PENDAHULUAN
34
Pemberian anestesi umum dengan teknik inhalasi, intravena maupun
imbang mempunyai risiko komplikasi pada pasien. Kematian merupakan risiko
komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pasca pemberian anestesi. Kematian
yang disebabkan anestesi umum terjadi < 1:100.000 kasus, selain kematian ada
komplikasi lain yaitu serangan jantung, infeksi paru, stroke, trauma pada gigi atau
lidah. Risiko komplikasi pada anestesi umum minimal apabila kondisi pasien
sedang optimal, namun sebaliknya jika pasien mempunyai riwayat kebiasaan yang
kurang baik misalnya riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, alergi
pada komponen obat, perokok, mempunyai riwayat penyakit jantung, paru dan
ginjal maka risiko komplikasi anestesi umum akan lebih tinggi.
Risiko komplikasi pada anestesi umum tersebut dapat diminimalkan
bahkan dicegah. Dokter anestesi dan perawat anestesi berperan penting dalam
meminimalkan risiko komplikasi tersebut yaitu dengan cara mempersiapkan
pasien sebelum operasi dengan melakukan kunjungan pre anestesi (Pramono,
2014). Saat kunjungan pre anestesi dokter anestesi atau perawat anestesi
melakukan pemeriksaan kondisi pasien serta melakukan anamnesis.Pemeriksaan
yang dilakukan saat kunjungan pre anestesi adalah pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan khusus yang mendalam jika diperlukan,
konsultasi dengan dokter spesialis lain, penentuan status fisik berdasarkan ASA
serta anamnesis. Anamnesis tersebut meliputi identitas pasien, anamnesis khusus
terkait penyakit bedah, anamnesis umum meliputi riwayat penyakit sistemik,
riwayat pemakaian obat, riwayat kebiasaan buruk seperti merokok.
Salah satu metode yang banyak digunakan baik untuk nyeri akut maupun
nyeri kronis adalah dengan multimodal analgesia. Multi modal analgesi
merupakan suatu step ladder dari obat anti nyeri yang digunakan berdasarkan
tingkat nyeri. Pada nyeri yang akut, kombinasi regional analgesia obat golongan
morfin dan obat golongan lainnya seperti NSAID diperlukan untuk mengurangi
bahkan menghilangkan nyeri yang timbul. Salah satu regional analgesia yang
banyak digunakan untuk menghilangkan nyeri adalah epidural. Epidural akan
menghilangkan sensitisasi sentral terhadap nyeri karena bekerjalangsung disentral.
Obat yang dikombinasikan pada multi modal analgesia adalah obat yang berasal
35
dari golongan yang berbeda. Jika kombinasi obat pada golongan yang sama akan
timbul suatu ceilling effect dimana penambahan suatu obat yang telah mencapai
dosis maksimal dengan obat dari golongan yang sama tidak akan meningkatkan
efek obat untuk mengatasi nyeri tetapi malah akan berakibat timbulnya efek
samping yang lebih besar
36
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
37
tahanan vaskular ferifer menurun. Penurunan nilai saturasi (hipoksemia, SpO2 <
90 mmHg) bisa disebabkan karena pernafasan pasien lambat dan dangkal
(hipoventilasi). Pernafasan lambat bisa disebabkan karena opioid dan dangkal
sering diakibatkan oleh pelumpuh otot yang masih bekerja. Dalam anestesi
dikatakan hipotensi apabila penurunan tekanan darah > 25% dari nilai awal
( Kurniawati et al ., 2010 ).
