Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

General anesthesia atau anestesi umum merupakan suatu tindakan yang


bertujuan menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar dan menyebabkan amnesia
yang bersifat reversible dan dapat diprediksi, anestesi umum menyebabkan
hilangnya ingatan saat dilakukan pembiusan dan operasi sehingga saat pasien
sadar pasien tidak mengingat peristiwa pembedahan yang dilakukan. Metode atau
teknik anestesi umum dibagi menjadi 3 yaitu teknik anestesi umum inhalasi,
anestesi umum intravena dan anestesi umum imbang .
Pada anestesi inhalasi, anestetik yang bentuk dasarnya berupa gas (N2O),
atau larutan yang diuapkan menggunakan mesin anestesi, masuk ke dalam
sirkulasi sistemik melalui system pernapasan yaitu secara difusi di alveoli. Jenis
gas atau cairan yang digunakan saat anestesi inhalasi diantaranya: Eter,
menimbulkan efek analgesia dan relaksasi otot yang sangat baik dengan batas
keamanan yang lebar jika dibandingkan dengan obat inhalasi lain. Halotan, tidak
berwarna dan baunya enak serta induksinya mudah dan cepat. Enfluran, bentuk
dasarya adalah cairan tidak berwarna dengan bau menyerupai bau eter. Isofluran,
cairan tidak berwarna dengan bau tidak enak. Efeknya terhadap pernapasan dan
sirkulasi kurang lebih sama dengan halotan dan enfluran. Sevofluran, mempunyai
efek neuroprotektif. Tidak berbau dan paling sedikit menyebabkan iritasi jalan
nafas sehingga cocok digunakan sebagai induksi anestesi umum.
Anestetik parenteral secara umum digunakan untuk induksi anestesia
umum dan menimbulkan sedasi pada anestesia lokal dengan conscious sedation.
Anestesia parenteral langsung masuk ke darah dan eliminasinya harus menunggu
proses metabolisme sehingga dosisnya harus dihitung secara teliti. Untuk
mempertahankan anestesia atau sedasi pada tingkat yang diinginkan, kadarnya
harus dipertahankan dengan suntikan berkala atau pemberian infus kontinu. Agen
anestetik yang dapat digunakan yaitu propofol, benzodiazepin, dan ketamin

34
Pemberian anestesi umum dengan teknik inhalasi, intravena maupun
imbang mempunyai risiko komplikasi pada pasien. Kematian merupakan risiko
komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pasca pemberian anestesi. Kematian
yang disebabkan anestesi umum terjadi < 1:100.000 kasus, selain kematian ada
komplikasi lain yaitu serangan jantung, infeksi paru, stroke, trauma pada gigi atau
lidah. Risiko komplikasi pada anestesi umum minimal apabila kondisi pasien
sedang optimal, namun sebaliknya jika pasien mempunyai riwayat kebiasaan yang
kurang baik misalnya riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, alergi
pada komponen obat, perokok, mempunyai riwayat penyakit jantung, paru dan
ginjal maka risiko komplikasi anestesi umum akan lebih tinggi.
Risiko komplikasi pada anestesi umum tersebut dapat diminimalkan
bahkan dicegah. Dokter anestesi dan perawat anestesi berperan penting dalam
meminimalkan risiko komplikasi tersebut yaitu dengan cara mempersiapkan
pasien sebelum operasi dengan melakukan kunjungan pre anestesi (Pramono,
2014). Saat kunjungan pre anestesi dokter anestesi atau perawat anestesi
melakukan pemeriksaan kondisi pasien serta melakukan anamnesis.Pemeriksaan
yang dilakukan saat kunjungan pre anestesi adalah pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan khusus yang mendalam jika diperlukan,
konsultasi dengan dokter spesialis lain, penentuan status fisik berdasarkan ASA
serta anamnesis. Anamnesis tersebut meliputi identitas pasien, anamnesis khusus
terkait penyakit bedah, anamnesis umum meliputi riwayat penyakit sistemik,
riwayat pemakaian obat, riwayat kebiasaan buruk seperti merokok.
Salah satu metode yang banyak digunakan baik untuk nyeri akut maupun
nyeri kronis adalah dengan multimodal analgesia. Multi modal analgesi
merupakan suatu step ladder dari obat anti nyeri yang digunakan berdasarkan
tingkat nyeri. Pada nyeri yang akut, kombinasi regional analgesia obat golongan
morfin dan obat golongan lainnya seperti NSAID diperlukan untuk mengurangi
bahkan menghilangkan nyeri yang timbul. Salah satu regional analgesia yang
banyak digunakan untuk menghilangkan nyeri adalah epidural. Epidural akan
menghilangkan sensitisasi sentral terhadap nyeri karena bekerjalangsung disentral.
Obat yang dikombinasikan pada multi modal analgesia adalah obat yang berasal

