Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PERCOBAAN 7

ANESTESI UMUM

Disusun Oleh :

Kelompok : 3
Kelas : F2
Anis Agustina (1704015205)
Annisya Kusumawati (1704015267)
Ginta Raniara Salsabilah (1704015057)
Novrina Maharani (1704015103)
Putri Nabila Zulvianti (1704015058)

Dosen Praktikum : Dwitiyanti, M.Farm.,Apt

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA

JAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem saraf pusat sangat peka terhadap obat-obatan, akibat nya sebagian besar obat-obatan
jika diberikan dalamdosis yang cukup besar menimbulkan efek yang mencolok terhadap fungsi
system saraf pusat.Obat-obat yang bekerja terhadap system saraf pusat yaitu obat sedative-
hipnotik, obat anti kejang, anestetika umum dan lokal.
Anestetika umum adalah obat yang dapat menimbulkan anesthesia atau narkosa, yakni
suatu keadaan depresi umum dari pel bagai pusat di SSP yang bersifat reversible, di mana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, sehingga agak mirip keadaan pingsan (Tan
HoanTjay, et al., 2007).
Anestetika umum dibedakan menjadi dua, yaitu anestetika inhalan dan anestetika intravena.
Secara tradisional, efek anestetik pada otak menimbulkan empat stadium atau tingkat kedalaman
depresi SSP, yaitu : Stadium I – analgesia, stadium II – excitement, stadium III – anesthesia
beda, dan stadium IV – depresi medulla (Bertram G. Katzung, et al., 2013).

Pada praktikum kali ini, dilakukan pengamatan keempat stadium anestetika umum pada
tikus yang diberi secara anestesi inhalan terhadap eter dan etanol. Dan pemberian secara
parenteral yaitu dengan intra muscular untuk obat ketamine.

1.2 Manfaat

1. Mengenal tahap-tahap manifestasi anesthesia umum dan tahap-tahap pemulihan dari


anestesi umum
2. Mampu menganalisa perbedaan anestesi oleh berbagai bahan

1
BAB II

TEORI DASAR

Anaesthesia adalah hilang nya sensasi atau kontrol terhadap tubuh. Biasa digunakan untuk
mendeskribsikan proses reversible yang membiarkan prosedur operasi atau terapi apaun yang
menyebabkan rasa nyri hebat untuk dilakukan tanpa pasien merasa stres atau tidak nyaman
(Marcovitch, H., 2005).
Anaesthesia umum adalah hilangnya kontrol terhadap tubuh karena penekanan terhadap
sistem syaraf pusat secaraa reversible (Welsh, L., 2009). Obat anestesi adalah obat yang
digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi.
Anastesi dibagi menjadi dua yaitu anastesi umum dan anastesi lokal. Anestesi umum atau
pembiusan umum adalah kondisi atau prosedur ketika pasien menerima obat untuk amnesia,
analgesia, melumpuhkan otot, dan sedasi. Anestesi umum memungkinkan pasien untuk
menoleransi prosedur bedah yang dalam kondisi normal akan menimbulkan sakit yang tak
tertahankan,berisiko eksaserbasi/isiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak
menyenangkan. Anestesi umum dapat menggunakan agen intravena/injeksi atau
inhalasi,meskipun injeksi lebih cepat yaitu memberikan hasil yang diinginkan dalam waktu 10
hingga 20detik. Anestesi local adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di
bag ian tubuh tertentu. Hal ini memungkinkan pasien untuk menjalani prosedur pembedahan
dan gigitanpa rasa sakit yang mengganggu.
A. Penggolongan anastesi umum berdasarkan bentuk dan jalur pemberian beserta
contohnya
Berdasarkan bentuknya anaesthesia dibedakan menjadi:
1. Anaesthesia volatil, adaah anaesthesia yang menghasilkan efek anestesi ketika uap
yang dihasilkan dihirup. Anaesthesia masuk kedalam paru-paru kemudian berdifusi
melalui alveoli masuk ke pembuluh darah kemudian menembus blood brain barier
dan mempengaruhi CNS (Beggs, S., 2011). Contoh: nitrous oksida, cyclopropane,
halothane, desflurane, anflurane.
2. Anaesthesia non volatil, adalah anaesthesia yang diberikan dengan cara diinjeksikan
secara langsung kedalam tubuh (Beggs, S., 2011). Contoh barbiturat dan
kloralhidrat.

