Anda di halaman 1dari 23

OBAT YANG DIGUNAKAN KEGAWATDARURATAN

MATERNAL DAN NEONATAL


dr. Raafika Studiviani, MMR

Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista
vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan
mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan
per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca
persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman jiwa
berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun denagn bantuan alat-alat medis
modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran berbeda tergadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran bayi
mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tadak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan
keterampilan standart, dalam melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat
dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki latar belakang pendidikan sebagai profesional
ahli.

Kegawatdaruratan Maternal
A. Definisi Kegawatdaruratan Maternal
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista
vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan
dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan
persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet),
perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
B. Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri
Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik , yaitu :
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari 20
minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan,
perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan
kematian janin.Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak atau sedang,
demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum, dan kemungkinan syok.
a. Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
 Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu.
Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan
kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang
tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi
janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
 Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan
pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah
tinggi yang menahun.
 Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu
seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus
toxoplasma.
 Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut
rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke
belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan
kelainan bawaan pada rahim.
b. Klasifikasi
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
 Abortus Komplet. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada
kehamilan kurang dari 20 minggu.
 Abortus Inkomplet. Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih
ada yang tertinggal.
 Abortus Insipiens. Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan
serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di
dalam rahim.
 Abortus Iminens. Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam,
sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam
rahim.
 Missed Abortion. Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih dalam kandungan.
 Abortus Habitualis. Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau
lebih.
 Abortus Infeksius. Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
 Abortus Septik. Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme
dan produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu.
c. Penanganan
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan menurut
jenis abortus yang dialami, antara lain :
 Abortus Komplet. Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya
apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan
supaya makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan
mineral.
 Abortus Inkomplet. Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien
diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan
kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
 Abortus Insipiens. Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan
kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
 Abortus Iminens. Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting
dalam pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan
menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien
gelisah.
 Missed Abortion. Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang
plasenta melekat erat pada rahim.
d. Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex,
Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti
darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam
nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat
hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase
tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus pada demam menggigil,
tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan
pemberian infus.
2. Mola hidatidosa (Kista Vesikular)
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam
rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan
abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola
hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan
biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi
trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi
cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah
a. Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin
dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain: Faktor ovum, di
mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan, Imunoselektif dari trofoblast, Keadaan sosioekonomi yang
rendah, Paritas tinggi, Kekurangan protein dan Infeksi virus dan faktor kromosom
yang belum jelas.
b. Klasifikasi
 Mola Hidatidosa Sempurna
 Mola Sempurna Androgenetic
 Mola Sempurna Biparental
 Mola Hidatidosa Parsial
c. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari
kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan
bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada
pakaian dalam. Tanda dan gejala, yaitu :
 Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
 Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)
 Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB
yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
 Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
d. Manifestasi Klinis
 Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
 Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
 Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
 Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
 Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
 Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
 Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
 Gejala Tirotoksikosis
e. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet
terdapat tanda dan gejala klasik yakni:
 Perdarahan vagina
 Hiperemesis
 Hipertiroid
f. Penatalaksanaan
 Perbaiki keadaan umum.
 Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan
kuret.
 Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
 7 – 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
 Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau
lebih.
g. Pengawasan Lanjutan
 Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
 Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada
Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6
bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap
3 bulan.
 Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
 Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
 Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
 Laboratorium : Reaksi biologis dan imunologis : 1x seminggu sampai hasil
negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil
reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
 Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar
endometrium kavum uteri.
a. Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis pada
jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang terjadi
kehamilan di ovarium.
b. Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus
tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan
menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada
perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut :
 Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen
bagian atas
 Abdomen tegang
 Mual
 Nyeri bahu
 Membran mukosa anemis
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah
100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung,
keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan
kesadaran.
c. Diagnosa
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan
per vagina tidak teratur (tidak selalu).
d. Penanganan
 Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
 Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
 Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit
bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan
 Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut
sebanyak mungkin dikeluarkan
 Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan
yaitu :
 Kondisi penderita pada saat itu
 Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
 Lokasi kehamilan ektopik
 Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan
bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan
terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung
terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat
 Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :
 Transfusi, infus, oksigen
 Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan
antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin
supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit
e. Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel,
Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.
4. Perdarahan
a. Plasenta Previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir
1) Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi
pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta
previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta
previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi,
memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup
atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang
letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga
mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
2) Gambaran Klinis
 Perdarahan tanpa nyeri
 Perdarahan berulang
 Warna perdarahan merah segar
 Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
 Timbulnya perlahan-lahan
 Waktu terjadinya saat hamil
 His biasanya tidak ada
 Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
 Denyut jantung janin ada
 Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
 Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
 Presentasi mungkin abnormal
3) Diagnosis
 Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya
perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada
pemeriksaan hematokrit.
 Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu
atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas
panggul.
 Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
 Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta
secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan
ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri
 Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi
5 cm disebut plasenta letak rendah
 Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO
yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks
pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat,
tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis
4) Klasifikasi
 Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan
Plasenta
 Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh
jaringan Plasenta
 Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan
 Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen
bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
5) Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
 Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin,
memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau
serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah
diawetkan dalam jumlah mencukupi
 Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan
setelah pengobatan syok dimulai
 Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa
totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak
rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm),
pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan
tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi
vakum; jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria
 Tindakan setelah melahirkan
 Cegah syok (syok hemoragik)
 Pantau urin dengan kateter menetap
 Pantau sistem koagulasi (koagulopati)
 Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit
6) Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada
kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse
Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien
gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.
b. Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang
berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir.
1) Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun
demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
 Penyakit hipertensi menahun
 Pre-eklampsia
 Tali pusat yang pendek
 Trauma
 Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah,
kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir. Di samping hal-hal di atas,
ada juga pengaruh dari :
 umur lanjut
 multiparitas
 ketuban pecah sebelum waktunya
 defisiensi asam folat
 merokok, alcohol, kokain
 mioma uteri
2) Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
 solusio placenta ringan
 solusio placenta sedang
 solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat
terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan
mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya
keluar dari serviks dan terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar /
tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang
placenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut
perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang- kadang darah masuk ke dalam
ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
3) Gejala Klinis
 Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
 Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar.
 Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah
dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus
teregang (uterus en bois).
 Palpasi sukar karena rahim keras.
 Fundus uteri makin lama makin naik
 Bunyi jantung biasanya tidak ada
 Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus
bertambah
 Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
4) Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang
bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan
adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan
dari hematom retroplasenta.
5) Gambaran Klinik
 solusio placenta ringan
Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu
ataupun janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan
kehitaman dan jumlahnya sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit
atau terus menerus agak tegang. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi
terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang karena perdarahan terus
menerus. Bagian bagian janin masih mudah teraba.
 solusio placenta sedang
Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai
duapertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul
perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan
gejala sakit perut terus menerus, yang disusul dengan perdarahan
pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, mungkin
perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba tegang terus
menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Bila
janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop
biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan biasanya
telah ada dan akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah
dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun biasanya terjadi pada
solusio plasenta berat.
 solusio placenta berat
Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga permukaannya. Terjadi sangat
tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah meninggal.
Uterus sangat tegang seperti papan, sangat nyeri, perdarahan pervaginam
tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan mungkin , perdarahan
pervaginam belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.
6) Penanganan
 Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian
berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang
maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan
observasi ketat.
 Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta
bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi.
Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan
bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan
pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati,
ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus
disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5%
untuk mempercepat persalinan.
