Anda di halaman 1dari 54

Teknologi Sediaan Farmasi

Produksi Sediaan Salep Luka Bakar yang Baik

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. Teti Indrawati, M.Sc., Apt
Disusun oleh : Kelompok 9
Kelas : E P2K

1. Gerald Nataniel Peter Tulung (20344082)


2. Rizkina Aufa (20344083)
3. Yogi Falenra (20344084)
4. Niken Ambarwati (20344085)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
OKTOBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, tugas yang berjudul “Produksi Sediaan Salep Luka Bakar yang Baik”
dapat diselesaikan dengan baik.
Penulisan tugas ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
tugas untuk mencapai gelar Profesi Apoteker Institut Sains dan Teknologi
Nasional. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dalam penyusunan sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tugas
ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Prof. Dr. Teti Indrawati,
M.Sc., Apt selaku dosen pengampu yang telah memberikan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan tugas ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT, membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga tugas ini dapat diterima dan memberikan manfaat
bagi pembaca.

Jakarta, 14 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 3
2.1 Luka Bakar ...................................................................................... 3
2.1.1 Definisi Luka Bakar ..................................................................... 3
2.1.2 Patofisiologi.................................................................................. 3
2.1.3 Penyembuhan Luka Bakar ........................................................... 4
2.2 Sediaan Topical................................................................................ 4
2.2.1 Sediaan Salep ............................................................................... 5
2.2.2 Karakteristik Salep Yang Baik...................................................... 5
2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan........................................................... 5
2.2.4 Persyaratan Salep ......................................................................... 6
2.2.5 Penggolongan Salep ..................................................................... 6
2.2.6 Basis Salep ................................................................................... 8
2.2.7 Dasar Salep Yang Baik ................................................................ 9
2.2.8 Macam-Macam Basis Salep.......................................................... 9
2.2.9 Peraturan Pembuatan Salep .......................................................... 10
2.2.10 Cara Pembuatan Salep ............................................................... 10
2.3 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)...................................... 11
2.4 Alur Kerja Sumber Daya Manusia (SDM)...................................... 17
2.5 Alur Pengadaan Bahan Baku........................................................... 19
2.6 Alur Barang...................................................................................... 20
2.7 Tata Letak Ruang Produksi ............................................................. 21
2.8 Praformulasi .................................................................................... 21
2.9 Formulasi Sediaan Salep ................................................................. 23

iii
2.9.1 Formula ........................................................................................ 23
2.9.2 Komponen Sediaan Salep ............................................................ 23
2.10 Alur Produksi Bahan Baku............................................................ 23
2.11 Alur Produksi Sediaan Salep......................................................... 26
2.12 Proses dan Evaluasi Sediaan.......................................................... 32
2.13Pengemasan dan Penyimpanan....................................................... 34
2.14Penandaan....................................................................................... 36
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................... 37
3.1Produksi Sediaan Obat Dengan Cara Yang Baik.............................. 37
3.2 Komponen Sediaan Dan Formulasi Sediaan Salep Luka Bakar...... 37
3.2.1 Formulasi Sediiaan Salep Ekstrak Daun Kelor............................. 23
3.2.2 Formulasi Sediiaan Salep Ekstrak Tumbuhan Sida Cordifolia..... 39
2.12 Formulasi Sediiaan Salep Ekstrak Daun Srikaya........................... 41
3.3 Alur Pengadaan Bahan Baku Dan Alur Barang............................... 44
3.4 Produksi sediaan yang baik terkait alur, proses produksi, evaluasi,
pengemasan, penyimpanan dan distribusi........................................ 45
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 47
4.1 Kesimpulan..................................................................................... 47
4.2 Saran............................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 50

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka adalah keadaan dimana hilangnya sebagian jaringan tubuh atau
rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Beberapa efek akan muncul ketika
timbulnya luka yaitu fungsi organ yang terganggu, respon stress simpatis,
pendarahan dan pembekuan darah, adanya kontaminasi oleh bakteri, dan kematian
sel (Kaplan dan Hentz, 1992). Luka bakar merupakan salah satu penyebab
kerusakan pada kulit, luka bakar juga dapat menyebabkan kematian.
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter, jenis
yang berat memperlihatkan morbiditas (kesakitan) dan derajat cacat yang relatif
tinggi dibanding dengan cedera lain, biaya yang dibutuhkan dalam
penanganannya pun tinggi. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau
tidak langsung, juga pejanan suhu yang tinggi dari matahari, listrik, maupun
bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tak langsung dari api misalnya
tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
(Syamsuhidayat dan Jong, 1997).
Obat yang sering digunakan oleh masyarakat dalam menangani luka bakar
adalah sediaan salep. Salep merupakan salah satu sediaan semi padat yang
mudah dioleskan yang di dalamnya terkandung berbagai zat kimia dan
berbagai obat, yang umumnya digunakan secara topikal pada bagian tubuh
kulit yang mengalami gangguan, seperti luka, pegal-pegal maupun gatal-gatal
(Anief, 2005). Kelebihan salep dengan dasar salep lanolin mempunyai sifat yang
lebih mudah tercuci dengan air dibandingkan dasar salep berminyak. Kekurangan
salep berbasis hidrokarbon adalah sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan
noda pada pakaian serta sulit tercuci dan sulit dibersihkan dari permukaan kulit
(Anief, 1993).
Proses produksi sediaan salep telah diatur dalam Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) Indonesia, dengan memperhatikan standar-standar mutu, sehingga
kualitas sediaan dapat terjamin selama waktu yang telah ditentukan (sebelum
tanggal kadaluarsa). Dalam pembuatan obat, pengawasan yang menyeluruh
2

disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh


produk yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk
tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan,
peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek
produksi dan pemeriksaan mutu.
Setiap proses produksi sediaan farmasi diawasi oleh apoteker, karenanya
pengetahuan tentang produksi sediaan farmasi harus dipahami oleh apoteker,
sehingga apoteker dapat memastikan mutu suatu sediaan farmasi.
Dengan demikian pada makalah ini penulis akan membahas lebih dalam lagi
tentang sediaan salep luka bakar dengan metode pembuatan sesuai dengan CPOB.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana memproduksi sediaan obat dengan cara yang baik ?
2. Apa komponen sediaan dan bagaimana rancangan formulasi sediaan
salep luka bakar ?
3. Bagaimana pengadaan barang dan alurnya ?
4. Bagaimana memproduksi sediaan yang baik ( alur , proses produksi ,
evaluasi , pengemasan, penyimpanan dan distribusi ) ?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui produksi sediaan obat dengan cara yang baik.
2. Untuk mengetahui komponen sediaan dan bagaimana rancangan
formulasi sediaan salep luka bakar.
3. Untuk mengetahui pengadaan barang dan alurnya.
4. Untuk mengetahui produksi sediaan yang baik ( alur , proses produksi ,
evaluasi , pengemasan, penyimpanan dan distribusi ).
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Luka Bakar


2.1.1 Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan cairan
panas lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar
dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan
kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi
jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak
jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan
jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan
yang terjadi (Moenadjat, 2003).

2.1.2 Patofisiologi
Luka bakar dikategorikan sebagai luka bakar termal, radiasi atau luka bakar
kimiawi. Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga air, natrium, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan
menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipofalaemi
dan hemokonsentrasi (Effendy, 1999).
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpejan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.Sel
darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia (Syamsu dan
Jong, 1997).
Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain : keluasan
luka bakar, kedalaman luka bakar, umur pasien, agen penyebab, fraktur atau luka
– luka lain yang menyertai, penyakit yang dialami terdahulu seperti : diabetes,
jantung, ginjal, dan lain – lain, obesitas, adanya trauma inhalasi (Effendy, 1999).
4

2.1.3 Penyembuhan Luka Bakar


Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Syamsudan Jong, 1997).
Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang
dapat dibagi dalam 3 fase :
1. Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca
luka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler.
Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotonin.
Mulai timbul epitelisasi (Effendy, 1999).
2. Fase fibroblastik
Fase yang dimulai pada hari ke 4-20 pasca luka bakar.Pada fase ini
timbul serabut fibroblast yang membentuk kolagen yang tampak secara
klinis sebagai jaringan granulasi yang berwarna kemerahan (Effendy,
1999).
3. Fase maturasi
Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula
penurunan aktivitas seluler dan vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan
sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda
radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang berwarna
pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal (Effendy, 1999).

2.2 Sediaan Topikal


Sediaan topikal adalah obat-obat yang diberikan atau digunakan pada kulit,
terutama untuk pemakaian lokal maupun sistemik dari suatu obat. Sediaan farmasi
yang digunakan pada kulit biasanya digunakan untuk membantu kerja lokal dari
suatu obat, untuk bisa membuat suatu obat dalam sediaan topikal dibutuhkan
suatu formulasi yang dapat membantu zat aktif dalam memberikan efek terapi di
kulit. Formulasi sediaan topikal menggunakan basis sebagai bahan yang dapat
membawa zat aktif, penggunaan basis pada sediaan topikal disesuaikan dengan
beberapa parameter, anatara lain : homogenitas zat aktif dan basis, lamanya
pelepasan zat aktif, kestabilan zat aktif dalam suatu basis, basis yang mudah
5

dicuci dengan air atau yang sukar dicuci dengan air, dan tergantung dari
permukaan tempat pengolesan (Ansel, 1989).

2.2.1 Sediaan Salep


Sediaan salep merupakan sediaan setengah padat yang zat aktifnya terdapat
dalam basis salep, basis salep ini dapat bersifat hidrofil maupun hidrofob. Basis
memegang peran penting dalam formula salep yang baik. Basis sediaan salep
dibedakan menjadi basis hidrokarbon, basis salep serap, basis salep mudah
dibilas, dan basis salep larut air (Ansel, 1989).
Menurut FI. Ed III, Salep adalah sediaan semi padat yang mudah dioleskan
dan digunakan sebagai obat luar.
Menurut FI.ed IV, salep adalah sediaan setengah padat ditunjukan untuk
pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak
boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep
mengandung obat keras atau narkotika adalah 10%.

