Kejang Demam
Disusun oleh
Laras Rimadhani
20090310160
Diajukan Kepada :
dr. Anik Dwiani, Sp.A.
DEMAM TIFOID
Disusun oleh :
Telah dipresentasikan
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
PENDAHULUAN
Kejang demam merupakan kejang yang paling sering dijumpai di bidang neurologi
khususnya anak. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak di Amerika Serikat, Amerika
Selatan, Amerika Selatan, dan Eropa Barat, sedangkan kejadian di Asia dilaporkan lebih
tinggi, yakni sekitar 80%. Hampir 90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam
sederhana. Pendapat para ahli tentang usia penderita saat terjadi bangkitan kejang demam
tidak sama. Pendapat para ahli terbanyak, kejang demam terjadi pada waktu anak berusia
antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun dengan insidensi tertinggi pada usia 18 bulan. Sekitar
6-15% terjadi pada usia >4 tahun. Kejang demam sedikit lebih sering pada anak laki-laki.
(Waruiru & Appleton, 2008).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
lebih dari 38o C) disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak
usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hipertermia yang
timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus (Soetomenggolo, 2004).
Penyebab demam bisa karena berbagai hal salah satunya akibat penyakit
rhinofaringitis. Rhinofaringitis merupakan salah satu IRA-atas yang banyak terjadi pada
anak. Faringitis dapat disebabkan bakteri atau virus. Streptokokus beta hemolitikus A adalah
bakteri penyebab terbanyak rhinofaringitis akut (15-30%). Virus yang dapat menyebabkan
rhinofaringitis akut adalah Adenovirus, Rhinovirus, virus epstein Barr, virus Parainfluenza
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosis serta tatalaksana
kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau
sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur
berapa.Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal.
Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain
yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau
kemunduran kepandaian.
4
Penanganan awal kejang sangat penting, yaitu dengan menghentikan segera menggunakan
diazepam, sedangkan penanganan untuk diare yaitu dengan mencegah dan mengatasi
keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik yang diberikan secara
oral (diminumkan) maupun parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan angka
kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare.
5
BAB II
Status Pasien
A. Kasus
1. Identitas
Nama : An. M
BB : 14 kg
2. Anamnesis
a. Keluhan utama
Seorang anak perempuan datang ke IGD Rumah Sakit bersama orangtuanya, datang
dengan demam, 2 jam sebelum masuk rumah sakit anak mengalami demam dengan
durasi <5 menit disertai batuk dan pilek. Batuk (+), pilek (+) mual (-) mutah (-), sesak
(-), gusi berdarah (-), BAB (+) BAK (+) cair (-) lendir (-) darah (-), nafsu makan (-).
Ibu pasien mengatakan pasien pernah menderita kejang demam dengan diare cair akut
6
Riwayat gula : disangkal
3. Pemeriksaan
Status Gizi: Berat badan berbanding usia -1SD baik (-2 SD sampai -1SD)
Kepala:
7
Leher : Pembesaran limfonodi -.
