Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI BLOK
NEUROPSIKIATRI

Oleh :

Nurul Istiqamah
70600122032
Kelompok 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami bisa menyelesaikan laporan praktikum farmakologi dengan baik tanpa
ada halangan.

Tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan laporan praktikum ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam laporan praktikum farmakologi ini. Oleh karena itu,
saya dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat
memperbaiki laporan praktikum farmakologi ini.

Kami berharap semoga laporan praktikum farmakologi yang saya susun ini memberikan
manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca

Makassar, 10 November 2023

Nurul Istiqamah
BAB I
PERTANYAAN DAN JAWABAN

A. Percobaan dengan Anastesia Umum pada Kelinci


1. Apakah tanda-tanda setiap stadium terlihat pada percobaan ini?

Jawab : Tidak semua stadium terlihat pada percobaan ini. Hanya stadium I, II,
dan III(tingkat 2).

o Stadium 1: Frekuensi pernapasan perut teratur, monoton, irama yang teratur,


adanya refleks kornea, tidak ada saliva, ada pergerakan mata.

o Stadium 2: Pupil mengecil, pernapasan perut perlahan teratur, telah terlihat


delirium.

o Stadium 3: Pernapasan perut teratur dan mengalami relaksasi otot.


o Stadium 4: Tidak tercapai karena hewan percobaan masih hidup, stadium 4
ditandai dengan keadaan yang parah hingga kematian

2. Apakah ada sebabnya terjadi kelainan paru-paru?


Jawab : Pemberian anestestik inhalasi segera setelah induksi akan menekan
pernafasan dan menurunkan respon terhadap CO2. Hiperkapnia atau hiperkarbia
(PaCO2 dalam darah arteri meningkat) merangsang kemoreseptor di badan aorta
dan karotis dan diteruskan ke pusat nafas, terjadilah nafas dalam dan cepat
(hiperventilasi). Setelah hiperventilasi, pernafasan pada hewan coba akan
kembali teratur hingga timbul kesadaran.

3. Pada saat apakah operasi besar dan operasi kecil dapat dilaksanakan?
Jawab : Operasi besar atau dalam dunia medis disebut dengan operasi mayor
merupakan tindakan yang menggunakan anestesi general atau pembiusan secara
umum. Operasi mayor ini umumnya meliputi pembedahan di bagian tubuh seperti
kepala, leher, dada, dan perut.
Operasi kecil adalah suatu tindakan operasi ringan dengan menggunakan anestesi
yang bersifat local dan dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana.
Seperti hecting luka terbuka, insisi, eksisi, ekstraksi, kauterisasi dan lain
sebagainya.

4. Apakah bedanya hasil anasthesia yang diberikan pramedikasi dengan anasthesia


tanpa pramedikasi?
Jawab : Premedikasi sangat penting diberikan pada pasien sebelum menjaalani
operasi dalam rangka pelaksanaan anestesia. Premedikasi dapat membantu pasien
menjadi lebih tenang dan nyaman, membuat amnesia, bebas dari rasa nyeri dan
mencegah mual muntah. Selain itu premedikasi dapat memudahkan induksi serta
dapat mengurangi dosis obat-obat anestesia yang akan digunakan. Untuk membuat
pasien menjadi lebih tenang dapat diberikan jenis obat sedatif. Pada anak-anak
usia 2-10 tahun yang mengalami mengalami rasa takut dan cemas akibat
menjalani operasi dan terpisah dari orang tua, pemberian midazolam efektif dalam
mengurangi rasa cemas sebelum operasi. Sedangkan pasien tanpa premedikasi
akan menimbulkan kecemasan yang berlebih untuk melakukan operasi, membuat
pasien mual dan muntah, rasa nyeri yang lebih terasa, dan penyembuhan yang
lebih lama

5. Apakah fungsi dari pramedikasi dan obat-obat apa saja yang digunakan untuk itu?
Jawab : Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anesthesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, pemeliharaan dan pemulihan anestesia.
Pramedikasi memakai dua kelompok obat utama obat. Pertama adalah obat opiate
seperti fentanil yang secara kimiawi terkait dengan morfin. Obat ini bekerja pada
sistem saraf pusat, menekan kesadaran akan rasa sakit dan membuat penderita
merasa senang dan santai. Kelompok kedua mencakup senyawa seperti atropin
dan skopolamin. Ini serupa dengan substansi yang ada dalam tanaman mematikan,
nightshade. Obat ini bekerja pada perifer tubuh di ujung saraf tertentu, dan
menyebabkan penurunan aktivitas kelenjar kecil yang melapisi mulut dan saluran
udara, dan kelenjar ludah.

6. Sebutkan pembagian dari obat-obat anestesia umum dan berikan masing-masing


contohnya?
Jawab :
 Anestesi umum inhalasi.
Salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan memberikan
kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah
menguap melalui alat/mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. Obat-obat
anestesi umum di antaranya nitrous oksida (N2O), halotan, enfluran, isofluran,
sevofluran, dan desfluran.
 Anestesi umum intravena
Salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
Obat-obat anestesia intravena di antaranya ketamin HCl, tiopenton, propofol,
diazepam, deidrobenzperidol, midazolam, petidin, morfin, fentanil/sulfentanil
 Anestesi imbang
Teknik anestesi dengan menggunakan kombinasi obat-obatan baik obat
anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesi
umum dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan
berimbang.

7. Menurut metode apakah cara pemberian anastesia itu? Sebutkan pula metode
lainnya!
Jawab : Metode pemberian di praktikum yaitu metode anestesi inhalasi
Teknik General Anestesi General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat
dilakukan dengan 3 teknik, yaitu:
1) General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat
anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
2) General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi
obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap
melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
3) Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan
baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi
teknik general anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias
anestesi secara optimal dan berimbang, yaitu: a) Efek hipnosis, diperoleh
dengan mempergunakan obat hipnotikum atau obat anestesi umum yang lain.
b) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat atau
obat general anestesi atau dengan cara analgesia regional. c) Efek relaksasi,
diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot atau general anestesi,
atau dengan cara analgesia regional

8. Apakah keuntungan dan kerugian eter sebagai anestesia umum?


Jawab : Eter menimbulkan efek analgesia dan relaksasi otot yang sangat baik dengan
batas keamanaan yang lebar jika dibandingkan dengan obat inhalasi lain. Eter jarang
digunakan karena baunya menyengat, merangsang hipersekresi, dan menyebabkan mual
dan muntah akibat rangsangan lamung maupun efek sentral. Teknis pemberiannya mudah,
dapat menggunakan sungkup terbuka (open drop method), dan ditangan ahli anastesi yang
berpengalaman, efek samping penggunaan eter dapat minimal. Eter tidak dianjurkan
untuk penderita trauma kepala dan keadaan peningkatan tekanan intrakranial karena dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak

9. Jenis anestesia apakah yang sebaiknya digunakan pada penderita koci pul oknum
dupleks yang aktif?
Jawab : Anasthesi yang baik/dapat digunakan pada penderita Koch Pulmonum dupleks
yang aktif adalah anasthesi yang tidak mengiritasi saluran napas dan tidak merangsang
sekresi kelenjar bronkus, yaitu Ketamin, karena hanya menganasthesia area spesifik saja
di otak dan tidak menyebabkan depresi pernafasan, sehingga nafas tetap normal.