2.2.2 Karakteristik Salep yang baik


1. Stabil, selama masih dipakai dalam masa pengobatan. Maka salep harus
bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban
yang ada dalam kamar.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk
menjadi lunak dan homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang
teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi.
3. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
4. Dasar salep yang cocok adalah dasar salep yang kompatibel secara fisika
dan kimia dengan obat yang dikandungnya.
5. Terdistribusi secara merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar
salep padat atau cair pada pengobatan.

2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Salep


1. Kelebihan salep
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit .
6

b. Sebagai bahan pelumas pada kulit.


c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan
kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit .
d. Sebagai obat luar.
e. Salep dengan dasar salep lanolin mempunyai sifat yang lebih mudah
tercuci dengan air dibandingkan dasar salep berminyak.
2. Kekurangan salep
Berdasarkan basis :
a. Kekurangan basis hidrokarbon
Sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian
serta sulit tercuci dan sulit dibersihkan dari permukaan kulit.
b. Kekurangan basis absorpsi
Kurang tepat bila di pakai sebagai pendukung bahan bahan antibiotik
dan bahan bahan kurang stabil dengan adanya air dan mempunyai sifat
hidrofil atau dapat mengikat air .

2.2.4 Persyaratan Salep


1. Pemerian yang tidak boleh berbau tengik.
2. Kadar yaitu kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung
obat kerasatau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar salep yaitu kecuali dinyatakan lain, sebagai bahandasar salep
(basis salep)digunakan vaselin putih (vaselinalbum). Tergantung dari
sifat bahan obat dantujuan pemakaian salep.
4. Homogenitas yaitu jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lainyang cocok, harus menunjukansusunan yang homogen.
5. Penandaan: pada etiket harus tertera “obat luar”.

2.2.5 Penggolongan Salep


1. Menurut konsistensinya salep dibagi menjadi:
a. Unguenta, adalah salep yang mempunyai konsistensi seperti
mentega, tidak mencair pada suhu biasa tetapi mudah dioleskan
tanpa memakai tenaga.
7

b. Cream, adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap


kulit. Suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
c. Pasta, adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat
(serbuk). Suatu salep tebal karena merupakan penutup atau
pelindung bagian kulit yang diberi.
d. Cerata, adalah suatu salep berlemak yang mengandung persentase
tinggi lilin (waxes), sehingga konsistensinya lebih keras.
e. Gelones Spumae, adalah suatu salep yang lebih halus. Umumnya
cair dan mengandung sedikit atau tanpa lilin digunakan terutama
pada membran mukosa sebagai pelicin atau basis. Biasanya terdiri
dari campuran sederhana minyak dan lemak dengan titik lebur yang
rendah.
2. Menurut efek terapinya, salep dibagi atas:
a. Salep epidermis (salep penutup)
Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk
melindungi kulit dan menghasilkan efek lokal, karena bahan obat tidak
diabsorpsi. Kadang – kadang ditambahkan antiseptik, astringen untuk
meredakan rangsangan. Dasar salep yang terbaik adalah senyawa
hidrokarbon (vaselin).
b. Salep endodermis
Salep dimana bahan obatnya menembus dalam tetapi tidak melalui
kulit dan terabsorbsi sebagian. Untuk melunakkan kulit atau selaput
lender diberi lokal iritan. Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.
c. Salep diadermis (salep serap)
Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam melalui kulit dan
mencapai efek yang diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya, misalnya
pada salep yang mengandung senyawa Mercuri, Iodida, Belladonae.
Dasar salep yang baik adalah adeps lanae dan Oleum Cacao.

3. Menurut dasar salepnya, salep dibagi atas:


a. Salep hydrophobic , yaitu salep – salep dengan bahan dasar
berlemak, misalnya campuran dari lemak-lemak, minyak lemak,
malam yang tak tercuci dengan air.
8

b. Salep hydrophilic, yaitu salep yang kuat menarik air, biasanya dasar
salep tipe o/w atau seperti dasar hydrophobic, tetapi konsistensinya
lebih lembek, kemungkinan juga tipe w/o antara lain campuran sterol
dan petrolatum.

2.2.6 Basis Salep


Basis salep adalah komponen yang sangat penting dalam sediaan salep.
Basis salep berfungsi sebagai pembawa, pelindung, dan pelunak kulit, basis salep
harus dapat melepaskan obat ke dalam kulit. Menurut Farmakope Indonesia IV
basis salep dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep hidrokarbon dikenal juga sebagai dasar salep berlemak.
Tujuan dari salep hidrokarbon yaitu untuk memperpanjang kontak bahan
obat dengan kulit, dan juga dapat berfungsi untuk pembalut penutup luka.
Dasar salep yang berminyak dapat digunakan untuk efek emollient
(melembutkan), dasar salep ini dapat bertahan lama dikulit dan sukar dicuci.
Contoh dasar salep hidrokarbon adalah vaselin, paraffindan jelene.
2. Dasar salep serap
Dasar salep serap, terdiri dari 2 kelompok. Kelompok 1 dasar salep
serap yang dapat bercampur dengan air dengan membentuk emulsi air
dalam minyak (W/O), contohnya seperti paraffin hidrofilik dan lanolin
anhidrat. Dan kelompok 2 yaitu emulsi minyak dalam air (O/W). Dasar
salep serap juga berfungsi sebagai emollient, akan tetapi tidak dapat
menutup luka seperti pada dasar salep hidrokarbon. Contoh dasar salep
serap yaitu adeps lanae, unguentum simplex, dan lanolin.
3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Yaitu dasar salep yang bercampur antara minyak didalam air, antara lain
adalah salep hidrofilik (krim). Dasar salep ini adalah dasar salep yang
mudah dicuci dengan air, karena mudah dicuci dengan air dapat diterima
sebagai dasar untuk pembuatan kosmetik. Contoh dasar salep yang dapat
dicuci dengan air adalah hydrophylic ointment yang terbuat dari minyak
mineral, stearil alkohol, dan mrjy 52 tipe M/A, dan aquadest.
9

4. Dasar salep yang larut dalam air


Dasar salep ini disebut juga sebagai dasar salep yang tidak berlemak dan
terdiri dari konstituen yang larut dalam air. Disebut juga sebagai gel. Contoh
dasar salep yang larut dalam air yaitu salep polietilen glikol atau campuran
PEG. Keuntungan penggunaan PEG yaitu tidak mengiritasi kulit, memiliki
daya lekat, distribusi yang baik terhadap kulit, tidak menghambat pertukaran
gas dan produksi keringat, sehingga efektivitas lebih lama.

2.2.7 Basis Salep yang Baik


1. Tidak menghambat proses penyembuhan luka/penyakit pada kulit
tersebut.
2. Di dalam sediaan secara fisik cukup halus dan kental.
3. Tidak merangsang kulit.
4. Reaksi netral, pH mendekati pH kulit yaitu sekitar 6-7.
5. Stabil dalam penyimpanan.
6. Tercampur baik dengan bahan berkhasiat.
7. Mudah melepaskan bahan berkhasiat pada bagian yang diobati.
8. Mudah dicuci dengan air.
9. Komponen-komponen dasar salep sesedikit mungkin macamnya.
10. Mudah diformulasikan/diracik.

2.2.8 Macam-Macam Basis Salep


1. Vaselin album
Vaselin album merupakan basis salep campuran yang dimurnikan dari
hidrokarbon setengah padat, diambil dari minyak bumi dan dihilangkan
warnanya. Pemeriaan dari vaselin putih yaitu putih atau kuning pucat, massa
berminyak transparan dalam lapisan tipis setelah dilakukan pendinginan
dengan suhu 0Oc. Vaselin dengan warna kekuning-kuningan, kuning muda
melebur dengan temperature 380c dan 600c. Vaselin album bersifat tidak
larut dalam air, sukar larut didalam etanol dingin dan panas, mudah larut
dalam benzene, karbo disulfida, kloroform, heksana, dan dalam sebagian
minyak lemak. Vaselin album berkhasiat sebagai pembawa atau basis.
10

2. Adeps lanae
Adeps lanae merupakan lemak bulu domba,mengandung kolesterol yang
tinggi, kadar tinggi dalam bentuk ester dan alkohol sehingga dapat
mengabsorbsi air. Bila digunakan pada kulit dapat merupakan lapisan
penutup dan melunakkan kulit. Adeps lanae baunya kurang menyenangkan.

2.2.9 Peraturan –Peraturan Pembuatan Salep


Peraturan-peraturan pembuatan salep terdiri dari (Anonim, 1995):
1. Peraturan salep pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran-campuran lemak, dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.
2. Peraturan salep kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air. Jika tidak ada peraturan
peraturan lain, dilarutkan lebih dahulu dalam air, diharapkan jumlah air
yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep, jumlah air yang
dipakai dikurangi dari basis.
3. Peraturan salep ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam
lemakdan air harus diserbuk lebih dahulu, kemudian diayak dengan ayakan
no.B.40 (no.100).
4. Peraturan salep keempat
Salep-salep yang dibuat dengan melelehkan, campurannya harus diaduk
sampai dingin.

2.2.10 Cara Pembuatan Salep


Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan obat ke
dalam salep dasar.
Ada beberapa metode pembuatan salep. Yaitu :
1. Metode pelelehan
Zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai
membentuk fase yang homogen.
11

2. Metode triturasi
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai
atau dengan salah satu zat pembantu,kemudian dilanjutkan dengan
penambahan sisa basis.
3. Salep yang dibuat dengan cara peleburan.