Sedasi inhalasi dengan N2O-O2 adalah keadaan sedasi disertai analgesia
pada penderita yang tetap sadar dengan menghirup campuran gas nitrogen oksida
(N2O) dengan oksigen. Terdapat tiga jenis sedasi berdasarkan cara pemberiannya,
yaitu sedasi inhalasi, sedasi enteral (oral dan rectal), dan sedasi parenteral
(intramuscular, subcutaneous, submucosal, intranasal, dan intravenous). Sedasi
inhalasi merupakan cara pemberian anastetikum yang diberikan dalam bentuk gas
atau uap, yang kemudian masuk ke dalam paru-paru melalui saluran pernapasan,
kemudian diabsorbsi oleh darah dari alveoli paru-paru dan masuk ke dalam
peredaran darah. Melalui peredaran darah anastetikum akan sampai di jaringan
otak. Disebut juga gas gelak, N2O merupakan satusatunya gas anorganik yang
dipergunakan sebagai anastetikum. Gas ini memiliki bau dan rasa manis,
densitasnya lebih besar dari pada udara, tidak berwarna, tidak mengiritasi dan
tidak mudah terbakar. Bila dikombinasikan dengan anestetikum yang mudah
terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan, misalnya campuran eter dan
nitrogen oksida. Umumnya N2O disimpan dalam bentuk cairan di dalam sebuah
silinder yang terbuat dari baja yang tahan tekanan tinggi pada temperatur kamar
bertekanan 50 atmosfir. Kelarutan N2O dalam darah relatif rendah. Koefisien
kelarutan gas dalam darah pada temperatur 37oC adalah 0,47. Koefisiennya kecil,
sehingga induksi dan waktu pemulihan N2O relatif cepat ( Achmad et al ., 2008 ).
Oksigen (O2) adalah gas yang digunakan bersama-sama dengan N2O
selama prosedur perawatan pada teknik sedasi inhalasi. Gas O2 tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa, dan
mempunyai daya membakar yang lebih besar daripada udara. Bobot O2 dalam 1
liter pada suhu
38
0°C dan tekanan 760 mmHg lebih kurang 1,429 gram. Oksigen larut dalam lebih
kurang 32 bagian air dan dalam 7 bagian etanol pada suhu 20oC dan tekanan 760
mmHg. Oksigen disimpan dalam tabung atau dalam tangki yang tahan tekanan
tinggi. Wadah yang digunakan harus bebas dari setiap zat toksik, penyebab tidur,
atau senyawa penyebab narkosis dan senyawa yang dapat menyebabkan iritasi
pada saluran napas ( Achmad et al ., 2008 ).
Hemoglobin merupakan kompleks protein globulin. Hemoglobin berikatan
dengan empat pigmen heme dan juga mampu mengikat empat molekul O2 untuk
membentuk oksihemoglobin. Hemoglobin dalam darah berkaitan dengan
kemampuan darah membawa oksigen dan warna merah darah. Faktor yang
mempengaruhi kadar hemoglobin adalah kondisi tubuh, jenis kelamin,
lingkungan, dan nutrisi. Satu gram hemoglobin mampu mengikat 1,36-1,39 ml
oksigen. Rata-rata kadar hemoglobin mamalia 10-15 g/dl. Jumlah oksigen dalam
darah ditentukan oleh jumlah oksigen terlarut dan jumlah hemoglobin yang ikut
dalam aliran darah. Kadar hemoglobin tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
pada masing-masing waktu pengamatan. Kadar hemoglobin cenderung naik dan
stabil ini dikarenakan adanya suplai oksigen sebagai pelarut dari gas anestetik
(halotan) pada anestesi per inhalasi sehingga kadar oksigen darah dapat
dipertahankan dan afinitas oksigen oleh hemoglobin tidak terganggu walaupun
terjadinya hipoventilasi akibat pemberian halotan. Pemasukan oksigen sebagai
pelarut dalam anestesi per inhalasi akan mengurangi tekanan karbonmonoksida
dalam darah melalui alveolus. Peningkatan PO2 akan mengurangi PCO2 dan
pembentukan H+ dan ion karbonat tubuh sehingga meningkatkan afinitas oksigen
oleh hemoglobin. Anestesi per inhalasi memberikan nilai saturasi oksigen yang
lebih stabil dibandingkan anestesi per injeksi yang disebabkan karena adanya
pemasukan oksigen ( Erwin et al ., 2013 ).
Epidural dapat digunakan untuk mengatasi nyeri durante operasi maupun
sesudah operasi. Salah satu kendala saat menggunakan tekhnik epidural murni
adalah lamanya onset dari epidural baik itu untuk blok sensorik maupun motorik.