Berdasarkan cara pemberian dibedakan menjadi:

2
1. Inhalasi, merupakan anaesthesia yang diberikan dengan cara diberikan dengan
oksigen melalui pernafasan. Contoh: kloroform, eter, notrous oksida (Katzung, B.G.,
et all., 2009).
2. Injeksi, adalah anaesthesia yang diberikan dengan cara diinjeksikan langsung
kedalam tubuh melalui vena. Contoh: barbiturat, kloralhidrat, morfin, ketamin,
fantanyl, thiopental (Katzung, B.G. et all., 2009).
B. Mekanisme kerja anestetika umum
Obat anestetik mempengaruhi neuron di berbagai lokasi di dalam sel, tetapi focus
primer adalah di sinaps. Suatu efek prasinaps mungkin mengubah pelepasan
neurontransmiter, sementara efek pascasinaps dapat berupa perubahan frekuensi atau
amplitude impuls yang keluar dari sinaps. Di tingkat organ, efek obat anestetik mungkin
terjadi karena penguatan inhibisi atau berkurangnya eksitasi di dalam SSP. Studi-studi pada
isolate jaringan korda spinalis memperlihatkan bahwa obat anestetik lebih menimbulkan
gangguan pada transmisi eksitatorik dari pada menguatkkan efek inhibitorik.
Saluran klorida (reseptor asam ˠ-aminobutirat-A [GABAA] dan glisin ) dan saluran
kalium (saluran K2P,mungkin KV, dan KATP) masih merupakan salaauran ion inhibitorik
utama yang dianggap sebagai kandidat efek anestetik. Saluran ion eksikatorik yang
merupakan sasaran mencakup saluran yang di aktifkan oleh asetilkolin ( reseptor nikotinik
dan muskarinik), oleh asam amino eksikator (reseptor asam amino-3-hidroksi-5-metil-4-
isokazol-pro-pionat [AMPA], kainat, dan N-metil- D- aspartate [NMDA]) atau oleh
serotonin (reseptor 5-HT2 dan 5-HT3 ). (katzung,2002)
C. STADIUM ANESTESIA UMUM
Semua zat anestetik menghambat SSP secara bertahap, yang mula-mula dihambat
adalah fungsi yang kompleks, dan yang paling akhir dihambat ialah medulla oblongata
tempat pusat vasomotor dan pernapasan. Guedel (1920) membagi anesthesia umum dalam 4
stadium, sedangkan stadium ke-3 dibedakan lagi atas 4 tingkat.
a. Stadium I ( analgesia )
Stadium analgesia dimulai sejak saat pemberian anestetik sampai hilangnya kesadaran.
Pada stadium ini pasien tidak lagi merasakan nyeri (analgesia), tetapi masih tetap sadar
dan dapat mengikuti perintah. Pada stadium ini dapat dilakukan tindakan pembedahan
ringan seperti mencabut gigi dan biopsy kelenjar.
b. Stadium II ( eksitasi )
Stadium ini dimulai sejak hilangnya kesadaran sampai munculnya pernapasan yang
merupakan tanda dimulainya stadium pembedahan. Pada stadium ini pasien tampak
mengalami delirium dan eksitasi dengan gerakan-gerakan di luar kehendak. Pernapasan
3
tidak teratur, kadang-kadang apnea dan hiperpnea, tonus otot rangka meninggi,
pasiennya meronta-ronta, dan muntah. Pada stadium ini dapat terjadi kematian, maka
stadium ini harus diusahakan cepat dilalui.
c. Stadium III
Dimulai dengan timbulnya kembali pernapasan yang teratur dan berlangsung sampai
pernapasan spontan hilang.
 Tingkat 1: pernapasan teratur, spontan dan seimbang antara pernapasan dada
danperut. Gerakan bola mata terjadi di luar kehendak, miosis, sedangkan
tonus otot rangka masih ada.
 Tingkat 2: pernapasan teratur tetapi frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak
bergerak, pupil mata melebar.
 Tingkat 3: pernapasan perut lebih nyata dan pada penapasan dada karena otot
interkostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil lebih lebar
tetapi belum maksimal.
 Tingkat 4: pernapasan perut sempurna karena otot interkostal lumpuh total,
tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan reflex cahaya hilang.
d. Stadium IV (Depresi medulla oblongata)
Melemahnya pernapasan perut, tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh
darah kolaps, dan jantung berhenti berdenyut.keadaan ini dapat segera disusul dengan
kematian.
D. Fungsi anastesi umum
 Mengontrol rasa sakit
 Untuk melakukan prosedur pembedahan tanpa menyababkan rasa sakit pada pasien
 Untuk melakukan eutanasia
 Merestrain pasien yang sangat sulit direstrain.
Melakukan pemeriksaan yang dibutuhkan saat pasien diam
(Welsh, L., 2009)
E. Uraian bahan
1. Eter
Nama resmi : AETHER ANAESTHETICUS
Nama lain : Eter anestesi/etoksietana.
RM/BM : C4H1o0/74,12
Pemerian : Cairan transparan; tidak berwarna; bau khas; rasa manis dan
membakar Sangat mudah menguap; sangat mudah terbakar;
campuran uapnya dengan oksigen, udara atau dinitrogenoksida pada
4
kadar tertentu dapat meledak.
Kelarutan : Larut dalam 10 bagian air; dapat bercampur dengan etanol (95%) P,
dengan kloroform P, dengan minyak lemak dan dengan minyak
atsiri.
Farmakodinamik : Eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini
dilawan oleh meningginya aktivitas simpati sehingga curah jantung
tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit
Farmakokinetik : Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil
diekskresi urin, air susu, dan keringat
Efek samping : Iritasi saluran pernafasan, depresi nafas, mual, muntah, salivasi
Khasiat : Anastesi umum.
2. Alkohol
Nama resmi :AETHANOLUM
Nama lain :Etanol
RM/BM :C2H6O/ 46,07 g/mol
Pemerian :Cairan tak berwarna, jernih mudah menguap, mudah bergerak, bau
khas rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan warna biru
yang tidak ber asap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform P, dan eter P.
Farmakodinamik : Alkohol menyebabkan presipitas dan dehidrasi sitoplasma sel
sehingga bersifat sebagai astringen. Alkohol sangat berpengaruh
pada SSP dibandingkan pada sistem lain. Efek stimulasi alkohol
terhadap SSP timbul akibat aktivitas berbagai bagian otak yang tidak
terkendalikan karena bebas dari hambatan sebagai akibat penekan
mekanisme control penghambat. Alkohol bersifat anestetsik (
menekan SSP) sehingga kemampuan berkonsentrasi, daya ingat dan
kemampuan mendiskriminasi terganggu dan akhirmya hilang.
Farmakokinetik : Alkohol diabsorpsi dalam jumlah yang sedikit melalui mukosa
mulut dan lambung. Sebagaian besar (80%) diabsorpsi di usus halus
dan sisanya diabsorpsi di kolon. Alkohol yang dikonsumsi 90% akan
dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati oleh enzim
alkoholdehidrogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid-adenin-
dinukleotida (NAD) menjadi asetaldehid dan kemudian oleh enzim
aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam asetat.
Khasiat : Zat tambahan
5
3. Ketamin
Nama lain : Ketamin hidroklorida
RM/BM :C13H16ClNO/ 274,19 g/mol
Pemerian :Serbuk hablur, putih, bau agak khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan metanol ; larut dalam etanol; agak sukar
larut dalam kloroform.
Farmakodinamik :Neurofarmakologis ketamin sangat komplek
Senyawa ini berinteraksi dengan beberapa reseptor, seperti N-
Methyl-D-Aspartate (NMDA), reseptor muskarinik, nikotinik,
monoaminergik, dan kanal N. Interaksi dengan reseptor tersebut yang
berperan terhadap kerja ketamin secara farmakologis dan klinis.
Tetapi yang paling menonjol adalah ikatan dengan NMDA yang
berefek analgesia, amnesia, psikomimetik, dan neuroprotektif.
(Candra Bayu. 2011).

