UNIVERSITAS HALUOLEO
OLEH:
Rahmawati, S.Ked.
K1A115145
Pembimbing
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Rahmawati
NIM : K1A15145
Mengetahui,
Pembimbing
0
Anestesi Regional Sub Arachnoid Block
A. Pendahuluan
anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi umum adalah keadaan tidak
sadar tanpa nyeri yang reversible akibat pemberian obat – obatan, serta
anestesi regional adalah anestesi pada sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri
Anestesi regional saat ini sudah menjadi prosedur yang populer dan
kasus tertentu dimana anestesi umum harus dihindari karena risiko yang
tinggi terhadap hasil luaran, selain itu penggunaan opiod sistemik dapat
ginekologi, bedah urologi, dan bedah abdomen bawah (Ibnu, dkk. 2017).
1
B. Anestesi Regional Sub Arachnoid Block
subarachnoid block adalah salah satu teknik regional anestesi dengan cara
L2 dan pada regio sakralis di atas vertebra S1, untuk menimbulkan atau
menghilangkan sensasi dan blok motorik (Sari, 2012). Teknik anestesi ini
sistem saraf, konsentrasi obat dalam plasma yang tidak berbahaya, serta
pasien tetap sadar, relaksasi otot cukup, perdarahan luka operasi lebih
sedikit, risiko aspirasi pasien dengan lambung penuh lebih kecil, dan
diperoleh dari teknik anestesia regional terutama anestesia spinal, antara lain
adalah prosedur pelaksanaan yang lebih singkat, mula kerja cepat, kualitas
blokade sensorik dan motorik yang lebih baik, mampu mencegah respons
2
Beberapa studi mengenai penggunaan teknik anestesi regional
11,4%, dan blok saraf perifer sekitar 13%. Angka penggunaan blokade
memiliki onset yang cepat, kebutuhan obat yang lebih sedikit, dan ukuran
jarum yang lebih kecil sehingga trauma yang dihasilkan lebih minimal,
2. Bedah panggul
5. Bedah urologi
3
Kontra indikasi absolut (Ibnu, dkk. 2017):
3. Hipovolemia berat
4
C. Bupivacain
4. Toleransi baik dalam dosis tinggi dengan resiko toksisitas lokal dan
reseptor, semakin panjang lama kerja anestesi spinal tersebut. Potensi dan
(Sari, 2012).
Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi dalam dua golongan besar,
yaitu golongan ester dan golongan amide. Perbedaan kimia ini direfleksikan
5
juga berkaitan dengan besarnya kemungkinan terjadinya alergi, dimana
kecenderungan alergi lebih besar. Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di
negara kita untuk golongan ester adalah prokain, sedangkan golongan amide
lidokain, ropivakain, dan bupivakain. Obat ini be-kerja dengan cara memblok
sel saraf sensorik sehingga bagian tubuh yang dikenainya tidak dapat
menghantarkan impuls rasa sakit1. Obat anestesi lokal pada konsentrasi tertentu
tidak hanya memblok sel saraf rasa sakit (nosiseptor) namun ikut memblok sel
saraf sensorik lain dan menyebabkan mati rasa 3. Obat anestesi lokal juga dapat
memblok sel saraf motorik sehingga menyebabkan kekakuan pada otot yang
potensi dan lama kerjanya menjadi 3 group. Group I meliputi prokain dan
dan lama kerja sedang. Group III meliputi tetrakain, bupivakain dan
etidokain yang memiliki potensi kuat dengan lama kerja panjang. Anestesi
mepevakain, prilokain dan etidokain memiliki mula kerja yang relatif cepat.
6
Bupivacain adalah anestetik lokal dengan potensi dan masa kerja
relatif lebih lama dibanding obat anestetik lokal lainnya namun memiliki
cepat saat terjadi potensial aksi namun keluar secara perlahan. Tanda dan
gejala toksisitas sistem saraf yaitu cemas, rasa tidak enak di mulut, tinnitus,
tremor, kepala terasa berputar, pandangan kabur dan kejang (Agus, 2013).
Mula kerja bupivacain dalam 5- 10 menit dengan masa kerja 90- 120
menit. Dosis maksimal bupivacain adalah 2,5 mg/kg berat badan. Pada
terlentang dan serabut saraf yang lebih senstif pada kehamilan (Agus, 2013).
amino amida yang paling banyak digunakan pada teknik anestesi spinal.
anestesi tanpa menunda waktu pulih pasien dan penambahan klonidin akan
7
Penggunaan agen bupivacaine hiperbarik 0.5% dianggap cukup untuk
seperti epinefrin dan opioid. Vasopresor yang sering di gunakan untuk kasus
lebih panjang, kurang poten, memiliki efek langsung maupun tidak langsung
jarum spinal), serta karakteristik pasien (usia, tinggi badan, berat badan,,
Faktor yang dianggap paling menentukan adalah barisitas dan posisi tubuh.