35
dari golongan yang berbeda. Jika kombinasi obat pada golongan yang sama akan
timbul suatu ceilling effect dimana penambahan suatu obat yang telah mencapai
dosis maksimal dengan obat dari golongan yang sama tidak akan meningkatkan
efek obat untuk mengatasi nyeri tetapi malah akan berakibat timbulnya efek
samping yang lebih besar

1.2 Tujuan Praktikum


Untuk memudahkan praktikan agar dapat mengetahui dan mempelajari
mengenai Anestesi umun, jenis – jenis anastesi umum, Agen anastesi umum dan
cara penggunaannya yang benar. Serta untuk mempelajari dan mengetahui
kegunaan dan cara kerja dari anastesi epidural.

1.3 Manfaat Praktikum


Hasil praktikum ini dapat memberikan informasi kepada praktikum
mengenai anastesi umum dan wawasan bagi praktikan untuk mengetahui agen
anatesi inhalasi yang paling sehingga dapat memprekecil efek samping yang dapat
timbul pada pasien selama dan setelah prosedur anastesi. Mengetahui tahap –
tahap manifestasi anestesi umum, Mengetahui gejala – gejala dalam tahap
manifestasi anestesi umum. Dan agar praktikan dapat melakukan anastesi epidural
dan mengetahui kegunaan dari anastesi epidural.

36
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anastesi umum adalah menghilangkan kesadaran dengan pemberian obat


– obat tertentu, tidak merasakan sakit walaupun diberikan rangsangan nyeri, dan
bersifat reversibel. Kemampuan untuk mempertahankan fungsi ventilasi hilang,
depresi fungsi neuromuskular, dan juga gangguan kardiovaskular. Pasien
membutuhkan bantuan untuk mempertahankan jalan napas dan pemberian
ventilasi tekanan buatan. Ada beberapa macam teknik anastesi umum, yaitu
anastesi inhalasi dan anastesi intraven. Cara memberikan anastesi inhalasi dapat
dilakukan dengan beberapa metode, yaitu dengan masker intubasi, dan Laryngeal
Mask Airway (LMA). Metode inhalasi adalah obat anastesi yang diberikan dalam
bentuk gas yang masuk ke paru-pru dibantu dengan alat selang endotrakeal, LMA,
atau ditutp dengan ssungkup?masker. Anastesi umum intravena adalah obat
anastesi yang dimasukkan melalui injeksi intravena ( Veterini, 2013 ).
Anestesi umum yang poten diberikan secara inhalasi atau suntikan
intravena. Awitan dan durasi merupakan efek farmakokinetik yang paling penting
pada anestetik intravena ketika digunakan sebagai induksi anestesi. Anestesi
intravena dapat menghasilkan berbagai manfaat dan efek samping (seperti depresi
atau stimulasi kardiovaskular, nyeri pada sisi injeksi, mual dan muntah, depresi
atau stimulasi pernafasan, eksitasi atau perlindungan central nervous system,
supresi adenocorticoid). Pemilihan anestesi intravena sebaiknya berdasarkan
karakteristik pasien dan kondisi yang berhubungan dengan operasi dan biaya
( Kurniawati et al ., 2010 ).
Keamanan anestesi umum dinilai dari efek samping yang terjadi pada fase
induksi, bukan pada fase pemeliharaan atau pada fase pemulihan. Karena, efek
samping hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa
trakhea, cairan infuse berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis
karena hipoksia, hiperkapnia dan asidosis. Hipotensi sendiri bisa disebabkan
karena pendarahan, terapi cairan kurang adekuat, hilangnya cairan ke rongga
ketiga, keluaran air kemih belum diganti, kontraksi miokardium kurang kuat atau

