Anda di halaman 1dari 24

A.

DEFINISI ANESTESI
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunanian artinya “tidak atau
tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara umum
berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam
bermacam-macam tindakan operasi. Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok
yaitu anestesi umum dan anestesi lokal

B. BERAPA LAMA EFEK ANESTESI

Untuk bius tulang belakang, pengaruhnya bisa mencapai 2 sampai 6 jam.


Sementara, efek obat bius epidural bisa selama 2 sampai 3 hari setelah operasi.

C. APAKAH ANESTESI BERHABAYA


Seperti juga prosedur medis lainnya, anastesi berisiko menimbulkan efek samping,
baik ringan maupun berat. Berikut ini adalah efek samping yang bisa terjadi akibat
pemberian anestesi, berdasarkan jenis anestesinya: Efek samping anestesi lokal: Rasa
nyeri, ruam, serta pendarahan ringan di area suntikan

D. TERBUAT DARI APA OBAT ANESTESI


Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan
sebagai anestesi dalam dunia kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli
kimia berkebangsaan Spanyol, Raymundus Lullius pada tahun 1275.

E. BERAPA LAMA PASIEN AKAN SADAR SETELAH OPERASI

Tubuh Anda memerlukan waktu kurang lebih 1 minggu untuk sepenuhnya


menghilangkan obat-obatan anestesi dari tubuh, namun kebanyakan orang sudah tidak
merasakan efek setelah 24 jam usai operasi.
F. JENIS ANESTESI
1. ANESTESI UMUM

Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat
reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih
mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan
maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia),
memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat
memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan
umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot. Obat
anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang
mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat
dikontrol. Obat anestesi umum dapat diberikan secara inhlasi dan secara intravena.

1) Prinsip Umum

Anestesi umum ditandai dengan analgesia dan amnesia, hilangnya kesadaran,


hambatan sensorik, diikuti dengan hilangnya refleks-refleks, dan relaksasi otot
rangka. Pemberian obat anestetik dengan dosis yang tinggi sering menyebabkan
depresi yang dalam pada kardiovaskular dan respirasi.

2) Stadium-Stadium Pada Anestesi Umum

Secara tradisi,stadium anestesi umum dapat digunakan untuk menentukan kedalaman


depresi sentral. Namun, stadium-stadium ini tidak secara jelas dapat di observasi pada
penggunaan obat modern karena kecepatan efek anestetik dan efektivitasnya minimal.

Anestesi umum dapat dibagi menjadi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I. Stadium Analgesia. Penderita tetap sadar tetapi telah mengalami


pengurangan kesadaran akan nyeri
2. Stadium II. Stadium Eksitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai stadium
operasi. Penderita mengalami amnesia setelah kejadian tersebut, tetapi refleks dan
otonomik jadi tidak teratur serta kontrol respirasi meningkat selama stadium ini.
Dapat disertai dengan aritmia jantung, spasme bronkus, spasme laring dan
muntah.
3. Stadium III. Stadium Anestesia Operasi. Penderita tidak sadar dan tidak memiliki
reflek nyeri. Ditandai dengan adanya relaksasi otot rangka, tetapi respirasi teratur
dan tekanan darah dapat dipertahankan dengan baik.
4. Stadium IV. Stadium Depresi Medular. Penderita mengalami depresi pernafasan
(paralisis diafragma) dan depresi tekanan darah yang berat. Tanpa fentilasi
mekanik dan bantuan farmakologi terhadap tekanan darah, pasien akan
meninggal.

3) Sifat-sifat anestetik umum yang ideal

Sifat-sifat anestetik umum yang ideal adalah 1). Bekerja cepat,induksi dan pemulihan
baik 2). Cepat mencapai anestesi yang dalam 3). Batas keamanan lebar 4). Tidak
bersifat toksis

Mekanisme kerja anestesi umum:

a. Anestesi Inhalasi

Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron
berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang
yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan
otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-
cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian
diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan
pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena
adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan
mengurangi konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi
dibandingkan dengan anastesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat
mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang
diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak
bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan
bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan
air yang bersifat stabil
b. Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja
anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru,
misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk
induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga
sangat cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum dibawah
pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas
ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian
mengakibatkan anastesia.

