Anda di halaman 1dari 28

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa

: Rohedy Adlina Mizani J

NIM

: 22010116210121

Bagian

: Anestesiologi RSDK / FK UNDIP

Judul kasus

: Laminektomi, Fusi dan PSRS pada Seorang Wanita


47 Tahun dengan Paraparesis Inferior Menggunakan
General Anestesi ASA II.

Pembimbing

: dr. Robby

Semarang, 27 Desember 2016


Pembimbing

dr. Robby

BAB I
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien
gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya dalam
penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus
dilaksanakan yaitu praanestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien
perencanaan anestesi menentukan prognosis dan persiapan pada hari operasi.
Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa
anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.Pada
operasi-operasi besar yang membutuhkan ketelitian, ketepatan dan waktu lama,
pasien umumnya mendapat anestesi umum untuk menghilangkan kesadaran dan rasa
sakit. Dalam bidang kedokteran, selain dipakai untuk tindakan operatif, anestesi
umum juga dipakai untuk mempermudah tindakan diagnostik maupn terapeutik
khususnya yang menimbulkan rasa nyeri.
Anestesia umum merupakan suatu tindakan yang meniadakan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel).
Keadaaan anestesi biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh tahap tidak sadar
diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan respon reflek
autonom. Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan
sebagai tidak adanya nyeri yang ditimbulkan oleh agen narkotika yang dapat
menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar.
Pada contoh laporan kasus ini, pasien wanita usia 47 tahun dengan diagnosis
paraparesis inferior et causa lesi medulla spinalis Vertebra Th X, tindakan bedah:
laminektomi, fusi dan PSRS, maka teknik anestesi yang dipilih adalah anestesi umum
atau anestesi general.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANESTESI UMUM
Anestesi adalah istilah yang diturunkan dari dua kata Yunani yaitu an dan
esthesia, dan bersama-sama berarti hilangnya rasa sakit atau hilangnya sensasi.
Para ahli saraf memberikan makna pada istilah tersebut sebagai kehilangan rasa
secara patologis pada bagian tubuh tertentu. Istilah anestesi dikemukakan pertama
kali Oliver Wendell Holmes (1809-1894) untuk proses eterisasi Morton (1846), untuk
menggambarkan keadaan pengurangan nyeri sewaktu pembedahan.1
Anestesia umum adalah tindakan menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara
sentral disertai hilangnya kesadaran yang meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel).
Komponen anesthesia yang ideal terdiri:
1. sedasi (tidur)
2. analgesia (tidak nyeri)
3. relaksasi otot (pelemasan otot)
Macam macam Anestesi Umum
A. Melalui Inhalasi
Agen inhalasi : N2O, halotan, enflurance, isoflurance, sevoflurance, ether,
methoxiflurance, trilene.
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi
digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam
kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan
rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada
permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan
sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan
pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi
intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman
anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi.

B. Melalui Parental
Intravena

penthotal,

ketamin,

proporfol,

etomidat

dan

golongan

benzodiazepine
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai
mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas
inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa
intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan
pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Intramuskuler : ketamin
C. Melalui Rektal
Etomidat (dilakukan untuk induksi anak )
Tahapan Anestesi Umum
1. Stadium 1 (analgesia)

Penderita mengalami analgesi,

Rasa nyeri hilang,

Kesadaran berkurang

2. Stadium II (delirium/eksitasi)

Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran

Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa,

berteriak, menangis, menyanyi)

Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur

Dapat terjadi mual dan muntah

Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi

Midriasis, hipertensi

3. Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)


Pernapasan

menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan

tidur (pernapasan perut)

Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak

menurut kehendak
Otot

menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke

kiri dengan bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas
tanpa ditahan
4

4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)

Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.

Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat

vasomotor. Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat


meninggal. Maka taraf ini sedapat mungkin dihindarkan.
Cara Pemberian Anestesi Umum
Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.
1. Anestesi inhalasi: halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan
methoxyflurane merupakan cairan yang mudah menguap. Obat-obat ini
diberikan sebagai uap melalui saluran napas.
Cara pemberian anestesi inhalasi:
Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di
depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak
diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara
terbuka.
Semiopen drop method: cara ini hampir sama dengan open drop, hanya untuk
mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.
Semiclosed method: udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang
dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi
dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan hipoksia
dapat dihindari dengan pemberian O2.
Closed method: hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi
dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang
mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan
lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.
Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether, cyclopropane, dan
chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara maju karena sifatnya
yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane) dan toksisitasnya
terhadap organ (chloroform).
2. Anestesi Intravena. Beberapa obat digunakan secara intravena (baik sendiri
atau dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau
sebagai komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk
5

menenangkan pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas


buatan untuk jangka panjang. Untuk anestesi intravena total biasanya
menggunakan propofol.
Indikasi Anestesi Umum
1. Pembedahannya luas dan membutuhkan waktu yang lama
2. riwayat penderita alergi obat anestesi lokal.
3. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia.
Klasifikasi Obat- obat Anestesi Umum
a. Anestesi Inhalasi
Halotan, enflurane, isoflurane, sevoflurane, dan desflurane merupakan cairan
yang mudah menguap.
Halothan
Halogenated hidrocarbon.