37
tahanan vaskular ferifer menurun. Penurunan nilai saturasi (hipoksemia, SpO2 <
90 mmHg) bisa disebabkan karena pernafasan pasien lambat dan dangkal
(hipoventilasi). Pernafasan lambat bisa disebabkan karena opioid dan dangkal
sering diakibatkan oleh pelumpuh otot yang masih bekerja. Dalam anestesi
dikatakan hipotensi apabila penurunan tekanan darah > 25% dari nilai awal
( Kurniawati et al ., 2010 ).
Sedasi inhalasi dengan N2O-O2 adalah keadaan sedasi disertai analgesia
pada penderita yang tetap sadar dengan menghirup campuran gas nitrogen oksida
(N2O) dengan oksigen. Terdapat tiga jenis sedasi berdasarkan cara pemberiannya,
yaitu sedasi inhalasi, sedasi enteral (oral dan rectal), dan sedasi parenteral
(intramuscular, subcutaneous, submucosal, intranasal, dan intravenous). Sedasi
inhalasi merupakan cara pemberian anastetikum yang diberikan dalam bentuk gas
atau uap, yang kemudian masuk ke dalam paru-paru melalui saluran pernapasan,
kemudian diabsorbsi oleh darah dari alveoli paru-paru dan masuk ke dalam
peredaran darah. Melalui peredaran darah anastetikum akan sampai di jaringan
otak. Disebut juga gas gelak, N2O merupakan satusatunya gas anorganik yang
dipergunakan sebagai anastetikum. Gas ini memiliki bau dan rasa manis,
densitasnya lebih besar dari pada udara, tidak berwarna, tidak mengiritasi dan
tidak mudah terbakar. Bila dikombinasikan dengan anestetikum yang mudah
terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan, misalnya campuran eter dan
nitrogen oksida. Umumnya N2O disimpan dalam bentuk cairan di dalam sebuah
silinder yang terbuat dari baja yang tahan tekanan tinggi pada temperatur kamar
bertekanan 50 atmosfir. Kelarutan N2O dalam darah relatif rendah. Koefisien
kelarutan gas dalam darah pada temperatur 37oC adalah 0,47. Koefisiennya kecil,
sehingga induksi dan waktu pemulihan N2O relatif cepat ( Achmad et al ., 2008 ).
Oksigen (O2) adalah gas yang digunakan bersama-sama dengan N2O
selama prosedur perawatan pada teknik sedasi inhalasi. Gas O2 tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa, dan
mempunyai daya membakar yang lebih besar daripada udara. Bobot O2 dalam 1
liter pada suhu

38
0°C dan tekanan 760 mmHg lebih kurang 1,429 gram. Oksigen larut dalam lebih
kurang 32 bagian air dan dalam 7 bagian etanol pada suhu 20oC dan tekanan 760
mmHg. Oksigen disimpan dalam tabung atau dalam tangki yang tahan tekanan
tinggi. Wadah yang digunakan harus bebas dari setiap zat toksik, penyebab tidur,
atau senyawa penyebab narkosis dan senyawa yang dapat menyebabkan iritasi
pada saluran napas ( Achmad et al ., 2008 ).
Hemoglobin merupakan kompleks protein globulin. Hemoglobin berikatan
dengan empat pigmen heme dan juga mampu mengikat empat molekul O2 untuk
membentuk oksihemoglobin. Hemoglobin dalam darah berkaitan dengan
kemampuan darah membawa oksigen dan warna merah darah. Faktor yang
mempengaruhi kadar hemoglobin adalah kondisi tubuh, jenis kelamin,
lingkungan, dan nutrisi. Satu gram hemoglobin mampu mengikat 1,36-1,39 ml
oksigen. Rata-rata kadar hemoglobin mamalia 10-15 g/dl. Jumlah oksigen dalam
darah ditentukan oleh jumlah oksigen terlarut dan jumlah hemoglobin yang ikut
dalam aliran darah. Kadar hemoglobin tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
pada masing-masing waktu pengamatan. Kadar hemoglobin cenderung naik dan
stabil ini dikarenakan adanya suplai oksigen sebagai pelarut dari gas anestetik
(halotan) pada anestesi per inhalasi sehingga kadar oksigen darah dapat
dipertahankan dan afinitas oksigen oleh hemoglobin tidak terganggu walaupun
terjadinya hipoventilasi akibat pemberian halotan. Pemasukan oksigen sebagai
pelarut dalam anestesi per inhalasi akan mengurangi tekanan karbonmonoksida
dalam darah melalui alveolus. Peningkatan PO2 akan mengurangi PCO2 dan
pembentukan H+ dan ion karbonat tubuh sehingga meningkatkan afinitas oksigen
oleh hemoglobin. Anestesi per inhalasi memberikan nilai saturasi oksigen yang
lebih stabil dibandingkan anestesi per injeksi yang disebabkan karena adanya
pemasukan oksigen ( Erwin et al ., 2013 ).
Epidural dapat digunakan untuk mengatasi nyeri durante operasi maupun
sesudah operasi. Salah satu kendala saat menggunakan tekhnik epidural murni
adalah lamanya onset dari epidural baik itu untuk blok sensorik maupun motorik.
Dengan menggunakan lokal anesthesi yang banyak digunakan adalah bupivacaine
0,5% murni tanpa ajuvan, efek terhadap blok motorik dan sensorik akan mulai

