Disusun Oleh:
MUSYARAFA
N 111 17 058
Pembimbing Klinik:
dr. FERRY LUMINTANG, Sp.An, KIC
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. EPIDURAL HEMATOM
1. Definisi
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat
emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang
memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan
perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan
pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom
terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang
temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi
perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.1
2. Epidemiologi
EDH meyumbang sekitar 1 % dari keseluruhan kasus trauma.
Insiden lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 4:1 dengan rata-rata usia dibawah 2 tahun dan diatas 60
tahun karena pada usia tersebut duramater lebih menempel di tabula
interna.3
3. Etiologi
Delapan puluh lima persen (85 %) EDH disebabkan oleh putusnya
arteri meningea media diantara tabula interna dan duramater.
Perdarahan lain dapat disebabkan oleh pecahnya vena meningeal
media atau sinus dural. Penyebab lain adalah fraktur tulang yang
menyebabkan perdarahan dari diploeica. Predileksi EDH antara lain di
hemisfer sisi lateral (70 %) dan regio frontal, oksipital dan fossa
posterior (5-10%).1
4. Patofisiologi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang
tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah
temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek.
3
Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah
bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau
oksipital.1
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui
foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan
dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom
epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih
lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.8
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan
tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan
ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah
pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda
neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.1
Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus
formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya
kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga
(okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil
dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang
berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons
motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.1
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak
akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan
intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan
intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda
vital dan fungsi pernafasan.1
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan
terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala
terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan
segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan
merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran
4
berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama
penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada
Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya
hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer
berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan
diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.1
Sumber perdarahan :1
Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )
Sinus duramatis
Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a.
diploica dan vena diploica
5
b. EDH akut asimptomatik tetapi ketebalan > 1 cm
c. EDH pada pasien anak
Tujuan dilakukan operasi adalah untuk menghilangkan bekuan
darah sehingga dapat menurunkan tekanan intrakranial, hemostasis dan
mencegah reakumulasi darah di ruang epidural.
Definisi dari Craniotomy adalah suatu tindakan membuka tulang
kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan
definitif. Craniotomy merupakan operasi membuka tengkorak
(tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan
yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak Craniotomi adalah
jenis operasi otak. operasi ini juga dilakukan untuk otak pengangkatan
tumor, untuk menghilangkan bekuan darah (hematoma),
untuk mengendalikan perdarahan dari pembuluh, aneurisma serebral.1
9
diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman air putih,
teh manis sampai 3 jam, dan untuk keperluan minum obat air putih
dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesi.
b. Premedikasi
Premedikasi merujuk pada pemberian obat apa pun selama
periode sebelum dilakukannya induksi anesthesia, sebagai
tambahan dari obat-obat yang biasanya dikonsumsi pasien. Tujuan
dari premedikasi adalah untuk ansiolisis, amnesia, antiemetik,
antasida, antiautonomik, dan analgesia.2
Pasien yang akan di operasi biasanya diberikan premedikasi
karena
a. Diberikan sedatif untuk mengurangi ansietas (meskipun ini
tidak diperlukan pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun)
b. Diberikan sedatif untuk mempermudah konduksi anestesi.
c. Diberikan analgetik jika pasien merasa sakit preoperative atau
dengan latar belakang analgesia selama dan sesudah operasi.
d. Untuk menekan sekresi, khususnya sebelum penggunaan
ketamine (dipakai atropine, yang dapat digunakan untuk
aktifitas vagus dan mencegah bradikardia, khususnya pada
anak-anak).
e. Untuk mengurangi resiko aspirasi isi lambung, jika
pengosongan diragukan, misalnya pada kehamilan.2
2. Induksi Anestesi
Pemberian anestesi dimulai dengan tindakan untuk membuat
pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan
dimulainya anestesi dan pembedahan, tergantung lama operasinya,
untuk operasi yang waktunya pendek mungkin cukup dengan induksi
saja. Tetapi untuk operasi yang lama, kedalaman anestesi perlu
dipertahankan dengan memberikan obat terus-menerus dengan dosis
tertentu, hal ini disebut maintenance atau pemeliharaan, setelah
10
tindakan selesai pemberian obat anestesi dihentikan dan fungsi tubuh
penderita dipulihkan, periode ini disebut pemulihan/recovery.2
Persiapan induksi
STATICS :
Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
S
Laringo-Scope.
