utuh dan bentuk konjugasi. 30% dietilaminoetanol ditemukan
dalam urine, dan selebihnya mengalami degradasi lebih lanjut.
3) Klorprokain
 Sifat farmakologi : klorprokain adalah derivat prokain berhalogen, potensi
anestetik lokal 2 kali lebih kuat dari prokain, dimetabolisme lebih cepat dari
prokain.
 Indikasi klinik : anestesi infiltrasi, blokade saraf, dan anestesi epidural.
 Toksisitas : toksisitas sistemik kecil.
4) Tetrakain
 Sifat farmakologi : merupakan ester PABA, diabsorpsi secara cepat dari
saluran napas, mempunyai potensi 10 kali lebih kuat dan lebih toksik dari
prokain (IV), masa kerja lebih panjang dari prokain.
 Indikasi klinik : lebih sering digunakan untuk anestesi spinal, penggunaan
topikal pada mata dan nasofaring.
 Toksisitas : mirip prokain, memengaruhi sulfonamida
b) Golongan Amida
1) Lidokain

20
 Sifat - sifat farmakologi : mempunyai efek vasodilator lokal, dua kali lebih
kuat dan lebih toksik daripada prokain, dan dimetabolisme di hati.
 Penggunaan klinik : anestesi topikal, injeksi lokal untuk anestesi lokal, IV
digunakan untuk aritmia jantung.
 Toksisitas : sedasi, amnesia, dan konvulsi
 Farmakodinamik : Lidokain (xilokain) adalah anestik lokal kuat yang
digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesia
terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang
ditimbulkan oleh prokain pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain
merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestik lokal
golongan amida. Anestik ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor,
tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambahdan masa kerjanya
lebih pendek. Lidokain adalah obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif
terhadap anestik lokal golongan ester. Lidokain dapat menimbulkan kantuk.
 Farmakokinetik : Lidokain cepat diserap dari tempat suntikan, saluran cerna
dan saluran pernapasan serta dapat melewati sawar darah. Kadarnya dalam
plasma fetus dapat mencapai 60% kadar dalam darah ibu. Dalam hati,
lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (mixed-
function oxidases) membentuk monoetilglisim xlidid dan glisin xlidid, yang
kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin dan
xlidid. Kedua metabolik monoetilglisim xlidid maupun glisin xlidid ternyata
masih memiliki efek anestetik lokal.
2) Bupivakain
 Sifat farmakologi : masa kerja panjang; digunakan untuk anestesi infiltrasi,
unruk blokade saraf, dan anestesi spinal.
 Toksisitas : hampir sama dengan prokain.
 Farmakodinamik : Agent anestesi local yang digunakan untuk memberikan
relaksasi otot derajat sedang. Bupavakain akan menyebabkan blokade yang
bersifat reversibel pada perambatan impuls sepanjang serabut saraf, dengan
cara mencegah pergerakan ion-ion natrium melalui membran sel, ke dalam
sel.

21
 Farmakokinetik : Bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin
dalam mengontrol nyeri pada pasca pembedahan caesar. Bupivakain lebih
kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya
menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selam sistolik.
Namun, bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama
diastolik, sehingga da fraksi yang cukup besar etatp terhambat pada akhir
diastolik.

22

Anda mungkin juga menyukai