LAPORAN FARMAKOLOGI
DISUSUN OLEH:
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mahasiswa mengetauhi perbedaan efek, cara pemberian, serta mekanisme kerja anestesi local
dan umum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tindakan menghilangkan rasa nyeri ( anestesi ) telah dilakukan sejak lama. Dalam dunia
kedokteran, anestesi dengan memberikan terapi dingin telah dilakukan sampai dengan tahun
1800an. Suku indan di peru mengunyah daub coca untuk mendapatkan efek stimulasi srerbral
dan efek anestesi local juga. Setlah daun coca dibawa dari benua amerika ke eropa niemann, di
jerman mengisolasi kokain pada tahun 1860. Carl kolller dokter mata di Australia dikenal karena
menggunakan kokain untuk anestesi topical mata pada tahun 1884 dan oleh karenannya dia
dianugerahi “ fatrher of local anesthesia” ( Kamadjaja,2019 )
Sistem saraf tubuh manusia merupakan produk evolusi yang paling kompleks. Kesadaran,
pengalaman, pemikiran, dan perilaku dibentuk oleh aktivitas miliaran neuoran dan glia. Jaringan
saraf terdiri dari sel-sel saraf dan neuoraglia. Sel saraf (neuron) terdiri dari badan sel, dendrit
(proyeksi badan sel), dan akson (yang menghantarkan implus dari dan ke badan sel). Neuroglia
menrupakan jaringan non-eksitasi yang mendukung neuoran secara struktural dan metabolic.
Sistem saraf terdiri dari dua divisi utama. Secara struktural sistem saraf dibedakan menjadi
sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer, sedangkan secara fungsional dibedakan menjadi
sistem saraf somatik dan sistem saraf otonom. Sistem sarad pusat terdiri dari otak dan medula
spinalis. Sistem saraf perifer terdiri dari semua jaringan di luar saraf pusat, meliputi nervus
cranialis dan spinalis (Rehatta, 2019)
Istilah analgesia mempunyai arti hilangnya sensasi nyeri tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Analgesia regional atau analgesis local berarti hilangnya sensasi nyeri pada suatu
bagian tertentu dari tubuh tanpa disertai hilangnya kesadaran. Sedangkan istilah anestesi local
adalah hilangnya semua sensasi sensoris, yaitu rasa nyeri,raba,tekan, dan suhu pada suatu daerah
setempat pada tubuh. Meskipun di dalam perawatan yang perlu dikendalikan adalah rasa nyeri
pada organ dan jaringan sekitarnya, tetapi pada kenyataannta yang terjadi adalah kehilangan
semua sensasi sensorik. Oleh karena itu, lebih tepat kiranya apabila dalam hal ini kita
menggunakan istilah anastesi lokak dari pada analgesia local ( Kamadjaja,2019 )
Penyerapan sistem suntikan anastesi lokal dari tempat pemberian Ditentukan oleh
beberapa faktor, termasuk Dosis, tempat penyuntikkan, pengikatan obat jaringan, aliran darah
jaringan lokal, pemakaian vasokonstriktor mis epinefrin, Dan sifat Fisikokimia obat itu sendiri.
anestetika Yang lebih larut dalam lemak biasanya lebih Poten, memiliki masa kerja lebih lama,
dan memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai efek klinis. Pengikatan ke protein yang
berlebihan juga meningkatkan masa kerja. aplikasi suatu anastesi lokal kebagian yang sangat
vaskular misalnya mukosa trakea atau jaringan di sekitar saraf interKostalis menyebabkan
penyerapannya lebih cepat dan karena kadar darah yang lebih tinggi dibandingkan jika anastesi
lokal tersebut di suntikan ke jaringan yang berfungsi nya kurang misalnya lemak subkutis (
katzung,2012)
Sampai sekarang mekanisme terjadinya Anestesi umum belum jelas meskipun dalam
bidang fisiologi SP dan susunan saraf perifer hebat, maka timbul berbagai teori berdasarkan sifat
obat anastesi misalnya penurunan transmisi sinaps, penurunan konsumsi oksigen, penurunan
aktivitas listrik SSP . beberapa teori di bawah ini :
1. teori koloid, teori ini mengatakan bahwa dengan pemberian zat Anestesi terjadi
penggumpalan sel koloid yang menimbulkan anastesia yang bersifat Reversible diikuti
dengan proses pemilihan.