2.3 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)


Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu.

1. Manajemen mutu
Unsur dasar manajemen mutu adalah:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian
dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa
pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian
Mutu.
c. Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan
ketersediaan personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta
peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab legal
hendaklah diberikan kepada kepala Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu).
d. Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat
hendaklah memastikan bahwa:
1) Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang
memerhatikan persyaratan CPOB;
2) Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas
dan CPOB diterapkan;
12

3) Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian


jabatan;
4) Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan
penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar;
5) Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan
selama-proses lain serta dilakukan validasi;
6) Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses,
pengemasan dan pengujian tiap bets, dilakukan sebelum
memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi produk jadi.
Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan
termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama-proses,
pengkajian dokumen pembuatan (termasuk pengemasan),
pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan,
pemenuhan persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi dan
pemeriksaan produk dalam kemasan akhir;
7) Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi
dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan
dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk;
8) Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa,
sedapat mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan
selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga
selama masa simpan obat;
9) Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara
berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem
Pemastian Mutu;
10) Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan
disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan
oleh perusahaan;
11) Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat;
13

12) Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak


pada mutu produk;
13) Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui; dan
14) Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi
konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang
berkesinambungan.
2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat
yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk
menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai
untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami
tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah
memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaannya.

3. Bangunan dan fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan
dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar.
Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk
memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan
lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif
untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran,
dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara,
tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak
bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif
terhadap pencemaran tersebut.
Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan
dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap
14

pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang
serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah
tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama.
Area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan
hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan
hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan
serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar
kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat.
Area penimbangan. Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata
produk dengan cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan
terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat
menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
Area produksi. Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius
akibat terjadi pencemaran silang, suatu sarana khusus dan self-contained
harus disediakan untuk produksi obat tertentu seperti produk yang dapat
menimbulkan sensitisasi tinggi (misal golongan penisilin) atau preparat
biologis (misal mikroorganisme hidup). Produk lain seperti antibiotika
tertentu, hormon tertentu (misal hormon seks), sitotoksika tertentu, produk
mengandung bahan aktif tertentu berpotensi tinggi, dan produk nonobat
hendaklah diproduksi di bangunan terpisah. Dalam kasus pengecualian, bagi
produk tersebut di atas, prinsip memproduksi bets produk secara
‘campaign’ di dalam fasilitas yang sama dapat dibenarkan asal telah
mengambil tindakan pencegahan yang spesifik dan validasi yang diperlukan
telah dilakukan.
Area pengawasan mutu. Laboratorium pengawasan mutu hendaklah
terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan
radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain.

4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta
seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta
15

perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau


kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.

5. Sanitasi dan hygiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada
setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi
personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta
wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat
merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial
hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang
menyeluruh dan terpadu.

6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar.

7. Pengawasan mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara
konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua
tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi,
pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan
yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan
bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual,
sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.

8. Inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok


Mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu
industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Dirancang untuk mendeteksi
kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan 8
16

perbaikan yang diperlukan. Dilakukan secara independen dan rinci oleh


petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan
CPOB secara obyektif Audit mutu dimana sebagai pelengkap inspeksi diri.
Pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen
mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya
dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit dan
Persetujuan Pemasok. Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk
memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal
dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan
dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang
diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci
oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi
penerapan CPOB secara obyektif.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada
situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau
terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan
supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

9. Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan


Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun
suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui
atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan
bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan
17

rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi,
Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan
instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia
secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.

11. Pembuatan dan analisa berdasarkan kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang
dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak
memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak
harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban
masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur
pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab
penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

12. Kualifikasi dan validasi


Menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri
farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek
kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas,
peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah
divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk
menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

2.4 Alur Kerja Sumber Daya Manusia (SDM)


Alur kerja personila dalam proses produksi sediaan salep dimulai dari
manufacturing dengan melihat permintaan marketing dan stock oleh bagian QA,
lalu setelah melihat permintaan marketing dan stock oleh bagian QA, dilakukan
proses rencana produksi dan control persediaan oleh QC untuk dilakukan
pembelian bahan baku oleh PPIC dalam proses control QC. Pesanan yang dibeli
datang kemudian masuk dalam penyimpanan ruang bahan baku, bagian QC
menerima dan dilakukan karantina oleh bagian produksi, karantina dilakukan
untuk pemeriksaan secara umum, keutuhan wadah dan segelnya, adanya
18

kerusakan bahan dan kesesuaian catatan pengiriman dengan label pemasok.


Setelah selesai dikarantina dan diseleksi maka bahan baku ditimbang untuk
pencampuran, setelah dilakukan karantina oleh QC dan bagian produksi,
kemudian dilakukan pengemasan yang selanjutnya di masukkan ke dalam
penyimpanan produk jadi dan dikarantina kembali sehingga produk siap
diedarkan.
Kualifikasi SDM bagian produksi Sediaan salep luka bakar harus sesuai
dengan personalia sesuai CPOB yang meliputi:
1. QA (Quality Assurance)
Dibutuhkan kualifikasi minimal S2 Apoteker sebanyak 2 orang minimal
pengalaman kerja 2 tahun di bagian QC.
2. QC (Quality Control)
Dibutuhkan kualifikasi minimal S1 Apoteker sebanyak 2 orang minimal
pengalaman kerja 2 tahun di bagian di bagian produksi.
3. Produksi
Dibutuhkan kualifikasi minimal D3 Farmasi sebanyak 2 orang minimal
pengalaman kerja 1 tahun di bagian produksi.
4. Packaging
Dibutuhkan kualifikasi Minimal SMA sederajat sebanyak 100 orang.
19

2.5 Alur Pengadaan Bahan Baku


Mutu obat yang akan diproduksi sangat dipengaruhi dari bahan baku yang
akan digunakan. Oleh sebab itu bahan baku yang ingin digunakan harus di cek
kualifikasinya agar tidak merusak mutu produk yang akan dihasilkan. Pengadaan
bahan baku di lakukan oleh bagian PPIC yang di kepalai oleh Apoteker untuk
mengetahui stabilitas bahan baku layak atau tidak untuk digunakan. Setelah bahan
baku diterima, bagian Quality Control yang dikepalai oleh seorang apoteker akan
melakukan pemeriksaan dan pengujian bahan baku. Bahan yang tidak masuk
spesifikasi akan dikembalikan pada supplier dan bahan baku yang bagus akan
dirubah labelnya dari karantina menjadi release dan bisa dilanjutkan tahap
produksi. PPIC yang dikepalai oleh seorang Apoteker melakukan rancangan
produksi dan perencanaan pesanan sesuai dengan permintaan marketing, pihak
PPIC mengeluarkan Order Requisition atau bisa disebut dengan permintaan
pemesanan kepada Departemen purchasing dan departemen purchasing akan
melakukan pemesanan kepada pemasok yang telah disetujui oleh manager.

Gambar 2. Alur pemilihan produk


20

2.6 Alur Barang

Apabila pesanan sudah datang maka akan diterima oleh pihak Quality
Control, yang dipimpin oleh seorang apoteker. Bahan yang baru datang akan
diperiksa meliputi, nama bahan, kesesuaian bahan yang dipesan dengan surat
pemesanan yang dikirimkan dan COA. Apabila pesanan sudah sesuai maka pihak
Gudang akan memberikan bukti bahwa pesanan sudah diterima. Pesanan yang
sudah di terima disimpan didalam gudang bahan baku untuk nantinya di cek
sesuai spesifikasi yang sudah tertera oleh QC, pada pengecekan bahan diberi label
warna kuning dan setelah pengecekan ini akan dihasilkan bahan dengan 2 label,
bahan dengan label warna merah adalah untuk bahan yang tidak dapat digunakan
dapat dikembalikan kepada pemasok atau dimusnahkan, label berwarna hijau
yang artinya bahan lolos untuk dapat digunakan untuk produksi. Bahan yang
sudah lolos dapat masuk ke area penimbangan untuk dapat ditimbang sebanyak
bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat salep luka bakar, setelah ditimbang
masuk ke area pengolahan untuk dapat menghasilkan produk antara, produk antra
masuk ke area pengisian kedalam tube untuk dapat menghasilkan produk ½ jadi,
setelah itu dikemas dan menghasilkan produk jadi. Pihak QC akan melakukan
pengecekan untuk menjamin mutu produk oleh QA.
21

