Anda di halaman 1dari 63

GENERAL ANESTHESIA

Oleh:

Muhammad Ilham Novesar


1710312073

Preseptor:
dr. Boy Suzuky, Sp.An

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF RSUP DR. M.


DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ANDALAS 2021
GENERAL ANESTHESIA

Oleh:

Muhammad Ilham Novesar


2040312103

Preseptor:
dr. Boy Suzuky, Sp.An

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF RSUP DR. M.


DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ANDALAS 2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah karena berkat rahmat dan
hidayah-NYA penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “General
Anesthesia”. makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
mengikuti kepaniteraan klinik Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Boy Suzuky, Sp.An selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan
petunjuk dalam penulisan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam


makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak.

Penulis berharap agar makalah ini bermanfaat dalam meningkatkan


pengetahuan serta pemahaman tentang “General Anesthesia” terutama bagi penulis
sendiri dan bagi teman-teman mahasiswa yang tengah menjalani kepaniteraan
klinik di bagian Anestesi.

Padang, Juni 2021

Penulis

iii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1

1.2 Batasan Masalah .............................................................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................. 2

1.4 Metode Penulisan ............................................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3

2. Anestesi .......................................................................................................................... 3

2.1. Definsi Anestesi ............................................................................................................. 3

2.2 Anestesi Umum.............................................................................................................. 4


2.2.1 Definisi Anestesi Umum ......................................................................................... 4
2.2.2 Indikasi Dan Kontraindikasi Anestesi Umum......................................................... 4
2.2.3 Stadium Dan Komponen Anestesi Umum .............................................................. 5
2.2.4 Jenis Anestesi Umum .............................................................................................. 8
2.2.5 Teknik Anestesi Umum........................................................................................... 8
2.2.6 Evaluasi Praoperatif Pada Anestesi Umum........................................................... 11
2.2.7 Persiapan Preoperatif Anestesi Umum.................................................................. 17
2.2.8 Prosedur Dan Monitoring Intra Operatif ............................................................... 28
2.2.9 Monitoring Anestesi Umum .................................................................................. 56

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................... 58

3.1. Kesimpulan ................................................................................................................... 58

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anestesi merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan
keadaan yang menggabungkan antara amnesia, analgesia, dan narkosis untuk
memungkinkan dilakukannya operasi tanpa rasa sakit. Istilah anestesi ini pertama
kali diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846.1 General
anesthesia atau anestesi umum yang ideal dapat menyediakan induksi yang cepat
dan tenang, kehilangan kesadaran yang dapat diprediksi, kondisi intraoperatif yang
stabil, efek samping yang minimal, serta pemulihan refleks proteksi dan fungsi
psikomotor yang cepat dan lancar.2
Anestesi umum merupakan salah satu teknik anestesi yang menyebabkan
terjadinya perubahan keadaan fisiologis yang reversible seperti kehilangan
kesadaran, analgesia, imobilitas, dan amnesia. Teknik anestesi umum sering
dilakukan pada operasi-operasi mayor dan pada operasi yang bersifat life saving
yang tidak mungkin dilakukan tanpa anestesi umum. Teknik ini dapat digunakan
untuk operasi pada region tubuh manapun, seperti operasi pada bagian abdomen,
toraks, maupun otak. Diperkirakan sekitar puluhan juta pasien mendapatkan
anestesi umum dalam proses terapinya setiap tahunnya. Terdapat tiga komponen
utama pada anestesi umum yaitu hilangnya kesadaran, analgesia, dan relaksasi
otot.1
Anestesi umum akan meningkatkan aktivitas neurotransmitter inhibitorik
dan menurunkan aktivitas neurotransmitter eksitatorik yang dapat menyebabkan
terjadinya depresi yang meluas pada otak. Keadaan yang terjadi akibat administrasi
obat anestesi umum ke dalam tubuh meliputi hilangnya kesadaran, amnesia,
analgesia, dan imobilitas, dimana masing-masing keadaan ini dimediasi oleh efek
pada reseptor neurotransmitter dan neuron yang berbeda-beda. Anestesi umum juga
memiliki beberapa efek samping yang dapat membuat pasien tidak nyaman setelah
operasi seperti kejadian mual, muntah, nyeri, agitasi, delirium, obstruksi jalan
napas, dan hipotermia.3,4

1
Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasan dan
pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama operasi. Tahapan pada anestesi umum
meliputi induksi, maintenance, dan pemulihan.1 Anestesi memiliki peran penting
dalam pelayanan kesehatan dan mempengaruhi dampak signifikan pada kesehatan
global dan beban penyakit global.5

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas mengenai anestesi umum secara keseluruhan.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
mengenai anestesi umum.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literatur berupa buku teks, jurnal, dan makalah ilmiah.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. Anestesi
2.1. Definsi Anestesi
Istilah anestesi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata “an” (tidak,
tanpa) dan “aesthetos” (persepsi, kemampuan untuk merasa). Secara umum,
anestesi dapat diartikan sebagai suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa
sakit pada tubuh. Cabang dari berbagai ilmu yang mendasari berbagai tindakan
meliputi pemberian anestesi maupun pemberian analgesik, pengawasan
keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan lainnya,
pemberian bantuan hidup dasar, perawatan intensif pasien gawat (emergensi), terapi
inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun, disebut dengan “anestesiologi”.6
Terminologi anestesi pertama kali digunakan oleh Oliver Wendell Holmes
pada tahun 1864 sebagai sebutan untuk amnesia, analgesia, dan narkosis sehingga
memungkinkan operasi tanpa nyeri. Perkembangan ilmu anestesi dimulai pada
pertengahan abad ke-19 dan semakin maju pada abad berikutnya. Dahulunya,
peradaban kuno menggunakan opium poppy, daun koka, akar mandrak (dudaim,
genus Mandragora), alkohol, dan bahkan melakukan flebotomi untuk
menidaksadarkan pasien sehingga memungkinkan ahli bedah untuk mengoperasi.1,5
Pelaksanaan anestesi pada suatu operasi pada prinsipnya memiliki beberapa
tahapan diantaranya pra anestesi yang mencakup persiapan fisik dan mental pasien,
perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada hari operasi, dan
premedikasi, kemudian tahapan anestesi dan pemeliharaan, serta tahap pemulihan
dan perawatan pasca anestesi.6
Berbagai aspek praktik kedokteran yang termasuk dalam cakupan
anestesiologi adalah:1
1. Asesmen, konsultasi, dan persiapan pasien untuk anestesi
2. Mengurangi dan mencegah nyeri selama operasi
3. Monitoring dan menjaga fisiologis pasien agar tetap normal selama
perioperatif dan periprosedural

3
4. Manajemen pasien yang kritis
5. Tatalaksana nyeri akut, kronik, dan nyeri akibat kanker
6. Manajemen perawatan paliatif pasien
7. Resusitasi jantung, paru, dan neurologi
8. Evaluasi fungsi respirasi

2.2 Anestesi Umum


2.2.1 Definisi Anestesi Umum
Anestesi umum merupakan suatu istilah kolektif yang digunakan untuk
beberapa respon farmakologi kompleks yang meliputi amnesia, kehilangan
kesadaran, dan imobilitas yang diinduksi oleh golongan obat anestetik umum.1
Anestesi umum dapat diartikan sebagai suatu tindakan meniadakan nyeri secara
sentral yang disertai dengan hilangnya kesadaran yang aman, reversible,
mengoptimalkan respon fisiologis, dan menciptakan keadaan operasi yang
kondusif. Anestesi umum memiliki tiga komponen yaitu hilangnya kesadaran,
analgesia, dan relaksasi otot.5
Anestesi umum bekerja di sistem saraf pusat dan mampu memberikan efek
analgesia (hilangnya rasa nyeri) atau efek anestesia (analgesia yang disertai
hilangnya kesadaran). Anastesi umum menimbulkan efek anestesia pada seluruh
tubuh sehingga dapat digunakan untuk operasi di region tubuh manapun, misalnya
pada abdomen, toraks, dan otak. Teknik anestesi umum digunakan pada operasi
yang membutuhkan relaksasi dalam untuk periode waktu yang lama, operasi yang
menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah yang banyak atau yang mengganggu
jalan napas, dan operasi pada pasien yang tidak kooperatif. Teknik anestesi umum
sering dilakukan pada operasi-operasi mayor, seperti operasi jantung, prosedur knee
and hip replacement, dan berbagai tipe operasi untuk menatalaksana kanker.
Sebagain besar operasi tersebut bersifat life saving dan tidak mungkin dilakukan
tanpa anestesi umum.3,7

2.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi Umum


Indikasi dari anestesi umum adalah:7
1. Operasi di sekitar kepala, leher, intra torakal, dan intra abdomen
2. Pada bayi atau anak-anak

4
3. Pasien gelisah, tidak kooperatif atau disorientasi gangguan jiwa
4. Pembedahan lama
5. Pembedahan luas atau ekstensif
6. Memiliki riwayat alergi terhadap anestesi lokal
7. Pasien yang memilih anestesi umum
Kontraindikasi dari anestesi umum adalah:7
1. Gangguan kardiovaskular yang berat
2. Hipertensi berat atau tidak terkontrol (Tekanan Darah Diastolik/ TDD
>110 mmHg)
3. Diabetes yang tidak terkontrol
4. Infeksi akut
5. Sepsis
Secara umum, kontraindikasi dari anestesi umum dikelompokkan menjadi
kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut dari
anestesi umum yaitu (a) Dekompresi kordis derajat III-IV, dan (b) AV blok derajat
II-total (tidak ada gelombang P). Sedangkan untuk kontraindikasi relatif dari
anestesi umum adalah (a) Hipertensi berat/ tidak terkontrol (Tekanan Darah
Diastolik/ TDD >110 mmHg), (b) Diabetes mellitus yang tidak terkontrol, (c)
Infeksi akut, (d) Sepsis, (e) GNA.7

2.2.3 Stadium dan Komponen Anestesi Umum


Guedel, pada tahun 1937 mengklasifikasikan stadium anestesi berdasarkan
efek eter, dimana pengklasifikasian ini disebut dengan klasifikasi Guedel.2
Klasifikasi Guedel meliputi:2
1. Stadium I (analgesia)
Stadium ini dimulai dari saat pemberian obat anestesi sampai hilangnya
kesadaran, yang ditandai dengan hilangnya refleks bulu mata. Pada stadium
ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesia (hilangnya
rasa sakit). Pada pembedahan ringan seperti pencabutan gigi dan biopsi
kelenjar, tindakan dapat dilakukan pada stadium ini.
2. Stadium II (delirium/ eksitasi, hiper refleksi)
Pada stadium ke-II, timbul eksitasi dan delirium setelah kesadaran
hilang. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang
involunter (tidak menurut kehendak), pasien tertawa, berteriak, menangis,
5
pernapasan tidak teratur, pernapasan jadi ireguler kadang-kadang apnea dan
hiperpnea, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan
inkontinensia alvi, muntah, serta terjadi aritmia dan dilatasi pada pupil.
3. Stadium III (pembedahan)
Stadium ini dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan
spontan hilang. Pada stadium ini, otot skeletal akan refleks dan pernapasan
jadi teratur sehingga pembedahan dapat dinilai. Stadium pembedahan ini
dibagi menjadi 4 plana, yaitu:
a. Plana 1: mata berputar kemudian terfiksasi
Pernapasan teratur dan spontan, dada dan perut seimbang, terjadi
gerakan bola mata yang involunter, pupil miosis, refleks cahaya ada,
lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, serta relaksasi
otot lurik yang sempurna belum tercapai.
b. Plana 2: refleks kornea dan refleks laring hilang
Pernapasan teratur dan spontan, perut dan volume dada tidak menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak dan terfiksasi ditengah,
pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang dan
refleks laring hilang, sehingga pada tahap plana 2 ini tindakan intubasi
dapat dilakukan.
c. Plana 3: dilatasi pupil dan refleks cahaya hilang
Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan
peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot
semakin menurun).
d. Plana 4: kelumpuhan otot interkostal dan pernapasan menjadi dangkal
Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total,
pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani tidak
ada, refleks kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot luriksempurna
(tonus otot sangat menurun).
4. Stadium IV (paralisis medulla oblongata)
Pada stadium ini, anestesi menjadi terlalu dalam, terjadi depresi berat
pada semua sistem tubuh, termasuk batang otak. Stadium ini dimulai dengan
melemahnya pernapasan perut dibandingkan pada stadium III plana 4.
Tekanan darah tidak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya
6
terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat
diatasi dengan pernapasan buatan.