Dosis induksi inhalasi : 2- 4 % , dosis untuk anak 1,5- 2 % pada induksi

inhalasi kedalaman yang cukup terjadi setelah 10 menit.


Dosis pemeliharaan
: 1- 2% dan dapat dikurangi bila digunakan
juga N2O atau narkoti. Untuk anak anak 0,5- 2%

Efek Kardiovaskuler

:depresi myocardial, 2 MAC halotan menurunkan


50% tekanan darah dan CO, mensensitisasi efek
epinefrin -> dosis epinefrin > 1,5 mikrogram/kg hrs
dihindarkan.

Efek respirasi

: RR meningkat, bronkodilator potensial, menurunkan


efek mukosiliar, meningkatkan efek hipoksia post op
dan atelektasis

Efek cerebral

: dilatasi jar cerebral -> menurunkan cerebral vascular


resisten, meningkatkan CBF.

Efek Neuromuskuler

: merelaksasi otot, mentriger hipertermi maligna

Efek Renal

: menurunkan RBF, GFR

Efek Hepar

: menurunkan aliran darah hepar, menyebabkan


hepatitis halotan (1:35.000).

Bioransformasi

: di hepar
6

Kontra indikasi

: penyakit hati, lesi intracranial, penyakit jantung berat,


penggunaan epinefrin

Enfluran
Merupakan obat anestesi inhalasi volatil

Dosis Induksi awal : pada bayi 2,4.pasien dewasa 1,7

Dosis maintenance : 0,5-3%

Efek Kardiovaskuler

: depresi myocardial, disritmia jarang terjadi ,


tidak

meningkatkan sensifitas miokard terhadap

ketokolamin dan terjadi hipotensi akibat penurunan


curah jantung.
Efek respirasi

:RR tidak meningkat, PaCO2 meningkat, menurunnya


respon terhadap hiperkapnia, hilangnya hipoxic drive,
depresi pada fungsi mukosiliar dan bronkodilatasi.

Efek cerebral

:membentuk gelombang epileptik yang menimbulkan


iritabilitas area motorik sekitar 2 % ditandai dengan
kekauan gerak pada rahang mbawah, leher. Enfluran
juga

meningkatkan

aliran

darah

dan

tekanan

intrakranial.
Efek Neuromuskuler

: meningkatkan relaksasi otot.

Efek Renal

: menurunkan aliran darah ginjal, laju filtrasi


glomerulus dan produksi urin.

Efek Hepar

: menurunkan aliran darah hepar, menyebabkan


hepatitis halotan (1:800.000).

Kontraindikasi

: pasien dengan penyakit gagal ginjal.

Isofluran (Forane)
Obat anestesi isomer dari enfluran

Dosis induksi anestesi : 0,5 % dan dinaikan bertahap dengan

konsentrasi 1,3- 3% dalam waktu 7-10 menit


Dosis maintenance : 1-2,5 % dengan kombinasi N2O dan O2. Apabila
tidak menggunakan N2O (hanya O2) diperlukan dosis 1,5-3%.

Efek Kardiovaskuler

: minimal cardiac depresi, dilatasi arteri coroner,


beberapa menghindari isofluran untuk penyakit
jantung berat.

Efek Respirasi

: depresi respirasi minimal. Takipneu, iritasi saluran


nafas atas, bronkodilator yang baik, dapat terjadi
hipoksia dan hiperkapnia

Efek cerebral

: pd level >1MAC, isoflurane meningkatkan CBF


dan TIK, menurunkan kebutuhan metabolisme oksigen
otak, pada 2 MAC menimbulkan electrically silent
electroencephalogram.

Efek neuromuskuler : relaksasi otot


Efek ginjal

: menurunkan laju aliran darah, laju filtrasi


glomerulus, dan produksi urin.

Efek hati

: aliran darah ke hati menurun selama penggunaan


isofluran.

Metabolisme

:dimetabolisme menjadi trifluoroacetic acid,


dimetabolisme di ginjal

Kontra indikasi

: relatif tidak ada, hanya pada pasien hipovolemi


harus hati-hati oleh karena efek vasodilatasinya.

Desfluran
Obat anestesi volatile.

Dosis untuk bayi 1 tahun : KAM 10 %. usia 18-30 tahun : KAM 7,2 %

usia 31- 65 tahun : 6%.


Bila digunakan bersama 60% N2O Usia 18- 30 tahun : KAM 4%, usia
31-65 tahun : KAM 2,8 %.

Desfluran memerlukan vaporizer elektrik karena tekanan uap desfluran sangat


tinggi sehingga pada suhu kamar pada permukaan laut akan mendidih.
Kelarutannya yg tinggi dan potensinya yg hanya 1/5 dari agen lain
menimbulkan masalah unik.
1. vaporizer yg dibutuhkan utk GA harus menghasilkan efek pendingin.

