ANASTESI INHALASI
Disusun oleh :
Maharani Febrianda Savitri
1102016107
Pembimbing :
PENDAHULUAN
Obat-obatan anestesi inhalasi adalah obat-obat anesthesia yang berupa gas atau
cairan volatil (mudah menguap), yang diberikan melalui pernapasan pasien. Campuran
gas atau uap obat anesthesia dan oksigen masuk mengikuti aliran udara inspirasi,
mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler paru
sesuai dengan sifat masing-masing gas (Mangku, 2014). Anestesi inhalasi merupakan
teknik yang paling sering digunakan pada general anestesi (Barash, 2013).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Obat anestesia inhalasi adalah obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah
menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien.
Campuran gas atau uap obat anestesia dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi,
mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai
dengan sifat fisik masing-masing gas. Konsentrasi minimal fraksi gas atau uap obat
anestesia di dalam alveoli yang sudah menimbulkan efek analgesia pada pasien, dipakai
satuan potensi dari obat anestesia inhalasi tersebut yang popular disebut dengan “MAC”
(minimal alveolar concentration). (Mangku, 2013).
Pemakaian anestesi inhalasi melalui inhalasi dari paru yang diteruskan keseluruh
jaringan melalui darah. Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh
sifat fisik yang meliputi ambilan oleh gas, difusi gas dari paru ke darah, dan distribusi oleh
darah ke otak dan organ lainnya. Obat-obat anestesi inhalasi digunakan untuk induksi dan
pemeliharaan anestesi. Sifat anestetik inhalasi menyebabkan ketidaknyamanan adalah bau
dan sifat iritasi saluran pernapasan (Morgan, 2018).
Dalamnya anestesi bergantung pada kadar anestetik di sistem saraf pusat, dan kadar ini
ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi transfer anestetik dari alveoli paru ke
darah dan dari darah ke jaringan otak. Kecepatan induksi bergantung pada kecepatan
dicapainya (Gunawan, 2016).
Kadar efektif zat anestetik di otak, begitu pula masa pemulihan setelah pemberian obat
dihentikan. Membrane alveoli dengan mudah dapat dilewati zat anestetik secara difusi dari
alveoli ke aliran darah dan sebaliknya. Tetapi, bila ventilasi alveoli terganggu, misalnya
pada emfisema paru, pemindahan anestetik akan terganggu pula (Gunawan, 2016).
3
Faktor yang menentukan kecepatan transfer anestetik di jaringan otak ditentukan oleh:
Dasar dari terjadinya stadium anesthesia adalah adanya perbedaan kepekaaan berbagai
bagian SSP terhadap anestetik. Sel-sel substantia gelatinosa di kornu dorsalis medulla
spinalis peka sekali terhadap anestetik. Penurunan aktivitas neuron di daerah ini
menghambat transmisi sensorik dari rangsang nosiseptik, inilah yang menyebabkan
terjadinya tahap analgesia. Stadium II terjadi akibat aktivitas neuron yang kompleks pada
kadar anestetik yang lebih tinggi di otak. Aktifitas ini antara lain berupa penghambatan
berbagai neuron inhibisi bersamaan dengan dipermudahnya penglepasan neurotransmitter
eksitasi. Selanjutnya, depresi hebat pada jalur naik di system aktivasi reticular dan
penekanan aktivitas reflex spinal menyebabkan pasien masuk ke stadium III. Neuron di
pusat napas dan pusat vasomotor relative tidak peka terhadap anestesi kecuali pada kadar
yang sangat tinggi. Apa yang menyebabkan perbedaan kepekaan berbagai bagian SSP ini
masih perlu diteliti (Gunawan, 2016).
4
Konsentrasi Alveolar Minimum (KAM)
1) Obat anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap.
- Halothan
- Trikhloroetilen
- Khloroform
b) Derivat eter
- Dietil eter
- Metoksifluran
- Enfluran
- Isofluran
b) Siklopropan
5
2.4.1 Halotan
Halotan berbentuk cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar
dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen, tidak iritatif dan
mudah rusak bila terkena cahaya, tetapi stabil disimpan memakai botol warna gelap
(Tjay, 2010).
Dosis
Dosis untuk induksi inhalasi adalah 2-4%, dosis untuk induksi anak 1.5 – 2%.
Pada induksi inhalasi kedalaman yang cukup terjadi setelah 10 menit. Dosis untuk
pemeliharaan adalah 1 – 2%, dan dapat dikurangi bila digunakan juga N2O atau
narkotik. Pemeliharaan pada anak 0.5 – 2%. Waktu pulih sadar sekitar 10 menit
setelah obat dihentikan (Tjay, 2010).