Teknik anestesi umum memiliki beberapa komponen, yaitu:2


1. Hipnosis : hilangnya kesadaran
2. Analgesia : hilangnya rasa sakit
3. Arefleksia : hilangnya refleks motorik tubuh sehingga memungkinkan
imobilisasi pasien
4. Relaksasi otot : memfasilitasi intubasi endotrakeal dan memudahkan
prosedur pembedahan
5. Amnesia : hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur
pembedahan

Anestesi umum sebagai salah satu teknik anestesi yang sering digunakan,
memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan.
Keuntungan dari anestesi umum diantaranya:
1. Mencegah ansietas pasien selama operasi berlangsung karena pasien tidak
sadar
2. Efek dari amnesia yang meniadakan memori buruk pasien akibat ansietas
dan berbagai kejadian intraoperatif sehingga kemungkinan trauma
psikologis pada pasien dapat dihindari
3. Memungkinkan dilakukannya prosedur pembedahan yang membutuhkan
waktu yang lama
4. Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien

Sedangkan kerugian yang dapat terjadi pada anestesi umum adalah:


1. Sangat mempengaruhi fisiologis tubuh karena semua regulasi tubuh
menjadi tumpul dibawah anestesi umum
2. Memerlukan pemantauan yang lebih holistik dan rumit
3. Tidak dapat mendeteksi gangguan sistem saraf pusat
4. Risiko komplikasi paska bedah lebih besar
5. Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama

7
2.2.4 Jenis Anestesi Umum
Anestesi umum memeiliki beberapa jenis diantaranya anestesi intravena,
anestesi inhalasi, dan anestesi kombinasi.
1. Anestesi intravena
Anestesi intravena adalah anestesi umum yang dilakukan dengan
menyuntikkan obat anestesi secara parenteral langsung ke dalam pembuluh
darah.2
2. Anestesi inhalasi
Anestesi inhalasi adalah jenis anestesi umum yang dilakukan dengan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan
yang mudah menguap melalui alat/ media anestesi langsung ke dalam udara
inspirasi.1
3. Anestesi kombinasi
Anestesi kombinasi adalah teknik anestesi dengan menggunakan kombinasi
obat-obatan baik antara obat-obatan anestesi intravena dengan obat-obatan
anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum dengan anestesi
regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal.2

2.2.5 Teknik Anestesi Umum


Anestesi umum dapat dilakukan dengan beberapa teknik, diantaranya:1,5
1. Total Intravenous Anesthesia (TIVA)
Total Intravenous Anesthesia merupakan salah satu teknik anestesi
dimana obat anestesinya diberikan hanya melalui intravena. Teknik TIVA
ini dapat dilakukan dengan indikasi:
a. Obat tunggal atau kombinasi untuk anestesi pembedahan singkat
b. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan sistem saraf pusat
Teknik pemberian obat anestesi menggunakan TIVA ini ada beberapa
cara, diantaranya dengan suntikan tunggal untuk operasi singkat, suntikan
berulang sesuai kebutuhan, dan diteteskan lewat infus.
Total Intravenous Anesthesia mempunyai beberapa kelebihan seperti
dapat dikombinasikan dan dapat dititrasi dalam dosis yang lebih akurat
dalam pemakaiannya, tidak mengganggu jalan napas pada pasien, serta
mudah untuk dilakukan.

8
2. Anestesi umum dengan face mask (sungkup muka)
Pemakaian face mask pada anestesi umum memungkinkan untuk
memasukkan gas-gas anestesi dari sistem pernapasan ke pasien tanpa
adanya kontak alat dengan trakea. Sungkup muka dapat terbuat dari karet
atau plastik. Mask yang transparan akan memudahkan untuk dilakukannya
pemantauan pada mulut pasien untuk mengetahui ada atau tidaknya muntah
atau sekresi.
Teknik ini dapat dilakukan pada tindakan yang singkat (0,5-1 jam)
tanpa membuka rongga perut, keadaan umum pasien cukup baik (status fisik
ASA I atau ASA II), dan lambung pasien harus kosong sebelum teknik ini
dilakukan.
3. Anestesi umum dengan intubasi Endotracheal Tube (ETT)
Merupakan suatu teknik anestesi umum yang diikuti dengan pemberian
ventilasi mekanik dengan menggunakan Endotracheal Tube (ETT).
Teknik ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
a. Pengamanan total pada jalan napas (terutama jika menggunakan cuf
Memudahkan dalam pengisapan sekret
Namun, disamping itu teknik anestesi umum dengan intubasi ETT juga
memiliki beberapa kekurangan, diantaranya:
a. Invasif dan dapat menyebabkan traumatik pada pasien, dimana jalan
napas yang hiper reaktif dapat mencetuskan terjadinya asma
b. Penempatan selang ETT yang terlalu dalam dapat menyebabkan
endobronchial intubation sehingga terjadi atelektasis satu paru
Teknik anestesi umum dengan intubasi ETT dapat menimbulkan
beberapa komplikasi.
a. Spasme laring (laringospasme)
Laringospasme dapat terjadi akibat adanya rangsangan nosiseptif pada
ujung saraf saluran napas terutama disekitar laring akibat anestesi yang
tidak adekuat.
b. Bradikardi
Terjadi akibat tertekannya saraf aferen vagus yang berujung di jantung
sehingga dapat menyebabkan bradikardi.
4. Anestesi umum dengan insersi Laryngeal Mask Airway (LMA)

9
Merupakan teknik anestesi umum yang diikuti dengan pemberian
ventilasi mekanik dengan menggunakan Laryngeal Mask Airway.
Teknik ini memiliki beberapa indikasi dan kontraindikasi, yaitu:
a. Indikasi anestesi umum dengan insersi LMA
- Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ETT
untuk airway management. Tetapi perlu diingat, bahwa LMA
bukanlah suatu pengganti ETT ketika pemakaian ETT menjadi
suatu indikasi
- Pada penatalaksanaan difficult airway yang diketahui atau yang
tidak diperkirakan
- Untuk airway management selama resusitasi pada pasien yang
tidak sadarkan diri
b. Kontraindikasi anestesi umum dengan insersi LMA
- Pasien-pasien dengan risiko aspirasi isi lambung (penggunaan
pada emergensi menjadi pengecualian)
- Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernapasan,
karena seal yang bertekanan rendah pada cuff LMA akan
mengalami kebocoran pada tekanan inspirasi tinggi dan akan
terjadi pengembangan lambung. Tekanan inspirasi puncak harus
dijaga kurang dari 20cm H2O untuk meminimalisir kebocoran
cuff dan pengembangan lambung
- Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik
jangka waktu lama
- Pasien-pasien dengan refleks jalan napas atas yang intack karena
insersi. Hal ini disebabkan karena keadaan ini dapat memicu
terjadinya laringospasme
Teknik anestesi umum dengan insersi LMA ini dapat menjadi
pilihan karena memiliki keuntungan yaitu teknik ini tidak melewati pita
suara sehingga kurang iritatif dan traumatik terhadap saluran napas pasien.
Namun, pada teknik anestesi umum dengan insersi LMA ini jalan napas tak
sepenuhnya dapat terlindungi serta tidak dapat dilakukan pemasangan pipa
nasogastrik karena esofagus terhalang oleh LMA.

10
2.2.6 Evaluasi Praoperatif Pada Anestesi Umum
Evaluasi preoperatif merupakan suatu pengkajian secara keseluruhan
terhadap fungsi pasien yang meliputi fungsi fisik, biologis, dan psikologis untuk
mencapai keberhasilan operasi. Tahapan preoperatif dimulai pada keputusan awal
akan dilakukannya intervensi bedah, efektif dilakukan 1-2 hari sebelum operasi,
dan berakhir ketika pasien dikirim ke ruang operasi.8
Evaluasi preoperatif berfungsi sebagai acuan dalam perencanaan teknik
anestesi. Evaluasi preoperatif yang efektif terdiri dari riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik, yang wajib mencakup riwayat pengobatan pasien terbaru,
riwayat alergi, dan riwayat anestesi sebelumnya. Selanjutnya, pemeriksaan
penunjang seperti hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, atau
1
konsultasi dari bidang kedokteran lainnya juga harus dievaluasi. Tahapan
preoperatif yang tidak memadai serta persiapan yang tidak adekuat dapat
menimbulkan akibat seperti penundaan, pembatalan, komplikasi, serta
peningkatan biaya operasi. Pemulihan yang baik membutuhkan rehabilitasi yang
baik juga seperti penghentian merokok, suplementasi nutrisi, olahraga, dan
penyesuaian obat-obatan.1
Tujuan dari evaluasi preoperatif adalah untuk mengidentifikasi pasien yang
harus mendapatkan tatalaksana medis tertentu agar memiliki hasil yang baik setelah
operasi. Evaluasi preoperatif dapat mengubah rencana teknik anestesi yang
direncanakan sebelumnya. Tujuan lain dari evaluasi preoperatif yaitu untuk
memberi tahu pasien mengenai risiko dan manfaat dari teknik anestesi yang
direncanakan. Evaluasi preoperatif memberikan kesempatan bagi dokter anestesi
untuk menjelaskan rencana anestesi kepada pasien termasuk rencana post operatif,
memberikan dukungan psikososial terhadap pasien, dan memperoleh persetujuan
anestesi dari pasien.1
Pasien yang telah dievaluasi akan dikelompokkan ke dalam klasifikasi
American Society of Anesthesiologist (ASA). Sistem klasifikasi ini tidak hanya
menilai risiko perioperatif, tetapi juga mempertimbangkan faktor lain, seperti jenis
operasi, kelemahan fisik, serta keadaan yang mempengaruhi.