4) Farmakokinetika

Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat.
Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung
pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran
anestetik. Factor tersebut menentukan perbedaankecepatan transfer anestetik inhalasi
dari paru kedalam darah serta dari darah keotak dan jaringan lainnya.  Faktor-faktor
tersebut juga turut mempengaruhi masa pemulihan anestesi setelah anestetik
dihentikan.

a) Absorpsi dan distribusi

Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding


dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan
secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas
dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak 
untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara
alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini
bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang
dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi
(tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.

b) Ekskresi

Waktu pemulihan anestesi inhalasi bergantung pada kecepatan pembuangan obat


anestetik dari otak setelah konsentrasi obat anestesi yang diisap menurun.
Banyaknya proses transfer obat anestetik selama waktu pemulihan samadengan
yang terjadi selama induksi.
Factor-factor yang mengontrol kecepatan pemulihan anestesi meliputi; aliran
darah paru, besarnya ventilasi, serta kelarutan obat anestesi dalam jaringan dan
darah serta dalamnya fase gas didalam paru.

5) Farmakodinamika

Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah


denganmeningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang
rangsang,akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti
juga intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak
sehingga akson dan transmisisi naptik tidak bekerja. Kerja tersebut digunakan
padatransmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik lebih sensitive
dibandingkanefeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah bervariasi.
Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan
aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan
ambang rangsang. Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion
pada membran neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan
interaksi langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran
membrane protein yang spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penelitian
interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya untuk
menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk
diambil dalam catatan perbedaan struktur yangnyata diantara anestetik, memberikan
interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan dengan membran matriks lipid,
dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.

6) Efek Samping Anestesi Umum


Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N 2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal
haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah,
tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak
dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.

Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:


a) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan
halogen).

b) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata
terus terbuka (golongan Ketamin).

c) Depresi pada susunan saraf pusat.

d) Nyeri tenggorokan.

e) Sakit kepala.

f) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.

g) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan,
enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.

h) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran.


Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf
simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.

i) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.

j) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga


pasien perlu dihidratasi secukupnya.

k) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil)


pasca-bedah.

Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat
terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi
dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang
terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping
dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang
tidak melebihi dosis.

2. ANESTESI LOKAL

Anestesi lokal ialah obat yang apabila diberikan secara lokal (topikal atau
suntikan) dalam kadar yang cukup dapat menghambat hantaran impuls pada saraf
yang dikenai oleh obat tersebut. Obat-obat ini menghilangkan rasa atau sensasi
nyeri (dan pada konsentrasi tinggi dapat mengurangi aktivitas motorik) terbatas
pada daerah tubuh yang dikenai tanpa menghilangkan kesadaran.
1) Struktur Kimia

Umumnya obat anestesis lokal terdiri dari sebuah gugus lipolifit (biasanya
sebuah cincin aromatik) yang diberikatan dengan sebuah rantai perantara
(umumnya termasuk suatu ester atau sebuah amida) yang terikat pada satu
gugus terionisasi. Aktivitas optimal memerlukan keseimbangan yang tepat
antara gugus lipofilik dan kekuatan hidrofilik. Penambahan sifat fisik molekul,
maka konfirgurasi stereokimia specifik menjadi penting, misalnya perbedaan
potensi stereoisomer telah diketahui untuk beberapa senyawa. Karena ikatan
ester (seperti prokain) lebih mudah terhidrolisis dari ikatan amida, maka lama
kerja ester biasanya lebih singkat.

2) Sifat-sifat anestesi lokal

sifat-sifat anestesi lokal yang ideal adalah

1. Tidak mengiritasi dan merusak jaringan saraf secara menetap


2. Batas keamanan harus lebar karena obat anestetik lokal diabsorbsi sari
tempat suntikan
3. Masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan
tindakan operasi
4. Masa pemulihan tidak terlalu lama
5. Harus larut dalam air
6. Stabil dalam larutan, dan
7. Dapat disentuh tanpa mengalami perubahan
3) Mekanisme kerja

Anestetika local mengakibatkan kelhilangan rasa dengan jalan beberaoa cara.


Misalnya dengan jalan menghindarkan untuk semenytara pembentukan dan
transmisi impuls melalui saraf dan ujungnya.

Pusat mekanisme kerjanya terletak di membrane sel. Seperti juga alcohol dan
barbital, anestesi local menghambat penerusan impuls dengan jalan
menurunkan permeabilitas membrane sel saraf untuk ion-natrium, yang oerlu
bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan
dengan ion kalsium yang berada berdekatan dengan saluran-saluran natrium di
membrane neuron. Pada waktu bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi,
ambang kepekaan terhadap rasangan  listrik lamnbat laun meningkat, sehingga
akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara reversible.