Thorax :
Jantung
2. Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga ke 4 linea midklavikula sinistra
Paru-paru
Abdomen :
2. Palpasi : turgor baik, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
4. pemeriksaan penunjang
Darah lengkap
8
Lekosit 45.2 4 – 11 10^3/uL
Hitung Jenis
Eosinofil 0 2–4 %
Basofil 0 0–1 %
Batang 0 2–5 %
Segmen 79 51 – 67 %
Limfosit 10 20 – 35 %
Monosit 11 4–8 %
Kimia Klinik
Diabetes
GDS 85 80 – 200 mg/dl
Elektrolit
5. Follow Up
28/09/2014 Pasien baru datang dari IGD dengan keluhan - D5% 8 tpm
9
demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Injeksi
kaku seluruh badan. Nyeri telan (+). Batuk - Lasal syrup 3 x ¾ cth
O - Diazepam 2 mg (k/p)
kali/menit
Thorax:
whezzing -/-
Abdomen
10
- Inspeksi: datar, kecoklatan
29/09/2014 Nyeri telan (+). Batuk berdahak putih jernih - D5% 8 tpm
O - Cefotaxim 3 x 500 mg
kali/menit syr
Thorax:
11
- Auskultasi: vesikuler +/+, ronkhi -/-,
whezzing -/-
Abdomen
30/09/2014 Nyeri telan (+). Batuk berdahak putih jernih, - D5% 8 tpm
pilek (-), BAB (+), BAK (+), muntah (-), mual Injeksi
O - Cefotaxim 3 x 500 mg
kali/menit syr
Thorax:
12
simetris, retraksi (-)
whezzing -/-
Abdomen
akut
01/10/2014 Nyeri telan (-), batuk berdahak putih jernih, pilek - D5% 8 tpm
(-) BAB (+), BAK (+), muntah (-), mual (-). Injeksi
O - Ampicillin 3 x 500 mg
13
Leher: massa (-), nyeri tekan (-) - Diazepam 2 mg (k/p)
Thorax:
whezzing -/-
Abdomen
akut
Hari ke 5 S: Infus
02/10/2014 Nyeri telan (-), batuk berdahak putih jernih - D5% 8 tpm
O - Cefotaxim 3 x 500 mg
14
T : 36 C, Nadi : 102 kali/menit, RR : 24 - Lasal syrup 3 x ¾ cth
kali/menit syr
Thorax: BLPL
whezzing -/-
Abdomen
akut
15
6. Diagnosis Kerja
Rhinofaringitis akut
7. Diagnosis Banding
1. Kelainan Intrakranium
o Meningitis
o Encephalitis
o Abses otak
2. Gangguan metabolik
o Hipoglikemi
o Gangguan elektrolit
o Sinkop
3. EpilepsiEpilepsi Triggered by Fever (ETOF)
Oleh karena cukup banyaknya diagnosis banding, sangat sulit bagi kita untuk
menentukanpenyakit atau kelainan yang menyebabkan terjadinya bangkitan kejang
tersebut.
16
Lama Cepat Lama Cepat Cepat
Tanda
rangsang - ++/- ++/-
meningeal +/- -
17
1. Kejang Demam
Definisi Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam adalah kejang yang terjadi pada anak umur enam bulan sampai lima tahun
dengan suhu lebih dari 38C yang tidak disebabkan karena infeksi sistem syaraf
pusat atau gangguan metabolisme dan tidak memiliki riwayat kejang tanpa demam.
Etiologi Kejang Demam
Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui. Demamnya sering
disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, pneumonia,
bronkopneumonia, bronkhitis, tonsilitis, dan infeksi saluran kemih (Staff Pengajar
IKA FKUI, 2005).
Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa
kehidupan lainnya.Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan
perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada
bayi kecil.Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering
adalah infeksi akut.Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi
idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, asfiksia, perdarahan intrakranial spontan serta
trauma postnatal (Soetomenggolo, 2004).
18
Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna) 22
Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi 44
Bronkitis (radang saiuran nafas) 17
Bronkopeneumonia (radang paru dan 38
salurannafas)
12
Morbili (campak)
1
Varisela (cacar air)
1
Dengue (demam berdarah)
66
Tidak diketahui
Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering disertai kejang demam
daripada infeksi lainnya. Sekitar 4,8%-45% penderita gastroenteritis oleh kuman
Shigella mempunyai risiko mengalami kejang demam yang lebih tinggi dibanding
penderita gastroenteritis oleh kuman penyebab lainnya (Waruiru & Appleton, 2008).
Patofisiologi Kejang Demam
Pada keadaaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah
kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Hanya pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) yang dapat menyebabkan kerusakan neuron otak dan epilepsi.
Manifestasi Klinis Kejang Demam
1) Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa
19
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
20
Penunjang
Pemeriksaan yang perlu dipertimbangkan setelah anak mengalami kejang demam
sederhana menurut American Academy of Pediatrics (2011) adalah :
Identifikasi penyebab demam
Pungsi lumbal
Pungsi lumbal perlu dilakukan apabila :
Anak mengalami kejang dan demam yang mempunyai gejala klinis
meningitis (kernig sign, brudzinski sign, atau kaku kuduk).
Anak usia 6-12 bulan yang kemungkinan kejang tidak disebabkan karena
haemophilus influensae type b (Hib) atau Streptococcus pneumoniae (anak
yang belum mendapatkan imunisasi)
Anak yang sedang dalam pengobatan antibiotik pada saat sebelum
mengalami kejang demam. Hal ini dilakukan karena antibiotik dapat
menyamarkan tanda gejala meningitis.
Elektroensefalografi
Secara umum kejang demam sederhana tidak biasanya membutuhkan evaluasi
lebih lanjut khususnya elektroensefalografi
Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu:
pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab dan pengobatan profilaksis
terhadap berulangnya kejang demam (Tumbelaka, 2005).
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan
adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat –
21
obatan antipiretik sangat diperlukan. Obat – obatan yang dapat digunakan sebagai
antipiretik adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam atau
ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam (American Academy of Pediatrics,
1999).
2. Di Rumah Sakit
Saat tiba di klinik atau rumah sakit, bila belum terpasang cairan
intravena, dapat diberikan diazepam per rektal ulangan 1 kali, sambil
mencari akses vena. Sebelum dipasang cairan intravena, sebaiknya
dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan darah tepi, elektrolit,
dan gula darah sesuai indikasi.
22
Bila kejang belum berhenti, dilakukan intubasi dan perawatan di ruang
intensif. Dapat diberikan salah satu dari obat berikut:
Pengobatan Profilaksis
23
Diazepam dapat pula diberikan oral dengan dosis 0,3 mg/kg BB/hari setiap 8
jam pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk danhipotonia.
24
Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setalah kejang
terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian obat ini efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (Pedoman Pelayanan Medis,
IDAI, 2010).
Pasien kejang demam dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut (Pedoman
Pelayanan Medis, IDAI, 2010):
A. Komplikasi
B. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik
dan tidak menyebabkan kematian.Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya
kejang berkisar antara 25%-50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
25
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang
demam tergantung dari faktor:
Rhinitis Akut
Rhinitis atau dikenal juga sebagai Common cold, Coryza, Cold atau salesma adalah
salah satu dari penyakit IRA-atas tersering pada anak. Anak-anak lebih sering
mengalami rinitis daripada dewasa. Rata-rata mereka mengalami 6-8 kali rinitis
pertahun, sedangkan orang mengalami 6-8 kali kali pertahun, sedangkan orang
dewasa 2-4 kali pertahun. Rinitis adalah infeksi virus akut yang sangat menular.
Rinitis ditandai dengan pilek, bersin, hidung tersumbat, iritasi tenggorokan, serta
dapat disertai dengan atau tanpa demam. Hampir semua rinitis disebabkan oleh
virus.
Definisi
Rinitis merupakan istilah konvensional untuk infeksi saluran pernafasan atas ringan
dengan gejala utama hidung buntu, adanya sekret hidung, bersin, nyeri tenggorok,
dan batuk. Infeksi ini terjadi secara akut, dapat sembuh spontan, dan merupakan
penyakit yang paling sering diderita manusia.
Etiologi
Kategori Mikroorganisme
Penyebab rinitis terbanyak Rhinovirus
Virus Parainfluenza
RSV
26
Coronavirus
Dapat menyebabkan rinitas Adenovirus
Enterovirus
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Reovirus
Mycoplasma pneumonia
Jarang menyebabkan rinitis Coccidiodes immitis
Histoplasma Capsulatum
Bordatella Pertusis
Chlamydia psitacci
Coxiella Burnetti
Sumber: Herendeen EN, Szilagy GP. Infection of the upper respiratory tract.
Dalam: Behrman ER, Kliegman MR, Jenson HB, penyunting. Edisi ke-16.
Textbook of pediatrics. Philadelphia.
Gejala Klinis
Gejala rinitis timbul setelah masa inkubasi yang sangat bervariasi antar virus.
Gejala klinis pada infeksi Rhinovirus terjadi 10-12 jam setelah inokulasi intranasal,
sedangkan masa inkubasi virus Influenza adalah 1-7 hari. Secara umum, keparahan
gejala meningkat secara cepat, mencapai puncak dalam 2-3 hari, dan setelah itu
membaik. Rata-rata lama terjadinya rinitis adalah 7-14 hari, tetapi pada beberapa
pasien gejala dapat menetap hingga tiga minggu. Sekret di hidung dan demam
merupakan gejala yang sering ditemukan selama tiga hari pertama. Secret hidung
yang semula encer dan jernih akan berubah menjadi kental dan purulen. Sekret
yang purulen tersebut tidak selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, tetapi
berhubungan dengan peningkatan jumlah sel PMN. Secret berwarna putih atau
kuning berhubungan dengan adanya sel PMN, sedangkan sekret berwarna
kehijauan disebabkan oleh aktivitas enzim sel PMN
Gejala lain meliputi nyeri tenggorok, batuk, rewel, gangguan tidur, dan penurunan
nafsu makan. Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan tanda yang khas, tetapi dapat
dijumpai edema dan eritema mukosa hidung serta limfadenopatiservikalis anterior.
Diagnosis
27
Penegakkan diagnosis rinitis sebetulnya relaif mudah, tetapi perlu diwaspadai
beberapa diagnosis banding yang mempunyai gejala menyerupai rinitis untuk
menghindari terjadinya undertreatment. Satu hal lagi yang perlu diingat adalah
menentukan apakah rinitis tersebut memiliki komplikasi atau tidak.
Diagnosis rinitis ditegakan berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakit yang
diperoleh dari anamnesis lengkap. Perlu ditanyakan mengenai karakteristik rinorea
unilateral atau bilateral, dan apakah pasien memiliki riwayat alergi. Kebiasaan
merokok pada orang tua juga penting ditanyakan, karena asap rokok yang terhirup
dapat memperberat gejala rinitis. Selain itu, perjalanan penyakit juga perlu
ditanyakan untuk melihat kompliasi pada pasien. Nyeri tenggorok kadang-kadang
sulit dibedakan dengan gejala pada faringitis karena Streptokokus. Akan tetapi,
hidung buntu dan nasal discharge yang merupakan gejala utama rinitis tidak
dijumpai pada faringitis karena Streptokokus.
Tatalaksana
Faringitis Akut
Faringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut pada faring,
termasuk tonsilitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari. Faringitis
merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain di
28
sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang
terjadi hanya infeksi lokal faring atau tonsil.
Etiologi
Berbagai bakteri dan virus dapat menjadi etiologi faringitis, baik faringitis sebagai
manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit lain. Virus merupakan
etiologi terbanyak faringitis akut, terutama pada anak 3 tahun (prasekolah). Virus
penyebab penyakit respiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus, dan virus
Parainfluenza dapat menjadi penyebab faringitis tetapi disertai dengan gejala
infeksi mononukleosis seperti splenomegali dan limfadenopati generalisata. Infeksi
sistemik seperti infeksi virus campak, Cytomegalovirus (CMV), virus Rubella, dan
berbagai virus lainnya juga dapat menunjukkan gejala faringitis akut.
Patogenesis
Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring yang
kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan iritasi
mukosa faring sekunder akibat sekrei nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan
nasofaring, uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi inokulasi
dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan lokal, sehingga
menyebabkan eritema faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi streptoccous ditandai
dengan invasi lokal serta pengelapasan toksi ekstaseluler dan protease. Transmisi
dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan
sekret hidung dibandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa
inkubasi yang pendek, yaitu 24-72 jam.
29
Manifestasi klinis
Gejala faringitis yang khas akibat bakteri Streptokokus berupa nyeri tenggorokan
dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala yang biasanya
dikeluhkan oleh anak berusia di atas 2 tahun adalah nyeri kepala, nyeri perut, dan
muntah. Selain itu juga didapatkan demam yang dapat mencapai suhu 40 derajat
celcius, beberapa jam kemudian terdapat nyeri tenggorok. Gejala seperti rinorea,
suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya disebabkan oleh virus.
Pada pemeriksaan fisis tidak, tidak semua pasien faringitis akut Streptokokus
menunjukan tanda infeksi Streptokokus, yaitu eritema pada tonsil dan faring yang
disertai dengan pemebesaran tonsil. Faringitis Streptokokus sangat mungkin jika
dijumpai gejala dan tanda berikut:
Sedangkan bila dijumpai gejala dan tanda berikut ini, maka kemungkinan besar
bukan faringitis streptokokus:
30
Tanda khas faringitis difteri adalah membran asimetris, mudah berdarah, dan
berwarna kelabu pada faring. Membran tersebut dapat meluas dari batas anterior
tonsil hingga ke palatum mole dan/ \atau ke uvula.
Tanda faringitis virus, dapat juga ditemukan ulkus di palatum mole dan dinding
faring serta eksudat di palatum dan tonsil, tetapi sulit dibedakan dengan eksudat
pada faringitis Streptokokus. Gejala yang timbul dapat menghilang dalam 24 jam,
berlangsung 4-10 hari, jarang ditemukan komplikasi, dan memiliki prognosis yang
baik.
Diagnosis
Sulit untuk membedakan antara faringitis Stretokokus dan faringitis virus hanya
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Baku emas penegakan diagnosis
faringitis bakteri atau virus adalah melalui pemeriksaan kultur dari apusan
tenggorok.
Tatalaksana
Usaha untuk membedakan faringitis bakteri dan virus bertujuan agar pemberian
antibiotik sesuai indikasi. Faringitis Streptokokus grup A merupakan satu-satunya
faringitis yang memiliki indikasi kuat dan aturan khusus dalam penggunaan
antibiotik.
Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada faringitis virus, karena tidak akan
mempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi derajat keparahan. Istirahat
cukup dan pemberian cairan yang sesuai merupakan terapi suportif yang dapat
diberika. Selain itu, pemberian gargles (obat kumur) dan lozenges (obat hisap),
pada anak yang cukup besar dapat meringankan keluhan nyeri tenggorok. Apabila
terdapat nyeri yang berlebih atau demam, dapat diberikan paracetamol atau
ibuprofen.
Pemberian antibiotik pada faringitis harus berdasarkan pada gejala klinis dan hasil
kultur positif pada pemeriksaan usapan tenggorok. Akan tetapi, hingga saat ini
masih terdapat pemberian antibiotik yang tidak rasional untuk kasus faringitis akut.
31
Salah satu penyebabnya adalah terdapat overdiagnosis faringitis menjadi faringitis
akut Streptokokus, dan memberikan antibiotik karena khawatir dengan salah satu
komplikasinya, berupa demam reumatik.
Komplikasi
Kejadian komplikasi pada faringitis akut virus sangat jarang. Beberapa kasus dapat
berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri. Pada faringitis bakteri dan virus
dapat ditemukan komplikasi ulkus kronik yang cukup luas. Komplikasi faringitis
bakteri terjadi akibat perluasan langsung atau secara hematogen. Akibat perluasan
langsung, faringitis dapat berlanjut menjadi rinosinusitis, otitis media, mastoiditis,
adenitis servikal, abses retrofaringeal atau parafaringeal, atau mengakibatkan
meningitis, osteomielitis, atau artritis septik, sedangkan komplikasi nonsupuratif
berupa demam reumatik dan glomerulonefritis.
32
Daftar Pustaka
1. Abdoerrahman. (2002). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI
2. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediatric II : Kejang Pada
Anak. Cetakan ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002.
3. Baumann RJ. Technical Report: Treatment of The Child with Simple Febrile
Seizures. 2004. http://www.pediatric.org/egi/content/full/103/e86.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Kejang Demam. Dalam : Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI : 209.
5. Paul, S; Blaikley, S.; Chintapalli, R. (2012). Clinical update : febrile convulsion in
childhood. Community Practicioner. Swindon, 85(7), 36-38
6. Kundu, G.K., Rabin, F., Nandi, E., Sheikh, N., Akhtar, S. (2010). Etiology and risk
factor febrile seizure – an update. G.K. Bangladesh J. Child Health, 34, 103-112
7. Rahajoe, N.N., Supriyatno, B., Setyanto, D.B. (2008). Buku Ajar Respirologi Anak.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI
8. Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta. EGC
33