Efek Farmakologi
6
2. Vascular otak = Vasodilatasi, sehingga aliran darah otak meningkat, oleh karena
itu tidak dipilih untuk anestesi pada kraniotomi
3. Kardiovaskular = Depresi otot jantung
4. Respirasi = depresi pusat nafas, volume tidal dan nafas menurun, dilatasi bronkus
5. Ginjal = menurunkan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus
6. Hati = menurunkan aliran darah pada lobules sentral hati 25-30%
Penggunaan Klinik
2.4.2 Enfluran
Enfluran adalah obat anestesi inhalasi yang bebentuk cair, tidak mudah terbakar,
tidak berwarna, tidak iritatif, lebih stabil dibandingkan halotan, induksi lebih cepat
dibanding halotan, tidak terpengaruh cahaya dan tidak bereaksi dengan logam (Tjay,
2010).
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3%
bersama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara
1- 2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1% (Tjay, 2010).
7
Efek Farmakologik
1. SSP = Pada dosis tinggi menimbulkan “twitching” (tonik-klonik) pada otot muka
dan anggota gerak. Hal ini terutama dapat terjadi bila pasien mengalami
hipokapnia. Kejadian ini bisa dihindari dengan mengurangi dosis obat dan
mencegah terjadinya hipokapnia.
2. Kardiovaskula = Depresi kontraktilitas miokard, disritmia jarang terjadi, tidak
meningkatkan sensitifitas miokard terhadap katekolamin
3. Respirasi = Tidak meningkatkan sekresi bronchial dan ludah, tidak meningkatkan
iritabilitas faring dan laring. Frekuensi nafas meningkat tetapi ventilasi semenit
berkurang karena volume tidal yang menurun
4. Ginjal = Menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan laju filtrasi glomerolus dan
akhirnya menurunkan diuresis
5. Hati = Gangguan fungsi hati ringan reversible
6. Uterus = Menimbulkan depresi tonus otot uterus
7. Otot = Meningkatkan relaksasi untuk laparotomi
Penggunaan Klinik
Sama seperti halotan. Untuk mengubah cairan enfluran menjadi uap, diperlukan
alat penguap (vaporizer) khusus enfluran (Wargahadibrata, 2016).
2.4.3 Isofluran
Isofluran adalah obat anestesi isomer dari enfluran, merupakan cairan tidak
berwarna dan berbau tajam, menimbulkan iritasi jalan nafas jika dipakai dengan
konsentrasi tinggi menggunakan sungkup muka. Tidak mudah terbakar, tidak
terpengaruh cahaya dan proses induksi dan pemulihannya relatif cepat dibandingkan
dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat
dibandingkan dengan sevofluran (Tjay, 2010).
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3%
bersamasama dengan N2O.
8
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan konsentrasinya berkisar antara 1-
2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1% (Tjay, 2010).
Pada pasien yang mendapat anestesi isofluran kurang dari 1 jam akan sadar
kembali sekitar 7 menit setelah obat dihentikan. Sedangkan pada tindakan 5-6jam,
kembali sadar sekitar 11 menit setelah obat dihentikan (Tjay, 2010).
Efek Farmakologi
1. SSP = Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan.
Isofluran tidak menimbulkan kelainan EEG
2. Kardiovaskular = Depresi otot jantung dan pembuluh darah yang lebih ringan
dengan obat anastesi volatil lainnya
3. Respirasi : Depresi pernafasan
4. Otot rangka = Menurunkan tonus otot rangka melalui depresi pusat motorik
serebrum
5. Ginjal = menurukan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
2.4.4 Sevofluran
Sevofluran dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak
berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu tempat gelap), dan tidak terlihat adanya
degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas. Obat ini tidak bersifat iritatif
terhadap jalan nafas sehingga baik untuk induksi inhalasi. Proses induksi dan
pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang
ada pada saat ini (Tjay, 2010).
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-5,0%
bersama-sama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara
Efek Farmakologi
1. SSP = Aliran darah otak sedikit meningkat dan tekanan intracranial meningkat
9
2. Kardiovaskular = Tahanan vascular dan curah jantung sedikit menurun
3. Respirasi = Depresi pernafasan dan dapat memicu bronkospasme
4. Otot rangka = relaksasi otot
5. Hepar dan ginjal = menurunkan aliran darah ke hepar paling kecil dibandingkan
enfluran dan halotan
2.4.5 Desfluran
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya
sama dengan isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengan agen
volatile yang lain. Memerlukan alat penguap khusus (TEC-6) (Tjay, 2010).