Contoh yang termasuk pada orang dewasa, tapi


Klasifikasi Definisi tidak terbatas pada:

11
Pasien sehat dan Sehat, tidak merokok, atau penggunaan alkohol
ASA I normal yang minimal
Hanya penyakit ringan tanpa gangguan fungsional.
Pasien dengan Contohnya perokok aktif, pecandu alkohol, ibu
ASA II penyakit sistemik hamil, obesitas (30<BMI<40), DM/HT terkontrol,
ringan penyakit paru ringan
Adanya gangguan fungsional; satu atau lebih
penyakit sedang sampai berat. Contoh DM/HT tidak
terkontrol, PPOK, obesitas (BMI ≥40), hepatitis
aktif, ketergantungan/ penyalahgunaan alkohol,
Pasien dengan pasien dengan implant pacemaker, penurunan fraksi
ASA III penyakit sistemik ejeksi moderat, pasien ESRD yang rutin dialisis,
berat bayi prematur dengan Postconceptional Age <60
minggu, riwayat infark miokard, Cardiovascular
Accident (CVA), Transient Ischemic Attack (TIA),
Coronary Artery Disease (CAD) >3 bulan
Contoh (tapi tidak terbatas pada): riwayat infark
Pasien dengan miokard, Cardiovascular Accident (CVA),
penyakit sistemik Transient Ischemic Attack (TIA), Coronary Artery
ASA IV berat yang Disease (CAD) <3 bulan, sedang mengalami
mengancam iskemia jantung atau gangguan katup berat, sepsis,
kehidupan DIC, penyakit ginjal akut atau ESRD yang tidak
melakukan dialisis secara teratur
Pasien terminal Contoh (tapi tidak terbatas pada): rupture aneurisma
yang diduga tidak torakal/ abdominal, trauma masif, perdarahan
dapat bertahan intrakranial dengan adanya massa, iskemik usus
tanpa dilakukan akibat penyakit jantung signifikan atau disfungsi
ASA V operasi multipel organ
ASA VI Pasien yang
dinyatakan mati
otak yang
organnya

12
digunakan untuk
donor
*Penambahan “E” menunjukkan operasi darurat: Kegawatdaruratan di
definisikan sebagai ada bila penundaan dalam pengobatan pasien akan
menyebabkan peningkatan ancaman yang signifikan terhadap kehidupan atau
bagian tubuh)

Tabel 1. Klasifikasi American Society of Anesthesiologist (ASA)9

Berikut komponen-komponen dalam penilaian preoperatif:1,5


1. Anamnesis
Tahapan pertama dari evaluasi praoperatif adalah anamnesis. Pada saat
anamnesis ada beberapa hal yang harus ditanyakan, yaitu:10
a. Identitas pasien (nama, umur, alamat, dan pekerjaan)
b. Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita oleh pasien yang
mungkin dapat menjadi penyulit dalam anestesi seperti: asma, diabetes
mellitus, alergi, penyakit jantung dan kelainan kardiovaskular, stroke,
hipertensi, penyakit hati, penyakit ginjal, kejang, batuk pilek, dan
demam.
c. Riwayat obat-obatan yang sedang atau telah digunakan dan mungkin
dapat menimbulkan interaksi dengan obat-obatan anestesi
d. Riwayat operasi dan anestesi sebelumnya, berapa kali dan selang
waktunya, apakah ada penyulit saat dilakukan intubasi, serta apakah
pasien mengalami komplikasi pada saat itu
e. Kebiasaan buruk sehari-hari yang dapat mempengaruhi jalannya
anestesi misalnya merokok, alkohol, obat-obat penenang atau narkotik
2. Pemeriksaan fisik
Hal-hal yang dinilai pada pemeriksaan fisik adalah:
a. Tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, frekuensi napas)
b. Tinggi badan dan berat badan untuk memperkirakan dosis obat, terapi
cairan yang diperlukan dan jumlah urin selama pembedahan dan pasca
pembedahan
c. Pemeriksaan Rule of Thumb

13
Airway: evaluasi jalan napas, apakah bebas atau ada sumbatan
Breathing: periksa frekuensi napas, pola pernapasan, simetris atau
tidak
Blood: periksa perfusi pada akral, tekanan darah, dan denyut nadi,
tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskular; dispnea atau
ortopnea, sianosis, maupun hipertensi
Brain: periksa keadaan umum dan kesadaran pasien (non-trauma),
pada pasien dengan trauma kapitis periksa tingkat kesadaran dengan
menggunakan Glassglow Coma Scale (GCS) atau bisa dengan
parameter lain yaitu menggunakan AVPU
Variabel Nilai
Respon Membuka Spontan 4
Mata (E) Terhadap stimulus
suara 3
Terhadap stimulus
nyeri 2
Tidak ada respon 1
Berorientasi 5
Bicara
Respon Verbal membingungkan 4
(V) Kata-kata tidak
teratur 3
Rintihan suara 2
Tidak ada respon 1
Respon Motorik Menuruti perintah 6
(M) Melokalisir nyeri 5
Fleksi normal
(menjauhi
stimulus nyeri) 4
Fleksi abnormal
(dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon 1

14
Tabel 2. Glassglow Coma Scale

Bladder dan bowel: periksa apakah terdapat kelainan BAK dan


BAB, mulai dari frekuensi hingga jam terakhir pasien BAK dan
BAB
Bone: periksa apakah terdapat farktur dan udem
d. Pemeriksaan abdomen untuk menilai adanya distensi, massa, asites yang
dapat membuat tekanan intraabdominal meningkat sehingga dapat
menyebabkan regurgitasi
e. Hal-hal yang menjadi penyulit intubasi, seperti penggunaan gigi palsu,
gigi yang longgar dan sumbing harus dicatat, adanya mikronagnatia
(jarak pendek antara dagu dan tulang hyoid), gigi seri bagian atas yang
menonjol, lidah besar, jangkauan gerak sendi temporomandibular
terbatas atau leher pendek.

Gambar 1. Anatomi Rongga Mulut

Klasifikasi Keterangan Gambar


Kelas 1 Terlihat: pilar,uvula,palatum
durum, palatum mole

15
Kelas 2 Terlihat: uvula, palatum,
durum, palatum mole

Kelas 3 Terlihat: palatum durum,


palatum mole

Kelas 4 Terlihat: palatum durum,


palatum mole tidak terlihat
sama sekali

Tabel 3. Klasifikasi kelas intubasi

3. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang wajib dilakukan mencakup darah rutin,
elektrolit, dan kimia klinik. Hal ini penting untuk persiapan preoperatif
seperti ketersediaan darah pada pasien dengan Hb rendah, atau bahkan bisa
untuk penjadwalan ulang operasi untuk mengkoreksi dulu nilai-nilai yang
masih tidak dalam rentang normal. Pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan sesuai kondisi pasien, seperti USG, foto toraks, EKG, CT-Scan,
dan lain sebagainya.5
a. Hematologi: hemoglobin, leukosit, trombosit, hematokrit
b. Hemostasis: PT, APTT
16
c. Kimia klinik: protein total, albumin, globulin, bilirubin, kalsium,
ureum, kreatinin, GDS, SGOT, SGPT
d. Elektrolit: natrium, kalium, dan klorida
e. Urine: protein, reduksi, sedimen urin
f. Rontgen toraks
g. EKG: terutama pada pasien diatas 40 tahun karena ditakutkan adanya
iskemik miokard
h. Spirometri dan bronkospirometri pada pasien dengan tumor paru

2.2.7 Persiapan Preoperatif Anestesi Umum


Langkah selanjutnya adalah persiapan preoperatif yang bertujuan untuk
mempersiapkan pasien, baik psikis maupun fisik pasien agar pasien siap dan
optimal untuk menjalani prosedur anestesia dan diagnostik atau pembedahan yang
akan direncanakan.9
1. Persiapan di poliklinik dan di rumah untuk pasien rawat jalan
a. Persiapan psikis
Persiapan psikis bertujuan untuk menenangkan pasien dan keluarga
pasien. Berikan penjelasan kepada pasien dan atau keluarganya agar
mengerti perihal rencana anestesi pembedahan yang direncanakan
sehingga dengan demikian diharapkan pasien dan keluarganya bisa
merasa tenang.
b. Persiapan fisik
Menginformasikan dan menginstruksikan pasien untuk melakukan:
- Menghentikan kebiasaan-kebiasaan seperti merokok, meminum
minuman keras dan obat-obatan tertentu minimal 2 minggu
sebelum anestesi atau minimal dimulai sejak pertama kali di
poliklinik
- Melepas segala macam protesis dan aksesoris
- Tidak menggunakan kosmetik seperti cat kuku atau cat bibir
- Puasa dengan aturan sebagai berikut:

Usia Makanan padat, susu Cairan jernih tanpa


formula/ ASI partikel

17
<6 bulan 4 jam 2 jam

6-36 bulan 6 jam 3 jam

>36 bulan 8 jam 3 jam

Tabel 4. Rekomendasi puasa

- Diharuskan agar pasien ditemani oleh salah satu keluarga atau


orangtua atau teman dekatnya untuk menjaga kemungkinan
penyulit yang tidak diinginkan
- Membuat surat persetujuan medik
- Mengganti pakaian yang dipakai dari rumah dengan pakaian
khusus kamar operasi

1. Persiapan di ruang perawatan


a. Persiapan psikis
§ Berikan penjelasan kepada pasien dan atau keluarga agar mengerti
perihal rencana anestesi dan pembedahan yang direncanakan
sehingga dengan demikian diharapkan pasien dan keluarga bisa
tenang
§ Berikan obat sedatif pada pasien yang menderita stres yang
berlebihan atau pada pasien yang tidak kooperatif, misalnya pada
pediatrik
§ Pemberian obat sedatif dapat dilakukan secara:
- Oral, diberikan pada malam hari menjelang tidur dan pada pagi
hari, 60-90 menit sebelum ke IBS
- Per rektal (khusus pasien pediatrik) pada pagi hari sebelum ke IBS
b. Persiapan fisik
- Menghentikan kebiasaan-kebiasaan seperti merokok, minuman
keras dan obat-obatan tertentu minimal 2 minggu sebelum

18
anestesi atau minimal dimulai sejak evaluasi pertama kali di
poliklinik
- Melepas segala macam protesis dan aksesoris
- Tidak menggunakan kosmetik seperti cat kuku atau cat bibir
- Puasa dengan aturan sebagai berikut:

Makanan padat, susu Cairan jernih tanpa


Usia formula/ ASI partikel

<6 bulan 4 jam 2 jam

6-36 bulan 6 jam 3 jam

>36 bulan 8 jam 3 jam

Tabel 5. Rekomendasi puasa

- Pasien dimandikan pagi hari menjelang ke kamar bedah,


pakaian diganti dengan pakaian khusus kamar bedah dan kalau
perlu pasien diisi label
- Membuat surat persetujuan tindakan medik
- Persiapan lain yang bersifat khusus pra-anestesia seperti
transfusi, dialisis, fisioterapi dan lainnya sesuai dengan prosedur
tetap tatalaksana masing-masing penyakit yang diderita pasien
2. Persiapan di ruang persiapan Instalasi Bedah Sentral (IBS)
a. Di kamar persiapan dilakukan:
- Evaluasi ulang status pasien dan catatan medik pasien serta
perlengkapan lainnya
- Konsultasi ditempat apabila diperlukan
- Ganti pakaian dengan pakaian khusus kamar operasi
- Memberikan premedikasi
- Memasang infus

19
b. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi,
untuk mencegah semua penyulit yang dapat timbul selama dan sesudah
anestesi maupun pembedahan, membantu induksi anestesi,
pemeliharaan, dan masa pemulihan yang baik.10 Tujuan dari
premedikasi yaitu:
Mengurangi rasa cemas, memberikan efek sedasi psikis dan amnesia
(diazepam, alprazolam, dan midazolam)
Memberikan efek analgesia dan memudahkan induksi (morfin,
petidin, fentanil, sufentanil, alfentanil, dan remifentanil)
• Memberikan efek antisialoque (sulfas atropin, glikopirolat, dan
skopolamin)
• Mencegah terjadinya risiko aspirasi lambung dengan mengurangi cairan
lambung dan menaikkan pH cairan lambung (ranitidin, antasida, dan
PPI)
• Mencegah Postoperative Nausea and Vomiting (PONV), misalnya
ondansetron, tropisetron, granisetron, ramosetron, dan metoklopramid
• Mencegah reaksi alergi (deksametason)
• Mencegah refleks yang tidak diinginkan (lidokain)
• Sebagai profilaksis seperti untuk mencegah infeksi, mencegah trombosis
vena dalam, mencegah gagal ginjal, dan mencegah komplikasi jantung
• Mengurangi sekresi saluran napas
• Menyebabkan amnesia

Reaksi saraf simpatis terhadap rasa takut atau nyeri tidak dapat
disembunyikan oleh pasien. Rasa takut atau nyeri akan mengaktifkan saraf
simpatis untuk menimbulkan perubahan dalam berbagai derajat yang
mengenai setiap sistem dalam tubuh. Banyak dari perubahan ini disebabkan
oleh suplai darah ke jaringan, sebagian karena stimulasi eferen simpatis
yang ke pembuluh darah dan sebagian karena meningkatnya katekolamin
dalam sirkulasi. Impuls adrenergik dari rasa takut timbul di korteks serebri
dan dapat ditekan dengan tidur atau dengan sedatif yang mencegah
kemmpuan untuk menjadi takut bila ada penyebab takut yang sesuai. Tanda

20
akhir dari reaksi adrenergik terhadap rasa takut adalah meningkatnya detak
jantung dan tekanan darah.12
Premdikasi harus diberikan berdasarkan keadaan psikis dan fisiologis
pasien yang ditetapkan setelah kunjungan anestesi dilakukan. Dengan
demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus
selalu memperhitungkan baik itu umur pasien, berat badan, derajat
kecemasan, riwayat anestesi sebelumnya (terutama pada anak), riwayat
reaksi terhadap obat premedikasi sebelumnya (bila pasien pernah
dianestesi sebelumnya), riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang
kemungkinan dapat mempengaruhi jalannya anestesi (misalnya MAO
inhibitor, kortikosteroid, antibiotik tertentu), perkiraan lama operasi,
jenis operasi (terencana, darurat pasien rawat inap atau rawat jalan),
maupun rencana obat anestesi yang akan digunakan.