2. karena penguapannya yg sgt luas, diperlukan aliran udara segar yg sgt


banyak untuk mencairkan gas pembawa pd konsentrasi yg relevan. Hal tsb
diatasi dgn vaporizer elektronik.
Efek Kardiovaskuler : peningkatan ringan pada Heart Rate, CVP. Dapat
diatasi dgn pemberian fentanyl, esmolol atau clonidin.
Desfluran tdk meningkatkanaliran darah arteri koroner,
tdk spt isofluran
Efek respirasi

: penurunan Tidal volume, peningkatan RR, bau


menyengat, iritasi saluran nafas sehingga kurang baik
untuk induksi inhalasi

Efek cerebral

: dilatasi pembuluh darah cerebral, meningkatkan


CBF dan TIK.

Efek neuromuskuler : menurunkan stimulasi saraf perifer tetani


Efek ginjal

: tidakk nefrotoksik, aman.

Efek ke hati

: tidak berpengaruh pada fungsi hati.

Biotransformasi

: meminimalkan metabolisme pada manusia,


desfluran didegradasi oleh CO2 adsorben menjadi
karbonmonoksida.

Kontra Indikasi

: hipovolemi berat, malignan hipertermi, hipertensi


intrakranial.

Sevofluran
Merupakan obat anestesi inhalasi
Kelarutan yang rendah dalam darah menyebakan penurunan cepat konsentrasi
alveolar anestesi menimbulkan

kondisi emergensi yang lebih cepat dengan

delirium (dapat diatasi dengan 1-2 mikrogram fentanyl). Sevoflurane nyaman


dipakai induksi baik untuk dewasa atau anak-anak karena baunya enak, tidak
iritatif pada jalan nafas.

Dosis KAM (konsentrasi alveolar minimal) 1,7 % bila dikombinasikan


dengan 60 % N2O , KAM menjadi 0,66%.

Kombinasi 4-8% sevofluran 50% N2O dan 50% O2 induksi dapat


dicapai dalam waktu 1-3 menit

Waktu pulih sadar antara 5-7 menit seteelah anestesi menggunakan 2-3
KAM sevofluran selama 1 jam.

Efek Kardiovaskuler

: depresi kontraktilitas myocard, penurunan SVR,


tekanan darah arteri, memperpanjang QT interval

Efek respirasi

: depresi nafas, reverse bronkospasme

Efek cerebral

: tidak menyebabkan kejang, penurunan kebutuhan


oksigen otak

Efek neuromuskuler : muscle relaksan


Efek ginjal

: menurunkan sedikit aliran darah ginjal

Efek hati

: menurunkan aliran darah hepatik.

Biotransformasi

: barium lime dan soda lime dapat mendegradasi


sevoflurane menghasilkan produk yang nefrotoksik

b. Anestesi gas
1. Potensi ringan
2. Sukar larut dalam darah
3. N2O

gas tidak berwarna, tidak berbau, tidak berwarna lebih berat daripada udara,
dikombinasi dengan O2 , tdk meledak dan tdk mudah terbakar, dapat
mempercepat pembakaran spt oksigen.

potensi anestetik lemah, induksi cepat


efek analgesik baik (N2O 20%)

Efek Kardiovaskuler: menstimulasi nervus simpatis, depresi myocard,


menstimulasi minimal pada ketekolamin.

Efek respirasi: meningkatkan RR (takipneu) menurunkan Tidal volume

Efek cerebral: peningkatan ringan pada Tekanan intra kranial

Efek neuromuskuler: tidak menimbulkan muscle relaksasi, justru muscle


rigidity, tidak memicu malignan hipertermi

Efek renal: menurunkan RBF ddengan meningkatkan resistensi vascular


ginjal -> penurunan GFR dan urin output.

Efek hepatik: aliran darah hepar dpt menurun


10

Efek GI: menyebabkan PONV (Post Operative Nausea and Vomitting).

Biotransformasi: melalui nafas, kulit. Pemakaian N2O jangka lama


menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga terjadi anemia.

Kontra

indikasi:

pneumothorax,

obstruksi intestinal

akut,

operasi

tympanoplasty, intraocular air bubbles, emboli udara. Ini disebabkan oleh


karena N2O mengisi rongga.
c. Anestesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental); benzodiazepine
(midazolam,); Antagonis benzodiazepine (propofol); Muscle relaxant
golongan depolarizing dan non depolarizing (rocuronium); Narkotik
analgetik (morfin, codein, ketorolac, tramadol).
Barbiturat
Thiopental Sodium

Memiliki kelarutan lemak yang tinggi, didalam darah 65-75% terikat


oleh protein plasma dan sedikit terionisasi. Sesudah disuntikan
intravena,

penthotal

cepat

masuk

kedalam jaringan

otak dan

menimbulkan efek tidur.

Induksi : dosis tergantung BB, keadaan fisik dan penyakit

Dewasa : 2-4ml lar 2,5% scr intermitten tiap 30-60 detikk ada capaian

Efek Kardiovaskuler : depresi kontraktilitas myocard, vasodilatasi


perifer, dan turunya curah jantung sehingga bisa menyebabkan takikardi.

Efek respirasi: depresi nafas, bronkospasme

Efek cerebral: menurunkan metabolisme otak, menurunkan konsumsi


oksigen dan menurunkan tekanan intrakranial .

Efek ginjal: terjadi perubahan sedikit pada ginjal tetapi mekanismenya


belum diketahui.