T Tubes. Pipa trakea. Usia >5 tahun dengan balon (cuffed).
Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung
A faring(nasofaring) yang digunakanuntuk menahan lidah saat
pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napas.
Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau
T
tercabut.
Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea
I
mudah dimasukkan.
C Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia.
S Suction. Penyedot lendir dan ludah.
Induksi anestesia dan intubasi endotrakea sering menimbulkan
goncangan hemodinamik pada pasien hipertensi. Saat induksi sering
terjadi hipotensi namun saat intubasi sering menimbulkan hipertensi.
Hipotensi diakibatkan vasodilatasi perifer terutama pada keadaan
kekurangan volume intravaskuler sehingga preloading cairan penting
dilakukan untuk tercapainya normovolemia sebelum induksi.
Disamping itu hipotensi juga sering terjadi akibat depresi sirkulasi
karena efek dari obat anestesi dan efek dari obat antihipertensi yang
sedang dikonsumsi oleh penderita, seperti ACE inhibitor dan
angiotensin receptor blocker. Hipertensi yang terjadi biasanya
diakibatkan stimulus nyeri karena laringoskopi dan intubasi endotrakea
yang bisa menyebabkan takikardia dan dapat menyebabkan iskemia
miokard. Angka kejadian hipertensi akibat tindakan laringoskopi-
intubasi endotrakea bisa mencapai 25%. Dikatakan bahwa durasi
11
laringoskopi dibawah 15 detik dapat membantu meminimalkan
terjadinya fluktuasi hemodinamik Beberapa teknik dibawah ini bisa
dilakukan sebelum tindakan laringoskopi-intubasi untuk menghindari
terjadinya hipertensi. 2
a. Dalamkan anestesia dengan menggunakan gas volatile yang poten
selama 5-10 menit.
b. Berikan opioid (fentanil 2,5-5 mikrogram/kgbb, alfentanil 15-25
mikrogram/kgbb, sufentanil 0,25- 0,5 mikrogram/kgbb, atau
ramifentanil 0,5-1 mikrogram/ kgbb).
c. Berikan lidokain 1,5 mg/kgbb intravena atau intratrakea.
d. Menggunakan beta-adrenergik blockade dengan esmolol 0,3-1,5
mg/kgbb, propanolol 1-3 mg, atau labetatol 5-20 mg).
e. Menggunakan anestesia topikal pada airway. 3
1) Induksi Intravena
Paling banyak digunakan, dilakukan dengan hati-hati,
perlahanlahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus
disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi
anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi
dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang
kooperatif. Jenis Induksi intravena:
a) Tiopental (pentotal, tiopenton) (amp 500 mg atau 1000 mg)
sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai
kepekatan 2,5% ( 1ml = 25mg). hanya boleh digunakan untuk
intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan perlahan-lahan
dihabiskan dalam 30-60 detik. Bergantung dosis dan kecepatan
suntikan tiopental akan menyebabkan pasien berada dalam
keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi napas.
Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor,
tekanan intrakranial dan diguda dapat melindungi otak akibat
kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi.
12
b) Propofol (diprivan, recofol) Dikemas dalam cairan emulsi
lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan
1% (1ml = 10 mg). Suntikan intravena sering menyebabkan
nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan
lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5
mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12
mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2
mg/kg. pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak
dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.
c) Ketamin (ketalar) Kurang digemari karena sering
menimbulkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri
kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah,
pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian
sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau
diazepam (valium) dengan dosis 0,1 mg/kg intravena dan
untuk mengurangi salivasi diberikan sulfat atropin 0,01 mg/kg.
Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg.
ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml =
10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).
d) Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) Diberikan dosis
tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga banyak
digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan jantung.
Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mcg/kg
dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
2) Induksi intramuskular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat
diberikan secara intramuskular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan
setelah 3-5 menit pasien tidur.
3) Induksi inhalasi
a) N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen
monoksida). Berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak
13
iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara.
Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik
lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk
mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi
jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu
cairan anastetik lain seperti halotan.
b) Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan
anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan
diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar
faring laring. Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas,
menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi,
vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan
inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah,
anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga
mininggikan kadar gula darah.
c) Enfluran (etran, aliran)
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran
lebih iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi
lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan
aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik
disbanding halotan.
d) Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
Peninggian aliran darah otak dan tekanan intrakranial dapat
dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga
isofluran banyak digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap
depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari
untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada
pasien dengan gangguan koroner.
e) Desfluran (suprane)
14
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%),
bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan
hipertensi. Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran.
Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan untuk
induksi anestesi.
f) Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan
isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi
disamping halotan. 9
4) Induksi perektal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau
midazolam.3, 9
3. Rumatan Anestesi (Maintainance)
Seperti pada induksi, pada fase pemeliharaan juga dapat dipakai
obat inhalasi atau intravena. Obat intravena bisa diberikan secara
intermitten atau continuous drip. Kadang-kadang dipakai gabungan
obat inhalasi dan intravena agar dosis masing-masing obat dapat
diperkecil.
Untuk operasi-operasi tertentu diperlukan anestesi umum sampai
tingkat kedalamannya mencapai trias anestesi, pada penderita yang
tingkat analgesinya tidak cukup dan tidak mendapat pelemas otot, maka
bila mendapat rangsang nyeri dapat timbul :
a) Gerakan lengan atau kaki
b) Penderita akan bersuara, suara tidak timbul pada pasien yang
memakai pipa endotrakeal
c) Adanya lakrimasi
d) Pernafasan tidak teratur, menahan nafas, stridor laryngeal,
broncospasme
e) Tanda-tanda adanya adrenalin release, seperti denyut nadi
bertambah cepat
15
f) Tekanan darah meningkat, berkeringat
Keadaan ini dapat diatasi dengan mendalamkan anestesi. Pada
operasi-operasi yang memerlukan relaksasi otot, bila relaksasinya
kurang maka ahli bedah akan mengeluh karena tidak bisa bekerja
dengan baik, untuk operasi yang membuka abdomen maka usus akan
bergerak dan menyembul keluar, operasi yang memerlukan penarikan
otot juga sukar dilakukan.3,8
Keadaan relaksasi bila terjadi pada anestesi yang dalam, sehingga
bila kurang relaksasi salah satu usaha untuk membuat lebih relaksasi
adalah dengan mendalamkan anestesi, yaitu dengan cara menambah
dosis obat, bila hanya menggunakan satu macam obat, keadaan
relaksasi dapat tercapai setelah dosis obat anestesi yang sedemikian
tinggi, sehingga menimbulkan gangguan pada organ vital. Dengan
demikian keadaan ini akan mengancam jiwa penderita.3
