Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Kista merupakan rongga patologis yang berisi cairan, bahan


setengah cair atau padat dan seringkali dibatasi oleh lapisan epitel dan
bagian luarnya dilapisi oleh jaringan ikat serta pembuluh darah.
Berdasarkan klasifikasi WHO kista dentingerous merupakan kista dari
lapisan epitel pada rahang yang terjadi karena proses pertumbuhannya.
Kista dentingerous berasal dari dental follicle gigi yang tidak mengalami
erupsi atau sedang dalam pertumbuhan (setelah proses kalsifikasi). 1
Kista

dentingerous

sinus

maksilaris

merupakan

kondisi

dimana

terdapatnya kista yang mengakibatkan gangguan pada sinus maksilaris. Kista


dentingerous paling banyak ditemukan terutama pada Mollar ke-3 baik pada
rahang atas maupun rahang bawah. Secara anatomis sinus maksilaris
merupakan sinus yang terbesar dan terletak berdekatan dengan akar gigi rahang
atas yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang gigi taring (C) dan
gigi molar 3. Bahkan akar dari gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus
sehingga jika terdapatnya kista dapat mengganggu fungsi dari sinus maksilaris.2

Kista

dentingerous

dapat

tumbuh

membesar

yang

bisa

menyebabkan pembengkakan bahkan dapat terjadinya fraktur patologis


yang tanpa disertai rasa sakit kecuali bila kista tersebut terinfeksi. Serta
terdapat kecenderungan untuk menjadi ameloblastoma. Jika kista
dentingerous khususnya pada gigi molar rahang atas membesar dan
terinfeksi maka sangat memudahkan terjadinya sinusitis maksilaris. 3

Tujuan dari penulisan referat ini yaitu untuk membantu mengetahui


dan penatalaksanaan yang sesuai pada kista dentingerous sinus maksila
serta mengetahui hubungan dari terdapatnya kista dentingerous terutama
pada gigi rahang atas dengan sinus maksila.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kista Dentigerous
Kista dentigerous atau kista folikuler merupakan salah satu jenis kista
odontogenik ( kista yang berasal dari sisa sisa epitelium pembentukan gigi).
Kista dentigerous adalah rongga pataologik yang dibatasi oleh epitelium atau
kantung jaringan ikat yang berbatas epitelium skuamosa berlapis yang
terbentuk di sekeliling mahkota gigi yang tidak erupsi dan terdapat cairan 1.

Kista dentigerous mengelilingi mahkota gigi yang belum erupsi


dan melekat pada gigi sepanjang servikal, keadaan ini yang
membedakan antara kista folikuler dengan kista primordial. 2
Kista folikuler biasanya terbentuk pada gigi yang impaksi dan
gigi supernumerari permanen, kemungkinan terjadi pada gigi susu
sangat kecil dan biasanya terjadi pada gigi yang sedang erupsi
sehingga disebut juga kista erupsi.2
2.2 Etiologi dan Epidemiologi Kista Dentigerous
Asal mula kista ini masih belum diketahui dengan pasti. Diduga
infeksi periapeks pada gigi sulung dapat menstimulasi respon
jaringan folikel gigi permanen yang belum erupsi untuk terlepas dari
mahkota gigi dan mengalami degenerasi kistik. 2
Banyak pendapat mengatakan kista berasal dari intrafolikuler yaitu
pembesaran folikel serta mahkota gigi. Ada pula yang berpendapat kista
berasal dari ekstra folikular mengingat kista pertama kali berkembangan dari
sisa ekstrafolikular yang kemudian bersatu dengan folikel gigi yang erupsi. Ada
yang berpendapat bahwa kista dentigerous berkembaang setelah mahkota gigi
yang impaksi terbentuk seluruhnya. Ada pula yang menyatakan bahwa kista
dentigerous dapat muncul dari organ email setelah mahkota gigi terbantuk
setengan sempurna. Organ email yang mengelilingi mahkota gigi seutuhnya
atau yang melekat pada mahkota gigi.2

Kista folikuler biasanya terdeteksi pada anak-anak, remaja atau


dewasa, walaupun terkadang dapat ditemukan pada orang yang
lebih tua 2. Kista dentigerous dapat terjadi pada kisaran usia 3-57
tahun, dan pada penelitian di Brazil ditemukan 10 dari 17 kasus kista
dentigerous terjadi pada anak di bawah 15 tahun 3.
Kista dentigerous biasanya lebih banyak ditemukan pada lakilaki dibanding wanita dan hampir 60% dari kista ini terjadi pada
dekade dua hingga dekade tiga kehidupan. Sekitar 70% dari lesi
terjadi pada mandibula dan 30% terjadi pada maksila. Hampir 62%
terjadi pada gigi molar, 12% terjadi pada premolar, dan 12% terjadi
pada gigi kaninus dan sisa 14% muncul pada tempat lain dalam
tulang rahang. Prevalensi kista dentigerous pada populasi kulit putih
lebih tinggi dibandingkan dengan populasi kulit hitam. 2
2.3 Patofisiologi Kista Dentigerous Sinus Maksila
Beberapa orang peneliti telah menguraikan patogenesis dari
kista dentrigenous, namun asal mula kista ini tetap belum diketahui
secara pasti. Kista dentigerous tumbuh di antara sisa epithelium
email dan mahkota gigi impaksi pada beberapa individu dan
tampaknya faktor genetis juga mempengaruhi.2
Impaksi gigi menghambat aliran vena keluar dari kel dan
kemudian menyebabkan transudasi cairan yang melintasi dinding
kapiler. Tekanan hidrostatik membuat folikel terpisah dari mahkota
sehingga menyebabkan perluasan kista. Pada dasarnya kista ini terjadi
akibat dilatasi ruang folikular normal di sekitar mahkota gigi yang
sedang erupsi yang disebabkan akumulasi cairan jaringan atau darah. 2
Kebanyakan kista dentrigenous menunjukkan perkembangan lebih
lanjut dari beberapa elemen epitel yang terletak tepat diatas permukaan
email. Pada keadaan seperti ini, kista dapat terbnentuk secara baik
mengikuti pola yang telah ada dan melibatkan proliferasi epitel. 2
Epitel yang membentuk sebagian besar dari kista dentigerous diduga
berasal dari sisa epithelium email, yang pada keadaan normal menyelubungi

mahkota gigi yang belum erupsi. Konsep ini didukung dengan


kenyataan susunan epithel kebanyakan kista dentigerous melekat
pada daerah pertautan semento-email.2
Kista dentigerous relatif umum dijumpai karena kista jenis ini dapat
terjadi pada 11% anak selama erupsi insisif dan 30% pada anak yang
sedang erupsi caninus dan molar. Letak dari gigi memiliki peranan penting
dalam terjadinya kista ini. Hal ini dibuktikan dengan tingkat kejaian lebih
tinggi pada molar ketiga rahang atas yang impaksi dibandingkan dengan
kaninus rahang atas yang impaksi. Molar ketiga mandibula dan kaninus
maksila merupakan gigi yang paling sering terkena kista ini.2
Perkembangan kista dentigerous mengikuti akumulasi cairan yang
terdapat diantara sisa organ email dan mahkota gigi. Sisa epithelium email
akan membentuk suatu batasan permukaan kista dan mahkota gigi yang
telah terbentuk sempurna membentuk bagian lainnya. Akumlasi cairan
terdapat diantara sisa epithelium email dan mahkota gigi. Biasanya ruang
sekitar mahkota dengan ukuran 2,5 mm atau lebih merupakan suatu
ukuran minimal memungkinkan mendiagnosis sebagi kista dentigerous.2

Secara anatomis sinus maksilla merupakan sinus yang terbesar


dan terletak berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu premolar
(P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang gigi taring (C) dan gigi
molar 3, karena itu kista dentrigenous maksila dapat meluas ke sinus
maksila, menimbulkan gejala gejala gangguan sinus maksila 3.
2.4 Gambaran Klinis Kista Dentigerous Maksila
Kista dentigerous umumnya tidak menyebabkan rasa sakit,
tetapi kadang kadang dapat pula menimbulkan rasa sakit yang
disebabkan oleh pembesaran dari kista atau kista tersebut teinfeksi. 2
Seperti halnya dengan jenis kista lainnya, gejala kista folikuler tidak
terlihat bila masih pada tahap awal. Kista dentigerous kadang kadang tidak
diikuti dengan rasa nyeri. Kista folikuler yang belum mengalami komplikasi

seperti kista lainnya tidak akan menyebabkan gejala sampai


pembesarannya nyata terlihat.
Meski gejala biasa tidak ada, dengan terlambatnya erupsi gigi
semakin besar pula indikasi terjadinya kista folikuler. Kista folikuler dapat
dideteksi melalui pemeriksaan radiografis atau pada saat dilakukan
pemeriksaan gigi yang tidak erupsi. Infeksi dapat menyebabkan gejala
umum seperti bengkak yang membesar dan rasa sakit.2
Kadang-kadang mahkota gigi dapat masuk ke dalam lumen kista.
Kista dapat memiliki berbagai macam ukuran, dari yang pembesarannya
berlangsung lambat pada kantong perikoronal hingga yang meliputi seluruh
badan dan ramus mandibula serta sebagian tulang rahang2.

Kista sebagian besar mengenai mandibula, hal ini kemungkinan


disebabkan karena perbedaan anatomi rahang atas dan rahang
bawah, dimana rahang bawah memiliki ukuran yang lebih lebar
dibandingkan rahang atas.
Kista umumnya berkembang pada satu gigi tetapi dapat juga
meliputi

beberapa

gigi

yang

berdekatan

bila

kista

tersebut

membesar. Selanjutnya akan menyebabkan pergeseran gigi jauh


dari posisinya yang normal terutama pada kista yang mengenai gigigeligi dirahang atas sehingga tidak mungkin menentukan gigi asal
kista. Gigi yang tidak bersalah biasanya tetap ada dalam folikel. 2
Kista folikuler biasanya soliter, bila multipel mungkin terjadi
bersamaan dengan sindrom karsinoma sel basal nevoid. Infeksi
sekunder sering terjadi. Kista dapat juga ditemukan bersamaan
dengan disostosis kleidokranial dan kadang-kadang bersamaan
dengan amelogenesis imperfekta tipe hipoplastik dan menyebabkan
beberapa atau bahkan banyak gigi menjadi nonvital.
Kista dentigerous paling banyak ditemukan terutama pada Mollar ke-3
baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Secara anatomis sinus maksilla
merupakan sinus yang terbesar dan terletak berdekatan dengan akar gigi
rahang atas yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang

gigi taring (C) dan gigi molar 3. Bahkan akar dari gigi tersebut dapat
menonjol ke dalam sinus sehingga jika terdapatnya kista dapat
mengganggu fungsi dari sinus maksilla1.

Gambar 1. Gambar Sinus Maxillaris3


Gejala klinis kista dentrigenous sinus maksila akibat adanya
gangguan

pada

sinus maksila

adalah

adanya

tanda

tanda

peradangan sinus maksila yaitu:


1- Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan
pemberian aspirin.
2- Sakit dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan
menjalar ke dahi atau gigi. Sakit bertambah saat menunduk.
3- Wajah terasa bengkak dan penuh.
4- Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada
palpasi dan perkusi.
5- Kadang ada batuk iritatif non-produktif.
6- Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan
kadang berbau busuk.
7

1- Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang


berasal dari metus media, dan nasofaring.
2- Penurunan atau gangguan penciuman.
Kista

dentigenous

sinus

maksilaris,

sulit

didiagnosis,

diperlukan teknik radiografi yang stereoskopik. Meskipun demikian,


konveksitas dinding lateral kista yang kontras dengan dinding lateral
sinus yang konkaf dapat membantu diagnosis4.
2.5 Diagnosa Banding Kista Dentigerous
Kista dentigenous sering ditemukan secra kebetulan pada
pemeriksaan radiografi dan tidak jarang kista ini salah terdiagnosis.
Gambaran lesi yang hampir mirip sering kali menjadi kendala bagi
seorang dokter gigi untuk dapat menentukan diagnosis secara tepat. 2

Salah satu diagnosis banding dari kista dentigerous adalah


ameloblastoma pada gigi impaksi yaitu ameloblastoma unikistik.
Kista dentigerous memiliki gambaran lesi yang mirip dengan
ameloblastoma unikistik.2
Ameloblastoma unikistik digambarkan suatu rongga kistik tunggal
yang memperlihatkan suatu transformasi sel ameloblastik pada lapisan
dinding kista. Pada kista unilokular, ditemukan lapisan yang rata serta
adanya sel ameloblastik pada lapisan basal di beberapa area dan tidak
terdapat infiltrasi sel neoplasma pada dinding penyokong kista. Ada juga
kemungkinan terdapat proliferasi intraluminal tanpa infiltrasi dari sel
neoplasma pada dinding kista. Akan tetapi pada beberapa kasus, terdapat
ameloblastoma pleksiform atau folikular yang menginfiltrasi dinding kista.2
Secara histopatologis, pada ameloblastoma unikistik terlihat ruang
kistik yang besar atau ruang yang dibatasi lapisan epitel tipis dengan selsel basal yang berjejer. Juga terdapat invaginasi epitel ke jaringan ikat
penyokong dan kadang-kadang terlihat pulau-pulau mural yang berisi sael
ameloblastoma. Selain itu, terjadi perubahan karakteristik spongiosa pada
lapisan epitel dan kadang-kadang hialinisasi epitel. Beberapa lesi
8

menunjukkan adanya komponen intraluminal, biasanya pada tipe


pleksiform.2
2.6 Gambaran Radiografi Kista Dentigerous Sinus Maksila
Kista dentigerous dapat diidentifikasikan secara radiologis dengan
mudah karena gambaran radiografisnya sangat khas. Biasanya kista
dentigerous tampak berupa gambaran radiolusen simetris, unilokular, berbatas
tegas, dan mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi (impaksi). Kecuali
terinfeksi sehingga tepinya berbatas buruk, pertumbuhan kista yang lambat
dan teratur, membuat kista dentigerous mempunyai tepi sklerotik yang
berbatas tegas, dengan korteks yang jelas, dan ditandai dengan garis batas
radiopak yang tipis. Gambaran radiografis kista ini perlu dibedakan dengan
gambaran keadaan normal dari sirkum koronal atau ruang folikular. Pada
kasus lain daerah radiolusen dapat muncul menyusup kearah lateral dari
mahkota gigi, terutama jika kista relative besar ukurannya atau jika telah terjadi
perubahan posisi gigi dari tempatnya.2

Pergerakan atau pepindahan dari gigi yang tidak erupsi dengan


segala macam posisi sering terjadi dan dapat ditemukan pada rahang atas
atau rahang bawah. Pada kista dentigerous rahang atas yang melibatkan
daerah kaninus, perluasan kedalam sinus maksilaris atau kearah dinding
orbita dapat ditemukan dan juga perluasan ke dalam fosa nasalis. Kista
dentigerous pada molar tiga rahang atas dapat meluas ke distal dan
superior, kadangkala berhubungan dengan ruang sinus maksilaris.2
Kista dentigerous memiliki potensi untuk membesar, menyebabkan
kerusakan medulla tulang dan ekspansi rahang. Kista dentigerous juga dapat
meluas ke prosesus koronoideus dan leher kondil. Gigi yang terkena kista
biasanya sering berpindah tempat dengan jarak tertentu. Pada mandibula,
molar tiga dapat tertekan ke inferiornya. Kista juga dapat meresorbsi akar gigi
didekatnya yang sudah erupsi. Kista yang besar ukurannya mungkin mungkin
berhubungan denagan perluasan kista dalam tulang. Kista dentogerous
berukuran besar jarang terjadi, kebanyakan lesi yang secara

raiografis diduga sebagai kista dentigerous yang besar, sering kali terbukti
merupakan suatu kista keratosis odontogenik atau ameloblastoma.2
Di antara 37% gigi molar tiga yang impsksi pada mandibula dan
15% gigi molar tiga yang impaksi pada maksila yang memperlihatkan
radiolusen pada daerah perikoronal, hanya 11% yang keungkinan besar
diduga sebagai kista dentigerous. Biasanya ruangan perikoronal yang
mencapai 2,5 mm atau lebih dapat dipertimbangkan sebagai jarak minimal
untuk dapat didiagnosis sebagai kemungkinan kista dentigerous sinus
maksila. Kista dentigerous harus dapat dibedakan dengan pembesaran
kantong folikel. Namun gambaran radiolusensi berukuran 3-4 mm atau
lebih mengindikasikan adanya pembentukan suatu kista.2

Gambar 2 : Kista dentigenous sebelum dilakukan pengobatan 3

10

Gambar 3 : Kista dentigenous dalam poros mandibula setelah


dekompresi-proyeksi aksial.3
Pemeriksaan lain yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa
kista dentrigenous sinus maksila yaitu Foto Waters PA dan lateral,
akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau air-fluid
level pada sinus yang sakit.

Gambar 4 : Foto Waters pada Kista dengtrigenous dengan


kelainan sinus maksillaris kanan3

CTscan merupakan pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran


yang paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya
yang relevan untuk mendiagnosis adanya gangguan sinus. Walaupun

11

demikian, harus diingat bahwa CT Scan menggunakan dosis radiasi


yang sangat besar yang berbahaya bagi mata.

Gambar 5: Hasil CT scan sinusitis maxillaris


2.7 Gambaran Histopatologi Kista Dentigerous
Tidak ada gambaran histopatologi yang khas dari kista dentigerous
yang dapat membedakannya dari kista odontogenik lainnya. Faktanya,
dinding epitelnya merupakan sisa epithelium email terdiri atas 2-3 lapisan sel
gepeng atau kuboid. Permukaan epitel dan jaringan penghubung berbentuk
datar. Jaringan penghubung berupa jaringan fibrosa tipis yang berasal dari
folikel gigi, terdiri atas sel fibroblast muda yang terpisah lebar oleh stroma
yang senyawa dasarnya kaya akan asam mukopolisakarida.2

Gambaran histopatologi kista dentigerous bervariasi, umumnya


terdiri atas lapisan dinding jaringan ikat tipis, dilapisi epitel gepeng
berlapis tak berkeratin yang bersatu dengan sisa epithelium email,
meliputi atau melekat pada bagian leher mahkota gigi. 2
Pada kista dentigerous yang mengalami peradangan atau mengalami
infeksi sekunder, lapisan epitel mengalami hyperplasia, terjadi akatosis dengan
perkembangan rete peg dari epitel skuamosa. Pada kista dentigerous yang
terinflamasi, dinding fibrosa lebih padat kolagen sehingga lebih kenyal, dengan
bermacam-macam infiltrasi dari sel radang kronis. Pada lapisan

12

epithelial juga terlihat bermacam-macam ukuran hyperplasia dengan


perkembangan dari rete ridges.2
Pada

beberapa

kasus

ditemukan

kista

dentigerous

yang

mengandung pigmen melanin dan melanosit pada lapisan dinding epitel.


Gambaran permukaan epitel yang berkeratin kadang dapat terlihat dan harus
dibedakan dengan kista keratosis odontogenik. Kadang-kadang tampak
dinding epitel dengan atau tanpa permukaan keratinisasi yang halus dan
banyak granular dari pigmen melanin yang terdistribusi di sel basal pada
lapisan epitel. Sel mukus dapat tersebar dalam epitel kista dentigerous.2

Gambar 6: Dinding kista yang menempel pada cervical gigi

13

Gambar 7: Terlihat lapisan epitel lining dengan dinding fibrous


connective tissue tanpa adanya infiltrasi sel-sel radang.
2.8 Terapi Kista Dentigerous Sinus Maksila
Mayoritas kista yang dibatasi epithelium pada rahang dapat dirawat
dengan cara yang serupa yaitu enukleasi terhadap keseluruhan kista, termasuk
lapisan epithelial maupun kapsul dengan penanganan yang sukses dari ruang
yang mati adalah suatu usaha kuratif. Drainase bebas dari cairan isi dari kista ini
sedemikian rupa sehingga rongga kista kosong dan dalam hubungan bebas
dengan mulut, adalah juga suatu usaha kuratif. Kantung kista akan menyusut
ukurannya dan akan terbentuk tulang baru pada aspek kapsularnya. Mekanisme
yang mendasari penyembuhannya masih belum jelas diketahui. Dahulu
dianggap sebagai dekompresi dan pengangkatan dari isi kista yang memiliki
osmolaritas yang lebih besar dari pada jaringan di sekelilingnya dan yang
kemudian menimbulkan tekanan hidrostatik internal yang positif. 5

Terapi Medikamentosa yang dapat diberikan pada kista


dentigenous sinus maksila yaitu:
1o Antibiotik

(diberikan

minimal

2minggu): Lini pertama:


1 Amoxycilline 3x500mg.
2 Cotrimoxazole 2x1tablet.
3 Erythromycine
4x500mg. Lini kedua:
14

1 Bila ditemukan kuman menghasilkan enzim


beta-laktamase
diberikan kombinasi Amoxycilline+Clavulanic
acid, cefaclor atau cephalosporine generasi
II atau III oral
1o Dekogestan
Topikal:
1 Solusio Efedrin 1% tetes hidung
2 Oxymethazoline 0,025% tetes hidung untuk
anak, 0,05% semprot hidung. Jangan
digunakan lebih dari 5 hari
Sistemik:
3 Fenil Propanolamine
4 Pseudoefedrine 3x60mg
2o Mukolitik: N-acetytilcystein, bromhexine
3o Analgesik/antipiretik (bila perlu):
Parasetamol 3x500mg

Metampiron 3x500mg

BAB III
15

PENUTUP
Kista dentigerous atau kista folikuler merupakan salah satu jenis kista
odontogenik ( kista yang berasal dari sisa sisa epitelium pembentukan gigi). Kista
dentigerous adalah rongga pataologik yang dibatasi oleh epitelium atau kantung
jaringan ikat yang berbatas epitelium skuamosa berlapis yang terbentuk di sekeliling
mahkota gigi yang tidak erupsi dan terdapat cairan. Kista dentigerous biasanya lebih
banyak ditemukan pada laki-laki dibanding wanita dan hampir 60% dari kista ini
terjadi pada dekade dua hingga dekade tiga kehidupan.

Kista dentigerous tumbuh di antara sisa epithelium email dan


mahkota gigi impaksi pada beberapa individu dan tampaknya faktor
genetis juga mempengaruhi. Pada dasarnya kista ini terjadi akibat dilatasi
ruang folikular normal di sekitar mahkota gigi yang sedang erupsi yang
disebabkan akumulasi cairan jaringan atau darah.
Kista

dentingerous

dapat

tumbuh

membesar

yang

bisa

menyebabkan pembengkakan bahkan dapat terjadinya fraktur patologis


yang tanpa disertai rasa sakit kecuali bila kista tersebut terinfeksi. Serta
terdapat kecenderungan untuk menjadi ameloblastoma. Jika kista
dentingerous khususnya pada gigi molar rahang atas membesar dan
terinfeksi maka sangat memudahkan terjadinya sinusitis maksilaris.
Beberapa usaha kuratif pada kista dentingerous ini yaitu enukleasi terhadap
keseluruhan kista, termasuk lapisan epithelial maupun kapsul, serta drainase bebas
dari cairan isi dari kista ini sedemikian rupa sehingga rongga kista kosong dan dalam
hubungan yang bebas dengan mulut. Beberapa medikamentosa yang dapat
diberikan yaitu antibiotik, dekongestan, mukolitik dan analgesik.

DAFTAR PUSTAKA
16

1. Birnbaum W, Stephen M. Dunne. Diagnosis Kelainan dalam Mulut.


EGC. Jakarta. 2009. Hal. 218.
2. Goeorge L, Adams, Lawrence R. Boies, Peter H. Higler; alih bahasa,
Caroline Wijaya; editor, Harjanto Effendi. Boies: Buku Ajar Penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2000. p 240-259
3. Soetjipto Damayanti. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan
Medik Sinusitis, disampaikan dalam: Simposium Penatalaksanaan
Otitis Media Supuratifa Kronik, Sinusitis dan Demo Timpanoplasti 2223 Maret 2003, Denpasar, Bali
4. Sudiono, Janti. Kista Odontogenik. EGC. Jakarta. 2011. Hal. 22-37
5. Anna Gadewa, Ewa Jach, Tomasz Tomaszewski, Jolanta Wojciechowicz.
Treatment of the follicular cyst of the mandible in a pregnant woman.
Journal of Pre-Clinical and Clinical Research, 2011, Vol 5, No 1, 38-40
6. Syafriadi, Mei. Patologi Mulut. Penerbit Andi. Yogyakarta. 2008. Hal 14
7. Shear, Mervyn. Kista Rongga Mulut edisi 3. EGC. Jakarta. 2012. Hal. 298

17

Anda mungkin juga menyukai