Efek hati: menurunkan aliran darah hepatik.

Indikasi :
- Untuk induksi anestesi sebelum diguakan obat anestesi yang lain.
- Sebagai obat anestesi untuk tindakan / operasi yang waktunya
pendek.
11

- sebagai suplemet pada anestesi inhalasi.


- untuk sedasi

Kontraindikasi : alergi barbiturat,status asmatikus, porhyria, tidak


didapatnya vena untuk menyuntik, syok.

Ketamin

dikemas

dalam

cairan

bening

dengan

kepekatan

1%

(1ml=10mg), 5% (1ml=50 mg) dan 10 % (1ml=100 mg)


Muscle relaxant golongan non depolarizing
Rocuronium

Pelumpuh oto non depolariasi turunan aminosteroid.

Dosis 0,6 mg/kg BB

Onsetnya cepat

Mekanisme kerja :

Rukoronium tidak menimbulkan pelepasan histamin. Pada cardiovaskuler


menyebabkan sedikit perubahan oleh karena efek vagolitik atau rasa nyeri
akibat penyuntikan rucorunium.sebagian besar eliminasi terjadi di hepar.

Indikasi : operasi yang memerlukan stimulasi vagal misalnya operasi mata


atau laparoskopi .

Kontraindikasi : pasien yang memiliki penyakit hepar.

Kecepatan onset sama dengan barbiturat intravena, masa pemulihan lebih


cepat dan pasien dapat pulang berobat jalan lebih cepat setelah pemberian
propofol.

Kelebihan lainnya pasien merasa lebih nyaman pada periode paska bedah
dibanding anestesi intravena lainnya. Mual dan muntah paska bedah lebih
jarang karena propofol mempunyai efek anti muntah.

Golongan benzodiazepine
Midazolam

Larut dalam air, tidak menimbulkan nyeri pada suntikan, sifatnya


ansiolitik sedative, antikonvulsif, dan antrogade amnesia.

Dosis :
12

Dosis untuk premedikasi dewasa : 0,07 0,1 mg/kgBB


Dosis untuk premedikasi 1-5 tahun : 0,3 mg/kgBB

Kemasan : dalam ampul


1. Ampul berisi 5 ml mengandung 5 mg midazolam
2. Ampul berisi 3 mlmengandung 15 mg midazolam

Mekanisme kerja obat

Absorbsinya cepat, metabolisme terjadi di dalam hepar, dalam microsomal


hati mengalami hidroxylasi mengalami hidroksi midazolam dan 4 hidroksi
midazolam, keduanya cepat mengalami konjugasi. Eksresi melalui ginjal,
sebagian besar bentuk glucoronid kurang dari 1% bentuk asli.

Kontra indikasi : pada penyakit hepar dan ginjal.

Indikasi :

sebagi obat untuk induksi

Untuk tindakan cardioversi

Antikonvulsi

Sebagai sedasi pada anestesi regional, lokal, dan tindakan diagnostik

Mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin.

Untuk premedikasi.

Golongan Antagonis Benzodiazepine


Propofol
Merupakan cairan emulsi berwarna putih yang terdiri dari gliserol, phopatid
dari telur, sodium hidroksida, minyak kedelai dan air.
Sangat larut dalam lemak sehingga setelah disuntikan melalui intravena
dengan cepat mendistribusikan ke jaringan.
Dosis
Induksi : pasien dewasa usia < 55 tahun : 2-2,5 mg/kgBB
Maintenance : 4 -12 mg/kgBB
Kemasan :
Tersedia dalam ampul yang berisi 20 cc tiap cc mengandung 10 mg propofol.

13

Efek cardiovaskuler : terjadi penurunan tekanan darah dan perubahan sedikit


pada nadi. Obat ini memiliki vagolitik sehingga dianjurkan untuk memberi
antikolinergik sebelum pemakaian propofol sehingga tidak terjadi bradikardi.
Efek Repirasi : menyebabkan depresi pernapasan, mengurangi tidal volume
dan laju nafas
Efek cerebral : menurunkan aliran darah otak, tekanan intrakranial,tekanan
intraokuli dan metabolisme otak.
Kontraindikasi : pada penderita yang alergi propofol.
Opioid
Tramadol

Analog kodein sintetik yang merupakan agonis resptor yang lemah.

Sama- sama efektif dengan morfin untuk pasien nyeri ringan sampai sedang.

Dosis : pria dewasa : 10 mg


Wanita dewasa : 8 mg

Tramadol mengalami metabolisme di hepar dan eksresi di ginjal, dengan


masa paruh eliminasi 6 jam untuk tramadol.

Kontraindikasi :
-

pasien yang alergi terhadap tramadol.

Tidak dianjurkan pada pasien adiksi karena bisa menimbulkan


ketergantungan.