Untuk mengatasi hal ini maka ada teknik tertentu agar tercapai
trias anestesi pada kedalaman yang ringan, yaitu penderita dibuat tidur
dengan obat hipnotik, analgesinya menggunakan analgetik kuat,
relaksasinya menggunakan pelemas otot (muscle relaxant) teknik ini
disebut balance anestesi.3
Pada balance anestesi karena menggunakan muscle relaxant,
maka otot mengalami relaksasi, jadi tidak bisa berkontraksi atau
mengalami kelumpuhan, termasuk otot respirasi, jadi penderita tidak
dapat bernafas. Karena itu harus dilakukan nafas buatan (dipompa),
karena itu balance anestesi juga disebut dengan teknik respirasi kendali
atau control respiration.3
Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi,
fentanil 10-50 μg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur
dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi
pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid
dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12
mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh
16
otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi
dengan udara + O2 atau N2O + O2.3
4. Pemulihan anestesi
Pada akhir operasi, maka anestesi diakhiri dengan menghentikan
pemberian obat anestesi, pada anestesi inhalasi bersamaan dengan
penghentian obat anestesi aliran oksigen dinaikkan, hal ini disebut
oksigenasi. Dengan oksigenasi maka oksigen akan mengisi tempat yang
sebelumnya ditempati oleh obat anestesi inhalasi di alveoli yang
berangsur-angsur keluar mengikuti udara ekspirasi. Dengan demikian
tekanan parsial obat anestesi di alveoli juga berangsur-angsur turun,
sehingga lebih rendah dibandingkan dengan tekanan parsial obat
anestesi inhalasi dalam darah, maka terjadilah difusi obat anestesi
inhalasi dari dalam darah menuju ke alveoli, semakin tinggi perbedaan
tekanan parsial tersebut kecepata difusi makin meningkat. Kesadaran
penderita juga berangsur-angsur pulih sesuai dengan turunnya kadar
obat anestesi dalam darah.2,8
Bagi penderita yang mendapat anestesi intravena, maka
kesadarannya berangsur pulih dengan turunnya kadar obat anestesi
akibat metabolisme atau ekskresi setelah pemberiannya dihentikan.
Selanjutnya pada penderita yang dianestesi dengan respirasi spontan
tanpa menggunakan pipa endotrakeal maka tinggal menunggu sadarnya
penderita, sedangkan bagi penderita yang menggunakan pipa
endotrakeal maka perlu dilakukan ekstubasi (melepas pipa ET)
ekstubasi bisa dilakukan pada waktu penderita masih teranestesi dalam
dan dapat juga dilakukan setelah penderita sadar. Ekstubasi pada
keadaan setengah sadar membahayakan penderita, karena dapat terjadi
spasme jalan napas, batuk, muntah, gangguan kardiovaskuler, naiknya
tekanan intra okuli dan naiknya tekanan intrakranial. Ekstubasi pada
waktu penderita masih teranestesi dalam mempunyai resiko tidak
terjaganya jalan nafas dalam kurun waktu antara tidak sadar sampai
sadar.2
17
Pada penderita yang mendapat balance anestesi maka ekstubasi
dilakukan setelah napas penderita adekuat. Untuk mempercepat
pulihnya penderita dari pengaruh muscle relaxan maka dilakukan
reserve, yaitu memberikan obat antikolinesterase.2
Skor Pemulihan Pasca Anestesi
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi
terutama yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan
penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat
dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang
Recovery room (RR).
Aldrete Score
Merah muda, 2
Nilai Warna Pucat, 1
Sianosis, 0
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Pernapasan Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal,
1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Sirkulasi
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespons, 0
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Aktivitas Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, pasien dapat dipindahkan ke ruangan.
18
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. MA
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 14 tahun
Berat badan : 65 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Alamat : Toli – toil
Agama : Islam
Diagnosa Pra Anestesi : Close depresure Fracture os parietal sinistra dan
Epidural Hematom sinistra
Jenis Pembedahan : Craniotomy
Tanggal Operasi : 07 Juni 2018
Jenis Anestesi : General Endotracheal Anesthesia (GETA)
C. PEMERIKSAAN FISIK
- Status generalisata
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 65 kg
Pernafasan : 18 x/menit
Nadi : 88/menit
Suhu : 36,5 0C
Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Pemeriksaan preoperative
➢ Kulit
Pucat (-), turgor kulit kembali cepat (<2 detik).
➢ Kepala
Bentuk : Normocephal
Mata : Edema palpebral (-/-), Conjungtiva: anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Telinga : Otorrhea (-/-)
Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1
Pharynx : Hiperemis (-)
Kelenjar : Pembesaran kelenjar getah bening (-); kelenjar tiroid (-
)
➢ Thorax
Bentuk simetris, retraksi otot dinding dada (-)
➢ Paru-paru
20
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi
intercostal (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+/+) normal, massa(-), nyeri tekan
(-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bronchovesiculer (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing
(-/-)
➢ Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung SIC
V linea parasternal dextra, batas kiri jantung SIC V linea axilla
anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-) ,
gallop (-)
➢ Abdomen
- Inspeksi : Permukaan kesan cembung
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Tympani (+).
- Palpasi : Nyeri tekan (-).
➢ Anggota gerak
21
ada krepitasi dan kehangatan dalam batas normal.
B1 (Breath)
Airway bebas, gurgling/snoring/crowing: (-/-/-), potrusi mandibular (-),
buka mulut 5 cm, jarak mentohyoid 4 cm, jarak hyothyoid 4 cm, leher
pendek (-), gerak leher bebas, tonsil (T1-T1), faring hiperemis (-),
frekuensi pernapasan 18 kali/menit, suara pernapasan: bronkovesikular
(+/+), suara pernapasan tambahan ronchi (-/-), wheezing (-/-),
Mallampati score 1, massa (-), gigi ompong (-), gigi palsu (-).
B2 (Blood)
Akral hangat, TD : 130/80 mmHg, HR : 88x/menit irama reguler, CRT <
2 detik. masalah pada sistem cardiovaskuler (-).
B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis GCS 15 (E4V5M6, Pupil: isokor Ø 3 mm/3mm,
Refleks Cahaya +/+
B4 (Bladder)
BAK lancar, produksi kesan normal, warna kuning jernih, Masalah pada
sistem renal/endokrin (-)
B5 (Bowel)
Keluhan mual (-), muntah (-). Abdomen: Inspeksi tampak cembung,
kesan normal, Auskultasi peristaltik (+), kesan menurun, Palpasi nyeri
tekan (+), tidak teraba massa, Perkusi tympani (+) pada seluruh lapang
abdomen.
22
B6 Back & Bone
Nyeri (-), krepitasi (-) morbilitas (-), ekstremitas deformitas (-)
D. Pemeriksaan penunjang
AS/GOT 14 U/L 0 – 35
ALT/GPT 11 U/L 0 – 45
E. Diagnosis Kerja
Close depresure Fracture os parietal sinistra dan Epidural Hematom
sinistra
F. Tindakan
Craniotomy
G. Kesan Anestesi
PS. ASA II : Pasien penyakit bedah tidak disertai dengan penyakit
sistemik ringan sampai sedang dengan status emergensi.
23
H. Penatalaksanaan IGD
Saat masuk UGD
IVFD NaCl 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr
Inj. Phenytoin 100 mg
Drips manitol 125 cc
I. PERSIAPAN PRE OPERATIF
` Di Ruangan
a. Surat persetujuan operasi dan Surat persetujuan tindakan anestesi.
b. Puasa 6 jam pre operasi
c. Pasang infus NaCl pada saat puasa dengan kecepatan 20 tpm
d. Persiapan Pocked Red Cells (PRC) 1 bag Gol.B+
e. IVFD 1 line tangan kiri dengan cairan NaCl 20 tpm
Di Kamar Operasi
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah:
a. Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan
b. Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
c. Alat-alat resusitasi (STATICS)
d. Obat-obat anestesia yang diperlukan.
e. Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine, aminofilin,
natrium bikarbonat dan lain-lainnya.
f. Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.
g. Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG dipasang.
h. Alat-alat pantau yang lain dipasang sesuai dengan indikasi,
misalnya; “Pulse Oxymeter”
i. Kartu catatan medic anestesia.
24
Tabel Komponen STATICS
S Scope Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringo-Scope: pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai
dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T Tubes Pipa trakea, pilih sesuai ukuran pasien
A Airways Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (nasi-tracheal airway). Pipa ini menahan
lidah saat pasien tidak sadar untuk mengelakkan
sumbatan jalan napas.
T Tapes Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
tercabut.
I Introducer Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel)
yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa
trakea mudah dimasukkan. Pada pasien ini tidak
digunakan introducel atau stilet.
C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.
S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
J. PROSEDUR GENERAL ANESTESI
a. Pasien di posisikan supinasi, infus terpasang di tangan kiri dengan
cairan NaCl 20 tpm
b. Memasang monitor untuk melihat tekanan darah, heart rate,
saturasi oksigen dan laju respirasi.
c. Diberikan obat premedikasi yaitu Sedacum 2 mg/iv, ondancentron
4 mg/iv, Fentanyl 100 µg/iv.
d. Diberikan obat induksi yaitu propofol 100 mg/iv
e. Memposisikan leher sedikit fleksi dan kepala ekstensi pada leher
f. Memberikan oksigenasi kepada pasien melalui masker yang
melekat pada wajah dengan aliran 5 lpm selama 3 menit
g. Memberikan obat relaksan yaitu Atracurium 25 mg/iv tunggu 3
menit.
25
h. Melakukan intubasi trachea dengan memasukan laringoskop secara
lembut hingga pita suara sudah terlihat.
i. Memasukkan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke faring sampai
bagian proksimal dari cuff ET melewati pita suara dengan
kedalaman pipa ET ± 20 cm , pada pasien ini menggunakan ETT
dengan ukuran 7.0
j. Mengangkat laringoskop dan mengisi balon dengan udara 10 ml.
Waktu intubasi ± 20 detik.
k. Menghubungkan pipa ET dengan ambubag dan melakukan
ventilasi sambil melakukan auskultasi, pertama pada lambung
(tidak terdengar bunyi gurgling) artinya udara tidak masuk ke
esofagus. Kemudian mengecek pada paru kanan dan kiri
sambil memperhatikan pengembangan dada, terdengar bunyi napas
dan pengembangan paru yang simetris kiri dan kanan.
l. Melakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau
tercabut di sebelah kanan mulut pasien.
m. Maintenance selama operasi diberikan:
Sevoflurans 3 vol %
Fentanyl 50 mg
Propofol 100 mg
Atracurium 10 mg
O2 5 lpm via Endo Trachea Tube (ETT)
n. Diberikan ketorolac 30 mg/iv
o. Operasi selesai, dilakukan ekstubasi dalam
p. pasien bernafas spontan, adekuat dan hemodinamik stabil.
q. Pasien di transfer recovery room
Laporan Anestesi Durante Operatif
Jenis anestesi : Anestesi Umum, General Endotracheal
Anesthesia (GETA)
Lama anestesi : 13.00 - 15.00 (2 jam)
Lama operasi : 13.15 – 14. 45 (1 jam 55 menit)
26
Anestesiologi : dr. Imthihana Amri., Sp. An
Ahli Bedah : dr. Bangun
Posisi : Supine
Infus : 1 line di tangan kiri
Frekuensi Saturasi
Tekanan Darah
Jam Denyut Nadi Oksigen Keterangan
(mmHg)
(x/menit) (%)
Ondancentrone 4
13.00 120/80 80 100
mg
Atracurium 25 mg
13.05 130/90 90 100
Sedacum 2 mg
Propofol 100 mg
13.10 130/70 110 100
Fentanyle 100 mg
13.20 130/70 80 99
13.45 140/80 86 98
13.50 148/90 90 99
27
13.55 140/80 80 99 Atracurium 10 mg
14.05 130/85 96 99
14.10 132/86 89 98
14.15 131/79 82 98
14.20 133/77 86 98
14.30 130/78 87 99
14.40 136/72 80 98
14.45 130/70 74 99
14.50 130/90 80 99
14.55 135/70 78 99
15.00 130/72 80 99
28
MONITORING ANESTESI
160
140
120
100
80 sistol
diastol
60
nadi
40
20
Jumlah medikasi
- Ondancentron 4 mg
- Sedacum 2 mg
- Fentanyl 150 mg
- Propofol 200 mg
- Atracurium 35 mg
- Lidocain 60 mg
- Ketorolac 30 mg
29
TERAPI CAIRAN
Berat Badan : 65 kg
Jumlah perdarahan : ±400
EBV = BB (Kg)x 65 ml/kgBB
=65x65 ml/kgBB = 4.225 cc
% perdarahan = Jumlah Perdarahan : EBV x 100%
= 400 : 4225 x 100%
= 0,094 x 100%
= 9,4 %
𝑯𝒄𝒕 𝒑𝒂𝒔𝒊𝒆𝒏−𝑯𝒄𝒕 𝒔𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓
𝑨𝑩𝑳 = 𝑬𝑩𝑽 × (𝑯𝒄𝒕 𝒑𝒂𝒔𝒊𝒆𝒏+𝑯𝒄𝒕 𝒔𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 )/ 𝟐
4225×(43.6−54)
= (43.6+54)/2
4225 𝑥10.4
= 48.8
= 43.940 : 48.8
= 900,40 ml
o Cairan masuk :
Pre operatif : Kristaloid NaCl 150 cc
Durante operatif : Kristaloid NaCl 1000 cc
Darah (PRC) 250 cc
Total input cairan : 1400 cc
o Cairan keluar :
- Perdarahan : ±400 cc
- Urin : ±250 cc
- Total output cairan : ±650 cc
Perhitungan Cairan
a. Input yang diperlukan selama operasi :
1) Cairan Maintanance (M)
M = (4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 45)
= 40 + 20 + 45
30
= 105cc/jam
= 210 cc (dalam 2 jam operasi)
2) Cairan defisit selama puasa (P)
P = Lama puasa x Maintenance
= 6 x 105 cc
= 630 ml
3) Cairan yang masuk saat puasa
Cairan masuk puasa = Jumlah infus (TPM) x Lama Puasa
(Menit)/20
= 20 x 360/20
= 7200/20
= 360 ml
= -270 ml
▪ Koloid :-
▪ PRC : 250 ml
31
▪ Total cairan masuk : 1.400 ml
a. Keseimbangan kebutuhan :
Aldrete Score
Merah muda, 2
Nilai Warna Pucat, 1
Sianosis, 0
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Pernapasan Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal,
Sirkulasi
1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
32
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Aktivitas Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, pasien dapat dipindahkan ke ruangan.
Perintah di ruangan:
a. Awasi tanda vital (TD, Nadi, Pernapasan tiap ½ jam)
b. Bila kesakitan, beri analgetik.
c. Bila mual atau muntah, beri Injeksi Ondansetron 4 mg IV
d. Program cairan, infus NaCl 20 tetes/menit
33
BAB III
PEMBAHASAN
10 kg pertama 4 ml/kg/jam
35
10-20 kg kedua 2 ml/kg/jam
Sehingga, pada pasien ini didapatkan 4-8 ml/kg = (4-8 ml) x 65 kg = 260
sampai 520 ml. Sedangkan cairan pengganti operasi selama 2 jam adalah 2 x
(260 – 520 ) = 520 sampai 1040 ml
Cairan yang dapat digunakan sebagai cairan maintenance adalah cairan
kristaloid (asering, RL, NaCl) dengan perhitungan perbandingan 3:1.
36
4. Pengganti Perdarahan
Adapun MABL (Maximum Allowed Blood loss) pada pasien ini adalah sebagai
berikut. EBV (Estimate Blood Volume) pada pasien :
EBV = 65 ml/kg x BB kg
= 65 ml/kg x 65 kg
= 4225 ml
MABL :
37
(43,6 − 54)
𝑀𝐴𝐵𝐿 = 4225 𝑥 43,6+54
2
MABL = 900,40 ml
= 1570 ml
38
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal,
Sirkulasi
1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
39
BAB V
KESIMPULAN
40
DAFTAR PUSTAKA
41