39
terjadi 15 sampai 25 menit setelah epidural dilakukan. Selama ini, epidural
dikombinasikan dengan spinal untuk menghasilkan onset dilakukan operasi yang
lebih cepat disertai dengan relaksasi lapangan operasi yang baik dan obat lokal
anesthesi akan diberikan melalui kateter epidural setelah obat lokal anesthesi
spinal diperkirakan telah habis sehingga operasi masih bisa dilanjutkan.
Kombinasi epidural dengan anesthesia umum biasanya dilakukan sebagai ajuvan
untuk anesthesi umum sebagai agen untuk mengatasi nyeri selama operasi dan
pasca operasi (Hartono et al., 2013)

Pada kasus PPCM dengan stabilitas hemodinamik tanpa distres


kardiopulmoner dan janin baik, cara kelahiran pervaginam dengan percepatan kala
II (bantuan instrumentasi) direkomendasikan. Pengawasan ketat dilakukan selama
masa peripartum. Analgesia epidural diberikan untuk menurunkan afterload dan
stress simpatis akibat nyeri. Keuntungan kelahiran per vaginam adalah stabilitas
hemodinamik lebih baik, perdarahan lebih sedikit, stres operasi minimal, risiko
infeksi rendah. Analgesia epidural dengan titrasi perlahan dan konsentrasi
anestetika lokal rendah (dosis analgesi) memberikan keuntungan menurunkan
preload dan afterload dan membantu mengakomodasi/mentoleransi autotransfusi
dari uterus paska kelahiran.Analgesia epidural juga memberikan kontrol
nyeri yang baik dan meminimalkan efek respon simpatis pada jantung
akibat nyeri. Kombinasi anestesi spinal epidural dengan dosis kontinyu
bupivakain 0,0625% sampai 0,04% dilaporkan sukses. (Septica dan Isngadi.,
2021)

Bahan lain yang digunakan: hormon progesteron, hormon superovulasi


Follicle Stimulating Hormone, hormon prostaglandin (PgF2α), gel
pelumas (sebagai bahan pelicin agar tidak terjadi luka) untuk aplikator
progesteron, iodine povidone, alkohol, kapas, tissue, media laktat ringer
(NaCl fisiologis sebagai media pembilas embrio) yang ditambah antibiotik
(penicilin, streptomycin), fetal calf serum(media flushing yang berasal dari
serum fetus sapi yang mengandung zat yang dibutuhkan oleh oosit selama
proses kultur in vitro) serta lidocaine(untuk anastesi epidural). Sapi yang akan

40
di-flushing, dimasukkan kedalam kandang jepit, kemudian dilakukan
anastesi epidural (antara sacrumterakhir dan tulang pertama coccygeal)
dengan lidocaine chloride2%. (Subchan et al., 2016)

Analgesia epidural telah diperkenalkan secara rutin sebagai salah satu


modalitas analgesia pada proses persalinan sejak tahun 1946.Saat ini penggunaan
analgesia epidural dengan obat anestetik lokal dosis rendah berhasil menurunkan
insiden instrumentasi dan bedah sesar dibandingkan dengan penelitian
terdahulu. Konsentrasi obat anestetik local yang rendah dibuktikan dapat
memberikan analgesia yang cukup baik tanpa memberikan blok motorik yang
dapat mempengaruhi proses persalinan.( Nugroho et al., 2018)

Anastesi epidural adalah anastesi local yang diberikan melalui bplus dan
kemudian secara continu disuntikan ke dalam ruang epidural dapat digunakan
untuk analgesia abdomen dan vagina atau digunakan pada anastesi koplet
(Meiliya dan wahyuningsih., 2003). Anastesi epidural mempunyai kelebihan
karena mudah berefek menyebabkan ekspos fetus terhadap obat minimal dan
perdarahan intraoperasi lebih kecil, dan membiarkan induk tetap sadar. Juga
relaksi otot dan analgesia optimal. Kelemahan dari epidural anastesi termasuk
kejadian hipotensi sekunder sampai blockade simpatheik. Mual dan muntah dapat
terjadi selama anastesi epidural disebabkan oleh hipotensi dan manipulasi
visceral. Kekurangan dari car aini adalah lamanya paralisis kaki belakang bisa
lebih dari 1jam, dan kemungkinan menginduksi hipotensi maternal. Hipotensi
maternal yang di timbulkan oleh anestesi epidural dapat dapat dikontrol dengan
memberikan cairan dan katekolamin. (Junaidi., 2021)

41
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Anastesi per injeksi
 Dosis ketamin pada kucing : 10 – 40 mg/kg BB
 Dosis ketamin pada anjing : 10 – 30 mg/kg BB
 Dosis xylazim pada kucing : 1 – 4 mg/kg BB
 Dosis xylazim pada anjing : 1 – 3 mg/kg BB
Contoh soal :
Seekor kucing dengan berat badan 4 kg diinjeksikan ketamin dengan dosis
maksimum dengan konsentrasi 10 %
D × BB
v=
10 x [ k ]