Fentanyl
Merupakan analgesik opioid sintetik yang poten, memiliki onset kerja yang cepat,
dan durasi aksi yang pendek. Fentanyl merupakan agonis kuat dari reseptor -opioid.
Analgesik ini sering digunakan untuk menghilangkan nyeri dan dikombinasikan
dengan obat golongan benzodiazepin.
Fentanyl ini jauh lebih poten sekitar 80 100 kali dibandingkan dengan
morfin. Fentanyl yang diinjeksikan melalui intravena sering digunakan sebagai
anestesia dan analgesia. Selama anestesi berlangsung sering penggunaannya

14

digunakan bersamaan dengan propofol dan dapat juga sebagai salah satu campuran
yang digunakan dalam anestesi epidural maupun spinal.
Efek merugikan dari fentanyl ini yaitu dapat terjadi diare, mual, konstipasi,
mulut yang kering, bingung, kelemahan dan berkeringat, nyeri perut, sakit kepala,
cemas, dan halusinasi dapat terjadi. Fentanyl juga sering menyebabkan depresi
pernafasan daripada analgesik opioid yang lain.
-

Onset
Durasi
Waktu paruh
Metabolisme
Ekskresi

: 5 menit
: 30 40 menit
: 10 20 menit pada injeksi intravena
: Hepar melalui CYP3A4
: Ginjal (60% sebagai metabolit & <10 % tidak berubah)

Golongan antiserotonergenik
Ondansentron

Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif dan dapat menekan
mual muntah.

Mekanisme kerja : mengantagonisasi resptor 5 HT yang terdapat pada


chemoreceptor trigger zone di area postrema otak dan mungkin juga pada
aferen vagal saluran cerna. Ondansentron juga cepat mengosongkan
lambung .

Dosis : 0,1 0,2 mg /kg IV

Indikasi : untuk pencegahan mual muntah sebelum operasi

Kontraindikasi :
-

Pasien alergi terhadap ondansentron

Pasien dengan penyakit hepar.

Pada ibu hamil dan menyusui.

Ketorolac

Analgetik non narkotika.

Efek kerjanya menghambat enzim siklooksegenase (sintesis prostaglandin),


menghambat tromboksan, memberi efek antiinflamasi dengan menghambat
perlekatan granulasi pada pembuluh darah yang rusak, menstabilkan lisosom
dan menghambat migrasi leukosit polinuklear dan makrofag ke tempat
peradangan.
15

Dosis :
Dosis pasien dewasa <65 tahun : 30 mg
Dosis pasien dewasa >65 tahun : 15 mg

Indikasi :
Untuk penatalaksanaan nyeri akut sedang sampai berat.

Kontraindikasi :
-

Pasien yang alergi terhdap ketorolac.

Pasien yang memiliki ulkus peptikum aktif, asma,

Pasien yang meiliki penyakit cerebral

Pasien pasca operasi dengan resiko tinggi terjadi perdarahan. , pasien


dengan antikoagulan seperti heparin.

Pasien dengan gangguan ginjal sedang sampai berat.

d. Klasifikasi ASA
Klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiologist) merupakan deskripsi
yang mudah menunjukkan status fisik pasien yang berhubungan dengan
indikasi apakah tindakan bedah harus dilakukan segera/cito atau elektif.
Klasifikasi ini sangat berguna dan harus diaplikasikan pada pasien yang akan
dilakukan tindakan pembedahan, meskipun banyak faktor lain yang
berpengaruh

terhadap

hasil

keluaran

setelah

tindakan

pembedahan.

Klasifikasi ASA dan hubungannya dengan tingkat mortalitas tercantum pada


tabel di bawah ini.
Klasifikasi

Angka

Deskripsi Pasien

ASA
Kelas I
Kelas II

Pasien normal dan sehat fisik dan mental


Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan

Kematian (%)
0,1
0,2

Kelas III

tida ada keterbatasan fungsi


Pasien dengan penyakit sistemik sedang

1,8

hingga
Kelas IV

berat

yang

menyebabkan

keterbatasan fungsi
Pasien dengan penyakit sistemik berat yang
mengancam

hidup

dan

keterbatasan fungsi
16

menyebabkan

7,8

II.

Kelas V

Pasien yang tidak dapat hidup/ bertahan

Kelas E

dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi


Bila operasi dilakukan darurat/ cito

9,4

LAMINEKTOMI
Laminektomi adalah prosedur pembedahan untuk membebaskan
tekanan pada tulang belakang atau akar saraf tulang belakang yang
disebabkan oleh stenosis tulang belakang. Stenosis tulang belakang adalah
penyempitan kanal tulang belakang yang menekan pada urat tulang belakang
yang berisi saraf. Ini menyebabkan rasa nyeri, mati rasa, atau lemas pada
kaki, punggung, leher dan lengan Anda.
Prosedurnya melibatkan pembedahan di punggung untuk mengangkat
tulang dan/atau jaringan yang menyebabkan tekanan pada tulang belakang.
Laminektomi juga dapat digunakan untuk merawat cedera tulang belakang,
herniated disc (umumnya dikenal sebagai slipped disc) dan tumor tulang
belakang.
Laminektomi

pada

umumnya

dilakukan

hanya

ketika

teknik

penatalaksanaan yang lebih konservatif seperti medikasi, fisioterapi atau


injeksi tidak memberi pengaruh yang signifikan. Laminektomi juga
direkomendasikan jika gejala yang terjadi cukup berat atau mmberat secara
progresif.