Jenis-jenis obat premedikasi5,7,9

1) Memberikan efek analgesia


(opioid)
• Morfin
- Dosis morfin untuk premedikasi: 0,05-0,2 mg/kgBB IM,
dosis anestesi intraoperatif 0,1-1 mg/kgBB IM dan 0,03-
0,15 mg/kgBB IV.
- Onset kerja morfin: 15-30 menit (IM dan IV), mencapai
puncak 45-90 menit dengan durasi kerja selama 4 jam.
- Dapat digunakan sebagai analgetik, euphoria, dan sedasi.
- Gejala lain setelah pemberian morfin dapat berupa mual,
muntah, kekeringan pada mulut, dan gatal.

• Fentanil
Merupakan agonis opioid sintetik yang strukturnya mirip
dengan meperidin dan memiliki efek analgesik 75-125 kali lebih
poten dibandingkan morfin. Fentanil lebih larut di dalam lemak
dibandingkan morfin sehingga onsetnya lebih cepat.

21
- Dosis fentanil: 2-150 µg/kgBB IV (anestesi intraoperatif),
0,5-1,5 µg/kgBB IV (analgesia postoperatif).
- Onset kerja dalam waktu 5 menit dengann durasi kerja
selama 30 menit-1 jam.

• Sufentanil
Merupakan analog thenyl dari fentanil. Kekuatan analgetik dari
sufentanil adalah 5-10 kali dari fentanil. Efek samping
yang biasa terjadi adalah spasme otot skeletal pada pemberian
injeksi intratekal.
- Dosis untuk premedikasi: 2-5 µg/kgBB IV, 0,25-30
µg/kgBB IV untuk anestesi intraoperatif.
- Onset kerja dalam waktu 1-2 menit dengan durasi kerja
selama 15 menit.
2) Mengurangi sekresi saliva (Antisialoque)
Antikolinergik dapat diberikan untuk mencegah hipersalivasi yang
disebabkan oleh obat anestesi lokal pada jalan napas atas. Selain itu,
antikolinergik juga memiliki efek sebagai vagolitik dan mengurangi
sekresi cairan lambung. Indikasi khusus antikolinergik sebelum
operasi adalah antisialoque dan sedasi serta amnesia.

o Atropin
- Dosis premedikasi: 0,01-0,02 mg/kgBB (IV atau IM) hingga
pada dosis dewasa yang umum sekitar 0,4-0,6 mg/kgBB (IV).
- Onset kerja dalam waktu 1 menit dengan durasi kerja atropin
selama 30-60 menit.

3) Mencegah mual dan muntah postoperatif (5-HT3 Reseptor


Antagonis)
o Ondensatron
- Dosis: 0,15 mg/kgBB per oral dan 0,05-0,15 mg/kgBB IV
diberikan 30 menit sebelum operasi.
- Onset kerja dalam waktu 1-1,5 jam secara oral dan 30-60
menit secara IV dengan durasi selama 3-4 jam.
22
- Indikasi: profilaksis mual dan muntah.
- Efek samping: sakit kepala mengantuk dan gangguan saluran
cerna.
4) Mencegah reaksi alergi
Salah satu obat pemicu alergi adalah obat-obatan anestesi walaupun
hal ini jarang terjadi, namun jika terjadi alergi memiliki reaksi yang
fatal. Obat anestesi yang biasa menyebabkan alergi (petidin,
propofol, atracurium) memiliki mekanisme kerja yang
menyebabkan pelepasan histamin sehingga menimbulkan reaksi
alergi. Salah satu obat yang biasa digunakan untuk mencegah
terjadinya reaksi alergi adalah antihistamin atau kortikosteroid
seperti deksametason.
o Deksametason
Merupakan golongan kortikosteroid sintetik turunan dari
prednisolon dan isomer dari betametason.
- Dosis deksametason sebagai antiinflamasi: 0,75 mg setara
dengan 20 mg kortisol, 0,25 mg/kgBB apabila diberikan
secara IV
- Durasi kerja: 36-72 jam
- Dapat digunakan juga untuk mengobati edema laringeal
post intubasi dengan dosis 0,1-0,2 mg/kgBB IV.
5) Mencegah aspirasi lambung
Aspirasi lambung dapat terjadi selama induksi, pada ruang operasi,
atau pada saat transfer pasien. Aspirasi juga dapat disebabkan oleh
bronkospasme. Oleh karena itu, puasa sangat dianjurkan dan
merupakan aspek penting sebelum dilakukannya operasi.

Jenis minuman Waktu puasa minimal (untuk semua umur)

Air putih 2 jam


ASI 4 jam
Makanan bayi 6 jam
Susu formula 6 jam

23
Makanan berat 6 jam

Tabel 6. Rekomendasi puasa untuk mengurangi risiko aspirasi

o Antagonis reseptor histamin


Golongan ini memblok kemampuan histamin untuk
menginduksi sekresi asam lambung dengan konsentrasi ion
hidrogen yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan pH gaster.
Antagonisme dari reseptor histamin terjadi dalam cara yang
selektif dan kompetitif.
- Cimetidin: dapat menghambat berbagai fungsi sistem enzim
oksidase hepar sehingga dapat memperpanjang waktu paruh
dari berbagai obat, termasuk diazepam, chlordiazepoxide,
theophylline, propanalol dan lidokain. Biasanya diberikan
dengan dosis 300-800 mg oral dan 300 mg secara IV. Dosis
per oral diberikan 1,5-2 jam sebelum
induksi anestesi. Onset kerja dari cimetidin yaitu 1-2 jam
dengan durasi kerja 4-8 jam.
o Proton Pump Inhibitor (PPI)
- Omeprazol: merupakan golongan PPI yang menekan sekresi
cairan lambung dengan cara berikatan pada pompa proton
sel parietal untuk meningkatkan pH dan menurunkan
volume asam lambung. Dosis pada orang dewasa adalah 40
mg/24 jam (0,5-1 mg/kgBB) oral ataupun IV, pada anak
dengan berat badan <20 kg diberikan dosis 10 mg dan pada
anak >20 kg diberikan dosis 20 mg. efek samping yang
mungkin timbul dapat berupa sakit kepala, agitasi, dan
kebingungan karena omeprazol melewati sawar darah otak.
Efek pada gastrointestinal menyebabkan nyeri perut, mual,
ataupun muntah.
6) Mencegah refleks yang tidak diinginkan (laringospasme,
bronkospasme)

24
Bronkospasme intraoperatif dapat disebabkan oleh pelepasan
histamin, stimulasi parasimpatomimetik, aspirasi dan anafilaksis
oleh karena obat beta blocker. Sedangkan laringospasme adalah
spasme pada otot laring yang disebabkan oleh stimulus sensorik
pada nervus laringeal superior pada saat intubasi maupun ekstubasi.
o Lidokain
Merupakan obat yang dimetabolisme dihati dan merupakan
anestesi lokal golongan amida.
- Dosis: 1-1,5 mg/kgBB IV. Dosis tunggal maksimum yang
dapat diberikan yaitu 300 mg atau 500 mg dengan epinefrin.
- Onset kerja sangat cepat dengan durasi kerja selama 60-
180 menit.
7) Mengurangi rasa cemas, memberikan efek sedasi psikis dan
amnesia
Golongan benzodiazepin
o Diazepam
Diazepam digunakan untuk menghilangkan rasa cemas, sedasi,
dan membuat amnesia pasien yang berefek sedikit mendepresi
pernapasan atau kardiovaskular pada dosis premedikasi.
Pemberian diazepam dapat secara IV maupun IM. Pemberian
dosis diazepam terbagi atas:
- Dosis premedikasi: 0,2-0,5 mg/kgBB secara oral
- Dosis sedasi: 0,04-0,2 mg/kgBB IV
- Dosis induksi: 0,3-0,6 mg/kgBB IV
Onset kerja dari diazepam adalah 15-30 menit dengan durasi
kerja 21-37 jam.

o Midazolam
Merupakan golongan benzodiazepin yang paling sering
digunakan, karena pemulihannya yang dianggap lebih cepat
serta memberikan efek sedasi maksimal jika diberikan dalam
dosis yang besar atau ketika dikombinasikan dengan obat lain.
- Dosis premedikasi: 0,07-0,15 mg/kgBB IM

25
- Dosis sedasi: 0,01-0,1 mg/kgBB IV
- Dosis induksi: 0,1-0,4 mg/kgBB IV
Secara intravena efek kerja midazolam adalah 30-60 detik. Efek
puncaknya 3-5 menit dan durasi kerja selama 15-80 menit.
Midazolam 0,5 mg/kgBB secara oral diberikan 30 menit
sebelum induksi anestesi. Midazolam pada dosis 0,15-0,27
mg/kgBB secara IV dapat menurunkan Tekanan Intrakranial
(TIK). Midazolam dosis 0,15 mg/kgBB IV dapat menurunkan
ventilasi. Apnea dapat terjadi pada pemberian injeksi yang cepat
dengan dosis >0,15 mg/kgBB IV. Midazolam dosis 0,2
mg/kgBB secara IV dapat menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan laju jantung.

o Lorazepam
Menghasilkan efek amnesia yang lebih dominan dari golongan
lainnya dengan masa kerjanya juga lebih lama dibandingkan
yang lainnya.
- Dosis premedikasi: 0,053 mg/kgBB secara oral atau 0,03-
0,05 mg/kgBB secara IM
- Dosis sedasi: 0,03-0,04 mg/kgBB IV
Onset kerja lorazepam jika pemberian secara IM adalah 2-4 jam,
1-2 menit pada pemberian secara IV. Durasi kerja dari
lorazepam adalah 6-10 jam. Onset kerja lorazepam lebih lama
daripada midazolam dan diazepam.

Golongan barbiturat
o Thiopental
Obat ini dimetabolisme dihati tiap jam. Pada penyuntikan
thiopental, mula-mula timbul hiperalgesia diikuti dengan
analgesia bila dosis terus ditingkatkan, tetapi barbiturat bukan
analgesik yang kuat.
- Dosis sedasi: 0,5-1,5 mg/kgBB IV
- Onset kerja: 30-45 detik
- Durasi kerja: 5-10 menit secara IV
26
o Methohexical
Metabolismenya lebih dari thiopental karena kelarutannya di
dalam lemak lebih sedikit.
- Dosis sedasi: 0,2-0,4 mg/kgBB secara IV
- Onset kerja: 5-6 menit
- Durasi kerja: 3-9 jam
o Pentobarbital
- Dosis premedikasi: 2-4 mg/kgBB oral dan IM. Pada anak
3-5 mg/kgBB secara rektal
- Onset kerja: 20-60 menit (oral dan rektal), 10-20 menit
(IM), dan 5 menit (IV).
- Durasi kerja: 1-4 jam secara oral dan rektal

27
Gambar 2. Preoperative Medication Guideline10

2.2.8 Prosedur dan Monitoring Intra Operatif


Peralatan yang perlu disiapkan untuk persiapan induksi anestesi adalah:
1. S: Scope (stetoskop, laringoskop)
a. Stetoskop
28
Untuk mendengarkan suara paru dan jantung
b. Laringoskop
Untuk membuka mulut dan membuat area mulut lebih luas serta melihat
daerah faring dan laring, mengidentifikasi epiglotis, pita suara dan
trakea. Laringoskop terdiri atas 2 macam yaitu blade lengkung
(Machintosh) yang digunakan untuk laringoskopi pada orang dewasa
dan blade lurus (Miller, Magill) yang digunakan untuk laringoskopi
pada bayi dan anak-anak.