Dengan menggunakan lokal anesthesi yang banyak digunakan adalah bupivacaine
0,5% murni tanpa ajuvan, efek terhadap blok motorik dan sensorik akan mulai
39
terjadi 15 sampai 25 menit setelah epidural dilakukan. Selama ini, epidural
dikombinasikan dengan spinal untuk menghasilkan onset dilakukan operasi yang
lebih cepat disertai dengan relaksasi lapangan operasi yang baik dan obat lokal
anesthesi akan diberikan melalui kateter epidural setelah obat lokal anesthesi
spinal diperkirakan telah habis sehingga operasi masih bisa dilanjutkan.
Kombinasi epidural dengan anesthesia umum biasanya dilakukan sebagai ajuvan
untuk anesthesi umum sebagai agen untuk mengatasi nyeri selama operasi dan
pasca operasi (Hartono et al., 2013)
40
di-flushing, dimasukkan kedalam kandang jepit, kemudian dilakukan
anastesi epidural (antara sacrumterakhir dan tulang pertama coccygeal)
dengan lidocaine chloride2%. (Subchan et al., 2016)
Anastesi epidural adalah anastesi local yang diberikan melalui bplus dan
kemudian secara continu disuntikan ke dalam ruang epidural dapat digunakan
untuk analgesia abdomen dan vagina atau digunakan pada anastesi koplet
(Meiliya dan wahyuningsih., 2003). Anastesi epidural mempunyai kelebihan
karena mudah berefek menyebabkan ekspos fetus terhadap obat minimal dan
perdarahan intraoperasi lebih kecil, dan membiarkan induk tetap sadar. Juga
relaksi otot dan analgesia optimal. Kelemahan dari epidural anastesi termasuk
kejadian hipotensi sekunder sampai blockade simpatheik. Mual dan muntah dapat
terjadi selama anastesi epidural disebabkan oleh hipotensi dan manipulasi
visceral. Kekurangan dari car aini adalah lamanya paralisis kaki belakang bisa
lebih dari 1jam, dan kemungkinan menginduksi hipotensi maternal. Hipotensi
maternal yang di timbulkan oleh anestesi epidural dapat dapat dikontrol dengan
memberikan cairan dan katekolamin. (Junaidi., 2021)
41
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Anastesi per injeksi
Dosis ketamin pada kucing : 10 – 40 mg/kg BB
Dosis ketamin pada anjing : 10 – 30 mg/kg BB
Dosis xylazim pada kucing : 1 – 4 mg/kg BB
Dosis xylazim pada anjing : 1 – 3 mg/kg BB
Contoh soal :
Seekor kucing dengan berat badan 4 kg diinjeksikan ketamin dengan dosis
maksimum dengan konsentrasi 10 %
D × BB
v=
10 x [ k ]
40 × 4
v=
10 x [ 10 ]
160
v=
100
V = 1,6 m/kg BB
Anastesi Inhalasi
Prinsip : anastesi ini diberikan melalui saluran pernafasan
1) Volume tidal
Volume sekali inspirasi dan ekspirasi
D × frekuensi nafas
Rumus vt=
100
4 ×30
vt=
100
120
vt=
100
vt = 1,2 liter
42
2) Induksi
Saat mulai diberikan obat sampai mencapai stadium anastesi
Diketahui dosis O2 = 40 %
N2O = 60 %
Agen : Halotan :2–4%
Isopfluran : 2,5 – 4,5 %
O2 = vt x %
=1,2 x 40%
=0,48 L
N2O = vt x %
= 1,2 x 60%
= 0,75 L
3) Manintenance ( mempertahankan stadium bedah )
Dosis O2 = 40 %
N2O = 60 %
Agen : Halotan : 0,5 – 1,5 %
Isopfluran :1–3%
O2 = 0,72 L
H2O = 0,48 L
3.2 Pembahasan
Anastesi umum merupakan salah satu teknik yang dapat di lakukan pada
pasien yang menjalani operasi lebih dari 20 menit, khususnya jika dibutuhkan
pemulihan cepat. Teknik anastesi umum dilakukan dengan cara intubasi, baik
yang memakai relaksan otot dan vent ilasi artivisial ataupun dengan pernafasan
spontan. Anastesi umum yang diberikan dengan intubasi dengan menggunakan
relaksan otot dan ventilasi artificial dapat diberikan melalui inhalasi dan selalu
dikombinasikan dengan oksigen (O2). Yang termasuk relaksan otot adalah oksida
nitrat dan siklopropane. Subtansi tersebut dihirup masuk kedalam darah melalui
kapiler - kapiler pulmonal dan saat konsentrasi mencukupi untuk bekerja di pusat
43
otak untuk membuat hilang kesadaran dan hilang sensasi. Efek yang muncul
setelah dilakukan anastesi umum antara lain regulgitasi, anfiksia, spasme pita
suara, hipotermi, gangguan irama jantung, bronkospasme, ansidosis syok,
hipotesi,distensi abdomen,penurunan perisataltik usus, mual dan muntah.