2.7 Tata Letak Ruang Produksi

Gambar 1. Ruang Pembuatan Sediaan Salep

2.8 Alur Produksi Bahan Baku


Untuk alur proses produksi salep diawali pada ruang bahan baku. Pada
proses pembuatannya, setiap bahan baku diperiksa terlebih dahulu oleh tim QC
dengan mengambil sampel di ruang sampling, pemeriksaan yang dilakukan oleh
tim QC meliputi pemerian, kelarutan, bilangan asam, dan bilangan penyabunan,
dari hasil uji tersebut tim QC dapat memutuskan apakah bahan baku tersebut
memenuhi kriteria yang berstandarkan CPOB atau tidak. Lalu petugas yang
bertanggung jawab terhadap bahan baku menimbang bahan-bahan apa saja yang
akan dibutuhkan dalam proses produksi sediaan krim dan salep. Penimbangan
bahan dilakukan untuk produksi sediaan per satu bets. Setelah bahan baku ini
dinyatakan lulus uji kriteria, bahan baku tersebut dicampur dan diolah menjadi
produk antara. Kemudian petugas bagian produksi mengambil bahan baku yang
telah ditimbang dengan melakukan serah terima yang disertai dengan dokumen
CPB (Catatan Pengolahan Bets) yang telah melampirkan tanda tangan petugas.
Proses produksi dilanjutkan di ruang pencampuran. Pada ruang ini, awalnya
air ditampung di dalam alat pemanas (Double Jacket). Air yang digunakan dalam
proses produksi menggunakan air Aquadem (Aquademineralisasi). Air yang
22

dipakai adalah air yang diambil dari pipa yang telah diatur penyalurannya, yang
mana sebelumnya air ini telah melewati serangkaian proses pernyaringan.
Kemudian proses dilanjutkan di tangki Oil Pot, tangki ini berfungsi untuk melebur
fase minyak dari sediaan, lalu dilanjutkan proses pencampuran bahan dengan
menggunakan alat Vacum emulsifier Mixer.Pada alat ini proses pencampuran
dimulai dari pembuatan basis hingga membentuk masa salep.
Selanjutnya masa yang telah jadi disimpan dalam wadah kemudian di
tempatkan di ruang Ruang karantina produk antara. Produk yang telah jadi di
lakukan kembali proses IPC oleh QC, pemeriksaan pemerian, pH, homogenitas,
koefisien variasi, dan stabilitas salep jika dinyatatakan lulus maka produk tersebut
dimasukkan ke dalam wadah. selama proses pengisian sediaan salep operator
melakukan proses penimbangan setiap 15 menit sekali, proses ini bertujuan untuk
memastikan bobot per tube sesuai dengan bobot yang diinginkan dari kemasan.
kemudian produk yang telah diisi ditempatkan di ruang karantina produk ruahan
untuk selanjutnya melewati tahap pemeriksaan oleh QC, pemeriksaan itu meliputi
pemerian, identifikasi, pH, kadar zat berkhasiat, homogenitas, koefisien variasi
dan keseragaman sediaan,. Waktu yang dibutuhkan untuk menuggu hasil
pemeriksaan ini yaitu 1-2 hari.
Menurut Cara Pembuatan Obat yang Baik, produksi Sediaan salep terdapat
beberapa aspek, diantaranya :
1. Sistem yang digunakan untuk membuat sediaan salep dan krim adalah
system tertutup. Sistem tertutup adalah suatu sistem di mana produk
hampir tidak terpapar ke lingkungan selama proses dan sedikit sekali
melibatkan operator. Produk cair disaring dan ditransfer ke holding tank
melalui pipa sebelum produk tersebut diisikan ke dalam wadah akhirnya
(misal botol dan tube) dan ditutup.
2. Untuk mencegah ada “sambungan mati” (deadlegs), sambungan
hendaklah tidak lebih panjang dari 1,5 kali diameter pipa sampai katup.
Hendaklah menggunakan jenis katup diafragma atau katup kupu-kupu
dan bukan katup bola.
3. Air yang digunakan untuk produksi hendaklah memenuhi persyaratan
minimal kualitas Air Murni (Purified Water). Parameter kimia dan
23

mikrobiologi hendaklah dipantau secara teratur, minimal seminggu


sekali, sedangkan pH dan konduktivitas hendaklah dipantau tiap hari.
Terhadap data hasil pemantauan hendaklah dilakukan analisis
kecenderungan (trend analysis). Lihat Persyaratan Air Untuk Produksi :
Sanitasi Sistem Pengolahan Air dapat dilakukan dengan cara:
a. Pemanasan
b. Kimiawi
4. Pemeriksaan mutu bahan yang diterima sebelum dipindahkan ke dalam
tangki penyimpanan adalah untuk mencegah agar bahan yang masih
tersisa di dalam tangki penyimpanan (yang sudah memenuhi persyaratan
mutu) tidak tercampur dengan bahan yang sama dari tangki pemasok
yang belum diketahui mutunya.
5. Tiap pipa transfer hendaklah diberi penandaan yang jelas dengan
mencantumkan identitas produk.
6. Homogenitas hendaklah dipertahankan selama pengisian dengan
pengadukan terus-menerus sejak awal sampai akhir proses pengisian.
7. Kondisi penyimpanan produk antara dan produk ruahan hendaklah
disesuaikan untuk menghindarkan perubahan mutu produk. Jangka
waktu dan kondisi penyimpanan produk antara hendaklah divalidasi.

2.9 Alur Produksi Sediaan Salep


24

Pembuatan sediaan salep luka bakar yang baik harus memenuhi persyaratan
Cara Pembuatan Obat yang Baik yang mencakup manajemen mutu, personalia,
bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan
mutu, inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok, dokumentasi,
pembuatan analisis berdasarkan kontrak kualifikasi dan validasi.
Pada proses produksi sediaan salep luka bakar, alur proses produksi diawali
dengan menentukan formula yang tepat dalam proses produksi sediaan salep luka
bakar. Hal ini meliputi dalam penentuan bahan sediaan yang digunakan dalam
pembuatan sediaan salep luka bakar, sehingga sediaan salep luka bakar yang
diproduksi dapat digunakan secara aman dan efektif. Kemudian untuk bahan baku
pada proses pembuatannya yang dibeli dari supplayer, setiap bahan baku diperiksa
terlebih dahulu oleh tim QC (biasanya dipimpin oleh apoteker) dengan mengambil
bahan di gudang penyimpanan, pemeriksaan yang dilakukan oleh tim QC
meliputi pemeriksaan mutu dan pemerikasaan dilakukansecara laboratoris dari
sediaan tersebut yang sesuai dengan kriteria dari bahan tersebut sesuai dengan
CPOB, serta terbebas nya dari bahan-bahan yang berbahaya dan tidak layak pakai.
Dari hasil uji tersebut tim QC dapat memutuskan apakah bahan baku
tersebut memenuhi kriteria yang berstandarkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik
atau tidak. Setiap bahanyang akan digunakan harus dipilih bahan yang aman dan
tidak berbahaya.. Proses produksi harus melakukan pengecekan kondisi ruangan,
peralatan, prosedur pengolahan, bahan dan hal lain yang diperlukan dalam proses
produksi.
25

Proses formulator di bagian RnD dilakukan atau dikerjakan oleh apoteker.


Proses pertama penimbangan bahan dilakukan untuk produksi sediaan. Setelah
bahan baku ini dinyatakan lulus uji kriteria, bahan baku tersebut dapat dicampur
dan diolah menjadi produk antara. Kemudian proses produksi dilanjutkan di ruang
pencampuran. Pada ruang ini, pencairan vaselin flavumke dalam tangki
pencampuran stainless steel. Setelah vaselin flavum mencair tambahkan cera flava
pada campuran Vaselin flavum, campur hingga semua terlarut.
Langkah selanjutnya tambahkan zat aktif kedalam tangki pencampuran,
campur selama 10 menit hingga semua terlarut semua.Kemudian setelah selesai
masukan kedalam tube aluminium yang cocok. Setelah semua proses selesai
barulah dilakukan proses pengemasan dan penyortiran produk yang gagal. Proses
produksi dilakukan di gedung dan ruangan yang bersih, terpelihara dengan baik
dan memenuhi standar CPOB, dengan menggunakan peralatan yang digunakan
yang tidak bereaksi dengan bahan yang diolah atau menyerap bahan dan mudah
dibersihkan. Secara garis besar peralatan yang digunakan memenuhi persyaratan
CPOB.
Ketika produk tersebut layak atau telah memenuhi persyaratan cara
pembuatan sediaan salep luka bakar yang baik, dilakukan tahapan proses labeling
yakni penampilan kelengkapan penandaan hal ini dilakukan untuk memastikan
diketahuinya riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan diketahuinya asal
usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut pengawasannya yang
dilakukan oleh QC(apoteker). Kemudian hasil dari proses tersebut di
dokumentasi, fungsi dari dokumentasi ini adalah untuk sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan
instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan produk. Produk sediaan salep luka bakar siap untuk diedarkan.

1. Karena sifat alamiah produk, maka untuk melindungi produk terhadap


pencemaran mikroba dianjurkan agar semua alat yang berhubungan
langsung dengan produk didisinfeksi lebih dahulu sebelum dipakai,
misal dengan etanol 70%, isopropanol atau hidrogen peroksida 3%.
26

2. Sistem yang digunakan untuk membuat sediaan salep adalah system


tertutup. Sistem tertutup adalah suatu sistem di mana produk hampir
tidak terpapar ke lingkungan selama proses dan sedikit sekali melibatkan
operator. Produk cair disaring dan ditransfer ke holding tank melalui
pipa sebelum produk tersebut diisikan ke dalam wadah akhirnya (misal
botol dan tube) dan ditutup.
3. Untuk mencegah ada “sambungan mati” (deadlegs), sambungan
hendaklah tidak lebih panjang dari 1,5 kali diameter pipa sampai katup.
Hendaklah menggunakan jenis katup diafragma atau katup kupu-kupu
dan bukan katup bola.
4. Air yang digunakan untuk produksi hendaklah memenuhi persyaratan
minimal kualitas Air Murni (Purified Water). Parameter kimia dan
mikrobiologi hendaklah dipantau secara teratur, minimal seminggu
sekali, sedangkan pH dan konduktivitas hendaklah dipantau tiap hari.
Terhadap data hasil pemantauan hendaklah dilakukan analisis
kecenderungan (trend analysis). Lihat Persyaratan Air Untuk Produksi :
Sanitasi Sistem Pengolahan Air dapat dilakukan dengan cara:
a. Pemanasan, atau
b. Kimiawi.
5. Pemeriksaan mutu bahan yang diterima sebelum dipindahkan ke dalam
tangki penyimpanan adalah untuk mencegah agar bahan yang masih
tersisa di dalam tangki penyimpanan (yang sudah memenuhi persyaratan
mutu) tidak tercampur dengan bahan yang sama dari tangki pemasok
yang belum diketahui mutunya.
6. Tiap pipa transfer hendaklah diberi penandaan yang jelas dengan
mencantumkan identitas produk.
7. Homogenitas hendaklah dipertahankan selama pengisian dengan
pengadukan terus-menerus sejak awal sampai akhir proses pengisian.
8. Kondisi penyimpanan produk antara dan produk ruahan hendaklah
disesuaikan untuk menghindarkan perubahan mutu produk. Jangka
waktu dan kondisi penyimpanan produk antara hendaklah divalidasi.
27