Gambar 3. Jenis laringoskop1


2. T: Tube (pipa endotrakeal, LMA)
a. Pipa endotrakeal
Endotracheal Tube (ETT) mengantarkan gas anestetik langsung ke
dalam trakea. ETT dikerjakan pada pasien yang memiliki kemungkinan
kontaminasi pada jalan napas, posisi pembedahan yang sulit,
pembedahan di mulut atau muka, serta pembedahan yang lama.
b. Laryngeal Mask Airway (LMA)
Laryngeal Mask Airway diindikasikan sebagai alternatif dari ventilasi
face mask atau intubasi ETT. Pada pasien-pasien dengan risiko aspirasi
isi lambung dan pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi
mekanik jangka waktu lama, maka LMA tidak diindikasikan. LMA
terdiri dari 2 macam yaitu sungkup laring standar dengan satu pipa napas
dan sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan
lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan
esofagus. Untuk jenis LMA dapat berupa:
29
LMA proScal, yang memungkinkan lewatnya saluran lambung
untuk mendekompresi lambung
I-Gel, yang menggunakan gel occlude
LMA intubasi Fastrach, yang dirancang untuk memfasilitasi
intubasi endotrakeal melalui perangkat LMA
LMA CTrach, yang menggabungkan kamera untuk memfasilitasi
intubasi endotrakeal

Gambar 4. Insersi LMA2


3. A: Airway (sarana aliran udara, seperti sungkup muka, OPA)
a. Sungkup muka (face mask)

30
Berguna untuk menghantarkan udara/ gas anestesi dari alat resusitasi
atau sistem anestesi ke jalan napas pasien.

Gambar 5. Face Mask2

b. Oropharyngeal Airway
Alat ini akan menahan pangkal lidah dari dinding belakang faring.
Berguna pada pasien yang masih bernapas spontan, dan dapat
membantu pada saat dilakukan pengisapan lendir, serta mencegah
pasien menggigit pipa endotrakeal (ETT).

Gambar 6. Oropharyngeal Airway5


c. Nasopharyngeal Airway
Alat ini digunakan pada pasien yang menolak menggunakan alat bantu
jalan napas orofaring atau apabila secara teknis tidak mungkin
memasang alat bantu jalan napas orofaring (misalnya pada pasien
dengan trismus, rahang menutup kuat, dan cedera berat di daerah mulut).

31
Gambar 7. Nasopharyngeal Airway5
4. T: Tape (plester)
Plester digunakan untuk memfiksasi pipa endotrakeal setelah tindakan
intubasi agar tidak terlepas.
5. I: Inducer (stilet/ forceps Magill)
Stilet (Mandren) digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal
dan sebagai alat bantu saat insersi ETT. Sedangkan forceps intubasi (Magill)
digunakan dengan tujuan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau
pipa nasogastrik melalui orofaring.

6. C: Connection
Merupakan penghubung antara mesin respirasi/ anestesi dengan ETT
7. S: Suction
Berfungsi untuk membersihkan jalan napas dengan cara menyedot lendir,
ludah, dan lainnya.

32
Berikut ini algoritma untuk pasien dengan penyulit jalan napas berdasarkan
ASA.

Gambar 8. Difficult Airway Algorithm

33
Induksi Anestesi
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan.
Induksi anestesi dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi, dan intramuskular atau
rektal.
1. Anestesi intravena
a. Golongan barbiturat
Mekanisme utama dari golongan barbiturat adalah melalui pengikatan
dengan reseptor asam γ-aminobutyric tipe A (GABA). Barbiturat
mempotensiasi aksi GABA dalam meningkatkan durasi pembukaan
saluran ion khusus klorida. Pada sistem saraf pusat, mekanisme kerja
dari barbiturat dibagi menjadi 2 kategori yaitu dengan meningkatkan
kerja sinaptik neurotransmiter inhibitor (GABA) dan memblokade aksi
sinaptik neurotransmiter eksitasi (glutamat dan asetilkolin). Obat-obatan
yang termasuk kedalam golongan barbiturat contohnya thiopental,
metoheksikal, dan fenobarbital.
1) Farmakokinetik
a) Absorbsi
Kembalinya kesadaran setelah pemberian induksi anestesi
intravena dosis tunggal (thiopental) mencerminkan proses
redistribusi dari obat tersebut dari otak ke jaringan inaktif.
b) Distribusi
Durasi dosis dari indukasi thiopental, tiamin, dan metoheksital
ditentukan oleh redistribusi bukan oleh metabolisme atau
eliminasi. Tiopental walaupun sangat terikat dengan protein
(80%), namun memiliki kelarutan lemak dan fraksi nonionisasi
yang tinggi (60%) sehingga berperan dalam penyerapan di otak
yang cepat (dalam 30 detik). Redistribusi menurunkan
konsentrasi plasma dan otak hingga 10% dari level puncak
dalam 20-30 menit. Profil farmakokinetik ini berkorelasi dengan
pengalaman klinis dimana pasien biasanya kehilangan kesadaran
dalam waktu 30 detik dan bangun dalam waktu. menit. Dosis
induksi minimal dari thiopental tergantung pada berat badan dan

34
usia. Pada usia lanjut, proses redistribusi berjalan lebih lambat
sehingga diperlukan dosis yang lebih kecil.

Pada barbiturat yang kurang larut dalam lemak, waktu paruh


distribusinya lebih lama dan durasi kerja setelah dosis tidur.
Pemberian ulang barbiturat yang sangat larut dalam lemak
(seperti infus thiopental untuk “koma barbiturat” dan
perlindungan otak) menjenuhkan kompartemen perifer,
meminimalkan efek redistribusi dan memberikan durasi
tindakan yang lebih tergantung pada eliminasi.
c) Eliminasi
Pada prinsipnya barbiturat merupakan biotransformasi melalui
oksidasi hati menjadi metabolit yang tidak aktif dan larut dalam
air dan diekskresikan melalui ginjal, kecuali metoheksital yang
diekskresikan melalui feses. Metoheksital dibersihkan oleh hati
lebih cepat daripada thiopental.
d) Ekskresi
Kecuali untuk zat-zat yang tidak terikat protein dan kurang larut
dalam lemak seperti fenobarbital, ekskresi pada ginjal hanya
terjadi pada produk akhir biotransformasi hati yang larut dalam
air. Untuk metoheksikal akan diekskresikan melalui feses.

Dosis
Obat Penggunaan Jalur Konsentrasi (%)
(mg/kgBB)

Thiopental,
Sedasi IV 2,5 0,5-1,5
thiamylal
Methohexical Sedasi IV 1 0,2-0,4
Secobarbital Premedikasi Oral 5 2-4
IM 2-4
Pentobarbital Rektal
3
suppositoria
Tabel 7. Tabel penggunaan dan dosis barbiturat

35
2) Efek pada sistem organ
a) Kardiovaskular
Dosis induksi bolus barbiturat IV dapat menyebabkan
penurunan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung.
Depresi pada pusat vasomotor medulla menghasilkan
vasodilatasi pembuluh darah perifer sehingga terjadi pooling
darah di perifer yang akan diikuti dengan takikardi sebagai
refleks vagolitik sentral dan respon terhadap penurunan tekanan
darah. Cardiac output tetap terjaga karena adanya peningkatan
denyut jantung dan kontraktilitas otot jantung sebagai
kompensasi dari refleks baroreseptor.
b) Respirasi
Barbiturat dapat menyebabkan terjadinya apnea pada pasien
karena barbiturat menekan pusat ventilasi meduler, sehingga
respons ventilasi terhadap hiperkapnea dan hipoksia berkurang.
Pada saat bangun, volume tidal dan laju pernapasan menurun.
Sedasi dalam barbiturat sering menyebabkan obstruksi jalan
napas atas dan apnea pada pemberian dosis induksi. Selain itu,
barbiturat menekan refleks dari jalan napas secara tidak komplit
terhadap respon laringoskopi dan intubasi sehingga dapat terjadi
bronkospasme (pada pasien asma) maupun laringospasme pada
pasien yang masih teranestesi dangkal.
c) Serebral
Barbiturat dapat menyebabkan vasokontriksi atau
menyempitkan pembuluh darah otak sehingga terjadi penurunan
aliran darah otak, volume darah otak, dan tekanan intrakranial.
Tekanan intrakranial yang berkurang sampai batas yang lebih
besar daripada tekanan darah arteri dapat menyebabkan tekanan
perfusi otak (CPP) meningkat. Selain itu, barbiturat dapat
menyebabkan depresi pada sistem saraf pusat mulai dari sedasi
ringan hingga tidak sadar, tergantung dosis yang diberikan.
Tingkatan depresi SSP pada pemberian anestesi umum golongan
36
barbiturat dengan teknik TIVA mulai dari sedasi ringan hingga
hilangnya kesadaran tergantung dari dosis yang diberikan.
Golongan barbiturat dapat menurunkan konsumsi alkohol otak
hingga 50% dari normal. Disisi lain, barbiturat tidak memiliki
efek analgesia dan relaksasi otot.
d) Renal
Barbiturat dapat mengurangi aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus. Keadaan ini terkait secara proporsioanl dengan
penurunan tekanan darah.
e) Imunologis
Tiobarbiturat yang mengandung belerang dapat menyebabkan
terjadinya pelepasan sel mast in vitro, sedangkan oksibarbiturat
tidak. Reaksi alergi anafilaksis atau anafilaktoid sangat jarang
terjadi.
b. Ketamin
Ketamin dikenal baik dapat menghambat saluran N-metil-d-aspartat
(NMDA) dan saluran kationik teraktivasi hiperpolarisasi neuronal
(HCN1), serta memiliki banyak efek di seluruh sistem saraf pusat.
Ketamin lebih unggul dibanding agen anestetik lainnya karena memiliki
keunggulan yaitu dapat menimbulkan efek hipnotik dan analgesia
sekaligus. Pada sistem saraf pusat, ketamin memiliki banyak efek
diantaranya dapat menghambat refleks polisinaptik di medulla spinalis
dan neurotransmitter eksitasi di area tertentu pada otak, serta dapat
memutus hubungan thalamus (penghubung impuls sensoris dari sistem
aktivasi retikuler ke korteks serebri) dengan korteks limbus (berperan
pada sensasi waspada), secara klinis disebut juga sebagai anestesi
disosiasi dimana pasien tampak sadar (mata terbuka, reflex menelan dan
kontraksi otot) tetapi tidak mampu mengolah dan merespon input
sensorisnya.
Secara fungsional, ketamin dapat mendisosiasi impuls sensorik dari
korteks limbik (yang terlibat dengan sensasi). Sehingga ketamin juga
memiliki efek terhadap suasana hati, dan saat ini ketamin banyak
digunakan sebagai terapi pada pasien-pasien dengan depresi berat yang

37
resisten terhadap pengobatan, terutama pada pasien dengan ide bunuh
diri.
Pemberian ketamin dengan dosis kecil secara IV juga digunakan
untuk melengkapi anestesi umum dan untuk mengurangi kebutuhan
opioid selama dan setelah prosedur pembedahan. Pemberian infus
ketamin dosis rendah ini biasanya didahului dengan premedikasi
benzodiazepin. Dosis ketamin yang digunakan untuk induksi anestesi
yaitu 1-2 mg/kgBB IV, dimana ketamin memiliki durasi sekitar 10-20
menit setelah dosis tunggal induksi, dengan tambahan waktu 60-90
menit untuk pulih sadar dengan orientasi yang utuh. Efek analgesik
mulai timbul pada dosis anestetik antara 0,1-0,5 mg/kgBB IV dan
konsentrasi plasma antara 85-160 ng/ml. Dosis rendah dengan infus
sebesar 4 µg/kgBB/menit IV telah dilaporkan dapat menghasilkan efek
analgesik post operatif yang sama dengan infus morfin 2 mg/jam IV
yang refrakter terhadap pendekatan analgesik konvensional.