40 × 4
v=
10 x [ 10 ]
160
v=
100
V = 1,6 m/kg BB
Anastesi Inhalasi
Prinsip : anastesi ini diberikan melalui saluran pernafasan
1) Volume tidal
Volume sekali inspirasi dan ekspirasi
D × frekuensi nafas
Rumus vt=
100
4 ×30
vt=
100
120
vt=
100
vt = 1,2 liter

42
2) Induksi
Saat mulai diberikan obat sampai mencapai stadium anastesi
Diketahui dosis O2 = 40 %
N2O = 60 %
Agen : Halotan :2–4%
Isopfluran : 2,5 – 4,5 %
O2 = vt x %
=1,2 x 40%
=0,48 L
N2O = vt x %
= 1,2 x 60%
= 0,75 L
3) Manintenance ( mempertahankan stadium bedah )
Dosis O2 = 40 %
N2O = 60 %
Agen : Halotan : 0,5 – 1,5 %
Isopfluran :1–3%
O2 = 0,72 L
H2O = 0,48 L

3.2 Pembahasan
Anastesi umum merupakan salah satu teknik yang dapat di lakukan pada
pasien yang menjalani operasi lebih dari 20 menit, khususnya jika dibutuhkan
pemulihan cepat. Teknik anastesi umum dilakukan dengan cara intubasi, baik
yang memakai relaksan otot dan vent ilasi artivisial ataupun dengan pernafasan
spontan. Anastesi umum yang diberikan dengan intubasi dengan menggunakan
relaksan otot dan ventilasi artificial dapat diberikan melalui inhalasi dan selalu
dikombinasikan dengan oksigen (O2). Yang termasuk relaksan otot adalah oksida
nitrat dan siklopropane. Subtansi tersebut dihirup masuk kedalam darah melalui
kapiler - kapiler pulmonal dan saat konsentrasi mencukupi untuk bekerja di pusat

43
otak untuk membuat hilang kesadaran dan hilang sensasi. Efek yang muncul
setelah dilakukan anastesi umum antara lain regulgitasi, anfiksia, spasme pita
suara, hipotermi, gangguan irama jantung, bronkospasme, ansidosis syok,
hipotesi,distensi abdomen,penurunan perisataltik usus, mual dan muntah.
Metode atau teknik anestesi umum dibagi menjadi 3 yaitu teknik anestesi
umum inhalasi, anestesi umum intravena dan anestesi umum imbang . Pada
anestesi inhalasi, anestetik yang bentuk dasarnya berupa gas (N2O), atau larutan
yang diuapkan menggunakan mesin anestesi, masuk ke dalam sirkulasi sistemik
melalui system pernapasan yaitu secara difusi di alveoli. Jenis gas atau cairan
yang digunakan saat anestesi inhalasi diantaranya: Eter, menimbulkan efek
analgesia dan relaksasi otot yang sangat baik dengan batas keamanan yang lebar
jika dibandingkan dengan obat inhalasi lain. Halotan, tidak berwarna dan baunya
enak serta induksinya mudah dan cepat. Enfluran, bentuk dasarya adalah cairan
tidak berwarna dengan bau menyerupai bau eter. Isofluran, cairan tidak berwarna
dengan bau tidak enak. Efeknya terhadap pernapasan dan sirkulasi kurang lebih
sama dengan halotan dan enfluran. Sevofluran, mempunyai efek neuroprotektif.
Tidak berbau dan paling sedikit menyebabkan iritasi jalan nafas sehingga cocok
digunakan sebagai induksi anestesi umum. Sedasi inhalasi dengan N2O-O2 adalah
keadaan sedasi disertai analgesia pada penderita yang tetap sadar dengan
menghirup campuran gas nitrogen oksida (N2O) dengan oksigen. Terdapat tiga
jenis sedasi berdasarkan cara pemberiannya, yaitu sedasi inhalasi, sedasi enteral
(oral dan rectal), dan sedasi parenteral (intramuscular, subcutaneous,
submucosal, intranasal, dan intravenous).
Oksigen (O2) adalah gas yang digunakan bersama-sama dengan N2O
selama prosedur perawatan pada teknik sedasi inhalasi. Gas O2 tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa, dan
mempunyai daya membakar yang lebih besar daripada udara. Bobot O2 dalam 1
liter pada suhu
0°C dan tekanan 760 mmHg lebih kurang 1,429 gram. Oksigen larut dalam
lebih kurang 32 bagian air dan dalam 7 bagian etanol pada suhu 20oC dan tekanan
760 mmHg. Oksigen disimpan dalam tabung atau dalam tangki yang tahan

44
tekanan tinggi. Wadah yang digunakan harus bebas dari setiap zat toksik,
penyebab tidur, atau senyawa penyebab narkosis dan senyawa yang dapat
menyebabkan iritasi pada saluran napas.