1. In Process Control
Pengawasan selama proses produksi (in process control) merupakan hal
yang yang penting dalam pemastian mutu produk. Untuk memastikan
keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan
pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan
selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan
metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan
untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang
mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama proses
berjalan.
Prosedur tertulis untuk pengawasan-selama-proses hendaklah dipatuhi.
Prosedur tersebut hendaklah menjelaskan titik pengambilan sampel,
frekuensi pengambilan sampel, jumlah sampel yang diambil, spesifikasi
yang harus diperiksa dan batas penerimaan untuk tiap spesifikasi.
Di samping itu, pengawasan-selama proses hendaklah mencakup, tapi
tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:
a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah
diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau
pengemasan; dan
b. kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan
dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya
dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan
yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.
Dalam proses produksi produk semisolid, dilakukan pemeriksaan selama
proses produksi (In Process Control) oleh personil produksi. IPC dilakukan
pada tahap-tahap kritis selama proses pembuatan salep dan krim, misal :
a. Mixting Process : pH, homogenitas, kehalusan
b. Filling Process : bobot isi tube, penampilan,termasuk pencetakan
expired date dan nomor bets.
28

2. Kontrol Kualitas (Quality Control)


Produk yang berkualitas dihasilkan dengan melakukan serangkaian
pengujianyang dilakukan oleh bagian Quality Control (QC). QC merupakan
bagian yangesensial pada proses pembuatan produk obat agar produk yang
dihasilkan dapatmemenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Bagian QC
memiliki kewenangankhusus untuk memberikan keputusan akhir atas mutu
obat ataupun hal lain yangmempengaruhi mutu obat.
QC dilakukan sejak barang datang, selama proses, pada produk yang
dihasilkan, serta pada masa penyimpanan produk. QC berperan dalam
pemeriksaan bahan awal, pemeriksaan selama proses produksi
danpemeriksaan produk jadi. QC memastikan bahwa bahan, produk, dan
metode dalamproses produksi telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan
sehingga hasilnyadapat memenuhi persyaratan secara konsisten. Selain itu
juga dilakukan kalibrasi dankualifikasi alat serta validasi terhadap metode
analisa dan proses produksi. Namun, tidak ada jaminan bahwa produk yang
dihasilkan akan memiliki kualitas sebagaimanayang diinginkan. Kualitas
produk harus dibangun sejak awal dan dijamin oleh Quality Assurance
(QA).
Kontrol kualitas dari salep dan krim meliputi :
a. Pemeriksaan kestabilan fisik
b. Sediaan salep diamati organoleptis untuk mengetahui homogenitas,
warna, dan bau.
c. Uji pelepasan obat, sesuai kadar obatnya.
d. Uji proteksi.
e. Uji daya lekat.
f. Uji menyebar.

Produksi sediaan salep hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur


yang telah ditetapkan agar senantiasa diperoleh produk jadi yang memenuhi
spesifikasi yang ditentukan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan
produksi meliputi:
29

1. Bahan awal
Pemeriksaan bahan awal dilakukan oleh bagian pemastian mutu
berdasarkan spesifikasi yang ditentukan dan dikarantina, sampai diluluskan
untuk dipakai. Bahan awal yang tidak memenuhi syarat disimpan terpisah
untuk dikembalikan kepada pemasok atau dimusnahkan.

2. Validasi proses
Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tetap dan
dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan.

3. Pencemaran
Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat
merugikan kesehatan atau mempengaruhi daya terapeutik serta
mempengaruhi kualitas produk tidak dapat diterima.

4. Sistem penomoran batch atau lot


Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran batch dan lot secara
rinci diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan
atau obat jadi suatu batch dan lot dapat dikenali dengan nomor batch dan lot
tertentu tidak digunakan secara berulang.

5. Penimbangan dan penyerahan


Penimbangan atau perhitungan dan penyerahan bahan baku, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari
siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap.

6. Pengembalian
Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
yang dikembalikan ditempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan dan
dicek dengan baik.

7. Pengelolaan
Pemeriksaan awal pada pengolahan baik bahan, kondisi daerah
pengolahan, wadah dan peralatan harus mengikuti prosedur tertulis yang
telah ditetapkan.
30

8. Pengemasan
Produk ruahan menjadi obat jadi, yang dilaksanakan dengan
pengawasan yang tepat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas
barang yang sudah dikemas.

9. Bahan atau produk pilihan


Bahan atau produk dapat diolah ulang atau dipulihkan asal bahan
tersebut layak untuk diolah ulang melalui prosedur tertentu yang telah
disahkan serta hasilnya masih memenuhi persyaratan spesifikasi yang
ditentukan dan tidak terjadi perubahan yang berarti terhadap mutunya.

10. Obat kembalian


Obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik jika ditemukan adanya
kerusakan kualitas teknis obat atau adanya reaksi merugikan dari obat.

11. Karantina
Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi
diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan.

12. Pengawasan distribusi obat


Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjadi
obat jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu.

13. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi.
Bahan tersebut disimpan rapi dan teratur untuk mencegah resiko
tercampur baur atau pencemaran sera memudahkan pemeriksaan dan
pemeliharaan.

2.10 Proses dan Evaluasi Sediaan


Proses pembuatan salep terdapat beberapa aspek, diantaranya :

2.10.1 Uji Organoleptik


Pengamatan yang dilakukan oleh dalam uji ini adalah bentuk sediaan, bau
dan warna sediaan. Parameter kualitas salep yang baik adalah bentuk sediaan
setengah padat, salep berbau khas ekstrak yang digunakan dan berwarna seperti
ekstrak (Anief,1997).
31

2.10.2 Uji Homogenitas


Uji homogenitas sediaan salep dilakukan untuk melihat perpaduan bahan-
bahan(basis dan zat aktif) sehingga menjadi bentuk salep yang homogen. Jika
terdapat perbedaan sifat pada basis dan zat aktif akan terjadi proses penggumpalan
sehingga mengakibatkan bentuk sediaan yang memiliki partikel lebih besar dari
sediaan (Lachman, 1994). Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengamati
hasil pengolesan salep padaplat kaca. Salep yang homogen ditandai dengan tidak
terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan sampai titik akhir pengolesan. Salep
yang diuji diambil dari tiga tempat yaitu bagian atas, tengah dan bawah dari
wadah salep (Depkes, 1996).
2.10.3 Uji Pengukuran PH
Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH
dimaksudkan untuk mengetahui sifat dari salep dalam mengiritasi kulit. Kulit
normal berkisar antara pH 4,5-6,5. Nilai pH yang melampaui 7 dikhawatirkan
dapat menyebabkan iritasi kulit (Gozali, 2009). Pengukuran nilai pH
menggunakan alat bantu stik pH atau dengan menggunakan kertas pH universal
yang dicelupkan ke dalam 0,5 gram salep yang telah diencerkan dengan 5 ml
aquadest. Nilai pH salep yang baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai pH
kulit manusia (Tranggono dan Latifa, 2007).

2.10.4 Uji Daya Sebar


Pengujian daya sebar tiap sediaan dengan variasi tipe basis dilakukan untuk
melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit, dimana suatu basis salep
sebaiknya memiliki daya sebar yang baik untuk menjamin pemberian obat yang
memuaskan. Perbedaan daya sebar sangat berpengaruh terhadap kecepatan difusi
zat aktif dalam melewati membran. Semakin luas membran tempat sediaan
menyebar maka koefisien difusi makin besar yang mengakibatkan difusi obat pun
semakin meningkat, sehingga semakin besar daya sebar suatu sediaan maka
semakin baik (Hasyim, 2012).

2.10.5 Uji konsistensi


Uji konsistensi merupakan suatu cara untuk menentukan sifat berulang,
seperti sifat lunak dari setiap jenis salep. Melalui sebuah angka ukur untuk
32

memperoleh konsistensi dapat digunakan alat metode penetrometer


(R.voight,1995).

2.10.6 Uji Viskositas


Viskositas sediaan salep diukur dengan menggunakan alat viskometer rion.
salep dimasukkan kedalam cup italic dan rotor dipasang. Kemudian alat
dihidupkan dan viskositas yang terbaca dicatat.

2.10.7 Uji Daya Lekat


Pengujian daya lekat dilakukan dengan cara menimbang salep 0,25 g
diletakkan di atas gelas obyek yang telah ditentukan luasnya, lalu diletakkan gelas
obyek yang lain di atas salep tersebut dan ditekan dengan beban 1 kg selama 5
menit. Selanjutnya dipasang gelas obyek pada alat tes. Dilepas beban seberat 80
gram,dan dicatat waktunya hingga kedua gelas obyek tersebut terlepas (Naibaho
dkk., 2013).