1) Farmakokinetik
a) Absorbsi
Ketamin dapat diberikan secara oral, nasal, rektal, subkutan, dan
epidural, tetapi dalam praktik klinis biasanya secara umum
ketamin diberikan secara intravena atau intramuskular. Kadar
plasma puncak biasanya dicapai dalam 10-15 meningkat setelah
injeksi IM.
b) Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak dan kurang terikat dengan
protein dibandingkan dengan thiopental, sehingga uptake nya
oleh otak dan proses redistribusinya berlangsung cepat.
Ketamin yang sangat larut dalam lemak, bersamaan dengan
peningkatan aliran darah otak dan keluaran jantung akan
menghasilkan penyerapan otak yang cepat dan redistribusi
berikutnya (waktu paruh distribusi yaitu 10-15 menit).
Terminasi dapat terjadi akibat adanya redistribusi dari otak ke
kompartemen perifer.
c) Metabolisme
38
Ketamin dimetabolisme menjadi beberapa metabolit, salah
satunya (norketamin) yang mempertahankan aktivitas atau
masih memiliki efek anestesi. Penyerapan hati yang besar (rasio
ekstraksi hati 0,9) menyebabkan waktu paruh yang relatif
singkat (2 jam).
d) Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin akan diekskresikan
ke dalam ginjal.

2) Efek samping sistem organ


a) Kardiovaskular
Ketamin dapat menstimulus pusat sistem saraf simpatis dan
menghambat pengambilan kembali norepinefrin setelah
dilepaskan di terminal saraf. Keadaan ini akan menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan darah arteri, denyut jantung, dan
curah jantung, serta peningkatan tekanan arteri paru dan kerja
miokard. Oleh karena itu, ketamin harus diberikan secara hati-
hati kepada pasien dengan penyakit arteri koroner, hipertensi
yang tidak terkontrol, gagal jantung kongestif, atau aneurisma
arteri. Efek depresan miokard langsung dari dosis besar ketamin,
mungkin karena penghambatan transien kalsium.
b) Respirasi
Dorongan ventilasi minimal (ventilator drive) dipengaruhi oleh
dosis induksi ketamin, meskipun dengan pemberian bolus IV
yang cepat ataupun kombinasi ketamin dengan opioid dapat
menghasilkan apnea. Ketamin rasemik merupakan bronkodilator
yang kuat sehingga baik pada pasien asma, namun ketamin
menghasilkan bronkodilasi yang minimal. Refleks jalan napas
atas sebagian besar tetap utuh, tetapi obstruksi jalan napas
parsial dapat terjadi, dan pada pasien dengan peningkatan risiko
aspirasi (kondisi lambung penuh) harus diintubasi selama
anestesi umum dengan ketamin. Peningkatan salivasi yang
terkait dengan ketamin dapat dilemahkan dengan premedikasi
menggunakan agen antikolinergik seperti glikopirolat.
39
c) Serebral
Ketamin diduga dapat meningkatkan konsumsi oksigen otak,
aliran darah otak, dan tekanan intrakranial. Efek ini tampaknya
menghalangi penggunaannya pada pasien dengan lesi
intrakranial yang menempati ruang seperti pasien dengan trauma
kepala. Namun, publikasi atau penelitian terbaru menemukan
bukti yang meyakinkan bahwa saat dikombinasikan dengan
benzodiazepin (atau agen lain yang bekerja pada sistem reseptor
GABA yang sama) dan ventilasi terkontrol (dalam teknik yang
mengecualikan nitro oksida), ketamin tidak menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Aktivitas mioklonik
dikaitkan dengan peningkatan aktivitas listrik subkortikal, yang
tidak terlihat pada EEG permukaan. Efek samping
psikotomimetik yang tidak diinginkan (misalnya mimpi dan
delirium yang mengganggu) selama kemunculan dan pemulihan
lebih jarang terjadi pada anak-anak, pada pasien yang
menggunakan benzodiazepin, atau pada mereka yang menerima
ketamin yang dikombinasikan dengan propofol dalam teknik
anestesi intravena total (TIVA).

c. Etomidat
Etomidat menekan sistem pengaktif retikuler dan meniru efek
penghambatan GABA. Secara khusus, etomidat terutama isomer R (+)
tampaknya berikatan dengan subunit dari reseptor GABA dan
meningkatkan afinitas reseptor untuk GABA. Etomidat mungkin
memiliki efek disinhibisi pada bagian-bagian sistem saraf yang
mengontrol aktivitas motorik ekstrapiramidal. Disinhibisi ini
menawarkan penjelasan potensial untuk efek gerakan mioklonus 30% -
60% dengan induksi anestesi etomidat. Dosis induksi etomidat adalah
0,2-0,4 mg/kgBB. Dosis ini menghasilkan durasi efek hipnosis sekitar
5-15 menit, dengan sedikit perubahan pada status kardiovaskular pada
pasien yang sehat maupun dengan penyakit katup atau penyakit jantung
sistemik. Etomidat dapat menimbulkan nyeri pada saat penyuntikkan
dan angka kejadian PONV yang tinggi.
40
1) Farmakokinetik
a) Absorbsi
Etomidat hanya tersedia dan hanya dapat diberikan secara IV
dan digunakan terutama untuk induksi anestesi umum.
Terkadang juga digunakan untuk sedasi dalam sesaat sebelum
melakukan blokade retrobular.

b) Distribusi
Meskipun sangat terikat protein, etomidat dicirikan oleh onset
aksi yang sangat cepat dikarenakan etomidat sangat larut dalam
lemak dan fraksi non ionisasinya tinggi pada pH fisiologis.
Proses redistribusi berperan dalam lamanya durasi etomidat.
Redistribusi bertanggunjawab untuk menurunkan konsentrasi
plasma ke tingkat pencerahan.
c) Metabolisme
Enzim mikrosomal hati dan esterase plasma dengan cepat
menghidrolisis etomidat menjadi metabolit tidak aktif.
d) Ekskresi
Produk akhir hidrolisis etomidat terutama diekskresikan dalam
urin.

2) Efek pada sistem organ


a) Kardiovaskular
Etomidat memiliki efek minimal terhadap kardiovaskular.
Etomidat menurunkan secara minimal tahanan pembuluh darah
perifer sehingga terjadi sedikit penurunan tekanan darah arteri.
Kontraktilitas miokard dan curah jantung biasanya tidak
berubah. Etomidat tidak melepaskan histamin.
b) Respirasi
Ventilasi lebih sedikit dipengaruhi oleh etomidat dibandingkan
oleh barbiturat atau benzodiazepin. Pada dosis induksi, etomidat
tidak menyebabkan terjadinya apnea kecuali bila
dikombinasikan dengan opioid.
c) Serebral
41
Etomidat dapat menurunkan laju metabolism otak, aliran darah
otak, dan tekanan intrakranial. Karena hanya sedikit
mempengaruhi kardiovaskular, maka tekanan perfusi otak
dipertahankan dengan baik. Mual dan muntah pasca operasi
lebih sering terjadi setelah pemberian etomidat daripada
propofol atau barbiturat. Etomidat tidak memiliki efek analgesik.
d) Endokrin

Dosis induksi etomidat secara sementara akan menghambat


enzim yang terlibat dalam sintesis kortisol dan aldosteron.
Ketika diberikan untuk sedasi di ICU, infus jangka panjang dari
etomidat dan efek etomidat dilaporkan menghasilkan penekanan
pada adrenokortikal yang konsisten sehingga akan
meningkatkan angka kematian pada pasien yang sakit kritis
(terutama sepsis).

d. Benzodiazepin
Benzodiazepin mengikat reseptor yang sama dalam sistem saraf
pusat seperti barbiturat namun ke lokasi yang berbeda. Ikatan
benzodiazepin dengan reseptor GABA dapat meningkatkan frekuensi
pembukaan saluran ion klorida yang terkait. Flumazenil (sebuah
imidazobenzodiazepin) merupakan antagonis reseptor benzodiazepin
spesifik yang secara efektif membalikkan sebagain besar efek sistem
saraf pusat dari benzodiazepin.
Midazolam memiliki keunggulan dibandingkan diazepam dan
lorazepam untuk induksi anestesi, karena memiliki onset yang lebih
cepat. Kecepatan onset midazolam ketika digunakan untuk induksi
anestesi ditentukan oleh dosis, kecepatan injeksi, tingkat premedikasi
sebelumnya, usia, status fisik ASA, dan kombinasi obat anestetik lain
yang digunakan. Pada pasien yang sehat yang telah diberikan
premedikasi sebelumnya, midazolam 0,2 mg/kgBB dengan kecepatan
injeksi 5-15 detik akan menginduksi pasien dalam waktu 28 detik.
Pasien dengan usia lebih dari 55 tahun dan dengan status fisik ASA III

42
memerlukan pengurangan dosis midazolam sebesar 20% atau lebih
untuk induksi anestesi.
1) Farmakokinetik
a) Absorbsi
Benzodiazepin biasanya diberikan secara oral dan IV (atau lebih
jarang, secara IM) untuk memberikan sedasi (atau yang lebih
jarang untuk menginduksi umum). Diazepam dan lorazepam
diserap dengan baik dari saluran pencernaan, dengan kadar
plasma puncak biasanya dicapai dalam 1 dan 2 jam, masing-
masing. Injeksi midazolam dan lorazepam diabsorbsi dengan
baik setelah injeksi IM, dengan level puncak dicapai masing-
masing pada 30 menit dan 90 menit, sedangkan diazepam IM
terasa menyakitkan dan tidak dapat diserap.
b) Distribusi
Diazepam relatif larut dalam lemak dan siap menembus sawar
darah otak. Meskipun midazolam larut dalam air pada pH
rendah, cincin imidazolnya mendekati pH fisiologis yang
meningkatkan kelarutannya di dalam lemak. Redistribusi cukup
cepat pada benzodiazepin (distribusi awal waktu paruhnya 3-10
menit). Seperti pada barbiturat, redistribusi berperan dalam
terminasi efek obat. Midazolam dapat digunakan sebagai agen
induksi, yang dapat menyamai onset cepat dan durasi pendeknya
propofol atau bahkan thiopental. Midazolam sangat terikat
dengan protein (90-98%).
c) Metabolisme
Benzodiazepin bergantung pada hati untuk biotransformasi
menjadi produk akhir glukuronid yang larut dalam air. Metabolit
fase I diazepam aktif secara farmakologis. Ekstraksi hati yang
lambat dan volume distribusi yang besar (Vd) menyebabkan
eliminasi waktu paruh yang panjang untuk diazepam (30 jam).
Meskipun lorazepam juga memiliki rasio ekstraksi hati yang
rendah, kelarutan lemaknya yang lebih rendah membatasi Vd-
nya, menghasilkan waktu paruh eliminasi yang lebih pendek (15
jam). Vd midazolam serupa dengan diazepam, tetapi eliminasi
43
waktu paruhnya pendek (2 jam) karena tingginya rasio ekstraksi
hepatiknya. Meskipun demikian, durasi klinis lorazepam
seringkali cukup lama karena peningkatan afinitas reseptor.
Perbedaan antara lorazepam dan diazepam menggarisbawahi
rendahnya utilitas paruh farmakokinetik individu dalam
memandu praktik klinis. Midazolam memiliki waktu paruh
eliminasi terpendek karena peningkatan rasio ekstraksi hepatik.
d) Ekskresi
Metabolit benzodiazepin di ekskresikan terutama dalam urin.
Sirkulasi enterohepatik menghasilkan puncak sekunder dalam
konsentrasi plasma diazepam 6-12 jam setelah pemberian.
2) Efek pada sistem organ
a) Kardiovaskular
Benzodiazepin memiliki efek depresi kardiovaskular pada
ventrikel kiri yang minimal, minimal meskipun pada dosis
anestesi umum, kecuali jika diberikan bersama dengan opioid.
Jika diberikan tunggal, akan menurunkan tekanan darah arteri,
cardiac output, dan resistensi pembuluh darah perifer yang
ringan, serta terkadang dapat meningkatkan denyut jantung.4,11
Midazolam IV menurunkan tekanan darah dan tahanan
pembuluh darah perifer yang lebih besar dari diazepam. Variasi
perubahan denyut jantung selama sedasi dengan midazolam
disebabkan oleh penurunan tonus vagal.
b) Respirasi
Benzodiazepin menekan respons ventilasi terhadap CO2. Depresi
ini biasanya tidak signifikan kecuali obat-obatan diberikan
secara intravena atau diebrikan dengan depresan pernapasan
lainnya. Meskipun apnea relatif jarang pada induksi dengan
benzodiazepin, pemberian dosis kecil IV dapat menyebabkan
respiratory arrest. Ventilasi harus selalu diawasi pada semua
pasien yang mendapatkan benzodiazepin IV dan peralatan
resusitasi harus selalu tersedia.
c) Serebral

44
Benzodiazepin menurunkan kebutuhan dan konsumsi oksigen
otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial, tetapi tidak
sebesar barbiturat. Dosis sedasi sering menghasilkan amnesia
anterograde. Selain itu, juga dapat menimbulkan relaksasi otot
ringan yang bekerja pada tingkatan corda spinalis bukan pada
neuromuscular junction. Pada pemberian dosis rendah, dapat
menimbulkan efek anti cemas, amnesia, dan sedasi, sedangkan
pada dosis besar akan menimbulkan efek stupor sampai
hilangnya kesadaran. Benzodiazepin tidak memiliki efek
analgesik dan bila dibandingkan dengan propofol dan thiopental,
memiliki efek yang lebih lambat dan durasi yang lebih lama.
Dibandingkan dengan propofol atau etomidat, induksi dengan
benzodiazepin dikaitkan dengan tingkat kehilangan kesadaran
yang lebih lambat dan pemulihan yang lebih lama.
Benzodiazepin tidak memiliki efek analgesik langsung.

Obat Penggunaan Jalur Dosis (mg/kgBB)

Premedikasi Oral 0,2-0,5

Diazepam Sedasi IV 0,04-0,2

Induksi IV 0,3-0,6

Premedikasi IM 0,07-0,15

Midazolam Sedasi IV 0,01-0,1

Induksi IV 0,1-0,4

Premedikasi Oral 0,053

Lorazepam IM 0,03-0,053

45
Sedasi IV 0,03-0,043

Tabel 8 Penggunaan dan dosis benzodiazepin

e. Propofol
Induksi propofol anestesi umum melibatkan neurotransmisi
penghambat yang dimediasi oleh pengikat reseptor GABA A. Propofol
secara alosterik meningkatkan afinitas pengikatan GABA untuk reseptor
GABA A. Aktivasi reseptor menyebabkan hiperpolarisasi membran
saraf. Propofol (seperti kebanyakan anestesi umum) mengikat berbagai
saluran ion dan reseptor.
a) Farmaokinetik
• Propofol hanya tersedia untuk pemberian intravena untuk
induksi anestesi umum dan untuk sedasi sedang hingga dalam.
• Propofol memiliki onset aksi yang cepat. Kebangkitan dari dosis
bolus tunggal juga cepat karena waktu paruh distribusi awal
yang sangat singkat (2-8 menit).
• Pemulihan dari propofol lebih cepat dan disertai dengan lebih
sedikit "mabuk" daripada pemulihan dari metoheksikal,
tiopental, ketamin, atau etomidat. Hal ini membuatnya menjadi
pilihan anestesi untuk operasi rawat jalan.
• Farmakokinetik propofol tidak dipengaruhi oleh obesitas,
sirosis, atau gagal ginjal.
• Penggunaan infus propofol untuk sedasi jangka panjang pada
anak-anak yang sakit kritis atau pasien bedah saraf dewasa muda
telah dikaitkan dengan kasus lipemia sporadis, asidosis
metabolik, dan kematian, yang disebut sindrom infus propofol.
b) Efek pada sistem organ
• Efek kardiovaskular utama dari propofol adalah penurunan
tekanan darah arteri karena penurunan resistensi vaskular
sistemik (penghambatan aktivitas vasokonstriktor simpatis),
preload, dan kontraktilitas jantung..

46
• Propofol secara nyata merusak respons barorefleks arteri
normal terhadap hipotensi. Perubahan denyut jantung dan curah
jantung biasanya bersifat sementara dan tidak signifikan pada
pasien yang sehat, tetapi mungkin parah pada pasien pada usia
ekstrem, mereka yang menerima penghambat β-adrenergik
• Propofol adalah depresan pernapasan berat yang biasanya
menyebabkan apnea setelah dosis induksi.
• Propofol mengurangi aliran darah otak, volume darah otak, dan
tekanan intrakranial. Pada pasien dengan peningkatan tekanan
intrakranial, propofol dapat menyebabkan penurunan CPP (<50
mm Hg) yang kritis.

f. Fospropofol
Merupakan produk yang larut dalam air yang dimetabolisme in vivo
menjadi propofol, fosfat, dan formaldehid. Zat ini dirilis di Amerika
Serikat (2008) dan negara-negara lain berdasarkan studi yang
menunjukkan bahwa itu menghasilkan amnesia yang lebih lengkap dan
sedasi sadar yang lebih baik untuk endoskopi daripada midazolam plus
fentanil. Fospropofol memiliki onset yang lebih lambat dan pemulihan
yang lebih lambat daripada propofol.

g. Dexmedetomidine
Merupakan agonis α2-adrenergik yang dapat digunakan untuk
ansiolisis, sedasi, dan analgesia. Agen ini dapat digunakan untuk
premedikasi dengan pemberian nasal 1-2 mcg/kgBB atau oral 2,5-4
mg/kgBB pada anak-anak dimana obat ini sangat baik dibandingkan
dengan midazolam oral. Paling umum, dexmedetomidine digunakan
untuk sedasi prosedural (misalnya selama prosedur kraniotomi terjaga
atau intubasi fiberoptik), sedasi ICU (misalnya pasien berventilasi pulih
dari operasi jantung), atau sebagai suplemen untuk anestesi umum untuk
mengurangi kebutuhan opioid intraoperatif atau untuk mengurangi

47
kemungkinan munculnya delirium (paling sering pada anak-anak)
setelah anetsesi inhalasi.
Dexmedetomidine juga telah digunakan untuk mengobati
penghentian alkohol dan efek samping dari keracunan kokain. Biasanya,
sedasi dexmedetomidine intravena pada orang dewasa yang terjaga
dimulai dengan dosis pemuatan 1 mcg/kgBB yang diberikan lebih dari
5-10 menit diikuti dengan infus pemeliharaan 0,2-1,4 mcg/kgBB/jam.
Agen ini memiliki redistribusi yang sangat cepat dan waktu paruh
eliminasi yang relatif singkat. Dimana zat ini dimetabolisme dihati oleh
sistem CYP450 dan melalui glukuronidasi dan hampir semua metabolit
diekskresikan dalam urin.

Gambar 9. Dosis ketamin, etomidat, dan propofol

48
Gambar 10. Kesimpulan efek obat anestesi pada sistem organ

2. Anestesi inhalasi
Berdasarkan kemasannya, obat anestesi umum inhalasi ada 2 macam,
yaitu:11,12
a. Obat anestesi umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah
menguap
- Derivat halogen hidrokarbon: halotan, trikhloroetilen, chloroform
- Derivat eter: dietil eter, metoksifluran, enfluran, isofluran
b. Obat anestesi umum berupa gas
- Nitrous oksida (N2O)
- Siklopropan

49
2) Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar
dan tidak mudah meledak atau terbakar meskipun dicampur dengan
oksigen. Tidak iritatif dan mudah rusak bila terkena cahaya. Dosis
untuk induksi inhalasi adalah 2-4%, dosis untuk induksi anak 1.5 – 2%.
Pada induksi inhalasi kedalaman yang cukup terjadi setelah 10
menit. Dosis untuk pemeliharaan adalah 1 – 2%, dan dapat dikurangi
bila digunakan juga N2O atau narkotik. Pemeliharaan pada anak 0.5 –
2%. Waktu pulih sadar sekitar 10 menit setelah obat dihentikan dengan
Koefisien partisis darah/gas yaitu 2:3, dan MAC yaitu 0,74.
a) Farmakokinetik
§ Absorbsi : Obat anestesi inhalasi di absorbsi di paru, setelah itu
di distribusikan ke seluruh tubuh.
§ Metabolisme : Metabolisme obat anestesi inhalasi secara oksidasi
dan reduksi di dalam retikulum endoplasma hepar.
§ Eksresi : Eliminasi sebagian besar secara ekshalasi lewat paru,
sebagian kecil melalui urin. Hasil metabolisme sebagian besar
diekskresi lewat urin sebagian kecil diekskresi lewat paru.1,9
b) Efek pada sistem organ
- Menimbulkan depresi pada SSP di semua komponen otak.
Depresi pusat kesadaran menimbulkan hipnotik, depresi pada
pusat sensorik menimbulkan khasiat analgesia dan depresi pada
pusat motorik menimbulkan kelemahan otot.
- Menurunkan tekanan darah akibat depresi pada otot jantung,
menurunkan laju jantung, meningkatkan kepekaan jantung
terhadap katekolamin sehingga bisa disritmia, dan dapat
menyebabkan vasodilatasi umum.
- Menimbulkan depresi pusat nafas, sehingga pola nafas menjadi
cepat dan dangkal, dan menyebabkan dilatasi bronkus.
- Menurunkan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus
pengeluaran urin, secara sementara.
c) Penggunaan klinik
50
Halotan digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, halotan
juga mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan.
Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, halotan digunakan
untuk induksi bersama-sama dengan N2O secara inhalasi.
Diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus halotan, misalnya
fluotec, halomix, copper kettle, dragger dan lain-lainnya.
d) Kontraindikasi
- Pasien dengan gangguan fungsi hati dan gangguan irama
jantung.
- Operasi kraniotomi.
e) Keuntungan
Induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan nafas,
pemulihannya relatif cepat, tidak menimbulkan mual muntah dan
tidak meledak atau cepat terbakar.
f) Kelemahan
Batas keamanannya sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan
dengan obat lain.