Ketamin diklasifikasikan sebagai antagonis reseptor NMDA, dan


telah ditemukan untuk mengikat opioid reseptor µdan reseptor
sigma.Ketamine dan metabolit aktif norketamine non-
kompetitif adalah antagonis dari N-metil-D-aspartat (NMDA)
reseptor. NMDA antagonis dapat menekan gejala
penarikan opioid. Menekan reseptor NMDA meningkatkan aktivitas
reseptor lain, AMPA, NMDA. AMPA adalah reseptor untuk
neurotransmitter glutamat. Dan mempunyai efek pada serotonin dan
norefrinefrin. (Alian Setiawan. 2010).

Farmakokinetik : Ketamin larut dalam lemak sehingga cepat akan didistribusikan ke


seluruh organ. Efek muncul 30-60 detik setelah pemberian IV. Jika
diberikan secara IM maka efek baru muncul setelah 15 menit

6
BAB III
METODELOGI
A. ALAT
 Sarung tangan
 Timbangan hewan
 Masker
 Alat suntik
 Toples kaca 2
 Kapas
B. Bahan
 Tikus 3 ekor
 Obat : eter, alkohol 96%, dan ketamin
C. Cara Kerja
1. Tiap kelompok mahasiswa bekerja dengan 3 ekor tikus jantan
2. Pada masing-masing tikus, amati dan catat hal-hal berikut sebelum pemberian anestesi
umum :
a. Kelakuan umum tikus
b. Reflek – reflek (nyeri)
3. Timbang tikus sebelum dimulai perlakuan
4. Untuk eter dan alcohol : masukan tikus ke dalam toples kaca yang di dalamnya diberi kapas
yang sudah di tetesi dengan eter, dan alkohol 96%.
5. Untuk ketamin : hitung bobot VOA pada tikus kemudian berikan obat melalui IM.
6. Catat setiap perubahan yang terjadi pada masing-masing tikus.
7. Setelah dicapai tingkat anestesi untuk pembedahan, pemberian anestesi di hentikan.
8. Perhatikan dan catat tahap tahap pemulihan kesadaran tikus.

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL
Tabel hasil praktikum
a. Anestesi dengan Eter
BB(kg) t(waktu) pemberian Efek yang timbul t hilang respon
0,205 kg F1 = 38:53 detik Tidak merasakan sakit
F2 = 2:01 menit Lemas
F3 = 5:59 menit Pingsan
47:30 menit
b. Anestesi dengan Alkohol 96%
BB(kg) t(waktu) pemberian Efek yang timbul t hilang respon
0,225 kg F1 = 05:38 menit Tidak merasakan sakit
F2 = 13:24 menit gelisah
F3 = 25:01 menit Pingsan
35:55 menit
c. Anestesi dengan ketamin
BB(kg) t(waktu) pemberian Efek yang timbul t hilang respon
0,214 kg F1 = 01:36 menit Hilang rasa sakit
F2 = 03:00 menit lemas
F3 = 10:12 menit Pingsan
20:32 menit
Dosis ketamin :
𝐴𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 𝐾𝑀
 HED(mg/kg) : Animal dose (mg/kg) X 𝐻𝑢𝑚𝑎𝑛 𝐾𝑀
6
6,5 mg/kg : Animal dose X 37
6
Animal dose : 6,5 mg/kg X 37

Animal dose : 40,083 mg/kg


Dosis(mg/kg) X BB (kg)
 VAO : 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑚𝑔/𝑚𝑙
40,083 mg/kgX0,214 kg
: 100 mg/ml

:0,08 ml

8
2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kita akan mengamati bagaimana efek obat etanol,eter dan ketamin
pada tikus dan memberikan efek anestesi umum. Pemberian obat akan dilakukan dengan dua
cara : di inhalasi dan di injeksikan secara IM. Percobaan pertama yaitu dengan meng inhalasi
tikus dengan eter dengan cara tikus diletakan atau di masukan ke dalam toples dan biarkan tikus
menghirup udara eter tersebut. Di dalam toples sudah diberi kapas lalu masukan 15 ml eter ke
dalam toples lalu masukan tikus dan amati onset. Onset adalah mula kerja obat, dihitung mulai
waktu mencit diberi zat uji sampai mencit teranestesi, sedang durasi adalah lama bekerja obat,
dihitung mulai mencit ter anestesi sampai mencit sadar.
Tikus mulai tidak merasakan sakit pada detik ke 38, atau tikus telah masuk ke dalam fase 1,
fase 1 bagaimana tikus tidak merasakan sakit karena pada saat ekor tikus di jepit tidak merespon
atau tidak merasakan apapun. Tikus cepat memberikan efek seperti kejang, gelisah, napas yang
tidak teratur, dan mencoba untuk berontakk. Hal ini dikarenakan eter dapat memberikan
menekan pernafasan, sistem kardiovaskuler dan oliguri. Selain itu tikus memberikan efek
menggigil hal ini dikarenakan eter dapat menekan sistem regulasi suhu sehingga timbul
perasaan kedinginan. Setelah menit ke 2 tikus sudah mulai lemas atau mulai masuk fase 2, dan
setelah menit ke 5 atau fase 3 tikus pinggsan. Setelah tikus pingsan atau tidak sadarkan diri tikus
dikeluarkan dri toples hal ini bertujuan agar tikus tidak mengalami fase 4 dalam anestesi, yakni
depresi sistem saraf pusat. Tikus sudah mulai kembali normal pada menit ke 47. (Tan Hoan
Tjay,2007).
Percobaan kedua yaitu dengan alkohol 96%(etanol) , perlakuan yang diberikan sama dengan
eter. Pada fase 1 yaitu menit ke 5 tikus sudah tidak merasakan sakit. Tikus juga mengalami
sesak napas, lebih aktif di bandingkan saat sebelum diberikan anaestesi dan pernafasan secara
tidak teratur. Karena etanol dapat menekan pernafasan dan menyebabkan perasaan panas pada
tubuh. Tikus masuk fase 2 pada menit ke 13 dan masuk fase 3 pada menit ke 25 yaitu pingsan
dan mulai sadar kembali pada menit ke 35.
 Perbandingan eter dan etanol : efek membutuhkan waktu yang cepat sebagai anestesi
dibandingkan etanol hal ini dikarenakkan sifat kepolaran dari senyawa. Senyawa tersebut
eter merupakan senyawa yang non polar dibandingkan dengan etanol, obat yang
mempengaruhi SSP harus melewati sawar darah otak. Obat yang dipilih harus lipofilik
sehingga mudah masuk ke dalam parenkim otak. (Rowland,1995). Sehingga eter yang
bersifat non polar ini akan lebih mudah melewatin sawar darah otak dan cepat memberikan
efek anestesi dibanding etanol yang bersifat polar. (Tan Hoan Tjay,2007).

Percobaan terakhir yaitu pemberian obat ketamin pada tikus secara IM. Obat yang diberikan
adalah 0.08ml . tikus mulai memasuki fase 1 setelah 5 menit karena pada saat ini tikus sudah
tidak merespon pada saat ekor dijepit, lalu pada menit ke 13 tikus mulai memasuki fase 2 pada
menit ke 3 dan fase 3 pada menit 10. Jika dilihatr secara literatur ketamin yang diberikan secara
im akan memberikan efek pada menit ke 5-8 dan terbukti pada menit tersebut tikus tidak lagi
merasakan sakit atau efek anestesi telah berjalan. Efek samping pada ketamin adalah berupa
keejang-kejang, seksresi ludah yang kuat dan peningkatan tekanan intracranial dan intraokular,
juga mengurangi aktifitas jantung dan paru-paru.

9
BAB V
KESIMPULAN
1. Anestesi umum adalah hilangnya kontrol terhadap sistem syaraf pusat secara reversible.
2. Obat anestesi digunakan untuk menghilang rasa sakit dalam bermacam- macam tindakan
operasi.
3. Anesti memiliki 4 stadium, yaitu stadium analgesia, delirium (eksitasi), pembedahan dan
paralis medulla oblongata.
4. Eter memiliki efek yang lebih cepat ketimbang alkohol karena sifat kepolaran suatu
senyawa.
5. Ketamin diberikan secara IM memberikan efek 5-8 menit.

10
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope indonesia edisi 3 . Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Beggs, S., Cosgarea, M., Hatfield, NT., Menshouse, D., White, G., Smith, BJ., Slack, JA., Salinas,
E., 2011., Introductory Clinical Pharmacology. Wiley Blackwel, London
Katzung, Bertram. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika.Jakarta: EGC
Marcovitch, H., 2005., Blacks Medical dictionary 21 edition., A & C Black, London.
Rowland LP.1995. Merritt’s Textbook of Neurology. 9th ed. Baltimore: A Waverly.
Tjay, Tan Hoan, KiranaRahardja. 2007. OBAT-OBAT PENTING Kasiat, Penggunaan dan Efek-
Efek Sampingnya.Jakarta :Elex Media Komputindo

11

Anda mungkin juga menyukai