2.11 Pengemasan dan Penyimpanan


Sediaan setengah padat harus pula dilindungi melalui kemasan
penyimpanan yang sesuai dan pengaruh pengerusakan oleh udara, cahaya, uap air
(lembab) dan panas serta kemungkinan terjadinya interaksi kimia antara preparat
dengan wadah.
Salep biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube, botol dapat
dibuat dan gelas tidak berwarna, warna hijau, amber atau biru atau buram dan
porselin putih. Botol plastik juga dapat digunakan. Wadah dan gelas buram dan
berwarna berguna untuk salep yang mengandung obat yang peka terhadap cahaya.
Tube dibuat dari kaleng atau plastik, beberapa diantaranya diberi tambahan
kemasan dengan alat bantu khusus bila salep akan digunakan untuk dipakai
melalui rektum, mata, vagina, telinga atau hidung. Tube dan salep untuk
pemakaian pada mata kebanyakan dikemas dalam kaleng atau plastik kecil dan
dapat dilipat yang dapat menampung sekitar 1 sampai 5 gram salep. Tube salep
untuk pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5 sampai 30 gram. Botol untuk
salep juga berbeda – beda mulai dari ukuran terkecil ½ ounce sampai 1 pound atau
lebih.
33

Botol salep dapat diisi dalam skala kecil oleh seorang ahli farmasi dengan
mengemas sejumlah salep yang sudah ditimbang ke dalam botol dengan memakai
spatula yang fleksibel dan menekannya ke bawah sejajar melalui tepi botol guna
menghindari kemungkinan terperangkapnya udara didalam botol.Mengemas salep
dalam botol perlu diperhatikan bahwa isi sedapat mungkin mendekati bagian atas
botol, tetapi tidak begitu tinggi sampai tutupnya kena salep apabila ditutup. Salep
yang dibuat dengan cara melebur dapat dituangkan langsung kedalam botol salep
untuk dibekukan dalam botol. Hal ini tentunya akan diperoleh hasil akhir yang
lebih bagus. Pembuatan salep dalam skala besar, pengisian sejumlah tertentu dan
salep masuk kedalam botol dengan tekanan.
Tube umumnya diisi dengan bertekanan alat pengisi dan bagian ujung
belakang yang terbuka (ujung yang berlawanan dan ujung tutup) dan tube yang
kemudian ditutup dengan segel. Salep yang dibuat dengan cara peleburan dapat
dituangkan langsung kedalam tube. Pada skala kecil seperti yang dibuat
berdasarkan resep dokter, pengisian dan tube salep oleh ahli farmasi di apotek,
dapat diisi dengan cara sebagai berikut:
1. Salep yang telah dibuat digulung diatas kertas perkamen menjadi bentuk
silinder, diameter sedikit lebih kecil dan tube supaya dapat diisikan
dengan panjang kertas yang lebih dari tube.
2. Tutup tube dilepas supaya udara keluar, silinder dan salep dengan kertas
dimasukkan ke dalam bagian ujung bawah tube yang terbuka.
3. Potongan kertas yang melipat salep dipegang oleh salah satu tangan
sedang lainnya menekan dengan spatula yang berat kearah tutup tube
sampai tube tadi penuh dan sambil menarik perlahan – lahan kertas salep
tadi dilepaskan, ratakan permukaan salep dengan spatula, kurang lebih ½
inci dari ujung bawah.
4. Bagian bawah yang disisakan, dilipat 2 x 1/8 inci dan dibuat dan ujung
bawah tube yang dipipihkan, ditekan/ dijepit dengan penyesalep luka
bakar tepat diatas lipatan untuk menyakini bahwa sudah betul – betul
tertutup. Penjepit dapat digunakan dari tang tangan atau dengan mesin
lipat yang dijalankan dengan tangan atau kaki.
34

Salep dalam tube lebih menguntungkan pemakaiannya dari pada botol,


disebabkan lebih muda dan menyenangkan digunakan oleh pasien dan tidak
mudah menimbulkan keracunan. Pengisian dalam tube juga mengurangi terkena
udara dan menghindari terkontaminasi dari mikroba yang potensial, oleh karena
itu akan stabil dan dapat tahan lama pada pemakaian dibanding dengan salep
dalam botol. Kebanyakan salep harus disimpan pada temperatur dibawah 30o C
untuk mencegah melembek apalagi dasar salepnya bersifat dapat mencair. Contoh
Beberapa Tube Salep:Tube Salep Kulit dan Tube Salep Mata.

2.12 Penandaan
Pada etiket tertera nama sediaan, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan
tanggal kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau pengimpor  serta nomor lot
atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot dan nomor bets dapat
memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh
proses pengolahan,pengisian, pengemasan, dan penandaan, cara penyimpanan dan
tanggal kadualarsa. Pemberian etiket pada wadah sedemikian  rupa sehingga 
sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan
secara visual dan penandaan pada etiket harus tertera “ obat luar”.
35

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Produksi Sediaan Salep Luka Bakar Dengan Cara yang Baik

Alur kerja personila dalam proses produksi sediaan salep dimulai dari
manufacturing dengan proses formulasi di bagian RnD kemudian, melihat
permintaan marketing dan stock oleh bagian QA, lalu setelah melihat permintaan
marketing dan stock oleh bagian QA, dilakukan proses rencana produksi dan
control persediaan oleh QC untuk dilakukan pembelian bahan baku oleh PPIC
dalam proses control QC. Pesanan yang dibeli datang kemudian masuk dalam
penyimpanan ruang bahan baku, bagian QC menerima dan dilakukan karantina
oleh bagian produksi, karantina dilakukan untuk pemeriksaan secara umum,
keutuhan wadah dan segelnya, adanya kerusakan bahan dan kesesuaian catatan
pengiriman dengan label pemasok. Setelah selesai dikarantina dan diseleksi maka
bahan baku ditimbang untuk pencampuran, setelah dilakukan karantina oleh QC
dan bagian produksi, kemudian dilakukan pengemasan oleh bagian packaging
yang selanjutnya di masukkan ke dalam penyimpanan produk jadi dan dikarantina
kembali oleh QC sehingga produk siap diedarkan setelah diverifikasi oleh QA
terkait jaminan mutu obatnya.

3.2 Komponen Sediaan Dan Formulasi Sediaan Salep Luka Bakar


3.2.1 Formulasi Sediaan Salep Luka Bakar
Komponen Bahan Jumlah % Karakteristik
F1 F2 F3 Bahan
Bahan Ekstrak etanol 5 - - Warna hijau
Aktif Daun tua, Bau has,
Senggani Tekstur ental
Ekstrak Daun - 30 - Warna hijau
Soyogik kehitaman, Bau
khas,
Berbentuk
setengah padat
Ekstrak Daun - - 10 Warna hijau
Kelor tua, tekstur
kental, bau
khas
Basis Salep Vaselin Ad 100 - - Berwarna
36

kuning kuning,
berbentuk
setengah padat
Adeps Lanae - 12,5 2,3 Berwarna
kuning,
berbentuk
setengah padat
Vaselin 12,5 32,5 Berwarna putih,
Album berbentuk
setengah padat
Pengawet Metil paraben 0,12 - - Berwarna Putih,
Berbentuk
serbuk halus
Emulgator Cetil Alkohol - - 2
Pelembut Lanolin 45 - - Berwarna
kuning,
berbentuk
setengah padat
Pelarut Paraffin Cair - - qs
Metode Triturasi Peleburan Pelelehan

3.2.2 Evaluasi
Formula 1 :
1. Organoleptik : Warna hijau tua dengan bentuk kental serta memiliki bau
khas
2. Daya sebar : 8,38 (cm2)
3. Daya lekat : 3600 (detik)
4. pH : 5,70
Formula 2 :
1. Organoleptik : Warna hijau kehitaman bau khas bentuk setengah padat
2. Homogenitas : Tidak homogen
3. pH :5
4. Daya sebar : 4 (cm2)
Formula 3 :
1. Organoleptiik : Warna hijau tua, tekstur kental, bau khas
2. Homogenitas : Homogen
3. Konsistensi : Bersifat konsisten

3.2.3 Metode Pembuatan


37

Metode pembuatan pada F1 mengunakan metode triturasi dimana


pembuatan salep dengan ekstrak daun senggani diawali dengan penimbangan
bahan-bahan yang diperlukan. Kemudian dimasukkan lanolin ke dalam lumpang
dan ditambahkan ekstrak daun senggani konsentrasi 5% sedikit demi sedikit
hingga semua ekstrak daun senggani bercampur dengan basis. Tambahkan vaselin
kuning dan gerus hingga homogen. Selanjutnya tambahkan metil paraben dan
digerus kembali hingga homogen. Sediaan salep ekstrak daun senggani dengan
konsentrasi 5% dimasukkan ke pot salep.
Metode pembuatan pada F2 mengunakan metode peleburan yaitu
embuatan sediaan salep ekstrak etanol daun Soyogik dibuat formulasi sebanyak
50 g pada konsentrasi 30%. Setelah masing-masing bahan ditimbang sesuai
dengan perhitungan diatas, bahan dimasukan kedalam cawan porselin dileburkan
diatas hot plate dengan suhu 600C dan diaduk dengan kecepatan konstan.
Selanjutnya diangkat dan diaduk sampai terbentuk massa salep.
Metode pembuatan pada F2 mengunakan metode pelelehan dengan cara
ditimbang semua bahan yang diperlukan. Cetil alkohol dan parafin cair dilebur,
dengan menggunakan cawan porselin diatas penangas air pada suhu sekitar 700C–
750C. sambil diaduk terus menerus dengan menggunakan batang pengaduk
sampai diperoleh massa salep. Ekstrak kental daun kelor yang telah diencerkan
dengan 1-2 tetes etanol dimasukkan kedalam lumpang, lalu ditambahkan dasar
salep sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen. Salep dimasukkan
dalam wadah dan ditutup rapat.