Anestetik intravena dapat digunakan baik untuk induksi anestesia maupun


pemeliharaan anestesia selama tindakan operasi. Anestetik intravena hampir
seluruhnya menghasilkan efek dalam waktu satu masa sirkulasi lengan-otak (arm-
brain circulation time) dan dapat menyebabkan apneu dan hipotensi, karenanya
harus selalu tersedia fasilitas resusitasi yang memadai. Anestetik intravena ini
tidak boleh diberikan bila anestesiolog tidak yakin dapat mempertahankan
bebasnya jalan nafas, contohnya dalam kasus tumor pada faring atau laring dan
pada pasien dengan kegagalan sirkulasi akut (syok) atau fixed cardiac output.
Kebutuhan tiap individu amat beragam dan dosis yang direkomendasikan di sini
hanyalah sebagai panduan. Dosis yang lebih kecil diindikasikan untuk pasien
yang sakit berat, syok, atau pasien debilitasi dan pada gangguan hati yang
signifikan, sementara pasien yang lebih kuat mungkin memerlukan dosis lebih
besar. Untuk memfasilitasi intubasi trakea, induksi diikuti oleh obat pemblok
neuromuskular. Anastetik intravena total merupakan teknik anestesia pada
pembedahan mayor, di mana seluruh anestetik diberikan secara intravena.
Respirasi dikendalikan, paru-paru diberi udara kaya oksigen. Pelemas otot
digunakan untuk menimbulkan relaksasi dan mencegah gerakan refleks otot.
Masalah utama yang harus diatasi adalah penilaian kedalaman anestetik.

45
Tahap keadaan pada penggunaan anestesi digolongkan menjadi empat
stadium. Pada stadium I (analgesia), dimulai dari saat pemberian anestetikum
sampai menurunnya kesadaran, hilangnya kepekaan terhadap waktu, depresi
intelegensi, dan disorientasi, tetapi penderita masih dapat mengikuti perintah.
Pada tahap ini rasa sakit hilang dan dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan
seperti pencabutan gigi. Pada mulanya, penderita masih sadar dan dapat berbicara
dengan dokter giginya. Bila konsentrasi N2O meningkat, maka penderita makin
mengalami disorientasi dan bahkan mulai kehilangan kesadarannya, hingga mulai
masuk ke dalam stadium kedua. Tanda-tanda stadium I adalah respirasi tidak
menunjukkan irama yang khas, bola mata tidak menunjukkan proses yang khas,
pupil mata tidak berubah, dan refleks kelopak mata aktif ( Achmad et al ., 2008 ).
Stadium II (delirium) dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan
stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas gerakan yang tidak menuruti
kehendak, tonus otot serta refleks-refleks meningkat. Tanda-tanda stadium ini
yaitu respirasi tidak teratur, dapat terjadi apnoe atau hiperapnoe, pupil mata
dilatasi, refleks kelopak mata hilang, dapat timbul komplikasi seperti mual,
muntah, luksasi atau fraktur, dan warna kulit normal. Tahap anestesi yang ketiga
dimulai dari teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang ( Achmad
et al ., 2008 ).
Stadium III ini terdiri dari empat tingkat menurut kedalaman anestesi,
yaitu tingkat 1, yang dimulai dari hilangnya refleks kelopak mata sampai
pernapasan teratur. Tanda-tanda tingkat ini yaitu pernapasan teratur dan spontan,
bola mata bergerak kesana kemari, pupil mata terlihat mengecil, relaksasi otot
belum sempuma, serta pernapasan dada dan perut seimbang. Tingkat kedua
dimulai dari gerakan bola mata yang terhenti sampai paralisis sebagian otot
interkostal. Tanda-tanda tingkat ini yaitu pernapasan teratur tetapi kurang dalam
dibandingkan tingkat 1, bola mata tidak bergerak, pupil mata dilatasi, refleks
laring menghilang sehingga dapat dikerjakan intubasi, dan otot relaksasi sebagian.
Tingkat ketiga dimulai dari paralisis sebagian otot interkostal sampai paralisis
seluruh otot interkostal dan hanya terdapat pernapasan perut. Tanda-tanda tingkat
ini yaitu pernapasan sebagian besar oleh perut karena otot interkostal mengalami

46
paralisis, pupil mata dilatasi, dan relaksasi otot sempurna. Sedangkan tingkat
keempat dimulai dari paralisis seluruh otot interkostal sampai paralisis seluruh
otot diafragma. Tanda-tanda tingkat ini yaitu pernapasan perut sempurna, pupil
mata dilatasi sempurna, refleks cahaya hilang, dan tekanan darah menurun
( Achmad et al ., 2008 ).
Stadium IV atau paralisis medula oblongata dimulai dengan lebih
melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III tingkat 4. Tanda-tanda
stadium ini yaitu tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh darah kolaps,
denyut jantung berhenti, pernapasan yang lumpuh yang tidak dapat dibantu
dengan napas buatan, dan dapat menyebabkan kematian( Achmad et al ., 2008 ).