Selain

itu

gejala

sulit

berjalan

atau

berdiri

dan juga

ketidakmampuan mengontrol miksi dan defekasi juga menjadi indikasi


dilakukannya prosedur laminektomi.
Patofosiologi
Cedera medulla spinalis paling sering terjadi karena trauma/cedera pada
vertebra. Adanya kompresi tulang menyebabkan diskontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan lumbal serta dapat merusak sistem saraf otonom
(saraf parasimpatis). Pada area kornu lateralis medulla spinalis bagian sacral
yang erat kaitannya dengan status miksi dan defekasi. Kompresi juga dapat
merusak pleksus saraf utama terutama vertebra lumbalis yang tergabung
dalam pleksus lumbosakral yang berpengaruh pada persrafan ekstremitas
bawah. Dapat dijelaskan sebagai berikut:

17

1. Saraf lumbal I dan II membentuk nervus genitor femoralis yang


mensyarafi kulit daerah genitalia dan paha atas medial.
2. Saraf lumbal II-IV bagian dorsal membentuk nervus femoralis
mensarafi muskulus quadrisep femoris lateralis yang mensyarafi kulit
paha lateralis.
3. Saraf lumbal IV-sacral III bagian ventral membentuk nervus tibialis.
4. Saraf lumbal IV-sacral II bagian dorsal bersatu menjadi nervus
perokus atau fibula komunis.
Manifestasi
Secara klinis pasien mengeluh nyeri pinggang bawah dan sangat hebat,
mendadak sebelah gerakan fleksi dan adanya spasme otot para vertebrata.
Terdapat nyeri tekan yang jelas pada tingkat prolapsus diskus bila dipalpasi.
Terdapat nyeri pada daerah cedera, hilang mobilitas sebagian atau total atau
hilang sensasi di sebelah bawah dari tempat cedera dan adanya
pembengkakan, memar disekitar fraktur jauh lebih mendukung bila ada
deformitas (gibbs) dapat berupa angulasi (perlengkungan).

Berubahnya

kesegarisan atau tonjolan abnormalitas dari prosesus spinalis

dapat

menyarankan adanya lesi tersembunyi. Lesi radiks dapat ditandai dengan


adanya deficit sensorik dan motorik segmental dalam distribusi saraf tepi,
perlu diperiksa keadaan neurologist serta kemampuan miksi dan defekasi
seperti adanya inkontinensia uri et alvi paresthesia. Selama 24 jam pertama
setelh trauma, suatu lesi partikel dari medulla spinalis dimanifestasikan paling
sedikit dengan masih berfungsinya daerah sacral sensori perianal dan suatu
aktifitas motorik volunteer fleksor kaki.
Komplikasi
Kemampuan komplikasi yang dapat terjadi diantaranya:
1. Nyeri pada jangka lama
2. Spasme otot
3. Gangguan miksi dan defekasi
4. Disfungsi pernafasan
5. Disfungsi seksual
6. Hiterotopie ossification
7. Pysiological counseling
18

8. Dekubitus Deformitas
9. ISK
10. Ileus paralitik
Penatalaksanaan
Bila tidak ada keluhan neurologik:
1. Istirahat di tempat tidur: terlentang dengan dasar keras, posisi defleksi 3-4
minggu
2. Beri analgetik bila nyeri
3. Pada fraktur stabil, setelah 3-4 minggu kalau tidak merasa sakit lagi, latih
otot-otot punggung 1-2 minggu, kemudian mobilisasi, belajar duduk jalan dan
bila tidak ada apa-apa klien boleh pulang. Pada fraktur yang tidak stabil
ditunggu 6-8 minggu. Bila kelainan neurologik didapatkan:
Jika dalam observasi membaik, tergantung dari stabil/tidak, tindakan seperti pada
fraktur tanpa kelainan neurologik. Jika dalam observasi keadaan memburuk, maka
harus segera dilakukan operasi dekompresi, sama halnya bila kelainan karena
kompresi fraktur.

Tekanan dihilangkan dengan operasi misalnya laminektomi.

Kemudian dibantu dari luar misalnya dengan gips broek, gips korset, jaket minerva,
tergantung dari tempat fraktur. Pada pemasangan gips korset: harus meliputi sampai
manubrium sterni, simpisis daerah fraktur dan di bawah ujung skapula.

19

BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. S

Umur

: 47 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Ruang/ Kelas

: R2A/ III

No.CM

: C613066

II. DATA DASAR (EVALUASI ANESTESI PREOPERATIF)


1. Anamnesis (Alloanamnesis dengan keluarga)

Keluhan Utama : Lemah kedua tungkai

Riwayat Penyakit Sekarang :


1 tahun pasien merasa lemah anggota gerak bawah, pasien masih dapat
berjalan namun terasa berat, semakin lama semakin bertambah berat.
8 bulan pasien merasa tebal pada anggota gerak bawah, semakin lama
semakin bertambah berat dan menjalar ke atas hingga sebatas pusar.
7 bulan pasien merasa kaki semakin berat hingga tidak dapat berjalan,
rasa tebal hingga sebatas 2 cm diatas pusar. Anestesi hingga 1 cm di
bawah pusar. Pasien sulit BAB dan BAK.
4 bulan SMRS pasien sama sekali tidak dapat menggerakkan kedua
tungkai, pasien tidak dapat menahan BAB dan BAK. Pasien kemudian
berobat ke RSUD kemudian dirujuk ke RSUP dr. Kariadi.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat asma disangkal