7) Pengobatan
 Umum
 Transfusi darah
Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan
umum penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat
ditegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya
1000ml
 Pemberian O2
 Pemberian antibiotik
 Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi
 Khusus
Terhadap hipofibrinogenemi : substitusi dengan human fibrinogen 10 gr
atau darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase
inhibitor) 200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu / jam
dalam infus. Pemberian 1 gram fibrinogen akan meningkatkan kadar
fibrinogen darah 40 mg%.
Jadi apabila kadar fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama sekali,
diperlukan sekurangnya 4 gram fibrinogen untuk menaikkan di atas kadar
kritis fibrinogen darah 150mg%.
Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glucosa
10%, diberikan IV perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak ada
fibrinogen, transfusikan darah segar yang mengandung kira-kira 2 gram
fibrinogen per 1000ml.Sehingga dengan transfusi darah lebih dari 2000ml,
kekurangan fibrinogen dalam darah dapat diatasi.
Untuk merangsang diuresis : manitol, diuresis yang baik lebih dari 30-
40cc/jam
Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat
persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. Apabila
persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak akan selesai dalam waktu 6
jam setelah pemecahan selaput ketuban dan infus oksitosin, satu-satunya
cara adalah dengan melakukan sectio caesaria.
Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat
diatasi dengan usaha-usaha yang lazim. Alasan :
 Bagian placenta yang terlepas meluas
 Perdarahan bertambah
 Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah
c. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir.  Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan
tidak yakin apakah plasenta lengkap.
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
 Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari
uterus; serta pembentukan constriction ring.
 Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
 Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus
yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu
dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta
pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
2) Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih
dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan
akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
 Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran
basal.
 Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidu
sampai ke miometrium.
 Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum
menembus serosa.
 Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding
rahim.
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala
III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata)
3) Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
 Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi
darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan
darah.
 Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
 Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
 Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan
kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,
perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
 Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
 Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
 Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
4) Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV
yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada
fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara manual setelah
15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta,lakukan palpasi
sekunder.
d. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh dinding uterus
dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau dapat pula
ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi peritoneum di
sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).
1) Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
 Ruptur Uteri Gravidarum. Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi
pada korpus.
 Ruptur Uteri Durante Partum. Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya
sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Menurut lokasinya terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
 Korpus Uteri. Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
 Serviks Uteri. Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau
versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
 Kolpoporeksis-Kolporeksis. Robekan – robekan di antara serviks dan
vagina.
Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
 Ruptur Uteri Kompleta. Robekan pada dinding uterus berikut
peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara
rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis.
 Ruptur Uteri Inkompleta. Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut
robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke
ligamentum latum.
2) Etiologi
Penyebab kejadian ruptur uteri, yakni:
 tindakan obstetri
 ketidakseimbangan fetopelvik,
 letak lintang yang diabaikan
 kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau induksi persalinan,
 jaringan parut pada uterus
 kecelakaan
3) Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika,
antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah
melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
 Histerektomi baik total maupun sub total
 Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
 Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang
cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya
adalah :
 Keadaan umum penderita
 Jenis ruptur incompleta atau completa
 Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan
sudah banyak nekrosis
 Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
 Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
 Umur dan jumlah anak hidup
 Kemampuan dan ketrampilan penolong
4) Manajemen
 Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar operasi
 Buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh larutan
elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi
darah. ( jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal,
sampai darah didapatkan ).
 HUBUNGI bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito, perkiraan
jumlah unit dan plasma beku segar yang diperlukan
 Berikan oksigen
 Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera ( laparatomi dan
histerektomi )
 Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahkan
oksitosin dalam cairan intra vena.
5. Preeklampsia Berat Dan Eklampsia
a. Definisi
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
 Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diasnolis > 110 mmhg
 Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
 Gangguan selebral atau visual
 Edema pulmonum
 Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
 Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
 Trobosisfeni
 Pertumbuhan janin terhambat
 Peningkatan serum creatinin
b. Preeklampsia Berat Dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan
harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
c. Pengelolaan kejang
 Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
 Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker
oksigen, oksigen)
 Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
 Aspirasi mulut dan tenggorokan
 Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
 Berikan O2 4-6 liter/menit
d. Pengelolaan Umum
 Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan
diastolik antara 90-100 mmHg
 Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
 Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
 Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
 Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2 liter/24 jam
 Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
 Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
 Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan
tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan
berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
 Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
e. Anti Konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang
pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko
terjadinya depresi neonatal.
Salah satu penyebab kedawat daruratan pada bayi baru lahir adalah sbb:
 Hipotermia
 Hipertermia
 Hiperglikemia
 Tetanus Neonaturum
 Penyakit-penyakit pada ibu hamil

KEGAWATDARURATAN NEONATUS
A. Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari,
dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar
rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system. Neonatus
bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami
masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi
kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi
selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang
terpenting bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari
itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu
tindakan anestesi terhadap neonatus.
B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
1) Faktor Kehamilan
 Kehamilan kurang bulan
 Kehamilan dengan penyakit DM
 Kehamilan dengn gawat janin
 Kehamilan dengn gawat janin
 Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
 Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
 Infertilitas
2) Faktor pada Partus
 Partus dengan infeksi intrapartum
 Partus dengan penggunaan obat sedative
3) Faktor pada Bayi
 Skor apgar yang rendah
 BBLR
 Bayi kurang bulan
 Berat lahir lebih dari 4000gr
 Cacat bawaan
 Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit
C. Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatus
1) Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 36 0C atau kedua kaki dan tangan
teraba dingin.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah
(low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia
dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia),
terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan
menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori
tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan
intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara lain : prematuritas, asfiksia,
sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan
yang tidak adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu lingkungan yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada :
 Mencegah hipotermia,
 Mengenal bayi dengan hipotermia,
 Mengenal resiko hipotermia,
 Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia :
 Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - <360C ), tanda-tandanya antara lain : kaki
teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna
tidak rata atau disebut kutis marmorata.
 Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara lain : sama dengan
hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi
jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
 Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka, ujung kaki dan
tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah
dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
2) Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi.
Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas
daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi
keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah
kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah
kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan
benda yang mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas
tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali.
Hipertermia karena reaksi negative obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia karena
reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang merupakan komplikasi yang terjadi
karena beberapa jenis anestesi umum.
Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas,
pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas,
bibir bengkak. Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah,
sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau
pusing, terutama jika orang berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga
muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan
darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan kulit pucat
atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban,
terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh
mulai gagal, ketidaksadaran dan koma akan menghasilkan.
3) Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa
dalam plasma darah berlebihan.
Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus,
hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh
resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh
disebabkan karena kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada
akhirnyanya membuat sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan
glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus),
poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun,
sulit terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria),
infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.
4) Tetanus Neonatorum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang
disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut
mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis)
dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas
terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah,
muka rhisus sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
 bersihkan jalan napas
 longgarkan atau buka pakaian bayi
 masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi
 ciptakan lingkungan yang tenang dan
 berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.
5) Penyakit-penyakit pada ibu hamil
Kehamilan Trimester I dan II, yaitu : anemia kehamilan, hiperemesis gravidarum,
abortus, kehamilan ektopik terganggu (implantasi diluar rongga uterus),
molahidatidosa (proliferasi abnormal dari vili khorialis).
Kehamilan Trimester III, yaitu : kehamilan dengan hipertensi (hipertensi essensial,
pre eklampsi, eklampsi), perdarahan antepartum (solusio plasenta (lepasnya plasenta
dari tempat implantasi), plasenta previa (implantasi plasenta terletak antara atau pada
daerah serviks), insertio velamentosa, ruptur sinus marginalis, plasenta sirkumvalata).
6) Sindrom Gawat Nafas Neonatus
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea
atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis,
merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat
inspirasi.
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-
organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan
menjamin ventilasi yang adekwat. Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang
dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan
sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai
upaya untuk menyelamatkan hidup. Resusitasi pada anak yang mengalami gawat
nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten.
Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini
memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada
situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis.

Anda mungkin juga menyukai