10. Apa keuntungan dan kerugian anestesia umum yang lain?


Jawab :
A. Anestesi local lebih disukai dalam beberapa hal oleh karena alasan sebagai
berikut:
- Tekniknya sederhana dan membutuhkaan peralatan minimal.
- Obat ini tidak menyebabkan inflamasi.
- Pendarahan lebih sedikit.
- Kemungkinan mual dan muntah lebih sedikit
- Gangguan fungsi tubuh lebih sedikit
- Dapat digunakan bila anestesi umum tidak dapat figunakan, berhubung oleh
karena penderita baru makan makanan.
- Tidak terjadinya pencemaran lingkungan,
- Memerlukan sedikit perawatan post operatif.
- Komplikasi ke paru-paru minimal.
- Lebih murah.
B. Anestesi regional menyebabkan hantaran sensoris komplit, yang akan
menghalangi impus yang buruk dari lapangan operasi. Ini bukanlah kasus
dengan anestesi umum, yang sesunguhnya tidak menghalangi impuls yang
disebabkan bedah dari jangkauan CNS dan menghasilkan respons stress dan
kadang-kadang reflex yang abnormal.
C. Anestesi regional merupakan indikasi pada keadaan khusus dibawah ini,
dimana kerja sama pasien dibutuhkan.
- Pengenalan tendon yang mengalami laserasi.
- Talamotomi.
- Kordotomi.
D. Anestesi intravena sebuah Barbiurat kerja sangat pendek
Keuntungan:
- Induksi anestesi yang cepat dan menyenangkan.
- Sebagai obat tambahan, cocok untuk maintenance anestesi.
- Tidak menimbulkan sekresi kelenjar.
- Tidak menyebabkan muntah.
- Tidak ingin meledak atau menguap.
Kerugian:
- Dapat menyebabkan depresi hingga apnoe.
- Analgesianya hanya sedikit sekali.
- Relaksasi otot yang disebabkannya juga sedikit sekali.
- Mempertinggi bahaya laryngo-spasme.
- Depresi kardio-vaskular, terutama pada keadaan hipovolemik atau pada
pasien debil.
- Dapat terjadi "shivering" (menggigil).
- Efek farmakologinya para simpatomi-metik, misalnya dapat menyebabkan
bradikardi.
- Dapat memperlama depresi cardiovascular atau pernafasan
E. Obat Inhalasi
Eter:
Keuntungan
- Dapat dipakai pada semua jenis operasi
- Cukup aman
- Dapat digunakan dengan teknik sederhana
- Harganya relative murah,
- Mudah diperoleh.
Kerugian
- Merangsang, bau tidak enak, sekresi banyak, menyabkan mual muntah.
- Lama pemulihan
- Mudah terbakar.
- Mempengaruhi metabolism hati

B. Percobaan Obat Convulsan dan Anti-Convulsan pada Mencit


1. Perubahan-perubahan apakah yang terjadi pada binatang percobaan yang
diberikan obat konvulsan?
Jawab : Perubahan pada binatang percobaan yang diberikan obat konvulsan dapat
bervariasi tergantung pada jenis obat dan dosis yang diberikan. Umumnya, obat
konvulsan bertujuan untuk mengontrol atau mengurangi kejang. Beberapa
perubahan yang mungkin terjadi melibatkan sistem saraf, aktivitas otak, dan
respons motorik. Namun, detailnya akan tergantung pada jenis obat konvulsan
yang digunakan dan bagaimana obat tersebut memengaruhi organisme tersebut.

2. Jelaskan mekanisme kerja obat konvulsan yang digunakan?


Jawab : pada percobaan tidak digunakan obak konvulan namun obat konvulsan
bekerja dengan berbagai mekanisme untuk mengontrol atau mencegah kejang
pada kelinci atau hewan percobaan lainnya. Beberapa mekanisme umum
melibatkan interaksi dengan sistem saraf dan aktivitas listrik di otak. Contoh
mekanisme kerja obat konvulsan meliputi:
1. Peningkatan Aktivitas GABAergic: Beberapa obat konvulsan meningkatkan
aktivitas neurotransmitter GABA (asam gamma-aminobutirat), yang memiliki
efek menenangkan pada sistem saraf pusat.
2. Blokade Saluran Natrium: Obat konvulsan tertentu dapat menghambat saluran
natrium pada membran sel saraf, mengurangi eksitabilitas neuron dan
menstabilkan aktivitas listrik.
3. Penghambatan Glutamat: Glutamat adalah neurotransmitter eksitatorik utama.
Beberapa obat konvulsan dapat menghambat aktivitas glutamat, membantu
mengurangi respons kejang.
4. Modulasi Reseptor NMDA: Beberapa obat konvulsan dapat memodulasi
reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA), yang terlibat dalam transmisi sinyal
glutamat.
5. Peningkatan Kanal Klorida: Beberapa obat konvulsan dapat meningkatkan arus
klorida melalui kanal klorida, menghasilkan hiperpolarisasi dan mengurangi
kecenderungan neuron untuk meledak.
Setiap obat konvulsan memiliki target dan mekanisme kerja khususnya.

3. Perubahan-perubahan apakah yang terjadi pada binatang percobaan yang


diberikan obat anti-konvulsan?
Jawab : Umumnya, obat anti konvulsan dirancang untuk mengurangi atau
mencegah kejang. Beberapa perubahan yang mungkin terjadi melibatkan aktivitas
saraf yang lebih terkendali, penurunan frekuensi kejang, atau perubahan dalam
respons sistem saraf pusat.

4. Jelaskan mekanisme kerja obat anti-konvulsan yang digunakan?


Jawab : Mekanisme kerja obat anti-konvulsan melibatkan modulasi aktivitas
listrik di otak untuk mengurangi atau mencegah kejang. Beberapa mekanisme
umum termasuk:
1. Peningkatan Aktivitas GABAergik: GABA (asam gamma-aminobutirat) adalah
neurotransmitter inhibitory utama di otak. Banyak obat anti-konvulsan
meningkatkan aktivitas GABA, menghasilkan efek menenangkan dan meredakan
kejang.
2. Penghambatan Saluran Natrium: Beberapa obat anti-konvulsan menghambat
saluran natrium pada membran sel saraf. Ini membantu mengurangi penyebaran
impuls listrik yang dapat memicu kejang.
3. Peningkatan Ambang Kejang: Obat anti-konvulsan dapat meningkatkan
ambang kejang, membuat otak lebih tahan terhadap pemicu kejang.
4. Modulasi Reseptor Glutamat: Beberapa obat bekerja dengan mengubah
aktivitas reseptor glutamat, neurotransmitter eksitatorik. Ini dapat mengurangi
respons sel-sel saraf terhadap glutamat.
5. Penghambatan Kanal Kalsium: Beberapa obat menargetkan kanal kalsium,
mengurangi masukan kalsium ke dalam sel saraf dan menghambat pelepasan
neurotransmitter.
6. Interaksi dengan Sistem Ion: Obat anti-konvulsan dapat mempengaruhi
berbagai jenis ion, termasuk natrium, kalsium, dan kalium, yang penting untuk
aktivitas listrik sel saraf.

5. Sebutkan macam-macam obat anti epilepsi dan penggunaannya!


Jawab : : Berbagai jenis OAE, baik yang bersifat first line (pilihan pertama)
maupun second line(pilihan kedua), baik yang generik maupun yang paten.
OAE lini pertama adalah carabamazepin, asam valproate, fenobarbital, dan
fenitoin. Sedangkan OAE lini kedua adalah lamotigrine, levatiracetam,
klobazam, dan topiramat. Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsy.
Obat antiepilepsi dimulai sebagai monoterapi (1 jenis obat saja) sesuai dengan
jenis bangkitan epilepsy. Pemberian obat dimulai dari dosis yang rendah dan
dinaikkan secara bertahap hingga mencapai dosis efektif. Bila obat-obatan tidak
adapat mengontrol epilepsy, maka bisa ditambahkan obat jenis kedua. Bila obat
kedua sudah bisa mengontrol epilepsy, maka obat pertama diturunkan dosisnya.
Obat antiepilepsy yang ketiga diberikan bila dua obat antiepilepsi tidak mampu
mengontrol kejang. Obat-obat lini pertama untuk epilepsi antara lain karbamazepin
(untuk kejang tonik-klonik, kejang fokal, dan kejang pada ibu hamil), asam
valproat (kejang fokal, tonik-klonik, dan absans), fenobarbital dan fenitoin
(kejang tonik klonik). Jenis terapi yang diberikan bisa berupa monoterapi atau
politerapi. Untuk monoterapi, obat anti epilepsi yang biasa digunakan adalah
golongan asam valproat, fenitoin atau karbamazepin. Sementara untuk politerapi,
obat yang biasa digunakan merupakan kombinasi dari golongan asam valproat,
fenitoin dan karbamazepin ditambah dengan golongan benzodiazepin.

6. Sebutkan gejala-gejala toksik dari obat anti epilepsi tersebut!


Jawab : : Efek samping yang biasa terlihat dengan kelompok obat ini termasuk
pusing, kantuk, dan perlambatan mental. Beberapa efek samping lain:
1. Perubahan berat badan
2. Penghambatan karbonat anhidrase, yang dapat menyebabkan asidosis metabolik,
nefrolitiasis, hipohidrosis, dan intoleransi panas
3. Induksi enzim
4. Efek samping visual
5. Reaksi merugikan dermatologis
6. Efek samping lainnya
- Hepatotoksisitas
- Nefrotoksisitas dan Kolitis
- Induksi Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
- Hubungan dengan Myeloma
- Gangguan gerakan
- Gangguan perilaku
- Perkembangan Pruritus
BAB II
PEMBAHASAN

A. Percobaan dengan Anastesia Umum pada Kelinci


1. Tujuan praktikum

Setelah melakukan pengamatan dan pembelajaran, mahasiswa diharapkan


sudah mampu:
1. Memahami konsep dan mekanisme kerja dari obat-obat anestesi umum
2. Memperhatikan efek kerja dari obat-obat anestesi umum

2. Alat dan bahan

 Kelinci sehat
 Larutan eter
 Sungkup bayi
 Kapas
 Pipet tetes
 Penlight

3. Cara kerja

 Catatlah dahulu keadaan – keadaan dari kelinci yang diberikan obat anastesi
umum dengan lengkap sebagai data perbandingan, berulah percobaan
dapat dimulai

 Pasanglah sungkup corong pada moncong kelinci dengan biak, kemudian


mulai teteskan eter pada kapas yang terdapat di dalam sungkup dengan
kecepatan kira kira 60 tetes/ menit

 Penetesan diteruskan sampai melewati stadium 1, 2, dan seterusnya.


Perhatikan dan catat tanda -tanda setiap stadium

 Capailah stadium operasi stage of anestesi dan perhatikan stadium ini kurang
lebih 15 menit. Perhatikan dan periksalah keadaan keadaan refleks tersebut
diatas tanpa menambah eter lagi

 Setelah itu, bukalah sungkup dan biarkan binatang percobaan sadar kembali
 Hitung dan catat jumlah eter yang digunakan.

4. Hasil
Mulai Stadium
No Pengamatan Penetesan III
I II
Eter 1 2 3 4
I Pernapasan
Meni Meni Meni
1. Frekuensi 56x/ menit ↓ + +
ngkat ngkat ngkat
Torakoa
Torakoabdo Abdomi Abdo Abdo Abdo Abdo
2. Jenis bdomina
minal nal minal minal minal minal
l
Dala Dala Dala Dala
3. Dalam Dangkal Dangkal Dangkal
m m m m
Tidak Tidak Terat Terat Terat Terat
4. Teratur Teratur
teratur teratur ur ur ur ur
II Mata - -
Miosi Midri Midri Midri
1. Lebar Pupil Normal Miosis Miosis
s asis asis asis
Refleks Tidak
2. Normal Ada Ada Ada Ada Ada
Cahaya ada
Refleks Mele Tidak
3. Normal Ada Ada Ada Ada
Kornea mah ada
Luar
Gerakan Bola Tidak Tidak Tidak
4. Normal Normal Normal Kehe
Mata ada ada ada
ndak
III Otot - -
Mele Tidak Tidak
1. Tonus Ada Ada Ada Ada
mah ada ada
Lema Tidak Tidak Tidak
2. Gerakan Normal Normal Normal
h ada ada ada
IV Rasa Nyeri
1. Kuping Tidak ada Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
ada ada ada ada ada ada
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
2. Kaki Tidak ada
ada ada ada ada ada ada
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
V Saliva Tidak ada
ada ada ada ada ada ada
Auscultasi Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
VI. Tidak ada
ronkhi ada ada ada ada ada ada

5. Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan pada kelinci yang kemudian
akan diberikan anestesi. Sebelum dilakukan percobaan, terlebih dahulu dilakukan
pengamatan pada kelinci yang akan menjadi control. Pernapasan normal dengan
frekuensi 56x/menit, Gerakan bola mata aktif, refleks normal, tonus otot normal.
Kemudian akan dilakukan anestesi dengan menggunakan eter dengan metode
anestesi inhalasi dengan cara melakukan penetesan.
a. Stadium I (Analgesia)
Stadium analgesia dimulai sejak pemberian anestesi sampai hilangnya
kesadaran. Pada kelinci coba praktikum, masih terdapat reflek fisiologis dari
kelinci, tetapi sudah melemah.
b. Stadium II (Delirium/Eksitasi)
Stadium ini dimulai sejak hilangnya kesadaran sampai munculnya pernapasan
teratur. Pada kelinci coba praktikum, kelinci gelisah dan agitasi, masih terdapat
tonus otot.
c. Stadium III (Pembedahan)
Stadium III dimulai sejak timbulnya kembali pernapasan teratur dan
berlangsung sampai pernapasan spontan hilang. Pada kelinci coba praktikum,
kelinci sudah tidak gelisah dan penafasannya sudah mulai kembali teratur.
a) Tingkat 1
Pada kelinci coba praktikum, terjadi pengecilan pupil, dan refleks mata
berkurang akibat hambatan impuls saraf
b) Tingkat 2
Pada kelinci coba praktikum, tonus otot masih ada tapi sudah mulai
berkurang, refleks kornea menurun, pupil midriasis.
c) Tingkat 3
Pada kelinci coba praktikum, otot-ototnya sudah mulai melemas, pupil
melebar, dan tidak ada pergerakan bola mata
d) Tingkat 4
Pada kelinci percobaan, pupilnya semakin melebar, refleks cahaya tidak ada
Pada praktikum ini, tidak dilakukan pengamatan terkait nyeri, saliva, dan
ronkhi dikarenakan sulitnya untuk mengamati point tersebut akibat control yang
digunakan berupa hewan.

B. Percobaan Obat Convulsan dan Anti-Convulsan pada Mencit


1. Tujuan praktikum

Setelah melakukan pengamatan dan pembelajaran, mahasiswa diharapkan sudah


mampu:
1. Mengamati dan memahami efek kerja obat-obat convulsan
2. Mengamati dan memahami efek kerja obat-obat anti convulsan

2. Alat dan bahan

a) Binatang Percobaan
Binatang percobaan yang dipakai adalah mencit yang ditimbang dahulu
berat badannya untuk pemberian dosis yang tepat, sebaiknya memakai
mencit yang berat badannya hampir sama.
b) Obat-obatan

 Convulsan :
a. Strychine 2,5 mg/kgBB
b. Caffeine 200 mg/kgBB
c. Picrotoxin 50 mg/kbBB
d. Penthemethylen Tetrazole 100 mg/kgBB
 Anti-Convulsan :
a. Luminal 30 mg/kgBB
b. Valium 5 mg/kgBB
c. Mephemesin 50 mg/kgBB
d. Dilantin 100 mg/kgBB
e. Spoit injeksi 1 ml
3. Cara Kerja

1. Setelah berat badan mencit ditimbang, maka dikelompokkan sesuai dengan


jumlah obat yang akan dicoba. Disini mencit dibagi menjadi 4 (empat)
kelompok sesuai jumlah convulsan yang akan dicoba.
2. Buatlah data kontrolsetelah mencit disuntik intraperitoneal dengan
convulsan, selanjutnya lihat efek pada binatang percobaan tadi. Hal-hal yang
perlu diperhatikan antara lain :
a. Gerakan/aktivitas binatang percobaan
b. Ada tidaknya efek sedatio (tertidur)
c. Ada tidaknya kejang-kejang
d. Keadaan pernapasan binatang percobaan
e. Apakah setelah itu terjadi kematian
3. Setelah itu, diberikan obat-obat anti convulsan lebih dahulu, setelah 30
menit kemudian, berikan lagi convulsan.
4. Perhatikan dan catat semua perubahan yang terjadi pada binatang
percobaan dan waktu perubahan tersebut terjadi.

4. Hasil

Data kontrol Mencit 1 Mencit 2


Berat Badan 15 gr 11 gr
Dosis Diazepam 0,0975 ml 0,0715 ml
Gerakan Melemah Menit ke-3 Melemah menit ke-2

Efek sedatio Tertidur menit ke-7 Tertidur pada menit ke-5


Kejang Tidak ada Tidak ada
Pernafasan Cepat dan tidak teratur Cepat dan tidak teratur
Kematian Tidak terjadi kematian Tidak terjadi kematian

5. Pembahasan

Sebelum dilakukan percobaan pada mencit, terlebih dahulu mencit


ditimbang dan didapatkan berat mencit berturut-turut adalah 15 g, dan 11 g
sehingga dosis obat convulsan dan anticonvulsan yang digunakan adalah
a. Mencit 1 = 0,0975 ml
b. Mencit 2 = 0,0715 ml

Pada mencit 1, setelah diberikan obat anti-convulsan dan diamati selama 15 menit,
gerakan dari mencit semakin bergerak, namun 10 detik setelahnya mencit terlihat
lunglai dan gerakannya mulai melambat. Tidak ada efek sedatio yang dilihat pada
mencit pada 10 detik awal, namun setelahnya mencit mulai terdiam dan tidak
bergerak berpindah tempat. Pada 10 detik awal pernapasan semakin cepat tapi
mulai melambat pada menit ke 3. Pergerakannya sudah mulai melemah pada
menit ke 3 dan tertidur pada menit ke 7. Hasil akhir didapatkan mencit hidup

Pada mencit 2, setelah diberikan obat anti-convulsan dan diamati selama 15 menit,
gerakan dari mencit semakin bergerak, namun 10 detik setelahnya mencit terlihat
lunglai dan gerakannya mulai melambat. Tidak ada efek sedatio yang dilihat pada
mencit pada 10 detik awal, namun setelahnya mencit mulai terdiam dan tidak
bergerak berpindah tempat. Pada 10 detik awal pernapasan semakin cepat tapi
mulai melambat pada menit ke 2. Pergerakannya sudah mulai melemah pada
menit ke 2 dan tertidur pada menit ke 5. Hasil akhir didapatkan mencit hidup.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Anastesi umum berkerja dalam beberapa tahap atau yang disebut stadium. Perubahan
stadium dapat diketahui dengan pengamatan perubahan pada frekuensi pernafasan,
irama pernafasan, lebar pupil, reflek cahaya, reflek kornea, tonus otot, pergerakan. Pada
stadium I efek yang terjadi adalah analgesia. Pada saat memasuki stadium II, tanda yang
khas adalah eksitasi. Pada kelinci dapat teramati kelinci bergerak - gerak berusaha
melepaskan diri. Midriasis teramati serta terjadinya peningkatan nadi. Saat terjadi
miosis, penurunan tonus otot, dan mulai hilangnya reflek bola mata maka menandakan
kerja eter telah memasuki stadium III/1. Pada stadium III/2 reflek kelinci tidak ada dan
pupil mengalami midriasis.PADA stadium III/4 pupil mengalami midriasis maksimal,
nadi meningkat dan tonus otot rendah. Eter sebagai anastesi umum memiliki efek
dengan pemulihan lama dan menyebabkan hipersalivasi. Pada percobaan obat
konvulsan dan anti-konvulsan dilakukan kepada binatang percobaan yaitu mencit.
Dimana pada hasil percobaan mencit mengalami efek sedatio di menit ke 5 dan menit
ke 7.

B. Saran

Sebaiknya dilakukan pengamatan secara teliti pada saat percobaan sehingga dapat
dengan benar diketahui perubahan apa saja yang terjadi pada kelinci dan mencit
percobaan serta dapat pula diketahui interval waktu saat hewan coba mengalami gejala-
gejala tertentu. Melakukan pengamatan dengan tenang, tertib dan tidak berisik.

DOKUMENTASI

2.3.1 Praktikum 1: percobaan anestesi umum pada kelinci


Kondisi Kelinci

Pemberian Eter
Secara Anastetik
inhalasi

Efek Sedatio
Setelah pemberian
Anasthesia Eter

2.4.2 Praktikum 2: Percobaan obat convulsan dan anti-convulsan


Kondisi Mencit 1 Mencit 2

Timbang
Berat Bedan

Pemberian
Diazepam
secara
intraperitonea
l
Efek Sedatio
Setelah
pemberian
diazepam

DAFTAR PUSTAKA

1. Anggraeni, M. D., Agustina, R., & Indriyanti, N. (2019, October). Pola Penggunaan
Obat Antikonvulsan pada Pasien Gangguan Kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Atma Husada Mahakam Samarinda. In Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals
Conferences (Vol. 10, pp. 48-51).
2. Jasmadi, R. N. (2021). Dexmedetomidine Intranasal sebagai Premedikasi pada
Pediatri. Jurnal Kesehatan Saintika Meditory, 4(2), 22-28.
3. Aziz, M. A. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mual Dan Muntah Pasca Bedah
Pada Pasien Anestesi Umum Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soedirman
Kebumen (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
4. Wulandari, S. C. (2022). HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN
WAKTU PULIH SADAR POST ANESTESI UMUM PADA PASIEN BEDAH UMUM
DENGAN KASUS TUMOR DI RS ISLAM MUHAMMADIYAH KENDAL (Doctoral
dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
5. Mulyandari, R. (2020). Hubungan Lama Bedah Abdomen Dengan Kejadian Shivering
Pasca General Anestesi di IBS RSUD Wates Kulonprogo (Doctoral dissertation,
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA).

Anda mungkin juga menyukai