3.3 Alur Pengadaan Bahan Baku dan Alur barang


3.3.1 Alur Pengadaan Bahan Baku
Pengadaan bahan baku di lakukan oleh bagian PPIC yang di kepalai oleh
Apoteker untuk mengetahui stabilitas bahan baku layak atau tidak untuk
digunakan. Setelah bahan baku diterima, bagian Quality Control yang dikepalai
oleh seorang apoteker akan melakukan pemeriksaan dan pengujian bahan baku.
Bahan yang tidak masuk spesifikasi akan dikembalikan pada supplier dan bahan
baku yang bagus akan dirubah labelnya dari karantina menjadi release dan bisa
38

dilanjutkan tahap produksi. PPIC yang dikepalai oleh seorang Apoteker


melakukan rancangan produksi dan perencanaan pesanan sesuai dengan
permintaan marketing, pihak PPIC mengeluarkan Order Requisition atau bisa
disebut dengan permintaan pemesanan kepada Departemen purchasing dan
departemen purchasing akan melakukan pemesanan kepada pemasok yang telah
disetujui oleh manager.

Gambar 2. Alur pemilihan produk

3.3.2 Alur Barang


39

Apabila pesanan sudah datang maka akan diterima oleh pihak Quality
Control, yang dipimpin oleh seorang apoteker. Bahan yang baru datang akan
diperiksa meliputi, nama bahan, kesesuaian bahan yang dipesan dengan surat
pemesanan yang dikirimkan dan COA. Apabila pesanan sudah sesuai maka pihak
Gudang akan memberikan bukti bahwa pesanan sudah diterima. Pesanan yang
sudah di terima disimpan didalam gudang bahan baku untuk nantinya di cek
sesuai spesifikasi yang sudah tertera oleh QC, pada pengecekan bahan diberi label
warna kuning dan setelah pengecekan ini akan dihasilkan bahan dengan 2 label,
bahan dengan label warna merah adalah untuk bahan yang tidak dapat digunakan
dapat dikembalikan kepada pemasok atau dimusnahkan, label berwarna hijau
yang artinya bahan lolos untuk dapat digunakan untuk produksi. Bahan yang
sudah lolos dapat masuk ke area penimbangan untuk dapat ditimbang sebanyak
bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat salep luka bakar, setelah ditimbang
masuk ke area pengolahan untuk dapat menghasilkan produk antara, produk antra
masuk ke area pengisian kedalam tube untuk dapat menghasilkan produk ½ jadi,
setelah itu dikemas dan menghasilkan produk jadi. Pihak QC akan melakukan
pengecekan untuk menjamin mutu produk oleh QA.
40

3.4 Produksi Sediaan yang Baik Terkait Alur, Proses Produksi, Evaluasi,
Pengemasan, Penyimpanan dan Distribusi

3.4.1 Alur Proses Produksi


Pada proses produksi sediaan salep luka bakar, alur proses produksi diawali
dengan menentukan formula yang tepat dalam proses produksi sediaan salep luka
bakar. Hal ini meliputi dalam penentuan bahan sediaan yang digunakan dalam
pembuatan sediaan salep luka bakar, sehingga sediaan salep luka bakar yang
diproduksi dapat digunakan secara aman dan efektif. Kemudian untuk bahan baku
pada proses pembuatannya yang dibeli dari supplayer, setiap bahan baku diperiksa
terlebih dahulu oleh tim QC (biasanya dipimpin oleh apoteker) dengan mengambil
bahan di gudang penyimpanan, pemeriksaan yang dilakukan oleh tim QC
meliputi pemeriksaan mutu dan pemeriksaan dilakukan secara laboratoris dari
sediaan tersebut yang sesuai dengan kriteria dari bahan tersebut sesuai dengan
CPOB, serta terbebas nya dari bahan-bahan yang berbahaya dan tidak layak pakai.
Dari hasil uji tersebut tim QC dapat memutuskan apakah bahan baku
tersebut memenuhi kriteria yang berstandarkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik
atau tidak. Setiap bahanyang akan digunakan harus dipilih bahan yang aman dan
tidak berbahaya.. Proses produksi harus melakukan pengecekan kondisi ruangan,
peralatan, prosedur pengolahan, bahan dan hal lain yang diperlukan dalam proses
produksi.
Proses formulator di bagian RnD dilakukan atau dikerjakan oleh apoteker.
Proses pertama penimbangan bahan dilakukan untuk produksi sediaan. Setelah
bahan baku ini dinyatakan lulus uji kriteria, bahan baku tersebut dapat dicampur
dan diolah menjadi produk antara. Kemudian proses produksi dilanjutkan di ruang
pencampuran. Pada ruang ini, pencairan vaselin flavum kedalam tangki
pencampuran stainless steel. Setelah vaselin flavum mencair tambahkan cera flava
pada campuran Vaselin flavum, campur hingga semua terlarut.
Langkah selanjutnya tambahkan zat aktif kedalam tangki pencampuran,
campur selama 10 menit hingga semua terlarut semua. Lalu dilakukan evaluasi
berupa uji organoleptik, homogenitas, pH, daya sebar, konsistensi, viskositas dan
daya lekat. Kemudian setelah selesai masukan kedalam tube aluminium yang
cocok. Setelah semua proses selesai barulah dilakukan proses pengemasan dan
41

penyortiran produk yang gagal.Proses produksi dilakukan di gedung dan ruangan


yang bersih, terpelihara dengan baik dan memenuhi standar CPOB, dengan
menggunakan peralatan yang digunakan yang tidak bereaksi dengan bahan yang
diolah atau menyerap bahan dan mudah dibersihkan. Secara garis besar peralatan
yang digunakan memenuhi persyaratan CPOB.
Ketika produk tersebut layak atau telah memenuhi persyaratan cara
pembuatan sediaan salep luka bakar yang baik, dilakukan tahapan proses labeling
yakni penampilan kelengkapan penandaan hal ini dilakukan untuk memastikan
diketahuinya riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan diketahuinya asal
usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut pengawasannya yang
dilakukan oleh QC (apoteker). Kemudian hasil dari proses tersebut di
dokumentasi, fungsi dari dokumentasi ini adalah untuk sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi,
catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan produk. Produk sediaan salep luka bakar siap untuk diedarkan.
42

3.4.2 Evaluasi Sediaan Salep Luka Bakar


A. Uji Organoleptik
Pengamatan yang dilakukan oleh dalam uji ini adalah bentuk sediaan, bau
dan warna sediaan. Parameter kualitas salep yang baik adalah bentuk sediaan
setengah padat, salep berbau khas ekstrak yang digunakan dan berwarna seperti
ekstrak.

B. Uji Homogenitas
Uji homogenitas sediaan salep dilakukan untuk melihat perpaduan bahan-
bahan (basis dan zat aktif) sehingga menjadi bentuk salep yang homogen. Jika
terdapat perbedaan sifat pada basis dan zat aktif akan terjadi proses penggumpalan
sehingga mengakibatkan bentuk sediaan yang memiliki partikel lebih besar dari
sediaan.

C. Uji Pengukuran PH
Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH
dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dari salep dalam
mengiritasi kulit. Kulit normal berkisar antara pH 4,5-6,5. Nilai pH yang
melampaui 7 dikhawatirkan dapat menyebabkan iritasi kulit.

D. Uji Daya Sebar


Pengujian daya sebar tiap sediaan dengan variasi tipe basis dilakukan
untuk melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit, dimana suatu basis salep
sebaiknya memiliki daya sebar yang baik untuk menjamin pemberian obat yang
memuaskan. Perbedaan daya sebar sangat berpengaruh terhadap kecepatan difusi
zat aktif dalam melewati membran. Semakin luas membran tempat sediaan
menyebar maka koefisien difusi makin besar yang mengakibatkan difusi obat pun
semakin meningkat, sehingga semakin besar daya sebar suatu sediaan maka
semakin baik. ebanyak 0,5 gr setiap diletakkan diatas kaca bulat yang berdiameter
1 5cm, kaca lainnya diletakkan diatasnya dandibiarkan selama 15 menit, kaca
lainnya diletakkan diatasnya selama 1menit. Diameter sebar salep diukur.
43

Setelahnya ditambahkan 100 gr beban tambahan dan didiamkan selama 1 menit


lalu diukur diameter yang konstan.

E. Uji konsistensi
Uji konsistensi merupakan suatu cara untuk menentukan sifat berulang,
seperti sifat lunak dari setiap jenis salep. Melalui sebuah angka ukur untuk
memperoleh konsistensi dapat digunakan alat metode penetrometer.

3.4.3 Pengemasan
Sediaan setengah padat harus pula dilindungi melalui kemasan

penyimpanan yang sesuai dan pengaruh pengerusakan oleh udara, cahaya, uap air

(lembab) dan panas serta kemungkinan terjadinya interaksi kimia antara preparat

dengan wadah. Salep biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube, botol

dapat dibuat dan gelas tidak berwarna, warna hijau, amber atau biru atau buram

dan porselin putih. Botol plastik juga dapat digunakan. Wadah dan gelas buram

dan berwarna berguna untuk salep yang mengandung obat yang peka terhadap

cahaya. Tube dibuat dari kaleng atau plastik, beberapa diantaranya diberi

tambahan kemasan dengan alat bantu khusus bila salep akan digunakan untuk

dipakai melalui rektum, mata, vagina, telinga atau hidung. Tube dan salep untuk

pemakaian pada mata kebanyakan dikemas dalam kaleng atau plastik kecil dan

dapat dilipat yang dapat menampung sekitar 1 sampai 5 gram salep. Tube salep

untuk pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5 sampai 30 gram. Botol untuk

salep juga berbeda – beda mulai dari ukuran terkecil ½ ounce sampai 1 pound atau

lebih.
44

3.4.4 Penyimpanan

Botol salep dapat diisi dalam skala kecil oleh seorang ahli farmasi dengan

mengemas sejumlah salep yang sudah ditimbang ke dalam botol dengan memakai

spatula yang fleksibel dan menekannya ke bawah sejajar melalui tepi botol guna

menghindari kemungkinan terperangkapnya udara didalam botol. Mengemas

salep dalam botol perlu diperhatikan bahwa isi sedapat mungkin mendekati bagian

atas botol, tetapi tidak begitu tinggi sampai tutupnya kena salep apabila ditutup.