Metode atau teknik anestesi umum dibagi menjadi 3 yaitu teknik anestesi
umum inhalasi, anestesi umum intravena dan anestesi umum imbang . Pada
anestesi inhalasi, anestetik yang bentuk dasarnya berupa gas (N2O), atau larutan
yang diuapkan menggunakan mesin anestesi, masuk ke dalam sirkulasi sistemik
melalui system pernapasan yaitu secara difusi di alveoli. Jenis gas atau cairan
yang digunakan saat anestesi inhalasi diantaranya: Eter, menimbulkan efek
analgesia dan relaksasi otot yang sangat baik dengan batas keamanan yang lebar
jika dibandingkan dengan obat inhalasi lain. Halotan, tidak berwarna dan baunya
enak serta induksinya mudah dan cepat. Enfluran, bentuk dasarya adalah cairan
tidak berwarna dengan bau menyerupai bau eter. Isofluran, cairan tidak berwarna
dengan bau tidak enak. Efeknya terhadap pernapasan dan sirkulasi kurang lebih
sama dengan halotan dan enfluran. Sevofluran, mempunyai efek neuroprotektif.
Tidak berbau dan paling sedikit menyebabkan iritasi jalan nafas sehingga cocok
digunakan sebagai induksi anestesi umum. Sedasi inhalasi dengan N2O-O2 adalah
keadaan sedasi disertai analgesia pada penderita yang tetap sadar dengan
menghirup campuran gas nitrogen oksida (N2O) dengan oksigen. Terdapat tiga
jenis sedasi berdasarkan cara pemberiannya, yaitu sedasi inhalasi, sedasi enteral
(oral dan rectal), dan sedasi parenteral (intramuscular, subcutaneous,
submucosal, intranasal, dan intravenous).
Oksigen (O2) adalah gas yang digunakan bersama-sama dengan N2O
selama prosedur perawatan pada teknik sedasi inhalasi. Gas O2 tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa, dan
mempunyai daya membakar yang lebih besar daripada udara. Bobot O2 dalam 1
liter pada suhu
0°C dan tekanan 760 mmHg lebih kurang 1,429 gram. Oksigen larut dalam
lebih kurang 32 bagian air dan dalam 7 bagian etanol pada suhu 20oC dan tekanan
760 mmHg. Oksigen disimpan dalam tabung atau dalam tangki yang tahan
44
tekanan tinggi. Wadah yang digunakan harus bebas dari setiap zat toksik,
penyebab tidur, atau senyawa penyebab narkosis dan senyawa yang dapat
menyebabkan iritasi pada saluran napas.
45
Tahap keadaan pada penggunaan anestesi digolongkan menjadi empat
stadium. Pada stadium I (analgesia), dimulai dari saat pemberian anestetikum
sampai menurunnya kesadaran, hilangnya kepekaan terhadap waktu, depresi
intelegensi, dan disorientasi, tetapi penderita masih dapat mengikuti perintah.
Pada tahap ini rasa sakit hilang dan dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan
seperti pencabutan gigi. Pada mulanya, penderita masih sadar dan dapat berbicara
dengan dokter giginya. Bila konsentrasi N2O meningkat, maka penderita makin
mengalami disorientasi dan bahkan mulai kehilangan kesadarannya, hingga mulai
masuk ke dalam stadium kedua. Tanda-tanda stadium I adalah respirasi tidak
menunjukkan irama yang khas, bola mata tidak menunjukkan proses yang khas,
pupil mata tidak berubah, dan refleks kelopak mata aktif ( Achmad et al ., 2008 ).