Diperkirakan bahwa pada proses stabilisasi membrane tersebut. ion kalsium


memegang peranan penting , yakni molekul lipofil besar dari anestetika local
mungkin mendesak sebagian ion kalsium di dalam membrane sel  tanpa
mengambi alih fungsinynya, dengan demikian membrane sel menjadi lebih
padat dan stabil. Serta dapat lebih baik melawan segala sesuatu oerubahan
mengenai permeabilitanya.

Penghambatan penerusan impuls dapat perlu dicapai dengan pendingingan


kuat atau mealui meracuni protoplasma sel.

4) Farmakodinamika

Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi
anatomis saraf. Saluran Na+ penting pada sel otot yang bisa dieksitasi seperti
jantung. Efeknya terhadap saluran Na+ jantung adalah dasar terapi anestetika
lokal dalam terapi aritmia tertentu (biasanya yang dipakai lidokain).
Anestetika lokal umumnya kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi
dibanding jaringan normal, karena biasanya infeksi mengakibatkan asidosis
metabolik lokal, dan menurunkan pH.

5) Farmakokinetika

a.  Absorbsi
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari suatu tempat suntikan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan
obat-jaringan, adanya bahan vasokontrikstor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan
vasokonstriktor seperti epineprin mengurangi penyerapan sistemik anestesi
lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah
ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang masa kerjanya singkat atau
menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivikain (tidak untuk prilokain).
Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi,
dan efek toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk
dalam darah hanya 1/3 nya saja. Kombinasi pengurangan penyerapan sistemik
dan peningkatan ambilan saraf inilah yang memungkinkan perpanjangan efek
anestesi lokal sampai 50%. Vasokonstriktor kurang efektif dalam
memperpanjang sifat anestesi obat yang mudah larut dalam lipid dan bekerja
lama (bupivukain, etidokain), mungkin karena molekulnya sangat erat terikat
dalam jaringan.

b.  Metabolisme dan ekskresi


Anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah
larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi
lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka
sedikit atau tidak sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan.
Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi basa tersier menjadi bentuk
bermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga mudah diekskresikan karena
bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.

Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali
mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 m3nit untuk
prokain dan kloroprokain.

Ikatan amida dari anestesi lokal dihidrolisi oleh enzim mikrosomal hati.
Kecepatan metabolisme senyawa amida di dalam hati bervariasi bagi setiap
individu, perkiraan urutannya adalah prilokain (tercepat) > etidokain >
lidokain  > mevikain > bupivikain (terlambat). Akibatnya, toksisitas dari
anestesi lokal tipe amida ini akan meningkat pada pasien dengan gangguan
fungsi hati. Sebagai contoh, waktu paruh lidokain rerata akan memanjang dari
1,8 jam pada pasien normal menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan
penyakit hati yang berat.

6) Efek Samping Anestesi Lokal


Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar
obat dalam darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping
pada berbagai sistem organ tubuh, yaitu:
a) Sistem Saraf Pusat
 Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan
menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan
kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena
kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya
memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang
adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi
dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah
bangkitan kejang.

b)   Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)


Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik
terhadap jaringan saraf.

c)   Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung dan
membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi
lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung,
eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan
kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat
pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.

d)     Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan penumpukan
metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin menjadi
methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat.
G. JENIS OBAT ANESTESI

1. Anestesi Umum

1) Anestesi Inhalasi

1)      Halotan : Fluothane

 Bau dan rasa tidak menyengat


 Tidak dapat menyala dan tidak eksplosif
 Khasiat anastetisnya sangat kuat (2 kali kloroform dan 4 kali eter)
tetapi Khasiat analgetisnya rendah dan daya relaksasi otot ringan.
 Halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasikan dengan
suatu relaksans otot, seperti galamin dan suksametonium.
 Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat,
mudahdigunakan, tidak merangsang mukosa saluran napas.
 Bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli
danmengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi.
 Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide,
kloridaanorganik, dan trifluoacetik acid.
 Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi,
jika penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.
 Dosis: tracheal 0,5-3 v%.
 Farmakodinamik

Halotan adalah obat narkotika kuat untuk mencapai anestesi bedah


tahap digunakan sendiri dalam campuran dengan oksigen. Pasangan
dalam campuran dengan oksigen tidak meledak, yang memungkinkan
penggunaan peralatan listrik selama operasi. Ketika dikombinasikan
dengan nitrous oxide atau eter.