Salep yang dibuat dengan cara melebur dapat dituangkan langsung kedalam botol

salep untuk dibekukan dalam botol. Hal ini tentunya akan diperoleh hasil akhir

yang lebih bagus. Pembuatan salep dalam skala besar, pengisian sejumlah tertentu

dan salep masuk kedalam botol dengan tekanan. Tube umumnya diisi dengan

bertekanan alat pengisi dan bagian ujung belakang yang terbuka (ujung yang

berlawanan dan ujung tutup) dan tube yang kemudian ditutup dengan segel. Salep

yang dibuat dengan cara peleburan dapat dituangkan langsung kedalam tube.

3.4.5 Distribusi

Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat

memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan

distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.

Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia

untuk memastikan bahwa sumber obat dan/atau bahan obat yang diterima berasal

dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai

peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan risiko obat dan/atau bahan

obat palsu memasuki rantai distribusi resmi.


45

1. Bahan dan obat hendaklah diangkut dengan cara sedemikian rupa sehingga
tidak merusak keutuhannya dan kondisi penyimpanannya terjaga.
2. Perhatian khusus hendaklah diberikan bila menggunakan es kering dalam
rangkaian sistem pendinginan. Di samping itu, tindakan pengamanan
hendaklah memastikan agar bahan atau produk tidak bersentuhan langsung
dengan es kering tersebut, karena dapat berdampak buruk terhadap mutu
produk, misalnya terjadi pembekuan.
3. Bilamana perlu, dianjurkan penggunaan alat untuk memantau kondisi,
misalnya suhu, selama pengangkutan. Hasil pemantauan tersebut hendaklah
dicatat untuk pengkajian.
4. Pengiriman dan pengangkutan bahan atau obat hendaklah dilaksanakan
hanya setelah ada order pengiriman. Tanda terima order pengiriman dan
pengangkutan bahan hendaklah didokumentasikan.
5. Prosedur pengiriman hendaklah dibuat dan didokumentasikan, dengan
mempertimbangkan sifat bahan dan obat yang akan dikirim serta tindakan
pencegahan khusus yang mungkin diperlukan.
6. Wadah luar yang akan dikirim hendaklah memberikan perlindungan yang
cukup terhadap seluruh pengaruh luar serta diberi label yang jelas dan tidak
terhapuskan.
7. Catatan pengiriman hendaklah disimpan, yang menyatakan minimal:
a) Tanggal pengiriman
b) Nama dan alamat pelanggan
c) Uraian tentang produk, misalnya nama, bentuk dan kekuatan sediaan (bila
perlu), nomor bets dan jumlah; dan kondisi pengangkutan dan
penyimpanan.
46

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dari produksi sediaan salep luka bakar dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pada proses produksi sediaan salep luka bakar, alur proses produksi
diawali dengan menentukan formula yang tepat dalam proses produksi
sediaan salep luka bakar oleh tim RnD. Kemudian untuk bahan baku
pada proses pembuatannya yang dibeli dari supplayer, setiap bahan
baku diperiksa terlebih dahulu oleh tim QC (biasanya dipimpin oleh
apoteker) dengan mengambil bahan di gudang penyimpanan,
pemeriksaan yang dilakukan oleh tim QC. Proses produksi harus
melakukan pengecekan kondisi ruangan, peralatan, prosedur
pengolahan, bahan dan hal lain yang diperlukan dalam proses produksi.
Kemudian dilakukan penimbangan, pencampuran, dan Evaluasi lalu
hasil dari proses tersebut di dokumentasi, fungsi dari dokumentasi ini
adalah untuk sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi,
label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi, catatan dan laporan serta
jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan produk analisis berdasarkan kontrak kualifikasi dan validasi
yang dipimpin oleh Apoteker yang berbeda. Tahap akhir apoteker
departemen QA akan memastikan quality (kualitas), efficacy
(efektivitas) dan safety (keamanan) dari produk yang telah di buat oleh
bagian produksi dengan menjamin semua produk sesuai dengan
ketentuan-ketentuan pada CPOB.
2. Komponen sediaan salep luka bakar meliputi bahan aktif, basis salep,
pengawet, pelarut, emulgator dan pelembut. Bahan aktif dalam
formulasi sediaan salep luka bakar ekstrak etanol daun senggani,
ekstrak daun soyogik dan ekstrak daun kelor. Basis salep luka bakar
vaseline kuning, adeps lanae dan vaselin album. Pengawet salep luka
47

bakar metil paraben. Emulgator salep luka bakar cetil alkohol. Pelarut
salep luka bakar paraffin cair dan pelembut lanolin.

3. Pengadaan bahan baku dilakukan oleh bagian PPIC yang dikepalai oleh
Apoteker. Bahan baku yang baru datang dikarantina didalam gudang
bahan baku, bahan baku diterima, bagian QC melakukan pemeriksaan.
Kemudian permintaan produk dilakukan serah terima dari gudang
kepada petugas produksi, lalu hasil produk dikarantina dan di
didstribusikan.

4. a. Alur proses produksi pada pembuatan sediaan salep luka bakar


dimulai dari formulasi, pemesanan bahan, penerimaan bahan,
penimbangan bahan, pencampuran semua bahan, pengemasan barang,
hingga ke pengiriman barang jadi.
b. Evaluasi sediaan salep luka bakar meliputi uji organoleptik, uji
homogenitas, uji pH, daya sebar, viskositas dan daya lekat oleh QC.
c. Pengemasan salep biasanya dikemas dalam botol gelas tidak
berwarna, warna hijau, amber atau biru atau buram dan porselin putih.
Botol plastik juga dapat digunakan. Tube dibuat dari kaleng atau plastik.
d. Penyimpanan sediaan setengah padat harus pula dilindungi dari udara,
cahaya, uap air (lembab) dan panas serta kemungkinan terjadinya
interaksi kimia antara preparat dengan wadah.
e. Distribusi yang baik sebelumnya dilakukannya dokumentasi, fungsi
dari dokumentasi ini adalah untuk sistem informasi manajemen yang
meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi, catatan
dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh
rangkaian kegiatan pembuatan produk. Produk sediaan salep luka bakar
siap untuk diedarkan.
48

4.2 Saran
1. Pada formulasi selanjutnya disarankan untuk melakukan perbaikan
formula dengan penambahan adeps lanae untuk memperbaiki kepadatan
salep.
2. Kepadatan salep perlu diperbaiki dengan cara pengadukan secara terus
menerus sehingga daya sebar salep dapat ditingkatkan.
3. Sebaiknya dilakukan evaluasi Sediaan salep luka bakar dengan
menggunakan metode pelepasan obat dari basis yang dapat dilakukan
dengan metode in-vitro dan metode in-vivo
49

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 1997, Formula Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit, 80-
83,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Anief, M., 2005, Farmasetika, 29-30, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
BPOM RI.2012.Cara Pembuatan Obat yang Baik.Jakarta,Badan POM RI.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depertemen
Kesehatan Republik Indonesia
Dea Puteri Utami Tumigolung. EFEKTIFITAS PENYEMBUHAN LUKA
BAKAR SALEP EKSTRAK ETANOL DAUN SOYOGIK (Sauraia
Bracteosa DC) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR
(Rattus Norvegicus). Jurnal Pharmacon. Vol 8. No. 2. 2019
Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta.
Ditjen POM, (1995), Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.
Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, teori dan filsafat komunikasi.
Bandung : Citra Aditya Bakti
Kaplan NE, Hentz VR. 1992. Emergency Management of Skin and Soft
Tissue Wounds, An Illustrated Guide, LittleBrown. Boston : USA
Kibbe, A.H., (1994), Handbook of Pharmaceutical Excipient, The
Pharmaceutical Press, London.
Lachman, L.., Lieberman H. A., Kanig, J. L.., 1994., Teori dan Praktek
Farmasi Industri, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, edisi III, Universitas
Indonesia, Jakarta, 760-779.
Moenadjat, Yefta. 2003. Luka Bakar : Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Parfitt,K., (1994), Martindale The Complete Drug Reference, 32nd Edition,
Pharmacy Press.
Parrot, L.E., (1971), Pharmaceutical Technologi Fundamental
Pharmaceutics, Burgess Publishing Co, USA
50

Rochmat, A, Nuraini, A, L Dan Kurniasih, S. (2018). Pengenbangan Salep


Luka Bakar Ekstrak Flavonoid Daun Srikaya (Annona Squamosa L).
Scientia Jurnal Farmasi Dan Kesehatan. Vol 8. No 1.
Rowe, R, Shewskey, P., & Quinn, M., 2009, Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 6th, 155-156, Pharmaceutical Press and American Pharmacist
Association, USA
Syamsuhidayat dan Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, 73-87, EGC Press,
Jakarta.
Syamsuri, 2007; Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Tjau, T.H., (2000), Obat-Obat Penting, Edisi V, Depkes RI, Jakarta
Ulfa Zara Izzati. EFEKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA BAKAR SALEP
EKSTRAK ETANOL DAUN SENGGANI (Melastoma malabathricum L)
PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR. Jurnal
UNTAN. Vol 3. No. 1. 2015
Wahyudi. Sediaan Salep Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Sebagai
Penyembuhan Luka Bakar Topikal Pada Kelinci (Oryctolagus Cuniculus).
Jurnal Farmasimed. Vol. 1 No.1. 2018
Wijayantini, R, Cahyaningsih, R Dan Permatasari, A, N. (2018). Efektifitas
Salep Ekstrak Etanol 70% Daun Pandan Wangi Terhadap
Penyenyembuhan Luka Bakar Pada Mencit Putih Janta. Fitofarmaka
Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 8. No 1 Issn 2087-9164.

Anda mungkin juga menyukai