2. teori lipid, teori ini mengatakan bahwa ada hubungan antara Kelarutan zat Anestesi
dalam lemak dan timbulnya anastesia.
3. teori biokimia, teori ini menyatakan bahwa pemberian zat Anestesi Invitro menghambat
pengambilan oksigen di otak dengan cara menghambat sistem Fosforilasi oksidatif. Akan
tetapi hal ini mungkin hanya menyertai anesthesia bukan penyebab anastesia ( FK UI )
Stadium anestesi umum dibagi menjadi empat tingkatan (stadium). Stadium I (analgesik)
dimulai dari saat pemberian zat anastetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini
penderita masih dapat mengikuti perintah dan rasa sakit hilang (analgesik). Pada stadium ini
dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan seperti cabut gigi, biopsi kelenjar dan
sebagainya. Stadium II (delirium/eksitasi) dimulai dari hilangnya kesadaran sampai
permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan gerakan
yang tidak menurut kehendak, berteriak, pernafasan tidak teratur, kadang-kadang apnea dan
hipernea. Hal ini terutama terjadi karena adanya hambatan pada sistem saraf pusat. Pada
stadium ini dapat terjadi kematian, karena itu stadium harus cepat dilewati. Stadium III
(pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernafasan sampai pernafasan spontan hilang.
Tanda yang harus dikenal adalah pernafasan yang tidak teratur pada stadium II menghilang,
pernafasan menjadi spontan dan teratur oleh karena tidak ada pengaruh psikis, sedangkan
pengontrolan kehendak hilang, refleks kelopak mata dan konjungtiva hilang, gerakan bola
mata yang tidak menurut kehendak merupakan tanda spesifik untuk permulaan stadium III.
Stadium IV (paralisis medula oblongata), dimulai dengan melemahnya pernafasan perut
dibanding stadium III, tekanan darah tidak dapat ( fadhli,2016 )
Anastetika inhalasi adalah senyawa yang dapat menimbulkan efek anestesi, dan diberikan
secara inhalasi. Disebut pula anestetika yang mudah menguap karena pada umumnya berupa
gas atau cairan yang mudah menguap. Beberapa diantaranya bersifat mudah meledak bila
bercampur dengan udara atau gas lain. Aktivitasnya dan keamanan yang sangat bervariasi.
Anastesi inhalasi mempunyai dua keuntungan dibandingkan anetetika intravena, yaitu:
1. kedalaman anestesi dapat diubah dengan cepat dengan mengubah kadar obat
2. kemungkinan terjadinya depresi pernapasan sesudah operasi kecil karena obat di
eliminasikan dengan cepat ( siswandono,2016 )
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.2 Subyek
ekor kelinci
7. Catat onset (mula kerja) dan durasi obat (interval antara mulai terjadinya
respon negatif hingga respon positif kembali)
8. Catat hasil setiap grup kedalam satu tabel Kelinci dari tiap kelompok
Onset (menit) Durasi (menit) Lidokain 1% Lidokain 2% Lidokain 1%
Lidokain 2% 1 2 3 4 5 6
9. Bandingkan onset dan durasi dari 2 konsentrasi obat menggunakan t-test
3.3.2 Anestesi umum
1. Tiap kelompok bekerja pada dua kelinci
2. Sebelum diberikan obat, pada kedua kelinci tersebut dilakukan pencatatan
terhadap: -Pernapasan abdominal - Detak jantung - Pergerakan bola mata -
Ukuran pupil - Refleks kornea - Tonus otot
3. Teteskan eter pada eter cup kemudian pasang menutupi mulut dan hidung
kelinci pertama. Teteskan eter secara teratur sedikit demi sedikit pada eter
cup.
4. Injeksikan 20mg/kgBB ketamin pada kelinci kedua.
5. Ulangi langkah ke-2, kemudian observasi perubahan yang terjadi
berdasarkan tanda Guedel, dari stadium pertama hingga stadium keempat
lalu catat pada lembar observasi.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
4.1 Tabel Percobaan
4.2 Grafik Percobaan
Onset Lidokain 2%
13,46
13,45
13,44
13,43
13,42
13,41
13,4
Kel 1Kel 2Kel 3Kel 4Kel 5Kel 6Kel 7Kel 8Kel 9 Kel Kel Kel
10 11 12
Lidokain 2%
Lidokain 2%
Lidokain 2%
Durasi Lidokain 2%
30
25
20
15
10
5
0
Kel 1 Kel 2 Kel 3 Kel 4 Kel 5 Kel 6 Kel 7 Kel 8 Kel 9 Kel Kel Kel
10 11 12
Lidokain 2%
30
20
10
0
Kel 1 Kel 2 Kel 3 Kel 4 Kel 5 Kel 6 Kel 7 Kel 8 Kel 9 Kel 10 Kel 11 Kel 12
PEMBAHASAN
Istilah anestesia yang artinya hilangnya sensai nyeri (rasa sakit) yang disertai maupun yang
tidak disertai hilangnya kesadaran. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anestesia disebut
sebagai anestesik, dan kelompok obat ini dibedakan atas anestesik umum dan anestesik lokal.
Bergantung pada dalamnya pembiusan, anestesik umum dapat memberikan efek anelgesia yaitu
hilangnya sensai nyeri, atau efek analgesia yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran,
sedangkan anestesik lokal hanya dapat menimbulkan efek analgesia. Anestesik umum bekerja
disusunan saraf pusat sedangkan anestesik lokal bekerja langsung pada serabut saraf diperifer
(FKUI, 2016)
Dahulu dikenal istilah “Trias Anestesia” yaitu efek hipnotik (menidurkan), efek analgesia
dan efek relaksasi oto. Tetapi kini yang diharapkan dari anestesia adalah:
Dalam praktikum kali ini dengan judul anestesia lokal dan anestia umum dengan
menggunakan 3 ekor kelinci sebagai subjek penelitian. Didapatkan hasil :
Dimana untuk praktikum anestesia lokal dengan bahan (1) lidokain 2% dan bahan (2)
Lidokain 2% dikombinasi dengan epinefrin HCL, untuk uji sensitifitas dengan bahan lidokain
2% didapatkan sensitifitas berlangsung selama 20 menit dimulai dari menit awal setelah
penyuntikan hingga menit ke 20 pada praktikum, dan setelah menit 20 respon dari kelinci
tersebut menjadi positif karena pengaruh anestesi dari lidokain 2% tersebut telah hilang,
sedangkan untuk bahan kedua yaitu lidokain 2% dikombinasikan dengan epinefrin HCL
menunjukkan sensitifitas yang cukup lama dimana berlangsung sekitar 1-2 jam praktikum dan
setelah 1-2 jam setelah penyuntikan dan bahan anestesi itu bereaksi respon dari pada kelinci
tersebut menjadi positif karena reaksi dari bahan kedua telah hilang dan kembali seperti semula.
Untuk rekapan hasil praktikum dari kelompok 1 hingga kelompok 12 pada praktikum
anestesi lokal menunjukkan untuk hasil onset (menit) setiap kelompok berkisar sekitar 13-14
menit untuk bahan lidokain 2% sedangkan untuk bahan lidokain 2% dengan kombinasi epinferin
HCL berkisar sekitar 13-14 menit, hal ini memperlihatkan bahwa tidak adanya efek yang cukup
berbeda jauh dari kedua bahan tersebut dilihat dari onset (menit) selama praktikum dan untuk
hasil durasi (menit) dari kelompok 1 hingga kelompok 12 untuk bahan lidokain 2% berkisar
sekitar 20-30 menit sedangkan untuk lidokain 2% dengan kombinasi epinefrin HCl berkisar
sekitar 90 menit selama berlangsungnya praktikum, hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang
cukup signifikan antara lidokain 2% dan lidokain 2% dengan kombinasi epinefrin HCL dilihat
dari durasi (menit) yang bekerja selama praktikum.
Dari hasil praktikum anestesi lokal yang didapatkan dapat ditarik kesimpulan dimana untuk
anestesi yang dilakukan dengan suatu obat (zat) tanpa dikombinasikan dengan obat lain hanya
akan memberikan reaksi sesuai dengan waktu setiap obat tersebut sedangkan obat yang
dikombinasikan untuk anestesi akan memberikan waktu paruh yang lebih dari obat utama, hal ini
bisa dilihat dari hasil uji sensitifitas praktikum dan hasil rekapan praktikum dari semua
kelompok, dimana untuk onset (menit) dari setiap kelompok dengan kedua bahan tersebut tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan tetapi untuk durasi (menit) dari setiap kelompok dengan
kedua obat tersebut menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan dimana durasi (waktu) dari
lidokain 2% yang di kombinasikan dengan epinefrin HCL cukup lama dibandingkan dengan
yang hanya menggunakan lidokain 2% saja.
Untuk praktikum anestesi umum dengan bahan eter dan ketamine didapatkan hasil dari
observasi tersebut dimana untuk bahan eter bekerja lebih cepat dibandingkan dengan ketamine
hal ini dapat dilihat dari lembar observasi praktikum.
Untuk hasil respirasi dibagian frekuensi eter menunjukkan perkembangan yang sangat
signifikan dibandingkan dengan ketamine, dan untuk di bagian jenis eter pada stadium kedua
dari pertamanya torakoabdominal berubah menjadi abdominal sedangkan untuk ketamine dari
sebelum pemberian anestesi hingga stadium ketiga tidak mengalami perubahan sedikit pun, dan
untuk di bagian sistem respirasi teratur atau tidak, untuk eter pada stadium kedua siklus
pernafasan sudah tidaklah teratur sedangkan pada ketamine tidak lah berubah sedikit pun.
Untuk hasil dari pergerakan bola mata, pada obat eter di stadium ketiga mengalami
perubahan dimana pergerakan bola mata menjadi lemah disertai lakrimasi sedangkan untuk
ketamin hanya mengalami lemah baik dari sebelum pemberian obat hingga stadium ketiga. Dan
untuk hasil diameter pupil di kedua obat tersebut tidaklah menunjukkan perbedaan yang cukup
signifikan hanya berbeda 1-2 penurunan. Sedangkan untuk refleks pupil pada bagian eter sudah
mengalami perubahan pada stadium ketiga dimana mata mulai menutup atau sayup sedangkan
untuk ketamine hanya mengalami kelemahan hingga stadium ketiga.
Untuk hasil tonus otot dari kedua obat tersebut tidaklah mengalami perbedaan yang cukup
jauh dan bisa dikatakan sama di setiap stadium, dan untuk hasil saliva dari kedua obat tersebut
mengalami perbadaan yang lumayan signifikan dimana untuk ketamine saliva mulai menigkat
sejak stadium kedua dan berlanjut hingga ketiga sedangkan untuk eter hanya akan mengalami
peningkatan saliva ketika sudah masuk stadium ketiga saja.
BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Anestesi didefinisikan sebagai hilangnya sensasi nyeri ( rasa nyeri ) yang disertai
maupun tidak disertai hilang kesadaran
2. Obat anestesi digolongkan menjadi menjadi 2 jenis berdasarkan mekanisme
kerjanya, yaitu anestesi lokal dan anestesi umum
3. Anestesi umum menimbulkan efek analgesia yang diikuti dengan hilangnya
kesadaran
4. anestesi lokal hanya menimbulkan efek analgesia
5. Anestesi umum bekerja pada susunan saraf pusat sedangkan anestesi lokal bekerja
pada serabut saraf di perifer
5.2 Saran
Saran saya untuk departemen farmakologi adalah untuk melakukan sesi sharing dari
dokter dan asisten dosen pada saat praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu,M., Yadi,D,F., Oktaliansah,E. 2017. Penggunaan Teknik Obat dan Permasalahan Blokade
Epidural di Wilayah Jawa Barat pada Tahun 2015. Jurnal Anastesi Perioperatif. Vol 5(3).
Viewed on 28 mei 2021. From:
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/jap/article/view/1171
Kamadjaja, D, B. 2019. Anestesi Lokal di Rongga Mulut : Prosedur, Problema, dan Solusinya.
Surabaya. Airlangga University Press
Katzung,B,G., Maters,S,B., Trevor,A,J. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. The Mc-Graw-Hill
Rehatta, M, N. Dkk. 2019. Anestesiologi dan Terapi Intensif : Buku Teks KATI-PERDATIN.
Jakarta. Gramedia Pustaka Utama