Stadium II (delirium) dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan
stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas gerakan yang tidak menuruti
kehendak, tonus otot serta refleks-refleks meningkat. Tanda-tanda stadium ini
yaitu respirasi tidak teratur, dapat terjadi apnoe atau hiperapnoe, pupil mata
dilatasi, refleks kelopak mata hilang, dapat timbul komplikasi seperti mual,
muntah, luksasi atau fraktur, dan warna kulit normal. Tahap anestesi yang ketiga
dimulai dari teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang ( Achmad
et al ., 2008 ).
Stadium III ini terdiri dari empat tingkat menurut kedalaman anestesi,
yaitu tingkat 1, yang dimulai dari hilangnya refleks kelopak mata sampai
pernapasan teratur. Tanda-tanda tingkat ini yaitu pernapasan teratur dan spontan,
bola mata bergerak kesana kemari, pupil mata terlihat mengecil, relaksasi otot
belum sempuma, serta pernapasan dada dan perut seimbang. Tingkat kedua
dimulai dari gerakan bola mata yang terhenti sampai paralisis sebagian otot
interkostal. Tanda-tanda tingkat ini yaitu pernapasan teratur tetapi kurang dalam
dibandingkan tingkat 1, bola mata tidak bergerak, pupil mata dilatasi, refleks
laring menghilang sehingga dapat dikerjakan intubasi, dan otot relaksasi sebagian.
Tingkat ketiga dimulai dari paralisis sebagian otot interkostal sampai paralisis
seluruh otot interkostal dan hanya terdapat pernapasan perut. Tanda-tanda tingkat
ini yaitu pernapasan sebagian besar oleh perut karena otot interkostal mengalami
46
paralisis, pupil mata dilatasi, dan relaksasi otot sempurna. Sedangkan tingkat
keempat dimulai dari paralisis seluruh otot interkostal sampai paralisis seluruh
otot diafragma. Tanda-tanda tingkat ini yaitu pernapasan perut sempurna, pupil
mata dilatasi sempurna, refleks cahaya hilang, dan tekanan darah menurun
( Achmad et al ., 2008 ).
Stadium IV atau paralisis medula oblongata dimulai dengan lebih
melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III tingkat 4. Tanda-tanda
stadium ini yaitu tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh darah kolaps,
denyut jantung berhenti, pernapasan yang lumpuh yang tidak dapat dibantu
dengan napas buatan, dan dapat menyebabkan kematian( Achmad et al ., 2008 ).
Anestesi umum biasanya merupakan teknik pilihan untuk pasien - pasien sebagai
berikut:
a. Pasien - pasien yang mengalami prosedur pembedahan yang memerlukan
relaksasi otot rangka, berlangsung dalam periode waktu yang lama,
memerlukan posisi tertentu karena lokasi area insisi atau memerlukan kontrol
pernafasan.
b. Pasien - pasien yang sangat cemas.
c. Pasien yang menolak atau mengalami kontra
indikasi untuk teknik relaksasi local atau regioanal
d. Pasien yang tidak kooperatif karena status emosionalnya, kurangnya
matang/dewasa, intolksilasi, trauma kepala, atau proses patofisiologis yang
tidak memungkinkan untuk tetap imobilisasi selama periode waktu yang
lama.
47
a. Efek samping pasca operasi meliputi mual, muntah dan otot
pegal.
b. Efek samping ini biasanya berlangsung singkat dan bisa diobati.
c. Namun, dapat juga terjadi komplikasi yang lebih serius seperti serangan
jantung, kerusakan ginjal dan stroke (tetapi sangat jarang terjadi).