Pasien- pasien yang Memerlukan Anestesi Umum

Anestesi umum biasanya merupakan teknik pilihan untuk pasien - pasien sebagai
berikut:
a. Pasien - pasien yang mengalami prosedur pembedahan yang memerlukan
relaksasi otot rangka, berlangsung dalam periode waktu yang lama,
memerlukan posisi tertentu karena lokasi area insisi atau memerlukan kontrol
pernafasan.
b. Pasien - pasien yang sangat cemas.
c. Pasien yang menolak atau mengalami kontra
indikasi untuk teknik relaksasi local atau regioanal
d. Pasien yang tidak kooperatif karena status emosionalnya, kurangnya
matang/dewasa, intolksilasi, trauma kepala, atau proses patofisiologis yang
tidak memungkinkan untuk tetap imobilisasi selama periode waktu yang
lama.

Efek Samping Anestesi Umum

Menurut maryunani ( 2015 ) terdapat beberapa efek samping anestesiumum


sebagai berikut:

47
a. Efek samping pasca operasi meliputi mual, muntah dan otot
pegal.
b. Efek samping ini biasanya berlangsung singkat dan bisa diobati.
c. Namun, dapat juga terjadi komplikasi yang lebih serius seperti serangan
jantung, kerusakan ginjal dan stroke (tetapi sangat jarang terjadi).

JENIS OBAT ANESTESI UMUM


Umumnya obat anestetik umum diberikan secara inhalasi atau suntikan intravena.
 Anestetik Inhalasi
Nitrogen oksida yang stabil pada tekanan dan suhu kamar merupakan salah satu
anestetik gas yang banyak dipakai karena dapat digunakan dalam bentuk
kombinasi dengan anestetik lainnya. Halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan
metoksifluran merupakan zat cair yangmudah menguap. Sevofluran merupakan
anestetik terbaru. Anestetik inhalasi konvensionalseperti eter, siklopropan, dan
kloroform pemakaiannya sudah dibatasi karena eter dansiklopropan mudah
terbakar sedangkan kloroform toksik terhadap hati.

 Anestetik Intravena
Beberapa obat anestetik diberikan secara intravena baik tersendiri maupun dalam
bentuk kombinasi dengan anestetik lainnya untuk mempercepat tercapainya
stadium anestesi ataupunsebagai obat penenang pada penderita gawat darurat yang
mendapat pernapasan buatan untuk waktu yang lama. Termasuk disini adalah: (1)
barbiturat (tiopental, metoheksital), (2) benzodiazepin (midazolam, diazepam), (3)
opioid analgesik dan neuroleptik, (4) obat-obat lain(profopol, etomidat), dan (5)
ketamin, arilheksolamin yang sering disebut disosiatif anastetik

48
Anastesi Epidural
Anestesi epidural termasuk jenis anestesi regional. Anestesi epidural
menghambat sensasi dan kontrol motorik daerah abdominal, pelvis, ekor, dan kaki
belakang. Anestesi ini biasanya digunakan untuk laparotomi, amputasi ekor,
urethrostomi, pembedahan cesar, pembedahan daerah pelvis, dan amputasi daeran
kaki belakang. Anestesi epidural merupakan anestesi tambahan untuk anestesi
umum. Teknik anestesi ini membutuhkan sedasi yang cukup agar hewan tidak
terstimuli terhadap keadaan sekitar. Pada hewan kecil dilakukan antara tulang
lumbar terakhir dan tulang sakral 

Cara yang mudah untuk menemukan celah ini adalah dengan


menempelkan jari telunjuk dan jari manis pada tuber coxae dan jari tengah pada
processus spinosus sakral pertama. Celah untuk menusukkan jarum terletak di
depan jari tengah. Jarum yang digunakan biasanya no. 18. Beberapa literatur
menyebutkan bisa juga digunakan jarum no 20 atau 22. Saat melakukan

49
penusukan menggunakan jarum hewan harus diperhatikan tidak bergerak.
Pergerakan hewan dapat menyebabkan posisi jarum berpindah atau robeknya
pembuluh darah. Pembuluh darah yang robek akan menimbulkan hematom pada
daerah tersebut. setelah dilakukan penusukan dengan menggunakan jarum, harus
dipastikan tidak ada darah atau cairan serebrosipnal (CSF) yang masuk ke dalam
jarum. Apabila terdapat darah atau CSF yang masuk maka jarum harus dicabut
dan penusukan dilakukan kembali atau penyuntikan epidural dibatalkan.