 Farmakokinetik
Mudah diserap dari saluran pernapasan. Sedikit larut dalam darah.
Konsentrasi yang diperlukan untuk operasi 12 mg, dan depresi dari
pusat pernapasan terjadi pada konsentrasi 30-38mg. dengan
menambahka campuran nitrous oxide dapat mengurangi konsentrasi
halotan. Efek narkotika cepat berhenti setelah akhir inhalasi. Sekitar
80% dari obat dilepaskan melalui paru-paru, dan 20% dimetabolisme
dalam hati untuk metaolit utama asam trifluoroasetat, dimana
konsentrasi maksimum diamati satu hari setelah anestesi.
2) Enfluran
 Anestetikum inhalasi kuat, digunakan pada berbagai jenis pembedahan
juga sebagai analgetikum pada persalinan.
 Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, tidak begitu
menekan SSP.
 Resorpsinya setelah inhalasi cepat dengan waktu induksi 2-3 menit.
Sebagian besar diekskresikan oleh paru-paru.
 Efek sampingnya berupa hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan
merangsang SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil) serta
mual dan muntah. Daya kerjanya dapat melemaskan otot uterus, zat ini
meningkatkan perdarahan pada persalinan,SC, dan abortus.
 Dosis tracheal 0,5-4v%.
 Kategori keamanan untuk ibu hamil B
 Farmakodinamik

Sifat Enfluran (Etherane/Compound 347)Farmakologi : Pengambilan dan


distribusi : Keseimbangan cepat atau tekanan parsial alveoli dan arteri
sehingga induksi relatif cepat Nilai MAC 2x halothan berarti potensi ½
dari halothan. Menyebabkan hipnotik Pada konsentrasi inspirasi ( 3 -
3,5%) dapat menimbulkan aktivitas spike epileptiform pd EEG, oleh
karena itu dihindari untuk pasien epilepsi.

 Farmakokinetik

Dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui urine. Sistem Respirasi :


Tidak iritatif dan tidak menyebabkan sekresi sa-liva dan trakheobronkhial
Penurunan refleks laring tidak sebesar halothan Depresi napas > dalam
dibanding halothan Sistem Kardiovaskular : Depresi miokard lebih kuat
dari halothan (MAC yang sama) sehingga efek hipotensi > daripada efek
halothan Aritmia jarang terjadi, pemakaian adrenalin relatif aman Otot :
Konsentrasi meningkat à relaksasi uterus Meningkatkan aktivitas obat
pelumpuh otot non depolarisasi SSP
3) Isofluran
 Bau tidak enak.
 Anestetikum inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik.
 Penekanan terhadap SSP sama dengan enfluran.
 Tidak menyala dan tidak eksplosif.
 Kadar fluoride dalam ginjal rendah sehingga tidak menimbulkan gangguan
terhadap fungsi ginjal.
 Efek samping berupa hipotensi, aritmi, menggigil, kontriksi bronchi, dan
meningkatkan jumlah leukosit. Pasca bedah dapat menimbulkan mual
muntah dan keadaan tegang lebih kurang 10% pasien.
 Dosis tracheal 0.5-3v% dalam O2 dan N2O.
 Farmakodinamik

Kardiovaskular : Depresi jantung dan pembuluh darah minimal dibanding


anestesi inhalasi lainnya digemari untuk anestesia teknik hipotensi dan
banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.
Otot : Relaksasi cukup baik dan berpotensi dengan relaksan, pada uterus
hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi
dengan oksitosin sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca
persalinan.
Hati & ginjal : Tdk hepatotoksik dan nefrotoksik
Lain : Induksi dan pemulihan lebih cepat
 Farmakokinetik :
SSP : Mendepresi nafas seperti anestesi inhalasi lainnya. Pada dosis
anestetik/subanestetik menurunkan laju metabolisme otakterhadap oksigen
tetapi meningkatkan CBF dan ICP.
4) Desfluran
 merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip
isofluran. Desfluran sangat mudah menguap.
 Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.
 Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk
induksianestesi.
 Farmakodinamik
Iritasi ringan saluran napas, sekresi, batuk, kadang laringospasme.
Apnoe, Menurunkan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah arteri
rata-rata, depresi kortikal, supresi aktifitas EEG, menekan fungsi
neuromuskuler, meningkatkan kerja pankuronium dan suksametonium,
peningkatan jumlah neutrophil, dan konsentrasi gula darah meningkat