Anestetik Intravena
Beberapa obat anestetik diberikan secara intravena baik tersendiri maupun dalam
bentuk kombinasi dengan anestetik lainnya untuk mempercepat tercapainya
stadium anestesi ataupunsebagai obat penenang pada penderita gawat darurat yang
mendapat pernapasan buatan untuk waktu yang lama. Termasuk disini adalah: (1)
barbiturat (tiopental, metoheksital), (2) benzodiazepin (midazolam, diazepam), (3)
opioid analgesik dan neuroleptik, (4) obat-obat lain(profopol, etomidat), dan (5)
ketamin, arilheksolamin yang sering disebut disosiatif anastetik
48
Anastesi Epidural
Anestesi epidural termasuk jenis anestesi regional. Anestesi epidural
menghambat sensasi dan kontrol motorik daerah abdominal, pelvis, ekor, dan kaki
belakang. Anestesi ini biasanya digunakan untuk laparotomi, amputasi ekor,
urethrostomi, pembedahan cesar, pembedahan daerah pelvis, dan amputasi daeran
kaki belakang. Anestesi epidural merupakan anestesi tambahan untuk anestesi
umum. Teknik anestesi ini membutuhkan sedasi yang cukup agar hewan tidak
terstimuli terhadap keadaan sekitar. Pada hewan kecil dilakukan antara tulang
lumbar terakhir dan tulang sakral
49
penusukan menggunakan jarum hewan harus diperhatikan tidak bergerak.
Pergerakan hewan dapat menyebabkan posisi jarum berpindah atau robeknya
pembuluh darah. Pembuluh darah yang robek akan menimbulkan hematom pada
daerah tersebut. setelah dilakukan penusukan dengan menggunakan jarum, harus
dipastikan tidak ada darah atau cairan serebrosipnal (CSF) yang masuk ke dalam
jarum. Apabila terdapat darah atau CSF yang masuk maka jarum harus dicabut
dan penusukan dilakukan kembali atau penyuntikan epidural dibatalkan.
50
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
General anesthesia atau anestesi umum merupakan suatu tindakan yang
bertujuan menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar dan menyebabkan amnesia
yang bersifat reversible dan dapat diprediksi, anestesi umum menyebabkan
hilangnya ingatan saat dilakukan pembiusan dan operasi sehingga saat pasien
sadar pasien tidak mengingat peristiwa pembedahan yang dilakukan. Metode atau
teknik anestesi umum dibagi menjadi 3 yaitu teknik anestesi umum inhalasi,
anestesi umum intravena dan anestesi umum imbang .
Pada anestesi inhalasi, anestetik yang bentuk dasarnya berupa gas (N2O),
atau larutan yang diuapkan menggunakan mesin anestesi, masuk ke dalam
sirkulasi sistemik melalui system pernapasan yaitu secara difusi di alveoli.
Anastetik intravena merupakan teknik anestesia pada pembedahan mayor, di
mana seluruh anestetik diberikan secara intravena. Respirasi dikendalikan, paru-
paru diberi udara kaya oksigen. Pelemas otot digunakan untuk menimbulkan
relaksasi dan mencegah gerakan refleks otot. Masalah utama yang harus diatasi
adalah penilaian kedalaman anestetik. Anestesi epidural termasuk jenis anestesi
regional. Anestesi epidural menghambat sensasi dan kontrol motorik daerah
abdominal, pelvis, ekor, dan kaki belakang. Anestesi ini biasanya digunakan
untuk laparotomi, amputasi ekor, urethrostomi, pembedahan cesar, pembedahan
daerah pelvis, dan amputasi daeran kaki belakang
5.2 Saran
Semoga dengan mempelajari dan memahami tentang anastesi umum
praktikan dapat untuk mengetahui agen anatesi inhalasi sehingga dapat
memprekecil efek samping yang dapat timbul pada pasien selama dan setelah
prosedur anastesi. Mengetahui tahap – tahap manifestasi anestesi umum,
Mengetahui gejala – gejala dalam tahap manifestasi anestesi umum.
51
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, A. M., Uyun, Y., & Melati, A. C. (2018). Demam pada Penggunaan
Analgesia Persalinan Epidural. Jurnal Anestesi Obstetri
Indonesia, 4 (1), 72-9.
52
Septica, R. I., & Isngadi, I. (2021). Kardiomiopati Peripartum: Manajemen
Anestesi Terbaru. Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia, 4(1), 55-62.
53