Barisitas obat ini sangat menentukan dalam penyebaran obat anestesi lokal
dan ketinggian blokade oleh karena faktor gravitasi bumi. Barisitas adalah
8
serebrospinal bergantung pada usia, jenis kelamin, kehamilan, dan penyakit
tertentu. Nilai densitas cairan serebrospinal akan lebih rendah pada wanita
anestesi lokal pada kelompok pasien yang berbeda, tetapi perbedaan itu
pada hipobarik akan terjadi sebaliknya. Obat anestesi lokal isobarik tidak
dipengaruhi oleh efek gaya gravitasi atau posisi tubuh (Agus, 2013).
kerja antara larutan hiperbarik dan isobarik, sedangkan lama kerja pada
golongan hiperbarik lebih pendek. Perbedaan lama kerja ini disebabkan oleh
isobarik dengan blokade yang lebih rendah. Keadaan ini disebabkan karena
9
serebrospinal dan jaringan saraf, sehingga konsentrasi obat akan lebih cepat
anestesi yang relatif lebih tinggi dalam cairan serebrospinal dan jaringan
yang lebih panjang untuk turun sampai berada di bawah konsentrasi efektif
dengan sedasi pada pasien varicose vein surgery yang dilakukan spinal
Onset dari kerja obat bergantung dari banyak faktor, termasuk kelarutan
10
bentuk larut-air terionisasi (BH+), diekspresikan oleh pKa. Pengukurannya
adalah pH dimana jumlah obat yang terionisasi dan yang tidak terionisasi
sama. Obat dengan kelarutan lemak yang lebih rendah biasanya memiliki
Serikat pada tahun 1992, anestesi spinal digunakan lebih dari 80% pada
11
mengatur tonus otot polos pembuluh darah. Blokade serabut saraf simpatis
bawah sehingga akan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Selain itu,
juga terjadi penurunan resistensi pembuluh darah pre dan postkapilar arteri
aspirasi paru, henti napas, dan henti jantung (Flora dkk, 2014).
anestesi spinal pada ibu hamil. Salah satu cara untuk mengurangi
komplikasi akibat anestesi spinal pada ibu hamil yaitu menurunkan dosis
dengan anestesi umum. Mula kerja dan masa pulih yang cepat, relatif
mudah, simple kualitas blok motorik dan sensorik yang baik pada SAB
(Suhanda, 2015).
12
dihubungkan dengan perubahan akibat kehamilan itu sendiri dan tingginya
Ketinggian blok sensorik untuk seksio sesarea adalah sekitar level T4-
T6. Karena pada wanita hamil lebih sensitif terhadap obat anestesi lokal
yang terjadi pada seksio sesarea, antara lain posisi uterus miring ke kiri
dosis 5–10 mg. Cara lain yang dapat dilakukan untuk menangani hipotensi
13
E. Komplikasi
dianggap lebih murah, mengurangi komplikasi jalan napas serta masa kerja
dan masa pulih lebih cepat dibandingkan anestesi umum. Teknik anestesi
1. Hipotensi
Hipotensi didefinisikan sebagai TDS < 80% dari TDS awal. Hipotensi
tejadi bila TDS < 90 mmHg atau terjadi penurunan TDS 25% dari
tekanan darah rata-rata dari 124/72 mmHg menjadi 67/38 mmHg pada
aorta dan vena kava inferior oleh uterus yang membesar pada saat
14
akan membahayakan ibu serta janin, apabila penurunan tekanan darah
dan curah jantung tersebut tidak segera diketahui dan ditangani (Flora
dkk, 2014).
perifer dan curah jantung. Blokade simpatis yang terbatas pada rongga
atas atau dengan kata lain vasokonstriksi yang terjadi diatas level dari
terjadi dibawah level blok. Pada level anestesi yang sama, bupivacaine
15
lebih jauh daripada agent isobarik maupun hipobarik sehingga
2011).
16
Preload cairan yang biasa digunakan adalah kristaloid seperti
2. Bradikardi
17
3. Transient neurological symptoms
dari nyeri unilateral atau bilateral di daerah paha anterior dan posterior
2013).
kekakuan leher, tinnitus dan mual. PDPH umumnya terjadi pada hari
mempunyai tekanan darah yang besar dan sebagian besar berisi darah
anggota gerak bawah lebih rendah dari atrium kanan dan vena-vena
18
dapat menyebabkan hipotensi yang berat Hipotensi pada anestesi
pooling. Oleh karena itu pasien sebaiknya pada posisi slight head-
(Sari, 2012).
5. Neurologi
Gejala awal adalah rasa kebas, parestesi lidah, dan pusing. Keluhan
jelas, mudah mengantuk, dan tidak sadar). Kontraksi otot yang cepat,
19
Thiopental (1-2 mg/kg) dengan cepat dan tepat menghentikan kejang.
Mual muntah adalah hal lazim yang terjadi akibat anestesi spinal pada
20
Daftar Pustaka
Universitas Indonesia.
3(2):1- 75.
Hipotensi dan Nilai Apgar Bayi Pada Seksio Caesaria. Jurnal Anesetesi
Hall JE, Guyton AC. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed 11. Jakarta. EGC.
Ibnu, M., Yadi, D. Fitri, Oktaliansah, E. 2017. Penggunaan Teknik Obat dan
21
Bupiacain Hiperbarik pada Pasien yang Menjalani Operasi Abdomen
Samodro, R., Sutiyono, D., Satoto, H., Hedrianto. 2011. Mekanisme Kerja Obat
Sari, N Kartika. 2012. Perbedaan Tekanan Darah Pasca Anestesi Spinal dengan
2(3):19- 26.
22