 Farmakokinetik
Potensinya kurang dibanding halotan atau isofluran. Induksi cepat dicapai,
waktu bangun dan pemulihan lebih cepat dari isofluran.Dihalogenasi
dengan fluorida, tahan terhadap biodegradasi. Kurang dimetabolisme, efek
toksik organ spesifik tidak ada
5) Sevofluran
 Merupakan halogenasi eter .
 Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran.
 Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas.
 Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia.Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada
laporantoksik terhadap hepar.
 Farmakodinamik

Dapat menimbulkan depresi sistem kardiovaskuker dan respirasi seperti


obat-obatan anestesi halogen yang lain. Hilangnya kesadaran dapat dicapai
dalam 5 kali tarikan nafas tunggal dengan induksi sevofluran sebanyak
2%, kelarutan darah/ gas yang rendah menghasilkan induksi dan rekoveri
yang cepat.

 Farmakokinetik

Iritasi saluran pernapasan serta kelarutan lebih rendah daripada halotan,


sehingga induksi inhalasi akan lebih cepat dengan sevofluran daripada
dengan halotan. Sevofluran mendepresi SSP. Kardiovaskuler dan rerpirasi
parallel dengan isofluran.
2) Anestesi Intravena

1) Tiopental ( C )
 Anestetikum injeksi baik, tetapi sangat singkat ( t ½ kurang lebih 5
menit) , mulai kerjanya cepat, tetapi efek analgetis dan relaksasi ototnya
tidak cukup kuat.
 Hanya digunakan untuk induksi dan narkosa singkat pada pembedahan
kecil ( antara lain di mulut) atau sebagai anestetikum pokok bersamaan
dengan anestetikum lanjutan dan suatu zat relaksan otot.
 Efek samping : depresi pernapasan, terutama pada injeksi yang terlalu
cepat dan dosis berlebihan, menyebabkan sering menguap, batuk, dan
kejang laring pada taraf awal anastesi, dapat menembus plasenta dan
masuk ke dalam ASI.
   Kontraindikasi : tidak dapat digunakan pada infusiensi sirkulasi, jantung,
atau hipertensi.
 Dosis : IV 100-150 mg larutan 2,5-5% (perlahan-lahan) rectal 40 mg/kg
maksimal 2 g.
 Farmakodinamik

Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia


pada dosis subhipnotik, meghasilkan penururnan metabolism serebral dan
aliran darah, sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan
isoelektrik elektroensepalogram. Turut menurunkan teanan intracranial.

 Farmakokinetika

Terikat pada protein plasma 80%. Di dalam hati dirombak sangat lambat
menjadi 3-5% pentobarbital dan sisanya menjadi metabolit tidak aktif yang
diekskresikan melalui kemih. Kadarnya dalam jaringan lemak adalah 6-12
kali lebih besar daripada kadar dalam plasma.

2) Midazolam

 Berkhasiat hipnotis. Anxiolitis, relaksasi otot dan antikonvulsi.


 Digunakan pada taraf induksi dan memelihara anestesi.
 Secara oral resorpsinya agak cepat.
 Perombakan berjalan dengan cepat dan sempurna.
 Efek samping dosis diatas 0,1-0,15 mg/kg/BB berupa hambatan pernapasan
yang bias fatal. Nyeri pada tempat injeksi, dan tromboflebitis pada tempat
injeksi.
 Dosis: premedikasi oral 25 mg 45 menit sebelum pembedahan, IV 2,5 mg
(HCl).
 Farmakokinetik

Midazolam merupakan short-acting benzodiazepine yang bersifat depresan


sistem saraf  pusat (SSP). Efek midazolam pada SSP tergantung pada dosis
yang diberikan, rute pemberian,dan ada atau tidak adanya obat lain. Onset
waktu efek penenang (sedative) setelah pemberian IMpada orang dewasa
adalah 15 menit, dengan puncak sedasi terjadi 30 sampai 60 menit
setelahinjeksi.Sedasi pada pasien dewasa dan anak-anak dicapai dalam
waktu 3 sampai 5 menit setelahinjeksi intravena (IV). Waktu onset
dipengaruhi oleh dosis total diberikan dan administrasi bersamaan
premedikasi narkotika.

 Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui
sawar darah otak. Hanya50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke
sirkulasi sistemik karena metabolisme portahepatik yang tinggi. Sebagian
besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan protein.
Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi
mempercepatdistribusi dari otak ke jaringan yang tidak begitu aktif juga
dengan klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam, lebih pendek daripada
waktu paruh diazepam.Waktu paruh meningkat pada pasien tua dan
gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas,klirens midazolam akan
lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak.
Akibateliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan
lebih pendek dibanding diazepam.
3) Diazepam

 Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan kegelisahan,


efek relaksasi otot yang bekerja secara sentral, dan bila diberikan secara
intravena bekerja sebagai antikejang. Respon obat bertahan selama 12-24
jam menjadi nyata dalam 30-90 menit setelah pemberian secara oral dan
15 mnt setelah injeksi intravena.
 Kontraindikasi: hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian
parenteral dikontraindikasikan pada pasien syok atau koma.
 Dosis : induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB
 Farmakodinamik

Memodulasi efek postsynaptic dari transmisi GABA-A, sehingga


mengakibatkan peningkatan hambatan presinaptik. Bekerja pada bagian
sistem limbic thalamus dan hipotalamus untuk menimbulkan efek yang
menenagkan.
 Farmakokinetik
Waktu untuk mecapai plasma puncak yaitu 0,5-2 jam denga perbandingan
dalam darah diazepam 1,8 dan DMDZ 1,7 serta perbandinga ikatan protein
diazepam 98-99% dan DMDZ 97%. Pendistribusiannya secara luas,
menembus sawar darah otak, menembus plasenta dan memasuki ASI
dengan jalur metabolisme oksidasi dan dimetabolisme terutama oleh hati.
Beberapa produk metabolismenya bersifat aktif sebagai depresan SSP.

4) Ketamin
 Digunakan pada pembedahan singkat, untuk induksi anestesi.
 Menimbulkan rasa sakit.
 Metabolismenya melalui konvugasi di hati dan diekskresikan melalui
kemih.
 Daya kerja analgetis (t ½ kurang lebih 2 jam) berlangsung lebih lama
daripada efek hipnotisnya.
 Menimbulkan analgesi yang dalam. Tidak efektif terhadap nyeri perut dan
dada.
 Efek samping : hipertensi, kejang-kejang, sekresi lidah yang kuat, dan
peningkatan tekanan intracranial dan intraokuler, mengurangi prestasi
kegiatan jantung dan paru-paru. Gangguan psikis (halusinasi) pada fase
pemulihan.
 Dosis IM 10 mg/kg, IV 2 mg/ kg BB.
 Farmakodinamik
Dosis induksi ketamin adalah 1-2 mg/KgBB IV atau 3-5 mg/KgBB IM.
Stadium depresi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan
anestesia dapat diberikan dosis 25-100 mg/KgBB/menit. Stadium operasi
terjadi dalam 12-25 menit.Mekanisme kerja ketamin bekerja sebagai
antagonis nonkompetitif pada reseptor NMDA yang tidak tergantung pada
tegangan akan mempengaruhi ikatan pada tempat ikatan fensiklidin.
Reseptor NMDA adalah suatu reseptor kanal ion (untuk ion na +,ca2+,dan
k+) maka blockade reseptor ini berarti bahwa pada saat yang sama, ada
blockade aliran ion sepanjang membrane neuron sehingga terjadi
hambatan padadepolarisasi neuron di SSP.

 Farmakokinetik
Ketamin menghambat efek membrane eksitatori neurotransmitter asam
glutamat pada suptipe reseptor NMDA . Ketamin merupakan obat yang
sangat lipofilik dan didistribusikan dengan cepat ke dalam organ-organ
yang kaya vaskuler, termasuk otak, hati dan ginjal kemudian obat ini di
distribusikan kembali kedalam jaringan-jaringan yang kurang
vaskularisasinya, bersamaan dengan metabolismenya di hati untuk
selanjutnya dibuang ke urin dan empedu.
5) Propofol
 Digunakan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi umum.
 Setelah injeksi IV propofol dengan cepat disalurkan ke otak, jantung, hati,
dan ginjal, kemudian disusul dengan redistribusi yang sangat cepat ke otot,
kulit, tulang, dan lemak. Redistribusi ini menyebabkan kadar dalam otak
menurun dengan cepat. Di hati, propofol dirombak menjadi metabolit-
metabolit inaktif yang diekskreikan melalui urin.
 Efek samping: sesak nafas, depresi system diovaskuler
( hipotensi,bradikardia),eksitasi ringan dan tromboflebitis. Setelah siuman
timbul mual muntah dan nyeri kepala.
 Dosis IV/infuse 2-12 mg/kg BB.
 Farmakodinamik

Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang
kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada
pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung
cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood tapi tidak  sehebat thiopental.
Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan intraokular sebanyak
35%.Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan
menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%.Dapat
menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus
dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian
diprivan.
 Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat
protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu
metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2
– 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena
propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat
menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih
juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml.
Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun
relaksasi otot.

2. Anestesi lokal
1) Golongan Ester
a. Kokain

 Sifat-sifat farmakologi : kokain juga merupakan vasokonstriktor poten, absorpsinya


lambat, waktu paruh 1 jam setelah pemberian per oral atau nasal, dosis rendah
menurunkan denyut jantung, dosis sedang meningkatkan denyut jantung dan tekanan
darah.
 Indikasi klinik : digunakan sebagai anestesi topikal, terutama untuk hidung dan
tenggorokan
 Toksisitas : dosis toksik menimbulkan perangsangan SPP (iritabilitas, psikosis,
kejang) diikuti oleh depresi pernapasan, potensi kuat menimbulkan penyalahgunaan
(dapat menimbulkan ketergantungan psikologis).
 Farmakodinamik
Kokain atau benzoilmetilekgonin didapat dari daun erythroxylon coca. Efek kokain
yang paling penting yaitu menghambat hantaran saraf, bila digunakan secara lokal.
Efek sistemik yang paling mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat.

a. SSP: Efek Kokain pada tingkah laku merupakan akibat dari rangsangan kuat pada korteks
dan sambungan otak. Kokain meningkatkan kesadaran mental dan memberikan perasaan
sehat, dan euforia yang serupa dengan yang disebabkan oleh amfetamin. Seperti amfetamin,
kokain dapat menimbulkan halusinasi, delusi, dan paranoid. Kokain memacu aktivitas
motorik dan pada dosis tinggi dapat menyebabkan tremor dan bangkitan kejang yang diikuti
depresi pernapasan dan vasomotor.

b.Sistem Saraf Simpatik : Di perifer, kokain memperkuat kerja norepenefrin dan


menghasilkan sindrom “ melawan atau lari ” (fight or flight) yang khas untuk stimulasi
adrenergic. Ini ada hubungannya dengan takikardia, hipertensi, dilatasi pupil, dan
vasokonstriksi perifer.

 Farmakokinetik

Kokain digunakan sendiri dengan mengunyah, mengendus dengan hidung, merokok


dan suntikan Intra Vena. Efek puncak terjadi setelah 15-20 menit sehabis mengendus
tepung kokain dan menurun setelah 1-1,5 jam. Efek yang cepat tetapi berjangka waktu
pendek diperoleh setelah suntikan intravena kokain atau merokok bentuk basa bebas
(“crack”). Karena terjadinya efek sangat cepat, kemungkinan takar lajak dan
ketergantungan paling besar dengan suntuikan intravena dan mengisap crack.
Absorpsi dilakukan dari segala tempat termasuk selaput lendir. Pada pemberian oral
kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami hidrolisis.
Sebagian besar mengalami detoksikasi dihati dan sebagian kecil di ekskresi bersama
urin dalam bentuk utuh. Diperkirakan hati dapat melakukan detoksikasi kokain
sebanyak 1 dosis letal minimal dalam waktu 1 jam. Detoksikasi kokain tidak secepat
detoksikasi anestesi local sintetik.

b. Prokain

 Sifat farmakologi : bila tidak digunakan vasokonstriktor absorpsinya cepat dari tempat
suntikan, dihidrolisis menjadi PABA yang secara kompetitif menghambat
sulfonamida.
 Indikasi klinik : untuk anestesi lokal dengan suntikan lokal, blokade saraf dan anestesi
spinal, sedangkan secara topikal tidak efektif, derivat prokainamid digunakan untuk
terapi aritmia jantung.
 Toksisitas : toksisitas sistemik rendah karena masa kerjanya singkat dan degradasi
cepat, over dosis dapat menyebabkan gawat pernapasan.
 Farmakodinamik

Prokain dapat menyebabkan kegelisahan dan tremor, kejang, mempengaruhi transmisi


disambungan saraf otot, kolaps kardiovaskuler, dan alergi.

 Farmakokinetik
Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk memperlambat absorpsi
perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah diabsorpsi, prokain cepat dihidrolisis oleh
esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol. PABA diekskresi dalam
urine, kira-kira 80% dalam bentuk utuh dan bentuk konjugasi. 30% dietilaminoetanol
ditemukan dalam urine, dan selebihnya mengalami degradasi lebih lanjut.

c. Klorprokain

 Sifat farmakologi : klorprokain adalah derivat prokain berhalogen, potensi anestetik


lokal 2 kali lebih kuat dari prokain, dimetabolisme lebih cepat dari prokain.
 Indikasi klinik : anestesi infiltrasi, blokade saraf, dan anestesi epidural.
 Toksisitas : toksisitas sistemik kecil.

d. Tetrakain

 Sifat farmakologi : merupakan ester PABA, diabsorpsi secara cepat dari saluran
napas, mempunyai potensi 10 kali lebih kuat dan lebih toksik dari prokain (IV), masa
kerja lebih panjang dari prokain.
 Indikasi klinik : lebih sering digunakan untuk anestesi spinal, penggunaan topikal
pada mata dan nasofaring.
 Toksisitas : mirip prokain, memengaruhi sulfonamida
2) Golongan Amida
a. Lidokain

 Sifat - sifat farmakologi : mempunyai efek vasodilator lokal, dua kali lebih kuat dan
lebih toksik daripada prokain, dan dimetabolisme di hati.
 Penggunaan klinik : anestesi topikal, injeksi lokal untuk anestesi lokal, IV digunakan
untuk aritmia jantung.
 Toksisitas berupa : sedasi, amnesia, dan konvulsi
 Farmakodinamik

Lidokain (xilokain) adalah anestik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan
pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama
dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain pada konsentrasi yang
sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestik
lokal golongan amida. Anestik ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi
kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambahdan masa kerjanya lebih pendek.
Lidokain adalah obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestik lokal
golongan ester. Lidokain dapat menimbulkan kantuk.

 Farmakokinetik
Lidokain cepat diserap dari tempat suntikan, saluran cerna dan saluran pernapasan
serta dapat melewati sawar darah. Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60%
kadar dalam darah ibu. Dalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim oksidase
fungsi ganda (mixed-function oxidases) membentuk monoetilglisim xlidid dan glisin
xlidid, yang kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin dan
xlidid. Kedua metabolik monoetilglisim xlidid maupun glisin xlidid ternyata masih
memiliki efek anestetik lokal.

b. Bupivakain

 Sifat farmakologi : masa kerja panjang; digunakan untuk anestesi infiltrasi, unruk
blokade saraf, dan anestesi spinal.
 Toksisitas : hampir sama dengan prokain.
 Farmakodinamik

Agent anestesi local yang digunakan untuk memberikan relaksasi otot derajat sedang.
Bupavakain akan menyebabkan blokade yang bersifat reversibel pada perambatan
impuls sepanjang serabut saraf, dengan cara mencegah pergerakan ion-ion natrium
melalui membran sel, ke dalam sel

 Farmakokinetik

Bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada
pasca pembedahan caesar. Bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain
dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels)
selam sistolik. Namun, bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain
selama diastolik, sehingga da fraksi yang cukup besar etatp terhambat pada akhir
diastolik.
DAFTAR PUSTAKA

Mycek, M. A. , Harvey, R. A. & Champe, P. C. 2001, Farmakologi : Ulasan Bergambar,


Edisi 2, Hartanto, H.(ed), Penerbit Widya Medika, Jakarta.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008,
Kumpulan Kuliah Farmakologi, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
https://www.academia.edu/34650954/MAKALAH_ANESTESI_UMUM_DAN_ANESTESI_LO
KAL
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/415/5/Chapter2.pdf

http://eprints.ums.ac.id/42065/4/BAB%201.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Anestesi

https://www.alodokter.com/kenali-macam-macam-anestesi-dan-efek-sampingnya

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/415/5/Chapter2.pdf
https://www.prosehat.com/artikel/artikelkesehatan/berapa-lama-bangun-sadar-setelah-
dibius

Anda mungkin juga menyukai