50
BAB IV
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
General anesthesia atau anestesi umum merupakan suatu tindakan yang
bertujuan menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar dan menyebabkan amnesia
yang bersifat reversible dan dapat diprediksi, anestesi umum menyebabkan
hilangnya ingatan saat dilakukan pembiusan dan operasi sehingga saat pasien
sadar pasien tidak mengingat peristiwa pembedahan yang dilakukan. Metode atau
teknik anestesi umum dibagi menjadi 3 yaitu teknik anestesi umum inhalasi,
anestesi umum intravena dan anestesi umum imbang .
Pada anestesi inhalasi, anestetik yang bentuk dasarnya berupa gas (N2O),
atau larutan yang diuapkan menggunakan mesin anestesi, masuk ke dalam
sirkulasi sistemik melalui system pernapasan yaitu secara difusi di alveoli.
Anastetik intravena merupakan teknik anestesia pada pembedahan mayor, di
mana seluruh anestetik diberikan secara intravena. Respirasi dikendalikan, paru-
paru diberi udara kaya oksigen. Pelemas otot digunakan untuk menimbulkan
relaksasi dan mencegah gerakan refleks otot. Masalah utama yang harus diatasi
adalah penilaian kedalaman anestetik. Anestesi epidural termasuk jenis anestesi
regional. Anestesi epidural menghambat sensasi dan kontrol motorik daerah
abdominal, pelvis, ekor, dan kaki belakang. Anestesi ini biasanya digunakan
untuk laparotomi, amputasi ekor, urethrostomi, pembedahan cesar, pembedahan
daerah pelvis, dan amputasi daeran kaki belakang

5.2 Saran
Semoga dengan mempelajari dan memahami tentang anastesi umum
praktikan dapat untuk mengetahui agen anatesi inhalasi sehingga dapat
memprekecil efek samping yang dapat timbul pada pasien selama dan setelah
prosedur anastesi. Mengetahui tahap – tahap manifestasi anestesi umum,
Mengetahui gejala – gejala dalam tahap manifestasi anestesi umum.

51
DAFTAR PUSTAKA

Ahcmad, H., Safitri, D. dan Gunawan, K. L. ( 2008 ). Penggunaan Sedasi Inhalsi


N2O – O2 pada Penatalaksaan Marsupialisasi Ranula Rongga
Mulut Anak Anxiety Patient. Dentofasial, 7(2) : 79 – 87.
Boulton, T. B. Dan Bllogg, C. E. ( 2004 ). Anestesiologi. Kedokteran EGC,
Jakarta.
Erwin, Asmilia, N., Zuraida dan Hadi, E. S. ( 2013 ). Kadar Hemoglobin selama
Induksi Anasthesi Per Inhalasi dan Anasthesi Injeksi pada Anjing
Lokal ( Canis lupus familiaris ). Jurnal Medika Veterinaria, 7( 2 ) :
98 – 100.
Hamzah dan Semed, B. P. ( 2019 ). Buku Ajar Teknik Anastesi Umum, IPB, Press,
Bogor.
Hartono, R., Jaya, W., & Basuki, D. R. (2013). Pengaruh Pemberian Fentanyl
1μg/Kgbb Sebagai Ajuvan pada Bupivacaine 0, 5% Terhadap
Onset Blok Motorik dan Sensorik Pasien yang Dilakukan
Anestesi Epidural. JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), 5(1), 22-
34.
Junaidi, A.(2021). Reproksi dan Obstetri Anjing.Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Kurniawati, I. D., Ikawati, Z. Dan Inayati ( 2010 ). Evaluasi Efektivitas dab


Keamanan Penggunaan Obat Anastesi Umum di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Medisinal, 2(1) : 1-7.
Meiliya,E. dan Wahyuningsih,E. (2003). Buku Saku Kebidanan. Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Nugroho, A. M., Uyun, Y., & Melati, A. C. (2018). Demam pada Penggunaan
Analgesia Persalinan Epidural. Jurnal Anestesi Obstetri
Indonesia, 4 (1), 72-9.

52
Septica, R. I., & Isngadi, I. (2021). Kardiomiopati Peripartum: Manajemen
Anestesi Terbaru. Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia, 4(1), 55-62.

Subchan, F. A., & Handarini, R. (2016). Perbedaan Waktu Penyuntikan Hormon


FSH Terhadap Respon Superovulasi Sapi Angus. Jurnal
Peternakan Nusantara, 2(1), 35-44.

53

Anda mungkin juga menyukai