Dosis
Efek Farmakologi
Penggunaan Klinik
N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar (lebih
dari 65%) agar efektif. Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus diberikan sebagai
campuran, karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat menyebabkan
hipoksia. N2O tidak dapat menghasilkan anestesia yang adekuat kecuali
dikombinasikan dengan zat anestesi yang lain, meskipun demikian, karakteristik
tertentu membuatnya menjadi zat anestesi yang menarik, yaitu koefisien partisi darah
10
atau gas yang rendah, efek anagesi pada konsentrasi subanestetik, kecilnya efek
kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya minimal dan tidak mengiritasi
jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan masker.
Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif, sehingga pemberian
N2O dapat secara substansial mengurangi jumlah zat anestesi lain yang seharusnya
digunakan. Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar
dari zat anestesi lain dengan cepat, oleh karana sifat “efek gas kedua” dan “efek
konsentrasi” dari N2O. Efek konsentrasi terjadi saat gas diberikan dengan
konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi gas diinhalasi, maka semakin cepat
peningkatan tekanan arterial gas tersebut (Tjay, 2010).
Absorbsi dan eliminasi nitorus oksida relatif lebih cepat dibandingkan dengan
obat anestesi inhalasi lainnya, hal ini terutama disebabkan oleh koefisien partisi gas
darah yang rendah dari N2O. total ambilan N2O oleh tubuh manusia diteliti oleh
Severinghause. Pada menit pertama, N2O (75%) dengan cepat akan diabsorbsi
kirakira 1.000 ml/menit. Setelah 5 menit, tingkat absorbsi turun menjadi 600
ml/menit, setelah 10 menit turun menjadi 350 ml/menit dan setelah 50 menit tingkat
absorbsinya kira-kira 100 ml/menit, kemudian pelan-pelan menurn dan akhirnya
mencapi nol. Konsentrasi N2O yang diabsorbsi tergantung antara lain oleh
konsentrasi inspirasi gas, ventilasi alveolar dan ambilan oleh sirkulasi, seperti
koefisien partisi darah/gas dan aliran darah (curah jantung).
11
Efek Farmakologi
Nitrous oksida tidak mengikuti klasifikasi stadium anestesi dari guedel dalam
kombinasinya dengan oksigen dan sangat tidak mungkin mencoba memakai nitrous
oksigen tanpa oksigen hanya karena ingin tahu gambaran stadium anestesi dari
guedel.
Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N2O : O2 = 80% : 20%.
N2O tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah jantung secara langsung.
Tekanan darah tetap stabil dengan sedikit penurunan yang tidak bermakna
(Gunawan, 2016).
12
terjadinya spasme bronkus. Perubahan laju dan kedalaman pernapasan (menjadi
lebih lambat dan dalam) lebih disebabkan karena efek sedasi dan hilangnya
ketegangan (Gunawan, 2016).
N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran cerna. Distensi dapat
terjadi akibat masuknya N2O ke dalam lumen usus. Pada gangguan fungsi hepar,
N2O tetap dapat digunakan (Gunawan, 2016).
Terhadap ginjal
N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada ginjal maupun pada
komposisi urin (Gunawan, 2016).
Penggunaan Klinik
Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia
umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan
N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan
tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yangberesiko
tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam
penggunaannya selalu dikombinasikan degnan obat lain yang berkhasiat sesuai
dengan target “trias anestesia” yang ingin dicapai (Wargahadibrata, 2016).
13
Farmakologi klinis obat anestesi inhalasi
14
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Sulistia Gan. Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Jakarta : Gaya Baru. 2016.
Hafniana., Arifin, H., and Umar, N. 2017. Perbandingan Efek Sevofluran dengan Halotan
terhadap Jumlah Neutrofil. Jurnal Anastesi Perioperatif. JAP. 2017;5(3): 187-91
Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 10th edition. Singapore : Mc Graw Hill
Lange. 2007
Latief, Said A.; Suryadi, Kartini A,; Dachlan, M. Ruswan. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi
3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007
Mangku, Gde.; Senapathi, Tjokorda Gde Agung Senaphati. Ilmu Anestesi dan Reanimasi.
Jakarta : Indeks Jakarta. 2013
Soenarjo; Jatmiko, Heru Dwi. Anestesiologi. Semarang : Ikatan Dokter Spesialis Anestesi dan
Reanimasi. 2015.
Tjay Tan H.; Rahardja Kirana. Obat – Obat Penting : Kasiat, Penggunaan dan Efek – Efek
Sampingnya Edisi 6. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Gramedia. 2010
15