Riwayat batuk lama disangkal

Riwayat Diabetes Melitus disangkal


20

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat tumor di tempat lain disangkal

Riwayat operasi sebelumnya disangkal


Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini. Riwayat keluarga alergi (-),
kencing manis (-), hipertensi (-), sakit jantung (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita adalah ibu rumah tangga. Biaya pengobatan ditanggung BPJS.
Kesan : sosial ekonomi kurang

2. Pemeriksaan Fisik:
-

Keadaan Umum

: baik, compos mentis

Tanda Vital

: HR

: 88x/menit

RR

20x/menit
TD

: 120/80

: 36oC

BB

: 50 kg

Kepala

: Mesosefal

Mata

: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga

: Discharge (-)

Hidung

: Epistaksis (-), Discharge (-), Deviasi septum (-)

Mulut

: Bibir kering (-), Bibir sianosis (-)

Tenggorok

Leher

: T1-1, faring hiperemis (-)


: Trakhea deviasi (-), pembesaran nnll (-/-), nyeri tekan

(-), kaku kuduk (-)


-

Dada

: Pulmo : Inspeksi

: Simetris statis dinamis

Palpasi

: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : SD vesikuler (+/+), ST (-)


Cor : Inspeksi

Abdomen

: Ictus cordis tak tampak

Palpasi

: IC teraba di SIC V 2 cm medial LMCS

Perkusi

: Konfigurasi jantung dbn

Auskultasi

: Suara jantung I-II murni, bising (-)

Inspeksi
21

: cembung, venektasi (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) Normal

Palpasi

: Dalam batas normal

Perkusi

: Timpani (+), Pekak sisi (+) N, pekak


alih (-)

Ekstremitas

Superior

Inferior

Oedem

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

<2/<2

<2/<2

Superior

Inferior

+/+

555/555

001/100

Tonus

n/n

n/n

Trofi

e/e

a/a

RP

-/-

+/+

RF

++/++

Capp. Refill
- Motorik

Gerak
Kekuatan

Klonus

+++/+++

-/-

-/-

3. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (tanggal 17 Desember 2016)
Hb

: 11,3 gr%

Ht

: 34,9 %

Eritrosit

: 37,7 x 106/uL

MCH

: 30 pg

MCV

: 92,6 fL

MCHC

: 32,4 g/dL

Leukosit

: 8 x 103/uL

Trombosit

: 219 x 103/uL

RDW

: 15,3%

MPV

: 9 Fl

KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu

: 100 mg/dL

Albumin

: 3,2 g/dL
22

Ureum

: 43 mg/dL

Kreatinin

: 0,7 mg/dL

Elektrolit
Natrium

: 140 mmol/L

Kalium

: 4,1 mmol/L

Chlorida

: 108 mmol/L

KOAGULASI
Plasma Prothrombin Time (PTT)
Waktu Prothrombin

9,8 detik

PPT Kontrol

10,7 detik

Partial Thromboplastin Time (PTTK)


Waktu Tromboplastin

31,7 detik

APTT Kontrol

33,1 detik

4. Diagnosis Preoperatif : Paraparesis inferior ec lesi medulla spinalis V. Th X ec


tumor medulla spinalis
5. Tindakan Operasi

: Laminektomi + Fusi + PSRS

6. Status Preoperatif

: ASA II

III. RENCANA PENGELOLAAN ANESTESI


Teknik Anestesi : General Anestesi
Advis Preoperasi :
Puasa 6 jam preoperasi
Pasang IV line, maintenance RL 20 tpm
Premedikasi di OK

IV. TINDAKAN ANESTESI


1. Premedikasi

: Midazolam 3 g.

2. Anestesi

Dilakukan secara

: General Anestesi

23

Tehnik anestesi

: Inhalasi, semi open, RK dengan ET no 7 dengan

Induksi

: Oksigenasi 3 menit, 6 L/menit

mesin
Obat-obat yang diberikan Induksi

: Propofol, Rocuronium

Maintenance

: Sevoflurane, N2O, O2 3lt/menit

Mulai Anestesi

: 09.45

Selesai Anestesi

: 13.30

Lama Anestesi

: 210 menit

3. Terapi Cairan
BB

: 50 kg

EBV

: 65 cc/kg BB x 50 kg = 3250 cc

Jumlah perdarahan

: + 650 cc (minimal)

% Perdarahan / EBV : 650/3250 x 100% = 20%


Kebutuhan Cairan durante operasi (210 menit) :
Maintenance (M)

: 2 cc/kgBB/jam x 50 kg = 100 cc/jam

Stress Operasi (SO) sedang: 6 cc/kg BB/jam x 50 kg = 300 cc/jam


Defisit Puasa (DP)

: 2cc/kgBB/jam x 50 kg x 6 = 600 cc/jam

Perdarahan minimal : +650 cc


Total Kebutuhan Cairan Durante Operasi (210menit)
Jam I : M+ SO+50%DP
Maintenance

: 100 cc/jam

Stress Operasi (SO)