2) Enfluran
Berbentuk cair, tidak mudah terbakar, tidak berwarna, tidak iritatif,
lebih stabil dibandingkan halotan, induksi lebih cepat dibanding
halotan, tidak terpengaruh cahaya dan tidak bereaksi dengan logam.
Enfluran merupakan golongan eter halogeneted dengan koefisien
partisi darah/gas yaitu 1,8 dan MAC yaitu 1,7. Dosis induksi,
konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3% bersama
dengan N2O. Dosis pemeliharaan dengan pola nafas spontan,
konsentrasinya berkisar antara 1- 2,5%, sedangkan untuk nafas kendali
berkisar antara 0,5-1%.
a) Farmakodinamik
Setelah diabsorbsi dari paru ke dalam darah, enfluran akan
didistribusikan ke seluruh tubuh. Kelarutan enfluran dalam lemak

51
lebih rendah dibandingkan halotan. Ekskresi melalui paru dan
sebagian kecil melalui urin.
b) Efek pada sistem organ
- Menyebabkan depresi yang berujung kepada hipnotik,
perubahan EEG bentuk epileptiform, dan meningkatkan
aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Tidak dianjurkan
pemakaiannya pada pasien yang mempunyai riwayat
epilepsi.
- Menimbulkan depresi kontraktilitas miokard, disritmia
jarang terjadi, tidak meningkatkan sensitifitas miokard
terhadap katekolamin. Hipotensi dapat terjadi akibat
menurunnya curah jantung. Selain itu dapat meningkatkan
kepekaan jantung walaupun terhadap katekolamin ringan.
- Menurunkan frekuensi nafas dan depresi fungsi mukosiliar.
- Menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan laju filtrasi
glomerulus dan akhirnya menurunkan urin output/diuresis.
- Gangguan fungsi hati ringat yang sifatnya reversible
- Menimbulkan depresi tonus otot uterus, namun respon
uterus terhadap oksitosin tetap baik selama dosis enfluran
rendah.
c) Penggunaan klinik
Diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus enfluran.
d) Kontraindikasi
Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal
e) Keuntungan
induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan nafas,
pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan mual
muntah, dan tidak menimbulkan menggigil serta tidak mudah
meledak atau terbakar.
f) Kelemahan
Batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia
dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan
obat lain dan bisa menimbulkan hipotensi.

52
3) Isofluran (Forane)
Isofluran adalah cairan tidak berwarna dan berbau tajam, menimbulkan
iritasi jalan nafas jika dipakai dengan konsentrasi tinggi menggunakan
sungkup muka. Isofluran tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh
cahaya dan proses induksi dan pemulihannya relatif cepat. Koefisien
partisi darah/gas yaitu 1,4 dengan MAC yaitu 1,2.
Dosis induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah
2-3% bersama dengan N2O. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas
spontan konsentrasinya berkisar antara 1-2,5%, sedangkan untuk nafas
kendali berkisar antara 0,5-1%.
a) Efek terhadap sistem organ
- Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah
lebih ringan dibanding dengan obat anesetesi volatil yang
lain.
- Dapat menimbulkan efek berupa iritasi refleks jalan nafas
atas.
- Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi
pusat motorik pada serebrum, sehingga dengan demikian
berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi.
b) Kelebihan
- Induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa
jalan nafas, pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak
menimbulkan mual muntah, dan tidak menimbulkan
menggigil serta tidak mudah meledak atau terbakar.
- Penurunan konsumsi oksigen otak sehingga isofluran
merupakan obat pilihan untuk anestesi pada kraniotomi,
karena tidak berperngaruh pada tekanan intrakranial,
- mempunyai efek proteksi serebral dan efek metaboliknya
yang menguntungkan pada teknik hipotensi kendali.
- Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama
anestesi. Sehingga obat pilihan untuk obat anestesi pasien
yang menderita kelainan kardiovaskuler.
b) Kelemahan

53
Batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia
dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan
obat lain.

4) Desfluran
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek
klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap
dibandingkan anestesi volatil lain, sehingga perlu menggunakan
vaporizer khusus (TEC-6). Titik didihnya mendekati suhu ruangan
(23.5C).
a) Efek terhadap sistem organ
- Menurunkan resistensi vaskular sistemik, menyebabkan
turunnya tekanan darah.
- Menyebabkan menurunnya volume tidal dan meningkatnya
frekuensi nafas sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan
CO2. Desfluran bersifat iritatif, sehingga tidak ideal untuk
induksi.
b) Penggunaan klinik
Digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, desfluran
juga mempunyai efek analgetik yang ringan dan relaksasi otot
ringan.1,9
c) Kontraindikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced
hyperthermia”, hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
d) Kelemahan
Batas keamanannya sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan
dengan obat lain.

5) Sevofluran
Merupakan halogenasi eter, bentuk cairan, tidak berwarna, tidak
eksplosif, tidak berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu tempat gelap).
Obat ini tidak bersifat iritatif terhadap jalan nafas sehingga baik untuk
54
induksi inhalasi. Proses induksi dan pemulihannya paling cepat
dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini.
Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah
3,0-5,0% bersama-sama dengan N2O. Untuk pemeliharaan dengan pola
nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 2,0-3,0%, sedangkan
untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
a) Efek terhadap sistem organ
- Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran.
- Relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia.
- Tahanan vaskuler dan curah jantung sedikit menurun, sehingga
tekanan darah sedikit menurun. Menyebabkan penurunan laju
jantung.
- Menimbulkan depresi pernapasan dan dapat memicu
bronkospasme.
- Menurunkan aliran darah ke hepar paling kecil dibandingkan
dengan enfluran dan halotan.
b) Kontraindikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced
hyperthermia”, hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
c) Keuntungan
Induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan nafas,
pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan agen volatil lain.

d) Kelemahan
Batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia
dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan
obat lain.

6) Nitrous oksida (N2O)


N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi
besar (lebih dari 65%) agar efektif. Efek anestesi N2O dan zat anestesi
lain bersifat aditif, sehingga pemberian N2O dapat secara substansial
mengurangi jumlah zat anestesi lain yang seharusnya digunakan.
Absorbsi dan eliminasi nitorus oksida relatif lebih cepat dibandingkan
55
dengan obat anestesi inhalasi lainnya, hal ini terutama disebabkan oleh
koefisien partisi gas darah yang rendah dari N2O.
a) Efek terhadap sistem organ
Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik.
Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N2O :
O2 = 80% : 20%. N2O tidak menyebabkan perubahan laju
jantung dan curah jantung secara langsung.
Pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N2O tidak
mengiritasi epitel paru sehingga dapat diberikan pada pasien
dengan asma tanpa meningkatkan resiko terjadinya spasme
bronkus.
N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran cerna.
Pada gangguan fungsi hepar, N2O tetap dapat digunakan.
N2O tidak menyebabkan relaksasi otot rangka. Karena tonus
otot tetap tidak berubah sehingga dalam penggunaannya mutlak
memerlukan obat pelumpuh otot.
Pemakaian jangka panjang secara terus menerus lebih dari 24
jam bisa menimbulkan depresi pada fungsi hematopoietik.
b) Penggunaan klinik
Digunakan sebagai obat dasar dari anestesia umum inhalasi dan selalu
dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan N2O : O2 = 70
: 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan
tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yang
beresiko tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah,
maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan dengan obat lain.

2.2.9 Monitoring Anestesi Umum


Monitoring harus dilakukan terus menerus dalam tindakan anestesi.
Monitoring dilakukan terhadap kondisi pasien atau keadaan pasien dengan menilai
berbagai aspek, diantaranya:
1. Kardiovaskular: nadi (merupakan suatu keharusan karena gangguan
sirkulais sering terjadi selama anestesi), tekanan darah, dan banyaknya
perdarahan.

56
2. Respirasi: nilai jalan napas, apakah ada retraksi interkostal atau
supraklavikula.
3. Suhu tubuh
4. Ginjal: mengetahui sirkulais ginjal
5. Blokade neuromuskular: mengetahui apakah relaksasi sudah cukup baik
atau setelah selesai anestesi apakah tonus otot sudah kembali normal.
6. Sistem saraf: respon pupil terhadap cahaya, respon terhadap trauma
pembedahan., respon terhadap otot apakah relaksasi cukup atau tidak.
Monitoring Post Operatif
Setelah tindakan operatif, pasien dapat dilakukan perawatan di ruang
perawatan, ICU, atau dapat rawat jalan. Semua pasien yang tidak memerlukan ICU
harus dipantau di ruang pulih. Untuk pemantauan apakah pasien bisa dipindah ke
ruangan atau tidak, maka bisa digunakan kriteria Aldrette.
Penyebab utama tingginya morbiditas pasca anestesi yaitu analgesia yang
tidak adekuat dan hipoksia, serta PONV. Kemungkinan penyebab terjadinya
hipoksia pasca anestesi adalah efek pelumpuh otot yang belum sepenuhnya hilang,
depresi napas akibat opioid, kesadaran belum sepenuhnya pulih, lidah jatuh ke
belakang, sekresi jalan napas meningkat sedangkan refleks batuk menurun, nyeri
yang memacu aktivitas simpatis, edema pada jalan napas, sumbatan pada jalan
napas oleh darah, dan kelumpuhan pita suara.

57
BAB 3
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Anestesi umum atau General Anesthesia merupakan keadaan hilangnya
nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang
dihasilkan melalui penekanan sistem saraf pusat karena adanya induksi secara
farmakologi atau penekanan sensori pada saraf. Anestesi umum bekerja dengan cara
menekan sistem saraf pusat secara reversible, mengoptimalisasi respon fisiologis,
dan menciptakan keadaan operasi yang kondusif.
Anestesi umum memiliki 3 komponen yaitu hilangnya kesadaran, analgesia,
dan relaksasi otot. Beberapa jenis dari anestesi umum yaitu anestesi inhalasi,
anestesi intravena, serta anestesi kombinasi. Dari segi teknik, anestesi umum dapat
dilakukan dengan teknik TIVA, menggunakan face mask, pipa endotrakeal, ataupun
dengan Laryngeal Mask Airway (LMA). Untuk mencapai tujuan yang diharapkan,
maka tindakan monitoring baik sebelum, saat, ataupun sesudah operasi sangat perlu
dilakukan.

58
DAFTAR PUSTAKA

1. LIPNICK MS, MILLER RD, GELB AW. Anesthesia and analgesia in global context.
In: Millers Anesthesia. 2020. p. 10–56.
2. Ongewe A, Mung’Ayi V, Bal R. Effect of low-dose ketamine versus fentanyl on
attenuating the haemodynamic response to laryngoscopy and endotracheal intubation
in patients undergoing general anaesthesia: A prospective, double-blinded, randomised
controlled trial. Afr Health Sci. 2019;19(3):2752–63.
3. Kushikata T, Hirota K, Saito J, Takekawa D. Roles of neuropeptide s in anesthesia,
analgesia, and sleep. Pharmaceuticals. 2021;14(5):1–13.
4. Hao X, Ou M, Zhang D, Zhao W, Yang Y, Liu J, et al. The Effects of General
Anesthetics on Synaptic Transmission. Curr Neuropharmacol [Internet]. 2020 Nov
4;18(10):936–65. Available from: https://www.eurekaselect.com/179803/article
5. Leslie K, Erikson LI, Wiener-Kronish JP, H.Cohen N, A.Fleisher L, A.Gropper M.
The Scope of Modern Anesthetic Practiceitle. In: Millers Anesthesia. 2020. p. 2–9.
6. Kukreja P, MacBeth L, Feinstein J. Local Anesthetic Additives for Regional
Anesthesia: a Review of Current Literature and Clinical Application. Curr Anesthesiol
Rep [Internet]. 2019 Sep 14;9(3):314–20. Available from:
http://link.springer.com/10.1007/s40140-019-00334-z
7. Anethesiologist AS of. Relative Value Guide: A Guide for Anesthesia Values. 2019;
8. Dewi AR. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien
Praoperasi Bedah Mayor Othopedi Di Rsud Dr Soedarso Pontianak. Tanjungpura J
Nurs Pract Educ [Internet]. 2019 Jun 25;1(1). Available from:
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/KNJ/article/view/34951
9. Anesthesiology AS of. ASA Physical Status Classification System. 2019.
10. H.Cohen N, Gropper MA, Mahajan A. Perioperative Medicine. In: Millers Anesthesia.
2020. p. 57–67.
11. Klemmer MH. Pharmacology and Physiology for Anesthesia, Second Edition. Can J
Anesth Can d’anesthésie [Internet]. 2019 Oct 10;66(10):1276–7. Available from:
http://link.springer.com/10.1007/s12630-019-01390-z
12. Mashour GA, Engelhard K, editors. Oxford Textbook of Neuroscience and
Anaesthesiology. 2019. 352 p.

59

Anda mungkin juga menyukai