: 300 cc/jam

Defisit Puasa (DP)

: 600 cc x 50% = 300cc

Perdarahan minimal

: 650 cc

Total

: 1350 cc

Jam II : M+SO+25%DP
Maintenance

: 100 cc/jam

Stress Operasi (SO)

: 300 cc/jam

Defisit Puasa (DP)

: 600 cc x 25% = 150cc

Total

: 550 cc

24

Jam III : M+SO+25%DP


Maintenance

: 100 cc/jam

Stress Operasi (SO)

: 300 cc/jam

Defisit Puasa (DP)

: 600 cc x 25% = 150cc

Total

: 550 cc

Jam IV : M+SO+25%DP
Maintenance

: 100 cc/jam

Stress Operasi (SO)

: 300 cc/jam

Total

: 400 cc

Terapi cairan yang diberikan :


RL

1500 cc

NaCl

250 cc

Koloid

500 cc

4. Pemantauan di Recovery Room :


Pasien post operasi diberi O2 6liter/menit.
Bila pasien sadar penuh, mual (-), muntah (-), peristaltik (+) boleh dicoba
makan minum sedikit-sedikit.
5. Perintah di ruangan :

Awasi tanda vital setiap jam selama 24 jam

Bila mual, muntah diberi anti muntah

Program Cairan

: Infus RL 20 tpm

Program analgetik

: Morphin 1 mg/ml jalan 1 ml/jam via syringe

pump (1 hari). Dilanjutkan 0,5 ml/jam (1 hari)

Program khusus

:-

25

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien seorang wanita usia 47 tahun dengan paraparesis
inferior dilakukan operasi laminektomi + fusi + PSRS, dilakukan dengan
menggunakan anestesi general. Anestesi general dipilih selain karena jenis
operasinya juga karena mengingat lokasi daerah yang dioperasi yaitu di bagian
punggung sehingga posisi pasien saat operasi adalah tengkurap. Dengan
digunakannya anastesi general maka proses operasi dapat berjalan secara lebih aman.
Premedikasi pada pasien diberikan midazolam agar pasien tidak cemas saat akan
dilakukan prosedur operasi. Selain itu juga memberikan efek amnesia anterograd
selama operasi berlangsung.
Obat anestesi yang diberikan adalah dengan agen inhalasi sevofluran, N2O, O2
sebagai maintenance agar pasien lebih rileks dan memudahkan operator melakukan
prosedur operasi. Induksi dilakukan dengan oksigenasi, propofol sebagai agen sedasi
dan rocuronium sebagai muscle relaxant.
Pemberian terapi cairan disesuaikan berdasar kebutuhan cairan dan
kehilangan cairan pada waktu puasa, pembedahan, dan perdarahan. Proses
pembedahan pada kasus ini tergolong operasi sedang. Jumlah cairan yang dibutuhkan
pada operasi yang berlangsung selama kurang lebih 210 menit sebesar 3250 cc
dengan jumlah perdarahan 650 cc (20% dari EBV). Terapi cairan yang diberikan
adalah RL 1500 cc, NaCl 250 cc dan koloid 500 cc.
Setelah anestesi selesai dan keadaan umum serta tanda vital baik, pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan. Di ruang pemulihan pasien dimonitor tanda-tanda
vital yaitu tekanan darah, heart rate, respiratory rate, dan saturasi oksigen.
26

Kemudian dilakukan penilaian Aldrete score yaitu salah satu indikator pemulihan
pasca anestesi. Jika score adalah lebih dari sama dengan 8 pasien boleh keluar dari
ruang pemulihan dan pindah ruangan.

BAB V
KESIMPULAN

Pada kasus ini pasien merupakan pasien dewasa dengan paraparesis inferior
dengan tindakan operasi laminektomi, fusi dan PSRS dimana pasien menggunakan
anestesi umum. Premedikasi pada kasus ini diberikan midalzolam, pasien puasa 6
jam sebelum operasi, sudah di informed consent. Induksi menggunakan oksigenasi,
propofol sebagai agen sedasi dan rocuronium sebagai muscle relaxant.
Program operasi laminektomi merupakan tindakan operasi yang cukup
kompleks karena daerah operasi di punggung sehingga pasien dalam posisi tengkurap
durante operasi, sehingga perlu dilakukannya anestesi general untuk memudahkan
prosedur. Anestesi umum yang dilakukan dengan jalur inhalasi menggunakan
sevofluran 0,25. Sevofluran merupakan agen inhalasi yang cairan jernih, tidak
berwarna, berbau enak dan tidak iritatif. Operasi berlangsung selama 3 jam 30 menit
(210 menit), pasien di intubasi menggunakan et ukuran 7,0.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, Prof,Dr, et al. Anestesiologi Edisi 2. Bagian anestesiologi dan terapi


intensif Fakultas Kedokteran UNDIP. 2013
2. American Society of Anesthesiologists (ASA). Continuum of Depth of Sedation
Definition of General Anesthesia and Levels of Sedation/Analgesia, 2014.
3. Kuwajerwala NK. Perioperative medication management; Available at:
http://www.emedicine.com/MED/topic3158.htm
4. De Jong, Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai